Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN TAHAP KE 2 TUGAS PPK

Preliminary Feasibility Study


(2 November 22 November 2016)

Judul Tugas PPK

Prarancangan Pabrik Selulosa dari Tandan


Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dengan
Proses Soda-Nitrat

Nomor : 33

Dikerjakan oleh:
Robby Mukafi NIM 13/348251/TK/40846
Azizah Nur Istiadzah NIM 13/349240/TK/41066

Pembimbing:
Chandra Wahyu Purnomo, S.T., M.E., D.Eng.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa laporan tugas PPK tahap T2
(Preliminary Feasibility Study) ini disusun setelah melalui proses konsultasi sesuai
aturan Departemen Teknik Kimia FT UGM, dan karenanya menyetujui untuk
dikumpulkan.

Yogyakarta, 16 November 2016


Dosen Pembimbing,

Chandra Wahyu Purnomo, S.T., M.E., D.Eng.


NIP. 19800329 200312 1 001
PENGANTAR

Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah utama dari industri


pengolahan kelapa sawit yang belum termanfaatkan secara optimal. Dari
pengolahan buah kelapa sawit, dihasilkan limbah berupa tandan kosong sebanyak
23% dari total berat keseluruhan kelapa sawit yang diolah. Padahal tandan kosong
kelapa sawit berpotensi untuk diolah dan dikembangkan lebih jauh menjadi produk
lain, salah satunya diolah untuk diambil kandungan selulosanya.
Selama ini pengolahan/pemanfaatan limbah berupa TKKS masih sangat
terbatas yaitu sebagai bahan bakar proses di pabrik, ditimbun (open dumping),
dijadikan mulsa di perkebunan kelapa sawit, atau diolah menjadi kompos. Tetapi
terdapat beberapa kendala seperti waktu pengomposan yang cukup lama sekitar 6
12 bulan, fasilitas yang harus disediakan, dan biaya pengolahan TKKS tersebut.
Selain jumlah yang melimpah juga karena kandungan selulosa tandan kelapa sawit
yang cukup tinggi yaitu sebesar 45 % (Aryafatta, 2008). Adapun komposisi TKKS
adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Komposisi Tandan Kosong Kelapa Sawit
Komposisi Kadar (%)
Abu 14
Selulosa 40
Lignin 22
Hemiselulosa 24

Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam,


melainkan selalu berikatan dengan bahan lain seperti lignin dan hemiselulosa.
Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan pembentuk dinding sel dan serat
tumbuhan. Molekul selulosa merupakan mikrofibil dari glukosa yang terikat satu
dengan lainnya membentuk rantai polimer yang sangat panjang. Adanya lignin serta
hemiselulosa di sekeliling selulosa merupakan hambatan utama untuk
menghidrolisis selulosa (Sjostrom, 1995).

Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan-satuan dan


mempunyai massa molekul relatif yang sangat tinggi, tersusun dari 2.000-3.000
glukosa. Rumus molekul selulosa adalah (C6H10O5)n. Selulosa merupakan
komponen utama penyusun dinding sel tanaman yaitu senyawa polimer glukosa
yang tersusun dari nit-unit -1,4-glukosa yang dihubungkan dengan ikatan -1,4
Dglikosida (Han dkk., 1995).

Gambar 1. Struktur Kimia Selulosa

Sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan kimia. Selulosa dengan rantai panjang
memiliki sifat fisik yang lebih kuat, tahan lama terhadap degradasi yang disebabkan
oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh biologis. Sifat fisik lain dari
selulosa ialah :

a. Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, fotokimia, maupun secara


mekanis sehingga berat molekulnya menurun.
b. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut pada
larutan alkali.
c. Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopik (baik menyerap air),
keras, juga rapuh. Jika selulosa mengandung banyak air maka akan bersifat
lunak.
d. Selulosa dalam kristal memiliki kekuatan ebih dibandingkan dengan bentuk
amorfnya.
BAB I
PEMILIHAN PROSES

