Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK


(OMSK)

Penyusun :
Danny Hermawan (030.12.063)

Pembimbing :
dr. Bima Mandraguna,Sp.THT-KL
dr. Aditya Arifianto, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT KL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 2 OKTOBER 4 NOVEMBER 2017
KARAWANG, OKTOBER 2017
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah referat yang berjudul: Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)


Yang disusun oleh Danny Hermawan 030.12.063
Pembimbing:

dr. M. Bima Mandraguna, Sp. THT-KL

dr. Aditya Arifianto, Sp. THT-KL

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
THT Rumah Sakit Umum Daerah Karawang
Periode 2 Oktober 4 November 2017

Karawang, Oktober 2017

Pembimbing I Pembimbing II

dr. M. Bima Mandraguna, Sp. THT-KL dr. Aditya Arifianto, Sp. THT-KL
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang tercurah serta
keberkahan dan rahmat yang diberikan kepada penulis sehingga referat yang berjudul
Otitis Media Supuratif kronis ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam dihaturkan
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga.
Referat ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan
THT-KL RSUD KARAWANG Periode 2 Oktober 4 November 2017
Dalam menyelesai kan referat, banyak pihak yang telah membantu penulis baik
secara langsung maupun tidak langsung. Maka dalam kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Bima Mandraguna,Sp.THT-KL
2. dr. Aditya Arifianto, Sp.THT-KL
3. Teman-teman sejawat stase THT yang telah memberi masukan
Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan,
maka dari itu penulis menerima kritik dan saran agar tulisan ini menjadi lebih baik.
Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca, pelajar dan bagi perkembangan ilmu khususnya di bidang kesehatan.

Karawang, Oktober 2017

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ----------------------------------------------------------------------------------- ii

BAB I
PENDAHULUAN ---------------------------------------------------------------------------- 1

BAB II
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK ------------------------------------------------- 2

BAB III
KESIMPULAN ------------------------------------------------------------------------------ 31

DAFTAR PUSTAKA ------------------------------------------------------------------------ 32

BAB I
PENDAHULUAN

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif
dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis.
Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-
anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun
pertama masa sekolah1.Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada
telinga tengah dengan perforasi membran tympani dan sekret keluar dari telinga
terus menerus atau hilang timbul,. sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah.
Jenis otitis media supuratif kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK
tipe maligna2.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media kronis
yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya
tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk2. Gejala otitis media supuratif kronis
antara lain otorrhoe yang bersifat purulen atau mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia,
tinitus, rasa penuh di telinga dan vertigo1.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjad peradangan
kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan
ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental,
bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan.
Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau
sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior,
inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan
mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan
patologis yang ireversibel2,4.

II. KLASIFIKASI OMSK

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :


1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik
yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi
keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafasatas, pertahanan mukosa
terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu
campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi
sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet
sel, metaplasia dari mukosatelinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.

Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas: 5

Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan
infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk
melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi
bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip
yang besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan
penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan
konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan
atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yangberpulsasi
diatas kuadran posterosuperior.

Fase tidak aktif / fase tenang


Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang
dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.

Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :


Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis
Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis
Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang
terkontaminasi
Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia
Otitis media supuratif akut yang berulang

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebihsering
mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana
bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa
amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang
telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : 6

1. Kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis (1965)
adalah:
Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.Pada mulanya dari jaringan embrional dari
epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous
selama perkembangan. Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga
tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis
parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.

2. Didapat.
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong retraksi. Jika telah
terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi dengan komponen telinga tengah,
kantong tersebut sulit untuk mengalami perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali
normal. Area kolaps pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa membrane timpani.
Epitel skuamosa pada membrane timpani normalnya membuang lapisan sel-sel mati dan tidak
terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi dan proses pembersihan ini gagal,
debris keratin akan terkumpul dan pada akhirnya membentuk kolesteatoma. Pengeluaran epitel
melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat sulit dan lesi tersebut membesar. Membran
timpani tidak mengalami perforasi dalam arti kata yang sebenarnya : lubang yang terlihat
sangat kecil, merupakan suatu lubang sempit yang tampak seperti suatu kantong retraksi yang
berbentuk seperti botol, botol itu sendiri penuh dengan debris epitel yang menyerupai lilin.
Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia skuamosa pada mukosa
telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik atau adanya suatu pertumbuhan ke
dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir perforasi, terutama pada perforasi marginal.7
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat, yang dapat terjadi
akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. Granuloma kolesterol tidak memiliki
hubungan dengan kolesteatoma, meskipun namanya hampir mirip dan kedua kondisi ini dapat
terjadi secara bersamaan pada telinga tengah atau mastoid.Granuloma kolesterol, disebabkan
oleh adanya kristal kolesterol dari eksudat serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini
menyebabkan reaksi benda asing, dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan granulomatosa.
Perforasi Membran Tympani
Definisi
Perforasi atau hilangnya sebagian jaringan dari membrane timpani yang menyebabkan
hilanggnya sebagian atau seluruh fungsi dari membrane timpani. Membran timpani adalah
organ pada telinga yang berbentuk seperti diafragma, tembus pandang dan fleksibel sesuai
dengan fungsinya yang menghantarkan energy berupa suara dan dihantarkan melalui saraf
pendengaran berupa getaran dan impuls-impuls ke otak. Perforasi dapat disebabkan oleh
berbagai kejadian, seperti infeksi, trauma fisik atau pengobatan sebelumnya yang diberikan.

