Anda di halaman 1dari 23

4

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Cahaya
a. Sifat Cahaya
Ilmuwan dahulu kebanyakan menerima teori mengenai cahaya
sebagai partikel yang dikemukakan Newton. Namun, selama masa
hidupnya, suatu teori yang lain juga diajukan yang berpendapat bahwa
cahaya mungkin merupakan suatu jenis gelombang yang bergerak. Pada
tahun 1678, fisikawan dan astronom Belanda, Christian Huygens,
menunjukkan bahwa teori gelombang cahaya juga dapat menjelaskan
pemantulan dan pembiasan.
Pada tahun 1801, Thomas Young (1773-1829) melakukan suatu
peragaan yang benar-benar jelas mengenai sifat gelombang cahaya, untuk
pertama kalinya. Young menunjukkan bahwa dalam kondisi-kondisi yang
tepat, sinar-sinar cahaya saling berinteferensi. Perilaku yang demikian tidak
dapat dijelaskan pada saat itu menggunakan teori partikel karena tidak
mungkin dua partikel atau lebih dapat bergabung atau saling
menghilangkan. Perkembangan-perkembangan selanjutnya selama abad
kesembilan belas membuat teori mengenai cahaya sebagai gelombang
diterima secara umum. Hal ini terpenting adalah akibat dari karya Maxwell,
yang pada tahun 1873 menyatakan bahwa cahaya merupakan bentuk
gelombang elektromagnetik berfrekuensi tinggi. Hertz memberikan
pembuktian secara eksperimen dari teori Maxwell pada tahun 1887 dengan
menciptakan dan mendeteksi gelombang-gelombang elektromagnet.
Hal yang paling kentara darinya adalah efek fotolistrik yang juga
ditemukan oleh Hertz yaitu ketika cahaya mengenai suatu permukaan
logam, elektron-elektron terkadang terhambur dari permukaannya. Sebagai
salah satu contoh dari kesulitan-kesulitan yang muncul, berbagai
eksperimen menunjukkan bahwa energi kinetik dari suatu elektron yang
5

dikeluarkan tidak bergantung pada intensitas cahayanya. Penemuan ini


bertentangan dengan teori gelombang, yang menyatakan bahwa sinar cahaya
yang lebih kuat tentu akan menambah lebih banyak energi pada elektron
tersebut. Penjelasan efek fotolistrik yang diajukan oleh Einstein di tahun
1905 dalam sebuah teori yang menggunakan konsep kuantisasi yang
dikembangkan oleh Max Planck (1858-1947) di tahun 1900. Model
kuantisasi mengasumsikan bahwa energi dari suatu gelombang cahaya yang
ada dalam partikel-partikel disebut foton dan oleh karena itu energinya
dikatakan terkuantisasi. Menurut teori Einstein, energi dari suatu foton
sebanding dengan frekuensi dari gelombang elektromagnetik. E= hf, dimana
konstanta kesebandingan h = 6,63 x 10-34.
Berdasarkan perkembangan-perkembangan tersebut, cahaya perlu
dianggap sebagai sesuatu yang bersifat dualistik. Cahaya memperlihatkan
karakteristik dari gelombang pada situasi-situasi tertentu dan karakteristik
dari partikel pada situasi-situasi yang lain (Serway & Jewett, 2010: 3-4).
1) Pembiasan Cahaya
Ketika seberkas cahaya merambat melalui suatu medium
transparan menemui suatu batas dari medium transparan lainnya, maka
sebagian energinya dipantulkan dan sebagian lagi memasuki medium
kedua. Sinar yang memasuki medium kedua dibelokkan di daerah
perbatasan kemudian dibiaskan. Sinar datang, sinar pantul dan sinar yang
dibiaskan semuanya terletak pada bidang yang sama. Sudut bias 2 pada
gambar 2.1 bergantung pada sifat-sifat dari kedua medium dan pada
sudut datang sehingga diperoleh persamaan:
sin2 v
= v2 = konstan (2.1)
sin1 1

dimana v1 adalah kelajuan cahaya di medium pertama dan v2 adalah


kelajuan cahaya di medium kedua.
6

Gambar 2.1 Sinar Datang pada Suatu Bidang Batas Udara-Kaca


(Serway & Jewett, 2010: 13)
Dari persamaan 2.1 dapat disimpulkan bahwa ketika cahaya
bergerak dari suatu bahan yang kerapatannya rendah ke suatu bahan yang
memiliki kerapatan lebih tinggi seperti yang ditunjukkan pada gambar
2.2a, sudut bias 2 lebih kecil daripada sudut sudut datang 1 dan sinar
dibelokkan mendekati garis normal. Jika seberkas cahaya bergerak dari
suatu bahan berkerapatan rendah seperti yang diilustrasikan pada gambar
2.2b maka 2 lebih besar daripada 1 dan sinar yang dibelokkan menjauhi
garis normal.

