Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Infeksi Nosokomial

Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat di Rumah

Sakit. Infeksi nosokomial sukar diatasi karena sebagai penyebabnya adalah mikro organisme atau bakteri

yang sudah resisten terhadap anti biotika.

Suatu infeksi dapat disebut infeksi nosokomial bila memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Apabila pada waktu dirawat di RS, tidak dijumpai tanda-tanda klinik infeksi tersebut.

2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut.

3. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak mulai dirawat.

4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.

5. Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi, tetapi terbukti bahwa infeksi

didapat penderita pada waktu

2.2 Epidemiologi

Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan

negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu

penelitian yang yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14

negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi

nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi sedikit demi sedikit

menurunkan resiko infeksi nosokomial. Namun semakin meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit

immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik, super infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif,

masih menyebabkan infeksi nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya

2.3 Faktor Penyebab Infeksi Nosokomial

Secara umum faktor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri dari 2 bagian besar yaitu

fakktor endogen (umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh dan kondisi-kondisi lokal) dan faktor

eksogen (lama penderita dirawat, kelompok yang merawat, alat medis, serta lingkungan).

Menurut Setyawati tahun 2002, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi

nosokomial antara lain: Kuman penyakit (jumlah dan jenis kuman, lama kontak dan virulensi), sumber
infeksi, perantara atau pembawa kuman, tempat masuk kuman pada hospes baru, daya tahan tubuh hospes

baru, keadaan rumah sakit meliputi; Prosedur kerja, alat, hygene, kebersihan, jumlah pasien dan konstruksi

rumah sakit, pemakaian antibiotik yang irasional, pemakaian obat seperti imunosupresi, kortikosteroid, dan

sitostatika, tindakan invasif dan instrumentasi, berat penyakit yang diderita.

Faktor penyebab infeksi nosokomial dapat digolongkan menjadi beberapa faktor berikut:

1. Agen Infeksi

Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di rumah sakit. Kontak antara

pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya

faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi

tergantung pada karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan

banyaknya materi infeksius. Beberapa kuman penyebab nosocomial, sebagai berikut:

a. Staphylococcus aureus

Umumnya ditularkan oleh para petugas yang menularkan biasanya karier dan ditularkan melalui

tangan. Di tempat perawatan dimana penyakit yang disebabkan kuman ini berupa endemi/epidemi

maka koloni Stafilokokkus aureus ini dapat ditemukan di kulit, lubang hidung dan nasofaring.

Semakin banyak koloni ini ditemukan, semakin tinggi pula angka kejadian infeksi oleh kuman

tersebut. Infeksi yang ditimbulkannya dapat berupa pustula dikulit, konjungtivitis, paranokia,

omfalitis, abses subkutan (mastitis), sepsis,pneumo-nia, mepingitis, osteomielitis, enteritis dan lain-

lain.

b. Streptococcus

Koloni kuman ini dapat ditemukan di kulit, liang telinga dan nasofaring oleh karena kuman ini

dibawa oleh bayi pada waktu lahir atau didapat di tempat perawatan yang ditularkan oleh petugas

bangsal. Pada umumnya infeksi streptococus ini masuk ke tubuh melalui kulit yang lece, jalan nafas

atau pencernaan dan kemudian menimbulkan erisipelas dikulit, selulitis, pneumonia, sepsis,

meningitis dan lain-lain.

c. Pneumocoocus

Penularan biasanya berasal dari karier yaitu petugas. Kuman ini dapat menimbulkan pneumonia,

infeksi kulit, infeksi tali pusat, sepsis, meningitis dan lain sebagainya.

d. Listeria monocytogenes

Infeksi dapat terjadi di dalam kandungan (melalui plasenta. ke janin atau melalui jalan lahir).