Menurut letaknya :
Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior,
kadang-kadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus.
Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi
pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.

3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.

4. Perforasi postero-superior

Menurut luasnya perforasi


1. Perforasi kecil
2. perforasi sedang
3. perforasi luas ( subtotal -- total)

III. EPIDEMIOLOGI
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi
oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo
dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan.
Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara
di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang
jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara
yang sedang berkembang.1 Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi
dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban
dunia akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya
(39200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK
di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di
poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.1

III.ETIOLOGI

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft
palate dan Downs syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi
nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat.
Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti
infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis1,2.
Penyebab OMSK antara lain1,2,5:
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada


OMSK1,2 :
Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
telinga purulen berlanjut.
Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi.

IV. PATOGENESIS
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan bahwa
adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang
hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama
terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media).1
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup danakan
membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan
udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang
belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang
datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah
menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.1
Gambar 1. Anatomi tuba eustachius anak dan dewasa

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba
Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada
saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang
dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal
seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas
pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya
peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena
stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.1
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan,
epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak
lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel
yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM
ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel
sederhana.1
Gambar 2. Perjalanan Penyakit OMSK
V. PATOLOGI
OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan kronis ini
lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman gambaran
patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah:
Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.
Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit
Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi
sebelumnya.
Pneumatisasi mastoid
OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling
akhir terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh
otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus
berlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid
berkurang1.

VI. GEJALA KLINIS


Diagnosis
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga
tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret
dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah
mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret
yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk
degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe
ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan
granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli
konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.
Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaranmenghasilkan penurunan pendengaran
lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe
maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi
sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran
yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.9
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena
penetrasi toksin melalui foramen rotundum atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi koklea.

3. Otalgia ( nyeri telinga)


Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang
serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti
adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,terpaparnya durameter atau
dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi
mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau
pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan
suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga
bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi
kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul
labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada
kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan
negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga
tengah.

VII. TANDA KLINIS


Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut1,3 :

Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat
pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi
membran timpani serta keutuhan dan mobilitas3

Derajat ketulian nilai ambang pendengaran


Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.

Pemeriksaan Radiologi.
1. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini
berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen3.
2. Proyeksi Mayer atau Owen,
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran
tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah
kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur3.
3. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas
memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.
Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibat2,3
4. Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan
kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom3.

Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,
Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H.
influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid,
Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp1,2.

IX.PENATALAKSANAAN
Terapi OMSK memerlukan waktu ama dan harus berulang. Pengobatan penyakit telinga
kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor penyebabnya dan pada stadium
penyakitnya. Bila didiagnosis kolesteatoma, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat-
obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, dimana pengobatanannya
dibagi atas:
Konservatif
Pembedahan

OMSK Benigna Tenang


Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorektelinga,
air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobatbila menderita
infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksiberulang serta gangguan
pendengaran.

OMSK Benigna Aktif


Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah :
Membersihkan liang telinga dan kavum timpani
Pemberian antibiotika :
o antibiotika/antimikroba topikal
o antibiotika sistemik

Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet)


Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan
mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme. Pembersihan kavum timpani dengan menggunakan cairan pencuci telinga
berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Garam faal agar lingkungan bersifat asam sehingga
merupakan media yang buruk untuk pertumbuhan kuman.

Pemberian antibiotik topikal


Setelah sekret berkurang, terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotika dan kortikosteroid, hal ini dikarenakan biasanya ada gangguan
vaskularisasi ditelinga tengah sehingga antibiotika oral sulit mencapai sasaran optimal. Cara
pemilihan antibiotika yang paling baik adalah berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji
resistensi.
Preparat antibiotika topikal untuk infeksi telinga tersedia dalam bentuk tetes telinga
dan mengandung antibiotika tunggal atau kombinasi, jika perlu ditambahkan kortikosteroid
untuk mengatasi manifestasi alergi lokal. Obat tetes yang dijual di pasaran saat ini banyak
mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu, jangan diberikan secara terus
menerus lebih dari 1-2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang.

Antibiotika yang sering digunakan untuk OMSK adalah:


1. Kloramfenikol
Losin et. al (1983) melakukan penelitian pada 30 penderita OMSK jinak aktif
mendapatkan bahwa sensistifitas kloramfenikol terhadap masing-masing kuman adalah
sebagai berikut: Bacteroides sp. (90%), Proteus sp. (73,33%), Bacillus sp. (62,23%),
Staphylococcus sp. (60%), dan Pseudomonas sp. (14,23%).
2. Polimiksin B atau Polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas,
E.coli,Klebsiella, dan Enterobakter tetapi tidak efektif (resisten) terhadap kuman Gram
positif seperti Proteus dan B. Fragilis dan toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
3. Gentamisin
Gentamisisn adalah antibiotika derivat aminoflikosida dengan spektrum yang luas dan
aktif untuk melawan organisme Gram positif dan negatif. Saah satu bahaya dari
pemberian gentamisin tetes telinga adalah kemungkinan terjadinya kerusakan telinga
dalam. Telah diketahui bahwa pemberian gentamisin secara sistemik akan menyebabkan
efek ototoksik.
4. Ofloksasin
Ofloksasin mempunyai aktifitas yang kuat untuk bakteri Gram negatif dan positif dan
bekerja dengan cara menghambat enzim DNA gyrase. Pada OMSK dengan perforasi
membrana timpani, konsentrasi tinggi ofloksasin telah ditemukan 30 menit setelah
pemberian solutio ofloksasin 0,3%. Berdasarkan penelitian, pemakain tetes
siprofloksasin lebih berhasil dan lebih murah dibandingkan tetes kloramfenikol, dan
tidak dijumpai efek ototoksik. Keuntungan lainnya ofloksasin dapat diberikan secara
tunggal tanpa antibiotik oral.