Pemilihan proses menjadi salah satu bagian penting dalam perancangan


suatu pabrik karena proses berkaitan erat dengan peforma pabrik dan nilai ekonomi
dari pabrik tersebut. Langkah pengambilan selulosa dari TKKS ini secara umum
terdiri atas dua proses utama, yakni penghilangan pentosan dan penghilangan lignin
(delignifikasi) dari tandan buah kosong kelapa sawit.
Proses pengambilan selulosa dari TKKS mempunyai prinsip yang hampir
sama dengan proses pengolahan kayu di industri kertas. Di industri kertas,
pengambilan selulosa dilakukan dengan proses yang disebut pulping, yakni
penghilangan senyawa-senyawa lain selain selulosa dengan proses mekanis atau
kimia. Dalam proses pulping untuk pembuatan kertas senyawa yang dihilangkan
biasanya berupa lignin dan pentosan tidak ikut dihilangkan karena pentosan masih
dibutuhkan untuk memperkuat sifat fisis kertas. Oleh karena itu, untuk pembuatan
selulosa dengan kemurnian tertentu dibutuhkan proses lain yang berfungsi untuk
menghilangkan senyawa pentosan.
Proses-proses penghilangan lignin dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. Proses Mekanis
Proses pembuatan pulp secara mekanik yaitu proses pemisahan serat
tanpa memakai bahan-bahan kimia. Prinsip pembuatan pulp secara
mekanis yakni dengan pengikisan dengan menggunakan alat seperti
gerinda sambil ditambahkan air. Pada proses ini gerinda digunakan
untuk memisahkan serat-serat penyusun kayu atau serat-serat
penyusun tumbuhan lain yang akan dibuat pulp. Penambahan air
dimaksudkan untuk menyerap panas yang ditimbulkan akibat
gesekan dan untuk mengapungkan serat-serat yang telah hancur.
Pembuatan pulp secara mekanik menghasilkan kertas bermutu
rendah karena kandungan ligninnya masih tinggi sehingga
mengakibatkan kertas menjadi kaku dengan permukaan lembaran
yang kasar dan tebal. Lignin yang teroksidasi akan membuat kertas
berwarna kuning.
2. Proses Kimia
Proses pembuatan pulp secara kimia yaitu dengan menggunakan
bahan kimia untuk memisahkan serat dan lignin. Pada pembuatan
pulp kimia, dua hal dilakukan sekaligus yaitu pemisahan serat dan
penghilangan lignin melibatkan penggunaan bahan kimia dengan
bantuan energi panas. Proses kimia ini dilakukan di suatu alat
pemasak yang disebut digester. Berdasarkan bahan kimia yang
digunakan, proses kimia dibagi atas proses sulfat (kraft), sulfit, dan
soda.
a. Proses Sulfat (Kraft)
Proses ini disebut juga proses pulp kraft. Pada
proses ini digunakan larutan NaOH ditambah bubuk
Na2SO4 yang ditambahkan direduksi di dalam tungku
pemutih menjadi Na2S, yang diperlukan untuk
delignifikasi. Pada proses ini juga digunakan bahan
penggumpal seperti klorida sehingga pulp kraft
mempunyai derajat putih yang berkualitas.
b. Proses Sulfit
Proses ini ditemukan oleh Benyamin Tilghman
pada tahun 1866, dimana pembuatan pulp dilakukan di
dalam kolom bertekanan menggunakan larutan yang
mengandung 7% berat SO2, 4.5% berat H2SO4, dan 2.5%
berat Ca(HSO3)2. Pada tahun 1950-an, penggunaan kalsium
diganti dengan magnesium/natrium dan ammonium sulfat
yang lebih banyak keuntungannya.
c. Proses Soda
Proses ini dikenalkan oleh C. Watt dan H. Burges
pada tahun 1850. pada proses ini sistem pemasakan
menggunakan senyawa alkali yaitu natrium hidroksida
(NaOH) sebagai larutan pemasak di digester bertekanan.
Pada proses soda, bahan baku dimasak di dalam digester yang
berisi larutan soda api (NaOH). Selama berlangsungnya
proses pemasakan polimer lignin akan terdegradasi dan
kemudian larut dalam air. Larutnya lignin ini disebabkan oleh
terjadinya transfer ion hidrogen dari gugus hidroksil pada
lignin ke ion hidroksil. Reaksi antara lignin dengan gugus
hidroksil dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Reaksi lignin dengan gugus hidroksil dari NaOH