(a) (b)
Gambar 2.2 (a) Sinar Datang dari Udara ke Kaca, Lintasannya
Dibelokkan Mendekati Garis Normal,(b) Sinar Datang dari Kaca ke
Udara, Lintasannya Dibelokkan Menjauhi Garis Normal.
(Serway & Jewett, 2010:14)
Perilaku cahaya sewaktu melalui udara ke dalam zat lain dan
muncul kembali ke udara sering kali menjadi hal yang membingungkan.
Ketika cahaya merambat dari udara, kelajuannya adalah 3,00 x 108 m/s,
namun kelajuan ini berkurang hingga mendekati 2,00 x 108 m/s saat
cahaya memasuki sebuah balok dari kaca. Saat kembali ke udara,
kelajuannya secara seketika bertambah dari nilai awal sebesar 3,00 x 108
m/s. Peristiwa tersebut dapat dijelaskan pada gambar 2.3 yang
memperlihatkan seberkas sinar cahaya melalui sepotong kaca, maka
7

cahaya tersebut mungkin menumbuk suatu elektron yang terikat pada


sebuah atom, yang ditujukkan oleh titik A, dengan mengasumsikan
bahwa cahaya tersebut diserap oleh atom yang mengakibatkan elektron
berisolasi. Elektron yang berisolasi tersebut kemudian bertindak sebagai
antena dan memancarkan sinar cahaya pada atom B, dimana cahaya
tersebut kembali diserap.

Gambar 2.3 Cahaya Melalui Satu Atom ke Atom Lainnya dalam


Sebuah Medium.
(Serway & Jewett, 2010:15)
Meskipun cahaya merambat dari satu atom kaca ke atom kaca
yang lain pada kelajuan 3,00 x 108 m/s, penyerapan dan pemancaran
yang berlangsung mengakibatkan kelajuan cahaya rata-rata yang melalui
bahan turun menjadi 2,00 x 108 m/s. Pada saat cahaya muncul di udara,
penyerapan dan pemancaran terhenti, sehingga kelajuan cahaya tersebut
kembali ke titik awal (Serway & Jewett, 2010: 12-15).
a) Indeks Bias
Secara umum kelajuan cahaya dalam semua bahan lebih kecil
dibandingkan kelajuannya di ruang hampa udara. Terlebih lagi,
cahaya merambat pada kelajuan maksimalnya di ruang hampa udara.
Maka indeks bias n didefinisikan dari sebuah medium sebagai rasio
kelajuan cahaya dalam ruang hampa udara c
n =v (2.2)
kelajuan cahaya dalam suatu bahan

dari definisi ini indeks bias adalah suatu nilai tak berdimensi yang
lebih besar dari satu, karena v selalu lebih kecil daripada c.
Pada saat cahaya merambat dari medium satu ke medium
yang lainnya tidak mengalami perubahan frekuensi, melainkan terjadi
perubahan panjang gelombang.
8

Gambar 2.4 Panjang Gelombang Berubah, Frekuensi Tetap Ketika


Gelombang Bergerak dari Medium 1 ke Medium 2.
(Serway & Jewett, 2010:16)
Frekuensi gelombang yang melalui pengamat di titik B pada
medium 2 harus sama dengan frekuensi gelombang yang melalui titik
A. Jika tidak demikian, maka energinya akan menumpuk pada bidang
batas, oleh karena itu frekuensi gelombang harus konstan pada saat
sinar cahaya melalui satu medium ke medium lain. Oleh karena v1=f,
maka
v1 = f1 dan v2 = f2 (2.3)
Oleh karena v1 v2, maka 1 2 , sehingga dapat diperoleh
hubungan antara indeks bias dan panjang gelombang:
1 v c/n n
= v1 = c/n1 = n1 (2.4)
2 2 2 2

Persamaan ini menghasilkan: 1n1 = 2n2.


Jika medium 1 adalah ruang hampa udara, maka n1 = 1, sehingga
indeks bias dari setiap medium dapat dituliskan sebagai rasio

n= (2.5)
n

dimana adalah panjang gelombang cahaya di ruang hampa udara dan


n adalah panjang gelomnbang cahaya di medium yang memiliki
indeks bias n. Persamaan dalam bentuk lain tentang indeks bias
v2 n1
dengan mengganti pada persamaan 2.1 dengan pada persamaan
v1 n2

2.4 maka diperoleh


n1 sin1 = n2 sin2 (2.6)
9

dengan,
n1 = indeks bias medium tempat cahaya datang
1 = sudut datang
n2 = indeks bias medium tempat cahaya bias
2 = sudut bias
(Serway & Jewett, 2010: 15-16)
b) Indeks Bias Zat Cair
Indeks bias menyatakan perbandingan (rasio) antara kelajuan
cahaya di ruang hampa terhadap kelajuan cahaya di dalam bahan.
Cepat rambat gelombang cahaya di ruang hampa sebesar c. Jika
melalui suatu medium maka cahaya tersebut akan mengalami
perubahan kecepatan menjadi v, dimana besarnya v jauh lebih kecil
dibandingkan cepat rambang cahaya di ruang hampa c. Ketika cahaya
merambat di dalam suatu bahan, kelajuannya akan turun sebesar suatu
faktor yang ditentukan oleh karakteristik bahan yang dinamakan
indeks bias (n) (Zamroni, 2013: 108)
Hasil yang ditemukan secara eksperimen pada tahun 1621
oleh Willelbrod Snell, seorang ilmuwan Belanda dan dikenal sebagai
hukum Snellius atau hukum pembiasan. Hal tersebut juga ditemukan
secara independen beberapa tahun kemudian oleh Rene Descrates.
Persamaan 2.6 berlaku bagi pembiasan semua jenis gelombang yang
mengenai sebuah bidang batas yang memisahkan dua medium.
Tabel 2.1 Indeks bias untuk berbagai zat cair dengan T=20C
Zat Indeks Bias
Metil Alkohol (CH3OH) 1,329
Air (H2O) 1,333
Etil Alkohol (C2H2OH) 1,36
Karbon Tetraklorida (CCl4) 1,460
Terpentin 1,472
Gliserin 1,473
10

