Anda di halaman 1dari 21

No. ID dan Nama Peserta : dr.

Fadli gaffar
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Soppeng
Topik : kolelitiasis
Tanggal (kasus) :
Presenter : dr. fadli gaffar
Tanggal Presentasi : Pendamping :
Tempat Presentasi : RSUD Soppeng
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Pasien wanita, 54 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut .

Tujuan : Mendiagnosis kelainan pasien, penatalaksanaan lebih lanjut pada pasien,


menentukan prognosis pasien, edukasi pasien dan keluarganya
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas : Diskusi Presentasi & Diskusi E-mail Pos
Data Pasien : Nama : Ny.A
Nama Klinik RSUD soppeng
Data Utama Untuk Bahasan Diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Pasien wanita, 54 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut . Keluhan ini dirasakan
semenjak 3 hari SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul terutama saat beraktivitas.
Nyeri pinggang terlokalisir di pinggang kanan, dan menjalar ke belakang. Demam (-),
mual (+), muntah (-), nyeri memberat terutama setelah makan makanan berlemak.
nyeri saat berkemih (-). Riwayat BAK berpasir disangkal..
2. Riwayat pengobatan : Pasien pernah dirawat di UGD RSUD soppeng 2 minggu lalu
dengan keluhan yang sama dan diberi terapi ketorolac, ranitidin, natrium diklofenak,
dan ciprofloxacin. Keluhan dirasakan berkurang dan pasien disarankan untuk kontrol
di poli.
3. Riwayat kesehatan/penyakit : -
Daftar Pustaka :

1. Sja'bani M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. II J, editor. Jakarta Pusat: Interna
Publishing; 2009.
2. A.Tanagho E, W.McAninch J. Smith's General Urology. San Fransisco: Lange; 2003.
3. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Malang: CV. Infomedika; 2007.
4. Mos C, Holt G, Iuhasz S. The Sensitivity of Transabdominal Ultrasound in the
Diagnosis of Uretherolithiasis. Journal of Medical Ultrasonography.
2010;Vol.12:188-97.
5. Henry K.Pancoast M, Sidney Lange M. Diagnosis and Management of Acute
Ureterolithiasis. American Roentgen Ray Society Journal. 2000.
6. Ahuja AT. Case Studies in Medical Imaging. Cambridge: University Press.
7. Hospital MCs. Hydronephrosis.
8. Paula Ed. Case Report : Acute onset of Renal Colic from Bilateral

Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis kolelitiasis
2. Penanganan awal kolelitiasis

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio :


Subyektif : Pasien wanita, 54 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut . Keluhan ini
dirasakan semenjak 3 hari SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul terutama saat beraktivitas.
Nyeri pinggang terlokalisir di pinggang kanan, dan menjalar ke belakang. Demam (-), mual
(+), muntah (-), nyeri memberat terutama setelah makan makanan berlemak. nyeri saat
berkemih (-). Riwayat BAK berpasir disangkal, riwayat badan kuning disangkal
Riwayat penyakit dahulu: -
Riwayat penyakit keluarga: Riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama tidak
ada

I. OBJECTIVE
a. Status Present
Keadaan Umum : Sedang
Kesan Sakit : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis / E4V5M6
BeratBadan : 50 kg
Tinggi badan : 155 cm
IMT : 20,81 (Normal)

b. Vital Sign
Tekanandarah : 100/ 60 mmHg
Nadi : 92 x / menit, kuat angkat, teratur
Pernapasan : 18 x / menit
Suhu : 37,1 C

c. Status Generalis
Kepala Bentuk dan ukuran kepala : Normosefali.
Permukaan Kepala : tidak tampak benjolan, lesi, malar rash,
edema, maupun hiperpigmentasi.
Ekspresi wajah normal : tidak tampak paralisis fasialis.
Rambut : berwarna hitam, tidak mudah dicabut.
Nyeri tekan kepala : negatif
Mata Bentuk : dalam batas normal
Alis : dalam batas normal
Bola mata : kesan eksoftalmus - /- dan anoftalmus - / -
Palpebra : edema - / - , ptosis - / -
Konjungtiva : anemis - / - , hiperemi - / -
Sklera : ikterik + / +, perdarahan - / - , pterygium -/ -
Pupil : refleks cahaya + / +, isokor +
Lensa : tampak jernih
Telinga Bentuk aurikula : normal
Lubang telinga : sekret (-)
Hidung Bentuk : normal, simetris, deviasi septum (-)

Mulut Bentuk : simetris


Bibir : sianosis (-), edema (-), perdarahan (-)
Lidah : leukoplakia (-)
Leher Tidak tampak deviasi trakea
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening.
Tidak tampak hipertrofi SCM dan SCM tidak aktif
JVP : 5 2 cm
Toraks Inspeksi:

Pada keadaan statis, bentuk dinding dada kanan dan kiri terlihat
simetris. Bentuk dan ukuran dinding dada kanan dan kiri terlihat
sama.
Pada keadaan dinamis, dinding dada kanan dan kiri terlihat simetris
dan tidak terlihat pergerakan dinding dada kanan maupun kiri
tertinggal pada waktu pernafasan.
Tidak terdapat retraksi atau penggunaan otot pernapasan tambahan.
Pada permukaan dada : massa (-), jaringan sikatrik (-), jejas (-),
spider naevi (-)
Fossa supraklavikula dan infraklavikula tidak cekung dan simetris.
Fossa jugularis : tidak tampak deviasi trakea.
Pulsasi ichtus kordis tidak tampak
Tipe pernafasan : torako-abdominal dengan frekuensi nafas 18 kali/
menit
Palpasi:

Pergerakan dinding dada simetris.