Dari proses-proses tersebut, masing-masing proses memiliki kelebihan dan


kekurangan masing-masing. Proses mekanis tidak dianjurkan untuk digunakan
karena menghasilkan kualitas pulp yang jelek dan kurang ekonomis. Sedangkan
untuk proses kimia, perbandingan dari masing-masing proses adalah sebagai
berikut:
Tabel 2. Perbandingan Proses Pengambilan Selulosa
Proses Keterangan
Sulfat Pelarutan lignin lebih sempurna karena adanya ion-ion hidroksil dan
(Kraft) hidrogen sulfida yang meningkatkan hidrofilitas lignin sehingga
pulp dihasilkan lebih bagus
Dapat digunakan untuk berbagai jenis kayu
Membutuhkan banyak air
Menghasilkan gas yang berbau menyengat dari sulfur yang tereduksi
Menghasilkan limbah berbahaya berupa senyawa sulfur
Sulfit Dapat fleksibel menghasilkan berbagai tipe dan kualitas pulp untuk
berbagai produk
Menghasilkan pulp yang cerah (bright)
Menghasilkan emisi SO2
Menghasilkan limbah yang berbahaya
Soda Cocok untuk mengolah berbagai jenis non-wood pulp, menghasilkan
yield yang lebih banyak dan tidak memberikan perbedaan kualitas
yang signifikan dibandingkakn proses kraft (tidak seperti wood
pulping)
Limbah cenderung ramah lingkungan (berupa garam-garaman)
Proses lebih sederhana dan murah
Proses delignifikasi lebih cepat

Sedangkan untuk kondisi proses pada ketiga jenis metode chemical pulping
di deskripsikan dalam tabel berikut:
Tabel 3. Kondisi Operasi Proses Pengambilan Selulosa dari TKKS
Proses Suhu (C) Tekanan (atm)
Sulfat (Kraft) 171-179 7-8,5
Sulfit 129-149 4,8-6
Soda 160-170 6-7

Dari pertimbangan-pertimbangan mengenai deskripsi proses, kelebihan dan


kekurangan, serta kondisi proses, dipilih metode pulpikasi soda sebagai proses
delignifikasi karena dianggap paling sesuai, aman, ramah lingkungan, dan
ekonomis.
Senyawa pentosan pada TKKS dihilangkan dengan proses hidrolisis
menggunakan katalisator asam untuk mengubah pentosan menjadi furfural.
Pentosan merupakan senyawa yang tergolong sebagai polisakarida yang apabila
dihidrolisis akan pecah menjadi monosakarida-monosakarida yang mengandung 5
atom karbon yang disebut pentosa. Bila hidrolisis dilanjutkan dengan
pemanasan akan terjadi dihidrasi dan siklisasi membentuk senyawa heterosiklik
yang disebut furfural. Katalisator asam yang digunakan umumnya larutan asam kuat
seperti HNO3, HCl, H2SO4, dan H3PO3.
Pada skala laboratorium, katalisator asam yang umum digunakan dalam
proses hidrolisis pentosan adalah asam kuat yaitu asam sulfat atau asam klorida.
Asam sulfat dan asam klorida digunakan karena dapat menghasilkan kadar furfural
yang lebih tinggi. Namun, untuk skala pabrik, digunakan asam nitrat karena
menghasilkan limbah yang cenderung lebih ramah lingkungan.
BAB II
PENENTUAN KAPASITAS PABRIK
(MARKET ANALYSIS)

Pendirian pabrik selulosa di Indonesia mempunyai potensi pasar yang besar


mengingat selulosa merupakan salah satu komoditas yang banyak diperlukan
industri lain seperti pada industri tekstil, industri pulp, hingga pembuatan
bioethanol. Kebutuhan selulosa dalam negeri yang masih belum terpenuhi serta
potensi pasar luar negeri yang menjanjikan menjadi latar belakang perlunya pabrik
selulosa di Indonesia. Pendirian pabrik selulosa juga dapat menciptakan lapangan
kerja baru yang mendorong pertumbuhan perekonomian. Untuk menentukan
kapasitas dan kelayakan pasar dari pendirian pabrik selulosa, maka diperlukan
analisis ketersediaan bahan baku, potensi dan permintaan pasar, serta kapasitas
pabrik yang sudah ada.
1. Ketersediaan bahan baku
Bahan baku TKKS atau tandan kosong kelapa sawit diperoleh
dari hasil samping pengolahan tandan buah segar (TBS) dari
perusahaan pengolah kelapa sawit.

