PENDAHULUAN
Kondisi tutupan lahan di sub DAS Wakung relatif beragam dari sangat rapat
hingga terbuka. Sebagian area di Sub DAS Wakung memiliki tutupan lahan seperti
berupa lahan terbuka seperti pada Gambar 1. Kondisi tersebut tentunya
memerlukan pengelolaan yang tepat dan dikontrol secara intensif untuk mengetahui
keberhasilan program. Kegiatan monitoring tersebut membutuhkan data debit rata-
1
rata harian untuk mengetahui kondisi hidrologi dalam DAS. Keterbatasan data debit
yang ada di Sub DAS Wakung, mengahruskan adanya pendekatan (Model) untuk
mengetahui data debit dalam kegiatan monitoring.
Soil and Water Assesment Tool (SWAT) merupakan salah satu model
hidrologis yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). SWAT
mampu memodelkan bebrapa proses hidrologi, transport sedimen dan kimia tanah.
SWAT dalam pengoprasianya membutuhkan input berupa data karakteristik tanah,
data penggunaan lahan, data klimatologi dan data DEM. Selain input utama tersebut
SWAT memliki input pilihan lainya, tergantun pada output yang dikehendaki.
2
range panjang dan kualitas kualitas yang baik, seperti yang ada di Sub DAS
Wakung. Sehingga langkah alternatif untuk mendapatkan data debit harian adalah
dengan pemodelan.
Sehubungan dengan hal itu perlu dilakukan kajian menggunakan model
mengenai daerah mana yang menyumbang limpasan permukaan terbesar dan data
debit. Penentuan lokasi limpasan permukaan terbesar dijadikan sebagai
pertimbangan lokasi prioritas pengelolaan DAS. Output debit dijadikan data untuk
penilaian kondisi hidrologi DAS berdasakan Koefisien Regim Aliran (KRA).
Berdasarkan dari pemikiran tersebut maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi hidrologi Sub DAS Wakung dilihat dari fluktuasi debit
(KRA)?
2. Daerah mana saja yang menyumbang limpasan paling besar di Sub DAS
Wakung?
3
1.5 Tinjauan Pustaka
1.5.1 Daerah Aliran Sungai
Daerah aliran sungai (DAS) adalah bagian dari daratan yang dibatasi oleh
igir pegunungan di mana air hujan yang jatuh dalam DAS akan di tampung dan
disimpan sebelum dialirkan melalui sungai utama menuju laut (Asdak, 2004). Salah
satu fungsi DAS adalah sebagai ekosistem yang memproses input menjadi output.
Proses yang dimaksud adalah proses hidrologi yang memiliki input berupa hujan,
air hujan yang jatuh nantinya akan di proses dalam DAS. Terdapat dinamika antara
vegetasi, tanah, sungai dan manusia yang berpengaruh pada proses di dalam DAS.
Hasil output tergantung pada kondisi pengontrol berupa vegetasi, tanah dan
sungai, sehingga setiap DAS memiliki karakteristik output yang berbeda karena
kondis DAS nya berbeda. Hasil output DAS berupa debit dan muatan sedimen,
besar kecilnya debit dan muatan sedimen merupakan indikator kondisi fisik DAS
(Ridwan, 2001). Banyaknya faktor yang mengontrol proses hidrologi dalam DAS,
membuat DAS dapat dipandang sebagai sistem hidrologi sepeti ditunjukkan pada
Gambar 2.
4
dari proses infiltrasi air kedalam tanah dan limpasan permukaan karena tanah telah
jenuh oleh air (Indiarto, 2010).
a. Model Fisik model ini merupakan tiruan kondisi asli namun dalam skala
yang lebih kecil, biasanya berupa prototipe. Misalkan model fisik dari suatu
DAS, prototipe tersebut harus meniru bentuk DAS, topografi maupun
5
parameter lain semirip mungkin agar hasil pemodelan mampu
menggambarkan kondisi aslinya.
b. Model Analog model ini pada prinsipnya menggambarkan suatu sistem
yang akan dimodelkan dengan menganalogikan pada sistem lain yang mirip
dan lebih mudah dijalankan.
c. Model Matematis model ini menggambarkan respon suatu sistem
hidrologi dengan cara menyatakan persamaan, sehingga suatu respon
hidrologi dapat dikatahui dengan menghitung persamaan-persamaan
parameter yang berpengaruh.
6
1.5.4 Soil and Water Assesmen Tool (SWAT)
1.5.4.1 Konsep Dasar
SWAT dikembangkan sejak tahun 1990-an oleh Jeff Arnold untuk USDA
ARS (United States Department of Agriculture- Agriculture Research Service).