Antibiotik oral
Secara oral, dapat diberikan antibiotika golongan ampisilin atau eritromisin sebelum hasil
tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai penyebabnya telah resisten terhadap
ampisilin, dapat diberikan ampisilin-asam klavulanat. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1
minggu dan harus disertai pembersihan sekret.
Terapi antibiotika sistemik yang dianjurkan pada OMSK adalah:
1. Pseudomonas: aminogliosida + karbenisilin
2. P. Mirabilis: ampisilin atau sefalosporin
3. P.morganii, P.vulgaris : aminoglikosida +karbenisilin
4. Klebsiella: sefalosporin atau aminoglikosida
5. E.coli: ampisilin atau sefalosporin
6. S.aureus antis-stafilikokus: penisiln, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
7. Streptokokus: penisilin, sefalosforin, ertiromisin, sminoglikosida
8. B. Fragilis: klindamisin.

Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat


diberikan pada OMSK aktif dosis 400 mg 3 kali sehari, selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam
selama 2-4 minggu. Antibiotika golongan kuinolon tidak dianjurkan untuk anak berusia
dibawah 16 tahun.
Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan maka
idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti yang bertujuan untuk menghentikan
infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegab terjadinya
komplikasi serta memperbaiki pendengaran.
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan sekret yang banyak tanpa dibersihkan
dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang
mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar
lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang burukuntuk tumbuhnya kuman. Selain itu
dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan
Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup
memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan
kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga
tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak
lebih dari 1minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik adalah dengan berdasarkan
kulturkuman penyebab dan uji resistensi.

Jenis pembedahan OMSK


Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik yang dapat dilakukan pada OMSK dengan
mastoiditis kronis baik tipe aman atau bahaya, antara lain:1

1. Mastoidektomi sederhana (simple MAstoidectomy).


Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak
sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruangan mastoid dari
jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.1

2. Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteotoma yang
sudah meluas.
Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum tympani dibersihkan dari semua jaringan
patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak di
perbaiki.
Kerugian operasi ini adalah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya.
Pasien harus dating dengan teratur untuk control, supaya tidak terjadi infeksi kembali.
Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier
pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta
membuat meatoplast yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi
terdapat cacat anatomi, yaitu meatus telinga luar menjadi lebar.

3. Mastoidektomi radikal dengan Modifikasi


4. Miringoplasti.
5. Timpanoplasti
Timpanoplasti adalah prosedur menghilangkan proses patologik didalam telinga tengah
dan diikuti rekontruksi system konduksi suara pada telinga tengah.Timpanoplasti
diajukan pertama kali oleh Wullstein tahun 1953 yang kemudian membagi timpanoplasti
menjadi V tipe pada tahun 1956. Tujuan dari timpanoplasti itu sendiri ialah
mengembalikan fungsi telinga tengah , mencegah infeksi berulang dan memperbaiki
pendengaran. Tujuan lainnya membersihkan semua jaringan patolgis dimana anatomi
dari meatus eksternus termasuk sulkus timpani utuh. Kavum mastoid dibuka untuk
menghindari system aerasi yang tertutup. Aerasi dapat diperoleh dengan membersihkan
penyumbatan antara kavum tympani, antrum, dan system sel mastoid.
Indikasi timpanoplasti dilakukan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMSK tipe aman yang tidak bias ditenangkan dengan pengobatan
medikamentosa.
Pada operasi ini selain rekontruksi membrane tympani sering kali harus dilakukan juga
rekontruksi tulang pendengaran. Sebelum rekontruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan
eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan
jaringan patologis.1
Tipe-tpe Timpanoplasti
Tipe I
Disebut juga miringoplasti. Operasi ini merupakan timpanoplasti yang paling ringan, dengan
melakukan rekontruksi hanya pada membrane tympani dan cangkokan bersandar pada maleus.
Indikasioperasi ini dilakukan padaOMSK tipe aman yang sudah tenang dengan ketulian ringan
yang hanya disebabkan oleh perforasi yang menetap.
Pada tipe I ini seharusnya dapat memulihkan pendengaran konduktifsampai normal atau
hamper normal.
Tipe II sampai tipe V dilakukan rekontruksi membrane timpani dan rekontruksi tulang
pendengaran.
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined Approach Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan tekni operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK
tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.
Tujuan operasi untuk menyembuhkanmenyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan
dinding posterior liang telinga).
Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi kavum timpani, dikerjakan melalui
dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan
melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya belum
disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali.1