Bensin 1,501
Karbon Disulfida (CS2) 1,628
(Paul A. Tipler, 2001: 448-451)
2. Pembentukan Bayangan
a. Bayangan yang Dibentuk oleh Cermin Datar
Bayangan sebuah benda yang dilihat pad sebuah cermin datar
selalu maya. Sebuah bayangan maya dibentuk ketika sinar cahaya tidak
melewati titik bayangan, tetapi sinar cahaya seakan-akan menyebar dari titik
tersebut. Bayangan maya juga dapat dicirikan dengan tidak tertangkapnya
bayangan oleh layar.
Perbesaran bayangan yang dibentuk oleh cermin datar merupakan
perbandingan antara tinggi bayangan dan tinggi benda. Pada gambar 2.5
dilukiskan sebuah benda P dengan tinggi h terletak di depan cermin datar, P
dengan tinggi h merupakan bayangan tersebut.

Gambar 2.5 Diagram Sinar untuk Menentukan Bayangan Sebuah Anak


Panah pada Sebuah Cermin Datar.
(Paul A Tipler, 2001: 481)
Oleh karena segitiga PQR dan PQR sebangung, maka PQ=PQ.
Jadi dapat disimpulkan bahwa bayangan yang dibentuk oleh sebuah benda
yang diletakkan di depan cermin datar berada di belakang sejauh benda
aslinya berada di depan cermin.
Berdasarkan gambar 2.5 ditunjukkan bahwa tinggi benda h sama
dengan tinggi bayangan h, sehingga diperoleh perbesaran bayangan pada
cermin datar sebagai berikut:
Tinggi bayangan h
M= = =1 (2.7)
Tinggi benda h

(Serway & Jewett, 2010: 49)


11

b. Bayangan yang Dibentuk oleh Pembiasan


1) Permukaan Bias Lengkung
Bayangan yang terbentuk ketika sinar cahaya dibiaskan pada
batas antara dua buah bahan transparan. Dua buah medium tersebut
adalah sebuah permukaan melengkung dengan jari-jari R dengan indeks
bias n1 dan n2 diilustrasikan pada gambar 2.6 diasumsikan bahwa benda
di O berada pada medium yang indeks biasnya n1. Sinar-sinar paraksial
yang meninggalkan O. Semua sinar akan dibiaskan oleh permukaan
lengkung dan terfokus pada satu titik I, yakni titik bayangan.

Gambar 2.6 Bayangan yang Dibentuk oleh Pembiasan pada Permukaan


Lengkung
(Serway & Jewett, 2010: 64)
Pada gambar 2.6 menunjukkan sebuah sinar meninggalkan titik
O dan dibiaskan ke titik I. Hukum pertama pembiasan Snell yang
diterapkan pada sinar ini menghasilkan
n1 sin 1 = n2 sin 2 (2.8)
Oleh karena 1 dan 2 diasumsikan kecil maka dapat digunakan
pendekatan sudut kecil sin (dengan sudut dalam radian) dan
mendapatkan
n1 1 = n2 2 (2.9)
Mengasumsikan bahwa sudut luar dari sembarang segitiga sama
dengan jumlah dua sudut dalam yang berhadapan. Berdasarkan aturan
tersebut maka diterapkan pada segitiga OPC dan PIC pada gambar 2.
Sehingga
1 = + (2.10)
= 2 + (2.11)
12

Jika ketiga persamaan digabungkan dan dieliminasi 1 dan 2


maka diperoleh
n1 + n2 = (n1-n2) (2.12)

Gambar 2.7 Geometri yang Digunakan untuk Menurunkan Persamaan


2.13 dengan Mengasumsikan bahwa n1<n2
(Serway & Jewett, 2010:64)
Berdasarkan gambar 2.7 tiga segitiga siku-siku yang memiliki
sisi vertikal yang sama dengan panjang d. Sinar-sinar paraksial, sisi
horizontal dari segitiga-segitiga ini adalah puntuk segitiga yang memiliki
sudut , R untuk segitiga yang memiliki sudut dan q untuk segitiga
yang memiliki sudut . Menggunakan pendekatan sudut kecil, tan ,
sehingga dapat dituliskan hubungan pendekatan dari ketiga segitiga
tersebut sebagai berikut

tan tan tan (2.13)

dengan mensubtitusikan persamaan-persamaan ini ke persamaan 2.12


dan membaginya dengan d untuk mendapatkan
n1 n2 n2 n1
+ = (2.14)
p q R

Pemakaian persamaan ini perlu menggunakan tanda untuk


menyelesaikan berbagai kasus. Didefinisikan sisi permukaan tempat sinar
cahaya berasal dari sisi depan dan sisi lainnya disebut sisi belakang.
Bayangan nyata dibentuk oleh pembiasan pada bagian belakang
permukaan, berlawanan dengan cermin dimana bayangan nyata dibentuk
di depan permukaan pantul, oleh karena ada perbedaan antara letak
bayangan-banyangan nyata, sehingga tanda pembiasan untuk p dan R
berlawanan dengan tanda pemantulan. Tanda untuk permukaan bias
lengkung ditunjukkan pada tabel 2.2
13