Menurut Barr (1974), infeksi listiriosis lebih sering terjadi pasca waktu bayi melalui jalan lahir, oleh
karena bayi terkontaminasi dengan flora di jalan lahir yang mengandung kuman listeria. Wabah yang

terjadi di bangsal adalah akibat terjadinya infeksi silang diantara sesama bayi baru lahir. Selain itu

dapat terjadi infeksi tranplasental yang menyebabkan timbulnya gejala infeksi berat seperti

peumonia, sepsis, abses milier dan abses hati. Koloni kuman ini dapat dijumpai di hidung,

tenggorokan, mekonium, darah dan air seni.

e. Infeksi kuman gram negative

Kuman gram negatif seperti Klebsiella pneumonia, Flavobacterium meningosepticum, Pseudomonas

aeruginosa, Proteus mirabilis, E.coli, Salmonella, Shigella dan lain-lain sering ditemukan di kulit,

hidung, nasofaring dan flora.Pada bayi terkontaminasi dengan mikro organisme tersebut yang

terdapat di jalan lahir/daerah perineum ibu, atau bayi menelan cairan yang mengandung mikro

organisme tersebut pacta waktu lahir. Penyakit yang ditimbulkannya ialah enteritis, sepsis,

meningitis, pneumonia, abseshati, necrotizing enterocolitis dan infeksi traktus urinarius.

f. Neisseria gonorrhoeae

Biasanya kuman ini menimbulkan infeksi pada mata yang disebut Gonococcal ophthalmia

neonatorum. Disamping itu dapat menyebabkan gonococcal arthritis dan disseminated gonorrhoe.

Kuman lain yang juga dapat menyebabkan infeksi mata adalah Klamidia trakhomatis, Stafilokokkus

aureus dan Pseudomonas aeruginosa.

g. Infeksi kuman anaerob

Kuman yang selalu menyebabkan infeksi dari golongan anaerob ini adalah bakteriodes dan

streptokokkus anaerob, keduanya dapat dijumpai di vagina dan uterus wan ita hamil dan post partum.

Kuman anaerob lainnya yang sangat berbahaya adalah Clostridium tetani.

h. Infeksi jamur

Infeksi jamur yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir adalah yang disebabkan oleh

Candida albicans.

i. Infeksi virus

Menurut Mc. Cracken (1981) infeksi nosokomial oleh virus dapat disebabkan oleh ECHO (Enteric

Cythopathogenic Human Orphan) virus yang dapat menyerang alat pernafasan, pencernaan, selaput

otak (aseptic meningitis), Coxsackie virus menyebabkan miokarditis, meningoensefalitis, Adeno

virus menyebabkan pneumonia, hepatosplenomegali, ikterus dan perdarahan, Syncytial virus yang

terutama menyerang alat pernafasan.

2. Respon dan toleransi tubuh pasien


Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal ini adalah

umur, status imunitas penderita, penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, penggunaan obat-obatan

immunosupresan dan steroid dan intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan

terapi.

Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini

lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus,

gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari

kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan

pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi,

endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.

3. Resistensi terhadap antibiotik

Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun 1950-1970, banyak

penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan

ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan pengunsalahan dari antibiotika. Banyak mikroorganisme yang

kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama

terhadap pasien yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri di transmisikan antar pasien dan faktor

resistensinya di pindahkan antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru

meningkatkan multipikasi dan penyebaran strain yang resistan. Penggunaan yang irasional tersebut meliputi

penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis antibiotika yang tidak optimal, terapi

dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat yang disebabkan oleh kesalahan diagnosa

Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten terhadap

antibiotika, mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap obat-obatan tersebut. Penggunaan

antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi.

Banyak strains dari pneumococci, staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap

banyak antibiotikaa, begitu juga klebsiella dan pseudomonas aeruginosa juga telah bersifat multiresisten.

Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negara-negara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum

ada atau tidak tersedia.

4. Faktor Alat Medis

Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi dari kateter urin, infeksi
jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus
dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien
memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan
kimiawi. Komplikasi tersebut berupa ekstravasasi infiltrat (cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi
kanula, flebitis (terdapat pembengkakan kemerahan dan nyeri sepanjang vena), septikemia (kuman

Anda mungkin juga menyukai