Produksi Sawit di Indonesia


30000
Produksi (Ribu Ton)

25000

20000

15000

10000

5000
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
Tahun

Gambar 4. Grafik Produksi Sawit di Indonesia (Kementrian


Pertanian, 2014)
Banyaknya ketersediaan TKKS ini didukung dengan
banyaknya industri pengolahan kelapa sawit dan fakta bahwa
Indonesia merupakan penghasil kelapa sawit terbesar di dunia dengan
total produksi kelapa sawit pada tahun 2013 sebanyak 27,74 juta ton
(Kementerian Pertanian, 2014). Industri pengolahan kelapa sawit juga
didukung dengan potensi ketersediaan lahan di Indonesia yang cukup
luas terutama di pulau Sumatera dan Kalimanatan.
Provinsi Riau sebagai provinsi dengan produksi kelapa sawit
tertinggi di Indonesia berpotensi menyediakan bahan baku TKKS
yang melimpah. Salah satu perusahaan sawit di Riau adalah PT
Perkebunan Nusantara V.

Produksi CPO PTPN V (ton)


570.071
550.571 551.076
532.119

501.142

2011 2012 2013 2014 2015


Tahun

Gambar 5. Produksi CPO PTPN V (Annual Report PTPN V,


2015)
PT Perkebunan Nusantara V menghasilkan minyak CPO
pada tahun 2015 sebanyak 501.142 ton. Secara umum, kandungan
minyak sawit dalam tandan buah segar sebanyak 21% berat dan
kandungan TKKS sebanyak 23% berat. Sehingga estimasi TKKS
yang dihasilkan pada tahun 2015 sebanyak:
% TKKS 23
Produksi CPO = 501.142 548.869 Ton
% CPO 21
Hasil samping TKKS yang dihasilkan sekitar 70% dimanfaatkan
sebagai bahan bakar, diolah menjadi kompos, atau ditimbun. Sedangkan
sisanya masih belum termanfaatkan. Sehingga potensi TKKS yang dapat
diolah menjadi selulosa sebesar 164.660 ton. Bila kandungan selulosa yang
dapat terambil dari TKKS sebesar 35% berat, maka potensi selulosa yang
dapat dihasilkan adalah sebesar 57.631 ton.
2. Potensi dan permintaan pasar
Berdasarkan data impor dan ekspor selulosa dari tahun 2010
2013, menunjukkan bahwa Indonesia masih merupakan negara net
importir selulosa. Kebutuhan selulosa dalam negeri masih belum bisa
dicukupi oleh industri selulosa yang sudah ada.

Tabel 4. Kapasitas Eksor Impor Selulosa di Indonesia


(www.comtrade.un.org)

Tahun Impor (ton) Ekspor (ton)


2010 20.966 351
2011 21.719 326
2012 23.003 179
2013 23.701 242

Jika pabrik selulosa ingin didirikan di Indonesia pada tahun


2018 dengan estimasi waktu pembangunan pabrik selama 2 tahun,
dapat diperkirakan kebutuhan formamid pada tahun 2020. Data pada
Tabel 2.2 kemudian dibuat grafik dan dengan metode linearisasi dapat
ditentukan kebutuhan selulosa pada tahun 2020.

Kebutuhan Selulosa
24000
23500 y = 948,9x - 2E+06
Selulosa (ton)

23000
22500
22000
21500
21000
20500
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun

Gambar 6. Kebutuhan Selulosa di Indonesia

Dari linearisasi grafik di atas diperoleh persamaan : y =


9489x - 1886365,1 dengan y adalah kebutuhan selulosa (ton/tahun)
dan x adalah tahun. Pada tahun 2020, dapat diperkirakan kebutuhan
selulosa sebesar 30.412 ton/tahun.
Tabel 5. Kebutuhan impor selulosa berbagai negara
(comtrade.un.org)

Negara Kebutuhan impor selulosa


(ton)
Rusia 49.000
Brazil 50.000
Belgia 90.000
Amerika Serikat 112.000
Lain-lain 72.000

Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pangsa


pasar selulosa di luar negeri juga cukup menjanjikan. Selulosa
berpotensi untuk diekspor ke luar negeri untuk mencukupi kebutuhan
selulosa di dunia.