Tabel 2.2 Pembentukkan Bayangan untuk Permukaan Bias Lengkung


Besaran Positif ketika Negatif ketika
Lokasi benda (p) Benda di depan Benda di belakang
permukaan (benda permukaan (benda
nyata)| maya)
Letak bayangan (q) Benda di belakang Bayangan di depan
permukaan (bayangan permukaan
nyata) (bayangan maya)
Tinggi bayangan (h) Bayangan tegak Bayangan terbalik
Jari-jari (R) Pusat kelengkungan di Pusat kelengkungan
belakang permukaan di depan permukaan
(Serway & Jewett, 2010: 63-65)
2) Permukaan Bias Datar
Jika permukaan biasnya datar maka R tak terhingga dengan
demikian persamaan (2.14) menjadi
n1 n2
=
p q
n
q = n2 p (2.15)
1

Berdasarkan persamaan ini terlihat bahwa tanda q berlawanan


dengan p. Sehingga berdasarkan tabel 2.2 bayangan yang dibentuk oleh
permukaan bias yang datar berada pada sisi yang sama dengan bendanya.
Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.7 situasi di mana benda berada pada
medium dengan indeks n1, dan n1 lebih besar daripada n2. Kasus ini
bayangan maya dibentuk antara benda dan permukaan bias. Jika n1 lebih
kecil daripada n2, maka sinar-sinar di sisi belakang menyebar pada sudut
yang lebih kecil dibandingkan pada gambar 2.7 akibatnya bayangan
maya terbentuk di sebelah kiri benda.
3. Lensa
a. Lensa Tipis
Lensa biasanya digunakan untuk membentuk bayangan melalui
pembiasan pada alat-alat optik, seperti kamera, teleskop dan mikroskop.
14

Cahaya yang melewati sebuah lensa dibiaskan oleh dua permukaan.


Bayangan yang dibentuk oleh satu permukaan bias bertindak sebagai benda
bagi permukaan kedua (Serway & Jewwet, 2010: 68-69).
Sebuah lensa sangat tipis dengan indeks bias n dengan udara pada
kedua sisinya. Misalkan jari-jari kelengkungan permukaan lensa adalah r1
dan r2 . Jika sebuah obyek berada pada jarak s dari permukaan pertama dari
lensa maka jarak bayangan s1 yang disebabkan pembiasan pada permukaan
pertama dapat ditentukan dengan persamaan
1 n n1
+ s = (2.16)
s 1 r1

Gambar 2.8 Pembiasan Terjadi pada Kedua Permukaan Sebuah Lensa.


(Paul A. Tipler, 2001: 495)
Bayangan ini tidak terbentuk karena cahaya dibiaskan sekali lagi
pada permukaan kedua. Gambar 2.8 menunjukkan bahwa saat jarak
bayangan s2 untuk permukaan pertama adalah negatif yang menunjukkan
bahwa bayangan maya di sebelah kiri permukaan. Sinar-sinar pada kaca
dibiaskan dari permukaan pertama menyebar seolah-olah datang dari titik
bayangan P1. Sinar-sinar tersebut mengenai permukaan kedua dengan
sudut-sudut sama seolah-olah ada sebuah obyek pada titik bayangan ini.
Bayangan untuk permukaan pertama kemudian menjadi byek bagi
permukaan kedua. Ketebalan lensa tersebut dianaikan maka jarak obyeknya
adalah sama dengan nilai s1, namun karena jarak-jarak obyek di depan
permukaan adalah positif sedangkan jarak-jarak bayangan adalah negatif,
maka jarak obyek untuk permukaan kedua adalah s2 = -s1. Persamaan untuk
permukaan kedua dengan n1 = n, n2 = 1 dan s = -s1. Jarak bayangan untuk
permukaan kedua adalah jarak bayangan akhir s bagi lensa tersebut.
n n 1n
+ s = (2.17)
s 1 r2
15

Jarak bayangan dapat dihilangkan untuk permukaan pertama s1


dengan menambahkan persamaa 2.16 dan 2. 17
1 1 1 1
+ s = (n 1) (r r ) (2.18)
s 1 2

Persamaan 2.18 Memberikan jarak bayangan s sehubungan dengan


jarak obyek s dan sifat-sifat lensa tipis r1 ,2 dan indeks bias n. Seperti pada
cermin , panjang fokus lensa tipis didefinisikan sebagai jarak bayangan jika
jarak obyeknya tak hingga. Jika menganggap s sama dengan tak hingga dan
menulis f untuk jarak bayangan s, maka didapatkan
1 1 1
= (n 1) (r r ) (2.19)
f 1 2

Persamaan 2.19 disebut persamaan pembentukan lensa. Persamaan


tersebut menjelaskan jenjang fokus lensa tipis sehubungan sifat-sifat lensa
tersebut. Mensubtitusikan 1/f untuk sisi kanan persamaan 2.19 menjadi
1 1 1
+ = (2.20)

Persamaan 2.20 merupakan persamaan untuk lensa tipis.