X. KOMPLIKASI OMSK
Otitis media supuratif, baik yang akut atau kronis mempunyai potensi untuk
menjadi serius dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi
tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian
organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan
komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis
media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun
dapat menyebabkan komplikasi1,2.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang
normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama
adalah mukosa kavum timpani, yang mampu melokalisasi infeksi. Sawar kedua adalah dinding
tulang kavum timpani dan sel mastoid. Dinding pertahanan ketiga adalah jaringan granulasi.
Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya :
1. Komplikasi terjadi pada awal infeksi atau eksaserbasi akut
2. Gejala prodromal tidak jelas
3. ada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh, dan tulang serta lapisan muko
periosteal meradang dan mudah berdarah

Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila :


1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit
2. Gejala prodromal mendahului gejala infeksi
3. Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi dengan
struktur sekitarnya

Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila :


1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit
2. Serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin juga dapat ditemukan
fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang, atau riwayat otitis media yang sudah sembuh
3. Pada operasi ditemukan jalan penjalaran sawar tulang yang bukan karena erosiBila
dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala, seperti otorea
terus terjadi, dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi
inflamasi dan pengumpulan cairan, maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya
komplikasi. Pada stadium akut, yang dapat merupakan tanda bahaya antara lain; naiknya
suhu tubuh, nyeri kepala, atau adanya malaise, drowsiness, somnolen, atau gelisah.
Dapat juga timbulnya nyeri kepala di bagian parietal atau oksipital, dan adanya mual,
muntah proyektil, serita kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi,
merupakan tanda komplikasi intrakranial. Pada OMSK, tanda penyebaran
penyakit dapat terjadi setelah sekret berhenti, karena menandakan adanya sekret
purulen yang terbendung.

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3


macam lintasan1,2 :
Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Menembus selaput otak.
Masuk ke jaringan otak.

Insidensi terjadinya komplikasi dari otitis media kronik dan kolesteatoma sudah
menurun sejak semakin banyaknya antibiotik pada awal abad ke 20.
Bagaimanapun, komplikasi ini dapat terus terjadi, dan bisa berakibat fatal apabila tidak
diidentifikasi dan diterapi secara tepat. Terapi dari komplikasi otitis media kronik
tidak sama dengan penanganan terhadap otitis media akut, karena biasanya memerlukan
tindakan intervensi bedah.
Otitis media kronik (OMK) dikenal sebagai infeksi atau inflamasi persisten dari telinga
tengah dan mastoid. Kondisi ini melibatkan perforasi dari membran timpani, dengan
adanya cairan yang keluar dari telinga (otorrhea) secara intermiten atau terus-menerus. Dengan
terjadinya otomastoiditis kronis dan disfungsi dari tuba eustachius yang persisten, membran
timpani melemah, yang meningkatkan kemungkinan atelektasis telinga atau pembentukan
kolesteatoma.
Kedekatan dari telinga tengah dan mastoid ke intratemporal dan intrakranial
meningkatkan risiko infeksi terjadinya komplikasi dari struktur kompartemen yang
berlokasi di sekitar daerah itu. Otitis media akut (OMA) dan komplikasinya leboh sering terjadi
pada anak kecil, sedangkan komplikasi sekunder untuk otitis media kronis dengan atau tanpa
klesteatoma lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua dan dewasa.
Komplikasi dari OMA dan OMK dikenal dengan menggunakan sistem klasifikasi yang
dibagi menjadi komplikasi intrakranial dan ekstrakranial. Komplikasi ekstrakranial
dibagi lagi menjadi komplikasi extratemporal dan intratemporal. Pengembangan dan
penggunaan antibiotik yang tepat dapat menurunkan komplikasi yang merugikan. Namun,
komplikasi dapat terus terjadi, dan kewaspadaan klinis diperlukan untuk deteksi dini dan
pengobatan. Selanjutnya, dengan terus berkembangnya patogen yang multi drug resistant,
komplikasi ini mungkin menjadi lebih sering terjadi karena antibiotik yang ada saat ini menjadi
kurang efektif.

Komplikasi Extrakranial
1. Abses Subperiosteal
Abses subperiosteal adalah komplikasi ekstrakranial dari OMK yang paling sering
terjadi. Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi dalam sel-sel udara mastoid
meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini paling sering terjadi sebagai akibat dari erosi
korteks sekunder menjadi mastoiditis akut atau coalescent, tetapi juga dapat terjadi sebagai
akibat dari perluasan vaskular sekunder menjadi phlebitis dari vena mastoid. Abses
subperiosteal terlihat lebih sering pada anak-anak muda dengan OMA, tetapi juga
ditemukan pada otitis kronis dengan dan tanpa cholesteatoma. Cholesteatoma dapat
menghalangi aditus ad antrum, mencegah terhubungnya dari isi dari mastoid yang
terinfeksi dengan ruang telinga tengah dan tuba eustachius. Obstruksi ini meningkatkan
kemungkinan dekompresi yang infeksius sampai korteks mastoid, menyajikan klinis
sebagai abses subperiosteal atau abses Bezold.

Diagnosis
Seringkali, diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar klinis. Umumnya, pasien
akan datang dengan gejala sistemik, termasuk demam dan malaise, bersama dengan tanda-tanda
lokal, termasuk daun telinga yang menonjol ke arah lateral dan inferior, dan juga terdapat
daerah yang fluktuatif, eritematosa, dan nyeri di belakang telinga. Bila diagnosis tidak pasti
pada evaluasi klinis, CT scan kontras dapat menunjukkan abses dan mungkin defek kortikal
pada mastoid. Sebuah kasus dapat dibuat untuk CT scan kontras dari tulang
temporal pada semua pasien dengan gejala-gejala ini, untuk membantu dalam perencanaan
terapi dan untuk menyingkirkan kemungkinan komplikasi lainnya. Mastoiditis tanpa abses,
limfadenopati, abses superfisial, dan kista sebasea terinfeksi adalah kemungkinan
lain yang harus disingkirkan.