3. Kapasitas pabrik yang sudah ada


Penetuan kapasitas juga perlu mempertimbangkan kapasitas
pabrik selulosa yang sudah ada, diantaranya:
Tabel 6. Pabrik Selulosa dan Kapasitasnya
Negara Kapasitas
Nama Perusahaan
(ton/tahun)
China Rui Tai International China
10.500
Holdings Co., Ltd.
Sateri Holdings Limited China 485.000
ChangFeng Chemical Co., China
4.000
Ltd.
Daicel Corporation Jepang 290.000
Rayonier Incorporation US 745.000

Pabrik selulosa yang ada cenderung bervariasi kapasitasnya


mulai dari kapasitas kecil hingga besar, tergantung dari ketersediaan
bahan baku.
Dari pertimbangan-pertimbangan mengenai ketersediaan bahan baku,
pangsa pasar, dan kapasitas pabrik yang sudah ada, maka kapasitas pabrik selulosa
yang sesuai adalah sebesar 40.000 ton/tahun.
BAB III
LOKASI PABRIK
(PLANT LOCATION)

Pemilihan lokasi pabrik berkaitan erat dengan sisi ekonomi maupun


operasional dari pabrik yang akan didirikan. Lokasi ini menentukan transportasi
bahan baku, ketersediaan utilitas (air), kondisi lingkungan, dan ketersediaan lahan.
Pabrik selulosa ini direncanakan akan dibangun di Kabupaten Kampar, Riau.
Pertimbangan pemilihan Kampar sebagai lokasi pembangunan pabrik berdasarkan
pada beberapa faktor berikut:
1. Bahan Baku
Pabrik selulosa yang akan didirikan menggunakan Proses Soda Nitrat
yaitu mengambil kandungan selulosa dari tandan kosong kelapa sawit
dengan reaksi hidrolisis pentosan pada RATB menggunakan asam nitrat
encer kemudian memecah lignin dan selulosa pada digester dengan
menggunakan larutan NaOH 40%.
Bahan baku tandan kosong kelapa sawit diambil dari limbah pabrik
CPO (Crude Palm Oil) yang menggunakan tandan buah segar sebagai bahan
bakunya. Provinsi Riau merupakan daerah sentra produksi terbesar minyak
kelapa sawit di Indonesia dengan total produksi pada tahun 2013 sebesar
6.629.864 ton (Kementerian Pertanian, 2014). Salah satu pabrik CPO
terbesar di Indonesia yaitu PT. Perkebunan Nusantara V berada di
Kabupaten Kampar, Riau dengan total produksi pada tahun 2015 sebesar
501.142 ton (Laporan Tahunan PTPN V, 2015).

Gambar 3.1. Provinsi Sentra Produksi Produksi Minyak Sawit di


Indonesia, Rata-rata 2009-2013
Gambar 3.2. Kabupaten Sentra Produksi Kelapa Sawit di Riau,
Tahun 2012

Pada gambar 3.2 terlihat bahwa Kabupaten Kampar merupakan


kabupaten yang menjadi sentra produksi kelapa sawit di Provinsi Riau
dengan prosentase sebesar 16,99%. Ketersediaan lahan untuk pembangunan
pabrik, keberadaan air sebagai sumber utilitas dan jarak tempuh dalam
menyuplai bahan baku juga merupakan hal hal yang perlu
dipertimbangkan. Asam nitrat yang perlu diimpor dari Cina harus dibawa
dari pelabuhan menuju pabrik sehingga dipilih Kabupaten Kampar sebagai
lokasi pabrik selulosa ini.