1) Diagram-diagram Sinar untuk Lensa
a) Lensa Positif
Sinar-sinar utama untuk lensa positif:
(1)Sinar Sejajar, yang digambar sejajar dengan sumbu utama. Sinar ini
dibelokkan melalui titik fokus kedua lensa tersebut.
(2)Sinar Pusat, digambar melalui pusat (verteks) lensa. Sinar ini tidak
dibelokkan (disimpangkan). (Muka-muka lensa adalah sejajar pada
titik ini, sehingga sinar memancar pada arah sama tetapi sedikit
bergeser. Karena lensa tersebut tipis, pergeseran tersebut dapat
diabaikan).
(3)Sinar Fokus, digambar melalui titik fokus pertama. Sinar ini
memancar sejajar dengan sumbu utama.
b) Lensa Negatif
Sinar-sinar utama untuk lensa negatif:
(1)Sinar Sejajar, digambar sejajar sumbu utama. Sinar ini menyebar
dari lensa seolah-olah berasal dari titik fokus kedua.
16

(2)Sinar Pusat, digambar melalui pusat (verteks) lensa. Sinar ini tidak
dibelokkan.
(3)Sinar Fokus, digambar melalui titik fokus pertama. Sinar ini
memancar sejajar sumbu utama (Paul A. Tipler, 2001: 494-499)
b. Kombinasi Beberapa Lensa Tipis
Jika dua lensa tipis digunakan untuk membentuk bayangan, maka
sistem tersebut dapat diperlakukan dengan ketentuan sebagai berikut,
Pertama, bayangan yang dibentuk oleh lensa pertama terletak pada tempat
yang sama seolah-olah lensa kedua tidak ada. Kemudian digambarkan
sebuah diagram sinar untuk lensa kedua, dengan bayangan yang dibentuk
oleh lensa pertama sekarang bertindak sebagai benda untuk lensa kedua.
Bayangan kedua yang dibentuk adalah bayangan akhir sistem. Jika
bayangan yang dibentuk oleh lensa pertama terletak di sisi belakang lensa
kedua, maka bayangan tersebut diperlakukan sebagai benda maya oleh lensa
kedua (artinya, dalam lensa tipis, nilai p negatif). Prosedur yang sama dapat
diperluas untuk sistem dengan tiga lensa atau lebih. Oleh karena perbesaran
akibat lensa kedua dilakukan pada bayangan yang diperbesar akibat lensa
pertama, perbesaran total bayangan akibat kombinasi lensa adalah hasil dari
perbesaran masing-masing.
Sebuah sistem dua lensa dengan jarak fokus f1 dan f2 yang saling
bersentuhan, jika p1 = p adalah jarak untuk kombinasi tersebut, maka
penerapan lensa tipis pada lensa pertama menghasilkan
1 1 1
+q =f (2.21)
p 1 1

dimana q adalah jarak bayangan untuk lensa pertama. Jika bayangan ini
dianggap sebagai benda bagi lensa kedua, maka dapat dilihat bahwa jarak
benda untuk lensa kedua harus p2 = -q1 (jaraknya sama karenalensa-lensa
tersebut saling bersentuhan dan diasumsikan sangat tipis). Jarak benda
negatif karena bendanya bersifat maya. Sehingga untuk lensa kedua:
1 1 1
+q =f
p2 2 2

1 1 1
q + q = f (2.22)
1 2
17

dimana q = q 2 adalah jarak bayangan akhir dari lensa kedua yang


merupakan jarak bayangan dari kombinasi tersebut. Jika dijumlahkan
persamaan-persamaan kedua lensa, maka dapat mengeliminasi q1 dan
memperoleh:
1 1 1 1
+q = f +f (2.23)
p 1 1 2

Jika ingin mengganti kombinasi tersebut dengan sebuah lensa


tunggal yang akan membentuk bayangan pada lokasi yang sama, maka
dapat dilihat bahwa jarak fokusnya berhubungan dengan jarak fokus
masing-masing dengan
1 1 1
+f =f (2.24)
f 1 2

Oleh karena itu, dua lensa tipis yang saling bersentuhan ekuivalen
dengan sebuah lensa tipis tunggal dengan jarak fokus yang dinyatakan oleh
persamaan 2.24 (Serway & Jewett, 2010: 78-79)
4. Sensor Ultrasonik
Sensor ultrasonik adalah sensor yang bekerja berdasarkan prinsip
pantulan gelombang suara dan digunakan untuk mendeteksi keberadaan suatu
objek tertentu di depannya, frekuensi kerjanya pada daerah gelombang suara
dari 40 KHz hingga 400KHz.