2. Abses Bezold
Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses subperiosteal
secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks mastoid terkena pada
ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses akan berkembang di leher,
dalam sampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan sebagai massa yang
dalam dan lembut pada leher. Karena abses berkembang dari sel-sel udara di
ujung mastoid, ini ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, di mana
pneumatisasi dari mastoid telah diperpanjang sampai ke ujung. Sebagian besar dari abses ini
adalah hasil dari ekstensi langsung melalui korteks, selain itu adalah dari transmisi melalui
korteks utuh dengan cara phlebitis vena mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi
dari OMA dengan mastoiditis yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal
sebagai komplikasi dari OMK dengan cholesteatoma.
Diagnosis
CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat diagnosis dari abses
Bezold. Presentasi dari pembesaran massa yang dalam dan lembut di leher harus
dibedakan dari inflamasi limfadenopati leher, yang sulit atas dasar klinis saja. CT scan abses
Bezold yang menunjukkan abses melingkar yang meningkat dengan peradangan di sekitarnya,
dapat menunjukkan dehiscence tulang di ujung mastoid, dan dapat membantu dalam
perencanaan operasi.

Komplikasi Intratemporal
1. Fistula Labirin
Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari otitis kronis
dengan cholesteatoma, dan telah dilaporkan terjadi pada sekitar 7% dari kasus. Beberapa
keadaan ini lebih mengganggu ahli bedah otologic daripada terdapatnya sebuah labirin terbuka
yang ditemukan pada saat operasi cholesteatoma. Risiko kehilangan pendengaran sensorineural
yang signifikan sebagai akibat manipulasi bedah membuat labirin terbuka dan pengelolaannya
menjadi topik yang sangat kontroversial.
Karena lokasinya di dekat antrum, kanalis semisirkularis horizontal adalah bagian yang
paling sering terlibat dari labirin, dan menyumbang sekitar 90% dari fistula ini. Meskipun kanal
horisontal biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di kanal posterior dan superior, dan di koklea
itu sendiri. Fistula koklea dikaitkan dengan insidensi terjadinya gangguan
pendengaran yang jauh lebih tinggi ditemui dibandingkan dengan labirin fistula.
Erosi tulang dari kapsul otic dapat terjadi melalui dua proses yang
berbeda. Dengan terdapatnya cholesteatoma, mediator diaktifkan dari matriks, atau
tekanan dari cholesteatoma itu sendiri, dapat menyebabkan osteolisis dan membuka labirin.
Namun, fistula labirin dapat terjadi dari resorpsi kapsul otic karena mediator inflamasi bila
tidak ada cholesteatoma, yang biasanya terjadi pada OMK dengan granulasi.
Salah satu alasan kontroversi dalam membahas fistula ini adalah kurangnya
sistem pembagian stadium yang dapat diterima. Beberapa sistem telah diusulkan.
Sistem diperkenalkan oleh Dornhoffer dan Milewski, sistem ini berkaitan dengan
keterlibatan labirin yang mendasarinya. Fistula dengan erosi tulang dan endosteum
utuh diklasifikasikan sebagai stadium I fistula. Jika endosteum ini terkena, namun
ruang perilymphatic tidak, fistula ini diklasifikasikan sebagai stadium II a. Ketika perilymph ini
terkena oleh penyakit atau sengaja disedot, fistula dikategorikan sebagai stadium II b. Stadium
III menunjukkan bahwa labirin membran dan endolymph telah terganggu oleh penyakit atau
intervensi bedah.
Diagnosis
Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini datang dengan vertigo
subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan. Sayangnya, gambaran klasik tidak
sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula. Vertigo periodik atau disekuilibrium yang
signifikan ditemukan pada 62% sampai 64% dari pasien yang memiliki fistula sebelum operasi.
Tes fistula positif dalam 32% sampai 50% dari pasien yang ditemukan memiliki fistula selama
eksplorasi bedah. Meskipun kehilangan pendengaran sensorineural ditemukan di
sebagian besar pasien (68%), itu bukan indikator yang sensitif untuk fistula.
Meskipun adanya gangguan pendengaran sensorineural, vertigo, atau tes fistula
positif pada pasien yang memiliki cholesteatoma harus meningkatkan kecurigaan untuk fistula,
tidak adanya tanda-tanda tadi tidak menjamin labirin tulang utuh. Hal ini sebagai alasan bahwa
pendekatan bedah yang bijaksana adalah dengan mengasumsikan adanya fistula di setiap kasus
cholesteatoma, untuk mencegah komplikasi yang tak terduga.
Walaupun pencitraan universal untuk semua pasien yang memiliki cholesteatoma belum
standar, tinjauan literatur menunjukkan bahwa penggunaan pencitraan CT pra operasi
meningkat. Karena ketidakmampuan untuk secara akurat mendiagnosis fistula preoperatif atas
dasar klinis, peningkatan dalam pencitraan merupakan upaya untuk meningkatkan deteksi suatu
labirin, nervus facialis , atau dura yang terkena, untuk membantu dalam perencanaan operasi.
Sayangnya, kemampuan untuk mendeteksi fistula secara akurat pada CT pra operasi telah
dilaporkan sebagai 57% sampai 60%. Dalam laporan saat ini CT scan tidak lebih sensitif
daripada anamnesis dan pemeriksaan fisik dalam mendeteksi fistula labirin. Diagnosis
definitif untuk fistula hanya dibuat intraoperatif, yang menegaskan kembali kebutuhan
untuk menangani semua kasus cholesteatoma dengan hati-hati.