2. Sarana Transportasi
Sarana transportasi diperlukan untuk transportasi bahan baku dan
distribusi produk ke konsumen. Pabrik selulosa membutuhkan lokasi yang
memiliki sarana transportasi untuk mendapatkan bahan baku tandan kosong
kelapa sawit, asam nitrat yang diimpor dari Cina dan natrium hidroksida
yang dibeli dari PT. Asahimas Chemical. Tujuan pembangunan pabrik
selulosa adalah untuk memenuhi kebutuhan selulosa di Indonesia dan dunia
sebagai bahan baku pabrik rayon, kertas dan pabrik lain yang menggunakan
selulosa sebagai bahan bakunya.
Transportasi darat yang dapat digunakan di Provinsi Riau adalah
penggunaan kendaraan besar seperti truk untuk pengiriman bahan baku
maupun produk. Untuk fasilitas transportasi laut terdapat Pelabuhan Sungai
Pakning di Dumai, Riau dan Pelabuhan Tanjung Buton di Lingga,
Kepulauan Riau. Sedangkan untuk fasilitas transportasi udara, terdapat
Bandara Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru, Riau. Adanya fasilitas
transportasi yang memadai didukung keberadaan pelabuhan dan bandara
mempermudah transportasi produk dan bahan baku.

3. Peluang Pemasaran Produk


Lokasi pabrik sebaiknya dekat dengan sarana pemasaran produk.
Produk selulosa merupakan bahan baku dari beberapa pabrik lainnya seperti
industri kertas dan bahan baku industri pemintalan untuk menghasilkan
rayon atau selulosa asetat. Selain itu dalam industri bahan makanan dan
faramasi dikenal bentuk lain dari selulosa, yakni mikrokristalin selulosa.
Dalam bidang pertahanan, selulosa dapat dijadikan bahan baku bahan bakar
roket (propellan). Dengan target pasar tersebut dan selulosa merupakan
produk antara maka dipilih lokasi yang memberikan peluang untuk masuk
ke industri industri tersebut.
Letak Riau sebagai provinsi yang memiliki sejumlah industri besar
sangatlah strategis karena akan mudah memasarkan produk selulosa ke
industri industri di Riau dan sekitarnya. Jalur transportasi yang memadai
juga mendukung pemasaran selulosa ke pasar dunia.

4. Ketersediaan Energi dan Air


Air dan energi adalah hal yang penting untuk kebutuhan operasional
suatu pabrik. Kabupaten Kampar dilalui oleh sungai Kampar yang memiliki
panjang 413,5 km dan debit normalnya 500 700 m3/detik (Kimpraswil
Riau, 2004). Sungai ini dapat digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan
utilitas pabrik selulosa. Sedangkan untuk suplai daya listrik berasal dari
PLTA Koto Panjang yang mempunyai kapasitas 114 MW.

5. Bahan Buangan dan Gangguan Terhadap Lingkungan


Bahan buangan dari limbah hasil proses produksi perlu diperhatikan
sehingga dapat sesuai dengan baku mutu sebelum limbah tersebut dibuang
ke lingkungan. Limbah dapat diolah dalam unit pengolahan limbah pabrik.
Dengan meminimalisir bahaya limbah yang dibuang ke lingkungan
diharapkan tidak ada dampak berbahaya terhadap kesehatan masyarakat dan
lingkungan sekitar.
6. Ketersediaan Tenaga Kerja
Ketersediaan tenaga kerja sebagai pelaku proses produksi yang tersedia
di lingkungan sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan. Jika pabrik
didirikan di daerah baru yang masih terpencil, maka tenaga kerja lokal
dengan kualitas pekerja yang diinginkan sulit didapatkan sehingga tenaga
kerja harus didatangkan dari daerah lain. Hal ini berarti pabrik harus
mengeluarkan biaya lebih untuk membangun daerah tersebut menjadi
daerah yang hidup dan nyaman ditempati oleh pendatang. Sebaliknya jika
pabrik berlokasi di daerah dimana disekitarnya sudah ada pabrik dengan
kehidupan yang lebih modern, maka akan lebih mudah mendapatkan tenaga
kerja yang baik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, diketahui bahwa pencari kerja
di provinsi Riau sebanyak 23.623 jiwa (bps.go.id). Hal tersebut
menunjukkan bahwa masih tersedianya SDM yang memadai untuk menjadi
tenaga kerja pada pabrik seluluosa di Kampar, Riau.