SWAT merupakan model prediksi dalam skala DAS dimana dalam proses
prediksinya menggunakan gabungan dari banyak model yang dikembangkan oleh
ARS. Sebagian besar model dasar yang digunakan SWAT adalah pengembangan
lebih lanjut dari Simulator for Water Resources in Rural Basins Model (SWRRB).
Untuk membuat model yang terintegrasi dalam skala DAS pada tahun 1995 model
SWRRB dikolaborasi dengan Routing Outputs to Outlet Model (ROTO), namun
dalam proses input output parameter antar kedua model terdapat kesulitan. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut model SWRRB dan ROTO digabungkan menjadi
model SWAT yang mampu secara otomatis mejalankan kedua model tersebut tanpa
harus menyesuaikan variabel antar model SWRRB dan ROTO (Neitsch, 2009).
7
banyak penelitian di Amerika. Model ini dibangun untuk mengestimasi limpasan
yang terbentuk dari hujan yang dikontrol oleh faktor penggunaan lahan dan jenis
tanah.
100
= 25.4 ( 10) .................................. 2
8
K USLE = Retensi
C USLE = Faktor penutup lahan
P USLE = Faktor konservasi lahan
LS USLE = Faktor topografi
CFRG = Faktor pecahan batuan kasar
9
Tabel 1. Penelitian Yang Pernah Dilakukan Sebelumnya
No Judul Penelitian Tujuan Utama Metode Hasil
1 (Junaidi, 2009) Kajian Evaluasi perencanaan Pemodelan SWAT Pemodelan debit,
Berbagai Alternatif pengelolaan DAS kalibrasi debit,
Perencanaan Pengelolaan Cisadane dan skenario
DAS Cisadane Menggunakan penentuan pPengelolaan lahan
Model SWAT perencanaan terbaik
pengelolaan DAS
Cisadane terbaik
dengan melihat
dampaknya terhadap
indikator hidrologi
DAS Cisadane
2 (Rahmad, 2013) Estimation of Menentukan Pemodelan SWAT Peta sebaran tingkat
erosion, sediment, and landuse skenario penggunaan bahaya erosi, Debit
scenarios using lahan yang paling Sedimen, Debit
ArcSWAT2009 optimal dalam aliran, Skenario
rangka Penggunaan Lahan
menurunkan laju Terbaik
erosi dan sedimentasi
di DAS Batang Arau,
Batang Kuranji, dan
Air Dingin
3 (Endrawati, 2013) Mengetahui Pemodelan SWAT Hyetograph dan
Analisis Debit Aliran Sungai efektivitas hidrograf debit
Menggunakan Model SWAT di penggunaan model sungai hasil
Sub DAS Ciasem Kabupaten SWAT dalam pemodel SWAT
Subang Jawa Barat menganalisis debit
aliran sungai di Sub
DAS Ciasem
menggunakan data
yang tersedia
4 (Latifah, 2013) Mengkaji skenario Pemodelan SWAT Skenario
Analisis Ketersediaan Air, teknologi Pengelolaan Lahan
Sedimentasi, dan Karbon Terbaik serta Nilai
10
Organik dengan Model SWAT pengelolaan lahan
di Hulu DAS untuk mengurangi
Jeneberang, Sulawesi Selatan sedimen dan karbon
organik di hulu DAS
Jeneberang
5 (Suryani, 2009) Mengevaluasi Pemodelan SWAT Respon
Optimasi Perencanaan kemampuan SWAT karakteristik aliran
Penggunaan Lahan menggambarkan ' terhadap perubahan
Menggunakan Sistem pengaruh perubahan penggunaan lahan
Informasi Geografi (SIG) dan penggunaan lahan dan skenario
Soil and Water Assesment terhadap penggunaan lahan
Tool (SWAT) (Suatu Studi di karakteristik
DAS Cijalupang, Bandung, hidrologi DAS
Jawa Barat tersebut dan peren
Input data yang dibutuhkan model SWAT yaitu data penggunaan lahan,
karakteristik tanah, lereng dan klimatologi diolah unutuk mendapatkan output
berupa data debit dan surface runoff. Output model tidak langsung digunakan
melainkan harus dikalibrasi terlebih dahulu. Apabila hasil kalibrasi model diterima,
maka output model baru bisa digunakan untuk analisis. Output model berupa data
debit harian digunakan untuk menghitung nilai Koefisien Regim Aliran (KRA),
sedangkan sebaran nilaik ketebalan limpasan permukaan digunakan untuk
mengidentifikasi sub DAS bermasalah.
11
Data Penggunaan
Data Pengukuran
Lahan, Tanah dan
Debit Sungai
Klimatologi
Validasi Kalibrasi
Diterima Ditolak
12