Vokal fremitus dinding dada kiri dan kanan teraba dan simetris.
Ichtus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra.
Nyeri tekan (-), massa (-), thrill (-), krepitasi (-)

Perkusi:

Pada kedua lapangan paru sonor +/+.


Batas Paru Hati :
- Inspirasi : ICS IV linea midklavikula dextra
- Ekspirasi : ICS V linea midklavikula dextra
- Ekskursi : 1 ICS
Batas Paru-Jantung :
- Batas atas : ICS 2
- Batas bawah : ICS 5
- Batas kanan : ICS 5 linea parasternal dextra
- Batas kiri : ICS 5 linea midclavikula sinistra
Auskultasi:

Bunyi paru vesikuler +/-, ronki -/-, wheezing -/-.


Bunyi jantung S1dan S2 tunggal, murmur(-), gallop (-).
Abdomen Inspeksi :

Dinding abdomen simetris, massa (-), distensi (-), vena kolateral (-),
caput medusa (-), jaringan sikatrik (-)

Auskultasi :

Bising Usus (+) normal, metalic sound ( -), bising aorta (-)

Palpasi :

Turgor : Normal
Tonus : Normal
Nyeri tekan (+) di epigatrik dan hipokondrium dextra , Murphy sign
(+), distensi abdomen (-), defense muscular (-), Nyeri tekan mac
burney (-), rovsing sign (-), psoas sign (-), obturator sign (-), Hepar /
Lien / Ren : tidak teraba

+ + -

- - -

- - -

Perkusi :

Timpani di seluruh lapangan abdomen


Nyeri ketok CVA (-)

Punggung Tampak dalam batas normal.


Tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang.
Ekstremitas atas
+ +
dan bawah
Akral hangat
+ +

Deformitas
- -

- -

Sianosis - -

- -

- -
Edema
- -
Genetelia Tidak dievaluasi

d. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap ( 02/12/2012 ):

Parameter Hasil Normal


HGB 12,0 L : 13,0-18,0 g/dL
RBC 6,36 L : 4,5 5,8 [106/L]
WBC 25,60 4,0 11,0 [103/ L]
HCT 34,6 L : 40-50 [%]
MCV 54,4 82,0 92,0 [fL]
MCH 18,9 27,0-31,0 [pg]
MCHC 34,7 32,0-37,0 [g/dL]
PLT 285 150- 400 [103/ L]

ICT Malaria (-)


Widal (-)
HbSAg : (-) / non-reaktif
Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik (2/12/2012) :

Parameter Hasil Normal


GDS 107 <160 mgl/dl
Bilirubin total 14,73 <1,0
Bilirubin direct 9,39 <0,2
SGOT 41 < 40
SGPT 80 < 41

Hasil USG Abdomen

- Hepar : Tidak membesar, permukaan regular, ujung tajam, echo parenkim normal,
tidak tampak SOL system vascular dan biliaris tidak dilatasi.
- GB : Dinding tidak menebal, tampak beberapa echo batu dengan salah satu ukurn +/-
2.18 cm
- Pankreas : Bentuk dan ukuran dalam batas normal, tidak tampak SOL. Ductus
panckreaticus tidak dilatasi.
- Lien : Tidak membesar, echo parenkim dalam batas normal, tidak tampak SOL.
- Ginjal kiri : Ukuran, bentuk dan kapsula baik, echo korteks/sinus normal. Tak tampak
echo batu di dalamnya. Tak tampak tanda-tanda bendungan pada pelviocalyectasis
system.
- Ginjal kanan : Ukuran, bentuk dan kapsula baik, echo korteks/sinus normal. Tak
tampak echo batu di dalamnya. Tak tampak tanda-tanda bendungan pada
pelviocalyectasis system.
- VU : Mukosa regular dan tidak menebal, tidak tampak echo batu maupun mass.
Kesan : choleliths

Hasil Pemeriksaan BNO dan IVP

- Tidak dilakukan

Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu material
mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau di dalam
saluran empedu (choledocholithiasis) atau pada kedua-duanya3.

Gambar 2.1. Gambaran batu dalam kandung empedu (Emedicine, 2013)

2.2 Anatomi kandung empedu

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah
lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, corpus, infundibulum, dan collum.
Fundus bentuknya bulat, ujungnya buntu dari kandung empedu. Corpus merupakan bagian
terbesar dari kandung empedu. Collum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu4.
Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu
yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang lebih
besar yang keluar dari permukaan hati sebagai Ductus hepaticus communis. Ductus hepaticus
bergabung dengan Ductus cysticus membentuk Ductus choledochus5.