7. Kondisi Iklim dan Gempa


Lokasi pabrik sebaiknya terletak di daerah stabil dan terhindar dari
bencana alam seperti gempa dan gunung berapi sehingga pabrik tersebut
dapat berlangsung lama dan aman. Lokasi pabrik yang berlokasi di daerah
dengan iklim yang stabil (tidak berubah-ubah setiap saat) juga merupakan
nilai tambah tersendiri yang dapat membuat umur pabrik bertahan lebih
lama.
Kabupaten Kampar dengan luas lebih kurang 10.928,20 km
merupakan daerah yang terletak antara 10040 Lintang Utara sampai
02700 Lintang Selatan dan 1002830 1011430 Bujur Timur.
Kecepatan angin di Kabupaten Kampar berkisar antara 3 5 m/s.
Kelembaban udara berkisar sekitar 52 98 % dengan curah hujan 50 568
mml/tahun. Musim yang terdapat di Kampar sama seperti seluruh Indonesia
yaitu musim hujan dan musim kemarau dengan suhu rata rata udara 21
35oC. Potensi gempa di Kampar ada namun sangat kecil karena tidak
terdapat lempengan di sekitarnya. Menurut Badan Metereologi Klimatologi
dan Geofisika (BMKG) sampai saat ini belum ada gempa di Kampar dengan
skala besar.

8. Faktor-Faktor Ekonomi, Sosial, dan Hukum


Kebijaksanaan pemerintah mengenai aspek ekonomi dan hukum juga
menjadi perhatian penting dalam pemilihan lokasi pabrik. Kebijaksanaan
pemerintah yang dimaksud seperti keringanan pajak, insentif investasi, dan
lain-lain. Kondisi masyarakat sekitar diharapkan memberikan dukungan
terhadap pembangunan pabrik selulosa ini sehingga masyarakat dapat
menerima keberadaan pabrik.

Lokasi pendirian pabrik di


Kabupaten Kampar, Riau
Lokasi pabrik dari Pelabuhan
Tanjung Buton

Lokasi Pabrik

Lokasi PKS PTPN V


DAFTAR PUSTAKA

Andaka, Ganjar, Hidrolisis Ampas Tebu Menjadi Furfural dengan Katalisator


Asam Sulfat, Akademi Perindustrian Yogyakarta.
Karar, Insaf Galal Eldin, 2004, Environmentally Friendly Pulping and Bleaching
of Bamboos and Bagasse from Sudan, University of Khortoum.
Kementerian Pertanian, 2014, Outlook Kelapa Sawit, Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian.
Lubis, Afni Ariani, 2007, Isolasi Lignin Dari Lindi Hitam (Black Liquor) Proses
Pemasakan Pulp Soda dan Pulp Sulfat (Kraft), Bogor:IPB.
Nazir, Muhammad Shahid, et al. "Eco-friendly extraction and characterization of
cellulose from oil palm empty fruit bunches." BioResources 8.2 (2013): 2161-
2172.
PT Perkebunan Nusantara V, 2015, Laporan Tahunan PT Perkebunan Nusantara
V 2015
Sreekala, M.S., Kumaran, M.G. and Thomas, S., 1997. Oil palm fibers:
Morphology, chemical composition, surface modification, and mechanical
properties. Journal of Applied Polymer Science, 66(5), pp.821-835.
Sun, R., Fang, J.M., Mott, L. and Bolton, J., 1999. Extraction and characterization
of hemicelluloses and cellulose from oil palm trunk and empty fruit bunch
fibres. Journal of wood chemistry and technology, 19(1-2), pp.167-185.

http://www.kamparkab.go.id, Geografis Kabupaten Kampar 2016, diakses pada


tanggal 15 November 2016.
http://www.bps.go.id, Badan Pusat Statistik, Pencari Kerja Terdaftar, Lowongan
Kerja Terdaftar, dan Penempatan/Pemenuhan Tenaga Kerja Menurut
Provinsi dan Jenis Kelamin, 2000-2015, diakses pada tanggal 14 November
2016.
http://www.comtrade.un.org , diakses tanggal 13 November 2016

Anda mungkin juga menyukai