2. Mastoiditis Coalescent
Mastoiditis adalah spektrum penyakit yang harus didefinisikan dengan tepat untuk
diterapi secara memadai. Mastoiditis, didefinisikan sebagai penebalan mukosa atau efusi
mastoid, adalah umum dalam suatu otitis akut atau kronis, dan dilihat secara rutin pada CT
scan.
Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular eritema, nyeri, dan edema, dengan
daun telinga ke arah posterior dan inferior. Pemeriksaan lebih lanjut diindikasikan
untuk menentukan pengobatan yang paling tepat.
Diagnosis
Dengan adanya mastoiditis klinis, CT scan harus dilakukan untuk mengevaluasi abses
subperiosteal atau mastoiditis coalescent. Mastoiditis Coalescent adalah proses akut,
infeksi tulang mastoid, dengan kehilangan karakteristik tulang trabekuler. Ini adalah
komplikasi yang jarang terjadi, dan terlihat biasanya pada anak-anak muda dengan OMA.
Klasik, mastoiditis coalescent digambarkan sebagai terjadi di mastoid yang
terpneumatisasi pada OMA yang tidak sempurna diobati, sedangkan otitis kronis
dan cholesteatoma terjadi pada tulang temporal sklerotik. Namun, sebanyak 25% dari kasus
mastoiditis coalescent telah dilaporkan terjadi pada tulang temporal sklerotik dengan OMK dan
cholesteatoma.

3. Facial Paralysis
Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA, OMK
tanpa cholesteatoma, dan cholesteatoma. Yang pertama biasanya terjadi dengan saluran
tuba pecah dalam segmen timpani, yang memungkinkan kontak langsung mediator inflamasi
dengan saraf wajah itu sendiri. OMK dengan atau tanpa cholesteatoma dapat
mengakibatkan kelumpuhan wajah melalui keterlibatan saraf pecah, atau melalui erosi
tulang. Kelumpuhan wajah sekunder untuk OMA sering terjadi pada anak dengan paresis tidak
lengkap yang datang tiba-tiba dan biasanya singkat dengan pengobatan yang tepat.
Di sisi lain, kelumpuhan sekunder pada OMK atau cholesteatoma sering menyebabkan
kelumpuhan wajah progresif lambat dan memiliki prognosis yang lebih buruk.
Diagnosis
Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis atau kelumpuhan
wajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma bukanlah diagnosis yang sulit untuk dibuat hanya
dengan pemeriksaan sendiri. Peran diagnostik pencitraan CT dipertanyakan.
Meskipun CT scan tidak diperlukan, dapat berguna dalam perencanaan terapi
dan konseling pasien. Ketika cholesteatoma melibatkan saluran tuba, juga dapat
mengikis struktur seperti labirin atau tegmen. Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal tuba
dan derajat keterlibatannya lebih dapat dinilai pada CT.

Komplikasi Intrakranial
1. Meningitis
Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK, dan OMA
adalah penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Dalam seri terbaru
komplikasi OMK, meningitis terjadi pada sekitar 0,1% dari subyek. Meskipun ini tetap
merupakan komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat meningitis otitic telah menurun
secara signifikan, dari 35% di era preantibiotic sampai 5% di era postantibiotic. Meningitis
dapat muncul dari tiga rute otogenic yang berbeda: penyebaran hematogen dari meninges dan
ruang subarachnoid, menyebar dari telinga tengah atau mastoid melalui saluran yang telah
terjadi (fisura Hyrtl), atau melalui erosi tulang dan penyuluhan langsung. Dari
ketiga kemungkinan, meningitis otogenic paling umum adalah hasil dari penyebaran
hematogen.
Diagnosis
Diagnosis cepat meningitis bergantung pada pengenalan dari tanda-tanda peringatan
oleh dokter. Tanda-tanda bahwa harus meningkatkan kecurigaan komplikasi
intrakranial termasuk demam persisten atau intermiten, mual dan muntah; iritabilitas, letargi,
atau sakit kepala persisten. Tanda-tanda yang juga membantu diagnosis proses intrakranial
meliputi perubahan visual; kejang onset baru, kaku kuduk, ataksia, atau status mental menurun.
Jika ada tanda-tanda mencurigakan itu terjadi, pengobatan segera dan pemeriksaan lebih lanjut
sangat penting. Antibiotik spektrum luas, seperti sefalosporin generasi ketiga, harus
diberikan selama tes diagnostik sedang dilakukan. CT scan atau MRI kontras akan
menunjukkan peningkatan karateristik meningeal dan menyingkirkan komplikasi
intrakranial tambahan yang dikenal terjadi pada hingga 50% dari kasus ini. Dengan tidak
adanya efek massa yang signifikan pada pencitraan, pungsi lumbal harus dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis dan memungkinkan untuk kultur dan tes sensitivitas.