Gambar 2.9 Sensor Ultrasonik HC-SR04


(Arif Nurcahya, 2014: 1)
Ultrasonik modul umumnya berbentuk papan elektronik ukuran kecil
dengan rangkaian elektronik dan 2 buah transducer. Dari 2 buah transducer ini,
salah satu berfungsi sebagai transmitter dan satu lagi menjadi receiver
sekaligus. Tersedia pin VCC, TRIG, ECHO dan GND.
18

Prinsip kerja sensor ultrasonik ini dapat dilihat pada gambar 2.10

Gambar 2.10 Prinsip Kerja Sensor Ultrasonik


(Husnuli Karim, 2016: 82)
Ultrasonik modul ini bekerja dengan cara menghasilkan gelombang
suara pada frekuensi tinggi yang dipancarkan oleh bagian transmitter.
Pantulan gelombang yang mengenai benda di depannya akan ditangkap oleh
receiver. Lamanya waktu antara dipancarkannya gelombang suara sampai
ditangkap kembali dapat dihitung jarak benda yang ada di depan modul
tersebut. Kecepatan suara adalah 340 m/detik. Lamanya waktu tempuh
gelombang suara dikalikan kecepatan suara, kemudian dibagi 2 akan
menghasilkan jarak antara ultrasonik modul dengan benda di depannya
(Dedi Setiawan, 2014:58).
5. Arduino
a. Arduino Uno
Uno Arduino adalah board berbasis mikrokontroler pada
ATmega328. Board ini memiliki 14 digital input atau output pin (dimana 6
pin dapat digunakan sebagai output PWM), 6 input analog, 16 MHz osilator
kristal, koneksi USB, jack listrik tombol reset. Pin-pin ini berisi semua yang
diperlukan untuk mendukung mikrokontroler, hanya terhubung ke komputer
dengan kabel USB atau sumber tegangan bisa didapat dari adaptor AC-DC
atau baterai untuk menggunakannya.
Board Arduino Uno memiliki fitur-fitur baru sebagai berikut :
1) 1,0 pinout: tambah SDA dan SCL pin yang dekat ke pin aref dan dua pin
baru lainnya ditempatkan dekat ke pin RESET, dengan IO REF yang
memungkinkan sebagai buffer untuk beradaptasi dengan tegangan yang
disediakan dari board sistem. Pengembangannya, sistem akan lebih
19

kompatibel dengan Prosesor yang menggunakan AVR, yang beroperasi


dengan 5V dan dengan Arduino karena yang beroperasi dengan 3.3V.
2) Pin tidak terhubung yang disediakan untuk tujuan pengembangannya.

Gambar 2.11 Board Arduino Uno

Tabel 2.3 Tabel Deskripsi Arduino Uno


Microcontroller ATmega328
Operasi Voltage 5V
Input Voltage 7-12 (rekomensdasi)
Input Voltage 6-20 (limits)
I/O 14 pin (6 pin untuk PWM)
Arus 50 mA
Flash Memory 32 KB
Bootloader SRAM 2 KB
EEPROM 1 KB
Kecepatan 16 Mhz
Uno Arduino dapat diaktifkan melalui koneksi USB atau dengan
catu daya eksternal. Sumber listrik dipilih secara otomatis. Eksternal (non-
USB) daya dapat datang baik dari AC-DC adaptor atau baterai. Adaptor ini
dapat dihubungkan dengan cara menghubungkannya plug pusat-positif
2.1mm ke dalam board colokan listrik. Lead dari baterai dapat dimasukkan
ke dalam header pin Gnd dan Vin dari konektor Power. Board dapat
beroperasi pada pasokan daya dari 6 - 20 volt. Jika diberikan dengan kurang
dari 7V, bagaimanapun, pin 5V dapat menyuplai kurang dari 5 volt dan
board mungkin tidak stabil. Jika menggunakan lebih dari 12V, regulator
20

tegangan bisa panas dan merusak board. Rentang yang dianjurkan adalah 7-
12 volt.
Pin catu daya adalah sebagai berikut:
1) VIN. Tegangan input ke board Arduino ketika menggunakan sumber
daya eksternal (sebagai lawan dari 5 volt dari koneksi USB atau sumber
daya lainnya diatur). Anda dapat menyediakan tegangan melalui pin ini,
atau, jika memasok tegangan melalui colokan listrik, mengaksesnya
melalui pin ini.
2) 5V. Catu daya diatur digunakan untuk daya mikrokontroler dan
komponen lainnya di board. Hal ini dapat terjadi baik dari VIN melalui
regulator onboard, atau diberikan oleh USB .
3) 3,3 volt pasokan yang dihasilkan oleh regulator on-board. Menarik arus
maksimum adalah 50 mA.
4) GND
(https://www.arduino.cc/en/Main/ArduinoBoardUno )
Microcontroller yang digunakan pada arduino uno sendiri jenis
ATmega328, sebagai otak dari pengendalian sistem alat. Arduino uno
sendiri merupakan kesatuan perangkat yang terdiri dari berbagai komponen
elektronika dimana penggunaan alat sudah dikemas dalam kesatuan
perangkat yang dibuat oleh produsen untuk diperdagangkan. Arduino uno
dapat dibuat sebuah sistem atau perangkat fisik menggunakan software dan
hardware yang sifatnya interaktif yaitu dapat menerima rangsangan dari
lingkungan dan merespon balik. Konsep untuk memahami hubungan yang
manusiawi antara lingkungan yang sifat alaminya adalah analog dengan
dunia digital disebut dengan physical computing. Pada prakteknya konsep
ini diaplikasikan dalam desain alat atau projek-projek yang menggunakan
sensor dan microcontroller untuk menerjemahkan input analog ke dalam
sistem software untuk mengontrol gerakan alat-alat elektro-mekanik.
Arduino dikatakan open source karena sebuah platform dari
physical computing. Platform di sini adalah sebuah alat kombinasi dari
hardware, bahasa pemrograman dan IDE (Integrated Development
21