2. Abses Otak
Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum dari
otitis media setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling mematikan. Berbeda dengan
meningitis, yang lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses hampir selalu merupakan hasil
dari OMK. Lobus temporal dan otak kecil yang paling sering terkena dampaknya. Abses ini
berkembang sebagai hasil dari perpanjangan hematogen sekunder menjadi tromboflebitis di
hampir semua kasus, tetapi erosi tegmen dengan abses epidural dapat menyebabkan abses lobus
temporal. Hasil kultur dari abses ini biasanya steril, dan, bila positif, biasanya mengungkapkan
flora campur, namun Proteus yang lebih sering dikultur daripada patogen lain. Perkembangan
klinis yang terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama digambarkan
sebagai tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu yaitu gejala demam, kekakuan, mual,
perubahan status mental, sakit kepala, atau kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam atau di
mana gejala akut mereda, namun kelelahan umum dan kelesuan bertahan. Tahap ketiga dan
terakhir menandai kembalinya gejala akut, termasuk sakit kepala parah, muntah, demam,
perubahan status mental, perubahan hemodinamik dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tahap ketiga adalah disebabkan rongga abses yang pecah atau meluas.
Diagnosis
Seperti dengan meningitis, setiap gejala yang mungkin mengindikasikan
keterlibatan intrakranial membutuhkan tindakan cepat. Dengan adanya gejala ini, CT scan atau
MRI kontras harus dipesan sementara IV antimikroba terapi dimulai. Untuk abses otak, MRI
lebih unggul. Meskipun MRI memberikan detil yang lebih baik mengenai abses sendiri, CT
scan memberikan informasi berharga tentang erosi tulang mastoid, dan dapat
membantu dalam menentukan penyebab abses dan pilihan pengobatan yang paling tepat.
Pencitraan itu sendiri adalah diagnostik abses parenkim yang signifikan, dan
evaluasi menyeluruh dari pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan komplikasi
intrakranial secara bersamaan, atau bukti tekanan intrakranial meningkat.

3. Trombosis Sinus Lateral


Sinus sigmoid atau trombosis sinus lateralis merupakan komplikasi yang terkenal dari
otitis media dimana tercatat 17% sampai 19% kasus dari komplikasi intrakranial.
Kedekatan dari telinga tengah dan sel udara mastoid ke sinus vena dural memudahkan mereka
untuk menjadi trombosis dan tromboflebitis sekunder terhadap infeksi dan
peradangan di telinga tengah dan mastoid. Keterlibatan sinus sigmoid atau lateral dapat hasil
dari erosi tulang sekunder untuk OMK dan cholesteatoma, dengan perpanjangan langsung
dari proses menular ke ruang perisinus, atau dari penyebaran ruang dari
tromboflebitis vena mastoid. Setelah sinus telah terlibat, dan trombus intramural
berkembang, dapat menghasilkan sejumlah komplikasi yang serius. Hidrosefalus Otitic dikenal
untuk mempersulit sejumlah besar kasus ini. Bekuan yang terinfeksi dapat menyebar
ke arah proximal melibatkan pertemuan sinus (torcular herophili) dan sinus sagital,
menyebabkan hidrosefalus yang mengancam jiwa, atau menyebar ke arah distal untuk
melibatkan vena jugularis interna. Keterlibatan vena jugularis interna meningkatkan risiko
emboli paru septik.
Diagnosis
Presentasi klasik dari trombosis sinus sigmoid atau lateral adalah adanya demam tinggi
yang tajam dalam pola "picket fence", sering terlihat dengan sakit kepala dan malaise umum.
Seperti banyak komplikasi ini, tingkat kecurigaan yang tinggi diperlukan karena demam
spiking mungkin tumpul oleh penggunaan antibiotik bersamaan. Dengan adanya demam tinggi
spiking, atau kepedulian untuk tekanan intrakranial meningkat, CT scan harus dikontraskan
dilakukan untuk melihat tromboflebitis. Dinding sinus akan lebih cerah dengan kontras dan
menghasilkan tanda delta karakteristik yang berkaitan dengan trombosis sinus. Dengan
adanya trombosis sinus signifikan, sebuah Venogram resonansi magnetik MRI dijamin,
karena mereka dapat digunakan serial untuk mengevaluasi propagasi gumpalan atau
resolusi.

4. Abses Epidural
Adanya abses epidural sering dapat membahayakan dalam perkembangan.
Abses ini berkembang sebagai hasil dari penghancuran tulang dari cholesteatoma
atau dari mastoiditis coalescent. Tanda-tanda dan gejala tidak berbeda secara signifikan dari
yang ditemukan dalam OMK. Kadang-kadang, iritasi dural dapat mengakibatkan peningkatan
otalgia atau sakit kepala yang berfungsi sebagai tanda menyangkut di latar belakang OMK.
Karena komplikasi ini tidak begitu jelas dalam presentasi klinis, sehingga
sering ditemukan secara kebetulan pada saat operasi cholesteatoma atau CT scan untuk
keperluan lain.
Diagnosis
Tidak seperti komplikasi intrakranial lainnya, tidak ada gejala yang sensitif atau spesifik
sugestif dari proses penyakit ini. Kecurigaan klinis yang tinggi diperlukan untuk
mendiagnosis abses epidural sebelum operasi. Kehadiran otalgia meningkat atau
sakit kepala sebaiknya meningkatkan kecurigaan untuk komplikasi intrakranial. CT scan atau
MRI kontras cukup untuk mendiagnosis abses ini. Bahkan dengan evaluasi yang cermat,
diagnosis ini sering dibuat pada saat operasi.

5. Otitic Hydrocephalus
Otitic hidrosefalus digambarkan sebagai tanda-tanda dan gejala menunjukkan
peningkatan tekanan intrakranial dengan LCS yang normal pada pungsi lumbal,
yang dapat hadir sebagai komplikasi dari OMA, OMK, atau operasi otologic. "Hidrosefalus
Otitic" sampai sekarang belum dipahami seluruhnya, begitu juga dari sisi patofisiologi Ini
adalah sebuah ironi karena kondisi ini dapat ditemukan tanpa otitis, dan pasien tidak memiliki
ventrikel yang melebar menunjukkan tanda hidrosefalus. Symonds, yang menciptakan istilah
otitic hidrosefalus, merasa bahwa kondisi ini dikembangkan dari infeksi sinus
(transversal) lateral, dengan perluasan thrombophlebitis ke pertemuan sinus untuk melibatkan
sinus sagital superior. Peradangan atau infeksi dari sinus sagital superior mencegah penyerapan
LCS melalui vili arachnoid, sehingga tekanan intrakranial meningkat. Hal ini biasanya terjadi
tromboflebitis menular sebagai akibat dari infeksi otologic, tetapi beberapa kasus juga terdapat
pada kasus tanpa operasi otologic atau otitis. Selanjutnya, meskipun trombosis sinus
lateral biasanya ditemukan pada hidrosefalus otitic, kasus telah dilaporkan tanpa trombosis
sinus dural.

Diagnosis
Diagnosis hidrosefalus otitic membutuhkan tingkat kecurigaan yang tinggi
untuk mengenali gejala sugestif. Gejala-gejala yang ditemukan pada pasien ini adalah akibat
dari tekanan intrakranial yang meningkat dan menyebar termasuk sakit kepala, mual, muntah,
perubahan visual, dan kelesuan. Kehadiran gejala ini memerlukan pemeriksaan
menyeluruh dan pencitraan. Pemeriksaan fundoscopic harus dilakukan untuk mengevaluasi
papilledema sebagai bukti tekanan intrakranial meningkat. MRI dan MRV harus dilakukan
untuk mengevaluasi untuk pembesaran ventrikel, atau komplikasi intrakranial yang lain, seperti
trombosis sinus yang signifikan dengan obstruksi. Peningkatan tekanan intrakranial dengan
gejala klinis dan papilledema tanpa adanya dilatasi ventrikel atau meningitis sudah cukup untuk
membuat diagnosis ini. MRV akan mengkonfirmasi keberadaan dan tingkat trombosis sinus
dural, tetapi tidak diperlukan untuk membuat diagnosis hidrosefalus otitic.
BAB III
KESIMPULAN

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan peradangan atau infeksi kronis yang
mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani, ditandai dengan perforasi
membran timpani, sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis menderita OMSK. Berdasarkan
anamnesa, pasien mengeluhkan keluarnya cairan dari telinga kanan yang kumat-kumatan,
dimana sekret awalnya berwarna putih, encer dan tidak berbau, kemudian menjadi
agak kental, kekuningan, dan berbau. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri pada
telinga kanan. Pasien juga mengeluhkan pendengaran pada telinga kanan menurun.
Penurunan pendengaran pada pasien OMSK tergantung dari derajat kerusakan tulang-
tulang pendengaran yang terjadi. Biasanya dijumpai tuli konduktif, namun dapat pula terjadi
tuli persepsi yaitu bila telah terjadi invasi ke labirin, atau tuli campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi sampai dengan efektif ke
fenestra ovalis.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas sistim pengantaran suara ke telinga tengah. Pada pasien ini dari hasil pemeriksaan
didapatkan perforasi sentral pada membran timpani. Dalam proses penyembuhannya dapat
terjadi penumbuhan epitel skuamosa ke dalam telinga tengah. Kadang-kadang
perluasan lapisan tengah ini ke daerah atik mengakibatkan pembentukan kantong dan
kolesteatom. Pembentukan kolesteatom ini akan menekan tulang-tulang di sekitarnya sehingga
mengakibatkan terjadinya destruksi tulang, yang ditandai dengan sekret yang kental dan berbau.
Prinsip pengobatan pasien OMSK benigna tenang adalah tidak memerlukan
pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga
sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas.
Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI,
2001. h. 49-62
2. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta; Balai
Penerbit FKUI; 1997
3. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid.
Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta:
EGC, 1997: 88-118
5. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006. Available from
URL: http://www.pediatrics.org/
6. Thapa N, Shirastav RP. Intrakranial complication of chronic suppuratif otitis media,
attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39 Available from
URL: http://www.jneuro.org/
7. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of ototopical
antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal children: a
community-based, multicentre, double-blind randomised controlled trial. Medical
Journal of Australia. 2003. Available from URL: http://www.mja.com.au/
8. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of
Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/
9. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intrakranial complication of chronic
suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of Otorhinolaringology. 2005.
Available from URL: http://www.rborl.org.br/
10. Vesterager V. Fortnightly review: tinnitusinvestigation and management. BMJ.
1997. available from URL: http://www.bmj.org/

Anda mungkin juga menyukai