Environment) yang canggih. IDE adalah sebuah software yang sangat


berperan untuk menulis program, meng-compile menjadi kode biner dan
meng-upload ke dalam memory microcontroller. Arduino, selain itu juga
ada banyak modul-modul pendukung (sensor, tampilan, penggerak dan
sebagainya) untuk bisa disambungkan dengan arduino (Eko Kristianto,
2013).
b. Mikrokontroler ATmega 328
Komponen utama di dalam papan arduino adalah sebuah
mikrokontroller 8 bit dengan merk ATmega yang dibuat oleh perusahaan
Atmel Corporation. ATmega328 mempunyai arsitektur RISC (Reduce
Instruction Set Computer) yang dimana setiap proses eksekusi data lebih
cepat dari pada arsitektur CISC (Completed Instruction Set Computer).
Mikrokontroller ATmega328 memiliki arsitekttur Harvard, dimana
memori untuk kode program dan memori untuk data dipisahkan sehingga
dapat memaksimalkan kerja dan parallelism. Instruksi-instruksi dalam
memori program dieksekusi dalam satu alur tunggal, dimana pada saat satu
instruksi dikerjakan instruksi berikutnya sudah diambil dari memori
program. Konsep inilah yang memungkinkan instruksi-instruksi dapat
dieksekusi dalam setiap satu siklus clock.
32 x 8-bit register serba guna digunakan untuk mendukung operasi
pada ALU (Arithmatic Logic Unit) yang dapat dilakukan dalam satu siklus.
6 dari register serbaguna ini dapat digunakan sebagai 3 buah register pointer
16-bit pada mode pengalamatan tak langsung untuk mengambil data pada
ruang memori data. Ketiga register pointer 16-bit ini disebut dengan register
X (gabungan R26 dan R27), register Y (gabungan R28 dan R29) dan
register Z (gabungan R30 dan R31). Hampir semua instruksi AVR memiliki
format 16-bit. Setiap alamat memori program terdiri dari instruksi 16-bit
atau 32-bit. Selain register serba guna di atas, terdapat register lain yang
terpetakan dengan teknik memory mapped I/O selebar 64 byte. Beberapa
register ini digunakan untuk fungsi khusus antara lain sebagai register
control Timer/Counter, Interupsi, ADC, USART, 17 SPI, EEPROM, dan
22

fungsi I/O lainnya. Register-register ini menempati memori pada alamat


0x20h-0x5Fh (Eko Kristianto, 2013).
Konfigurasi pin di ATmega328 dapat dilihat di gambar 2.12

Gambar 2.12 Konfigurasi Pin ATmega328


(Eko Saputro, 2016: 19)
Fungsi dari masing-masing pin pada microcontroller ATmega328
adalah:
1) VCC
VCC terletak pada pin 7, berfungsi untuk supply tegangan digital yang
akan dihubungkan dengan tegangan 5V
2) GND
GND terletak pada pin 8, berfungsi sebagai ground yang akan
dihubungkan dengan ground.
3) PortB
PortB merupakan jalur data 8 bit dan memiliki 8 pin dari pin B0-B7 yang
dapat difungsikan sebagai input/output, yaitu:
a) (PB0) berfungsi sebagai Timer Counter 1 input capture pin.
b) (PB1), (PB2) dan (PB3) dapat difungsikan sebagai output PWM
(Pulse Width Modulation)
c) MOSI (PB3), MISO (PB4), SCK (PB5), SS (PB2) merupakan jalur
komunikasi SPI.
23

d) TOSCI (PB6) dan TOSC2 (PB7) berfungsi sebagai sumber clock


external untuk timer.
4) PortC
PortC merupakan jalur data 7 bit masing-masing pin terdapat pull-
upresistor. Pin C0-C5 sebagai ADC yang berfungsi mengubah input
analog menjadi digital.
5) Reset/PC6
Jika RSTDISBL fuse diprogram, maka PC6 akan berfungsi sebagai pin
I/O. Namun jika RSTDISBL fuse tidak diprogram, maka pin ini akan
berfungsi sebagai input reset. Namun jika tegangan yang diterima pin C6
rendah yaitu lebih rendah dari pulsa minimum, maka akan menghasilkan
suatu kondisi reset meskipun clock tidak bekerja.
6) PortD
PortD merupakan jalur data 8-bit yang berfungsi sebagai I/O dengan
internal pull-up resistor. PortD memiliki beberapa pin yaitu:
a) PD0-PD1 (TXD dan RXD) merupakan jalur data komunikasi serial.
Pin TXD berfungsi untuk mengirimkan data serial, sedangkan RXD
berfungsi untuk menerima data serial.
b) PD2-PD3(INT0 dan INT1) berfungsi sebagai interupsi yaitu jeda dari
program, pada saat program berjalan kemudian terjadi interupsi
hardware/software maka program utama akan berhenti dan akan
menjalankan program interupsi.
c) PD4 (XCK)berfungsi sebagai sumber clock external.
d) T0 dan T1 berfungsi sebagai masukan counter external untuk timer 1
dan timer 0.
e) PD6-PD7 (AIN0 dan AIN1) keduanya merupakan masukan input
untuk analog comparator.
1) AVCC
AVCC berfungsi sebagai supply tegangan untuk ADC. Pin ini harus
dihubungkan secara terpisah dengan VCC karena digunakan untuk
24

analog. Cara menghubungkan AVCC adalah melewati low-passfilter


setelah itu dihubungkan dengan VCC.
2) AREF
Merupakan pin referensi analog jika menggunakan ADC.
3) Memori
ATmega328 mempunyai 32 KB (dengan 2 KB digunakan untuk
bootloader). ATmega328 juga mempunyai 2 KB SRAM dan 1 KB
EEPROM (Eko Saputro, 2016: 19-21)
c. Visual Basic
Visual basic adalah salah satu bahasa pemrograman komputer.
Bahasa pemrograman adalah perintah-perintah yang dimengerti oleh
komputer untuk melakukan tugas-tugas tertentu. Bahasa pemrograman
Visual Basic yang dikembangkan dari pendahulunya yaitu bahasa
pemrograman BASIC (Beginners All-purpose Symbolic Instruction Code)
yang dikembangkan pada era 1950-an. Visual Basic merupakan salah satu
Development Tool yaitu alat bantu untuk membuat berbagai macam
program komputer, khususnya yang menggunakan sistem operasi Windows.
Visual Basic merupakan salah satu bahasa pemrograman komputer yang
mendukung obyek (Object Oriented Programing = OOP) (Sutris Astari,
2013)
d. Pemrograman Arduino
Arduino Uno dapat diprogram dengan menggunakan software
Arduino. Software ini bisa didapatkan secara gratis dari website resmi
Arduino. Software Arduino yang akan digunakan adalah driver dan IDE.
IDE Arduino adalah software yang sangat canggih ditulis dengan
menggunakan Java IDE Arduino terdiri dari:
1) Editor program, sebuah window yang memungkinkan pengguna menulis
dan mengedit program dalam bahasa processing.
2) Compiler, sebuah modul yang mengubah kode program (bahasa
processing) menjadi kode biner. Sebuah microcontroller tidak akan bisa
25

memahami bahasa processing, microcontroller hanya bisa memahami


kode biner. Oleh sebab itu compiler diperlukan dalam hal ini.
3. Uploader, sebuah modul yang memuat kode biner dari komputer ke
dalam memory di dalam papan Arduino (Sutris Astari, 2013)

B. Kerangka Berpikir
Pengukuran merupakan hal yang penting dalam dunia ilmu pengetahuan.
Alat penentu indeks bias cairan yang menggunakan mistar untuk mengukur
panjang jarak fokus lensa cembung, pengukuran yang seperti itu masih
menggunakan cara yang sederhana. Oleh karena itu diperlukan alat eksperimen
yang mudah dan praktis dalam penggunaannya dengan cara digital menggunakan
sensor jarak ultrasonik.
Alat ini menggunakan sebuah sensor ultrasonik SRF04.. Prinsip kerja
dari sensor ultrasonik adalah dengan menggunakan gelombang ultrasonik yang
dipancarkan oleh transmitter dari sensor ultrasonik kemudian diterima oleh
receiver kemudian data diolah oleh arduino sesuai dengan program yang diupload
dalam arduino uno. Sensor ini berintegrasi untuk memberikan data jarak yang
dikontrol oleh ATmega328. Sebagai outputnya digunakan lcd 16 x 2
Pada percobaan ini, diukur nilai indeks bias masing-masing cairan
dengan menggunakan persamaan lensa gabungan. Analisis dilakukan secara
kuantitatif dengan terlebih dahulu menentukan jarak fokus lensa positif (f1), jarak
fokus lensa gabungan antara lensa positif dan zat cair yang diukur indeks biasnya
(fgab) serta jari-jari lensa positif (R).
26

Berdasarkan uraian kerangka berpikir di atas, maka dapat dibuat suatu


bagan kerangka berpikir yang ditunjukkan pada gambar 2.13

Alat praktikum penentu indeks bias cairan masih


menggunakan mistar sehingga kurang akurat.

Perlu alat ukur jarak yang digunakan secara digital untuk


mengukur jarak fokus lensa cembung secara otomatis

Pembuatan alat penentu indeks bias cairan dibantu dengan


sensor ultrasonik berbasis mikrokontroler ATmega328

Modifikasi alat penentu indeks bias cairan dibantu dengan


sensor ultrasonik berbasis mikrokontroler ATmega328
untuk mengukur indeks bias suatu cairan.

Pengujian alat penentu indeks bias cairan dibantu dengan


sensor ultrasonik berbasis mikrokontroler ATmega328.

Menyimpulkan hasil ujicoba alat

Gambar 2.13 Kerangka Berpikir

Anda mungkin juga menyukai