Gambar 2.1. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2013)

2.3 Fisiologi

Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-
1200 ml/hari6. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu5. Diluar waktu
makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami
pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu
dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang
terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%4.
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena
asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu
mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil
dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, asam empedu
membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui
membran mukosa intestinal.
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang
penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran
hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.
Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon cholecystokinin, hal ini terjadi
ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang
menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi efektifitas
pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari Sphincter Oddi yang menjaga
pintu keluar Ductus biliaris communis kedalam duodenum. Selain cholecystokinin, kandung
empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang mensekresi asetilkolin dari sistem
saraf vagus dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam
duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan cholecystokinin. Saat lemak tidak
terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat
jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara
menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam6.
Garam empedu, lecitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan
empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah
steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya
dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal
kalau diperlukan3.

2.4 Epidemiologi

Insiden cholelithiasis di negara barat adalah 20% sedangkan angka kejadian di


Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara (Syamsuhidayat).
Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang disebut 5
Fs : female (wanita), fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), fair, dan
forty (empat puluh tahun).
Cholelithiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin banyak
faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya Cholelithiasis7,8.
Faktor resiko tersebut antara lain:
1. Genetik
Batu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan membentuk batu empedu
bisa berjalan dalam keluarga. Di negara Barat penyakit ini sering dijumpai, di USA 10-20 %
laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu. Batu empedu lebih sering ditemukaan pada
orang kulit putih dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga sering ditemukan di negara lain
selain USA, Chili dan Swedia.
2. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat sedikit penderita
batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan semakin bertambahnya usia
semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu, sehingga pada usia 90 tahun
kemungkinannya adalah satu dari tiga orang3.
3. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 4
: 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu, sementara di Italia 20
% wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak dari
pada laki-laki.
4. Beberapa faktor lain
Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain: obesitas,
makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik.

2.5 Patogenesis

Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor
predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan
oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan
susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan batu empedu,
karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam
kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan
pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian
dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus5.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang
abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai
kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air
dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu
banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan
oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah
satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet
tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu
empedu6.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam Ductus choledochus melalui Ductus
cysticus. Dalam perjalanannya melalui Ductus cysticus, batu tersebut dapat menimbulkan
sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik
empedu. Kalau batu terhenti di dalam Ductus cysticus karena diameternya terlalu besar atau
tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu Ductus cysticus3.

2.6 Patofisiologi batu empedu

a. Batu Kolesterol
Batu kolesterol murni tidak biasa ditemukan dan terjadi pada kurang dari 10% dari
seluruh kejadian batu empedu. Batu ini biasanya miuncul sebagai batu besar dan tunggal
dengan permukaan yang halus. Kebanyakan batu kolesterol lain mengandung pigmen
empedu dan kalsium yang kadarnya bervariasi, tapi biasanya terkandung sebanyak 70% dari
berat batu kolesterol. Batu kolesterol tipe ini biasanya jumlahnya multipel, bentuk dan
ukurannya bervariasi, keras dan bersegi atau irreguler, berbentuk seperti buah mullberry dan
lembut. Warnanya bervariasi dari warna kuning keputihan dan hijau sampai hitam.
Kebanyakan batu kolesterol merupakan batu radiolusen; hanya kurang dari 10% yang
radioopak. Apakah batu itu merupakan batu kolesterol murni atau campuran, kejadian utama
pada pembentukan dari batu koleasterol adalah supersaturasi dari empedu dewngan
kolesterol. Oleh karena itu, kadar kolesterol empedu yang tinggi dan batu empedu kolesterol
dapat dikatakan sebagai satu penyakit. Kolesterol sangat nonpolar dan tidak larut dalam air
dan empedu. Kelarutan kolesterol bergantung pada konsentrasi relatif dari kolesterol, garam
empedu dan lesitin (fosfolipid utama dalam empedu). Supersaturasi hampir selalu disebabkan
oleh hipersekresi koleterol dibandingkan dengan penurunan sekresi fosfolipid atau garam
empedu.4
Kolesterol disekresikan ke dalam empedu sebagai vesikel kolesterol-fosfolipid.
Kolesterol dpertahankan dalam bentuk larutan oleh micelles, sebuah kompeks konjugasi
garam embedu-fosfolipid-kolesterol, dan juga oleh vesikel kolesterol-fosfolipid. Keberadaan
vesikel dan micelles dalam satu kompartemen yang aquaeous mempermudah berpindahnya
lipid diantara keduanya. Maturasi vesikuler terjadi pada saat vesikel lipid tergabung dengan
micelle. Vesikel fosfolipid bergabung dengan micelle dan lebih mudah terjadi dibanding
vesikel kolesterol. Sehingga vesikel tersebut mengandung kadar kolesterol yang tinggi,
menjadi tidak stabil, dan terjadi nukleasi kristal kolesterol. Pada enmedu yang tidak
tersaturasi, terkumpulnya kolesterol dalam vesikel tidak terlalu penting. Dalam empedu yang
mengalami supersaturasi, zona kpadat kolesterol terbentuk pada permukaan vesikel dengan
kadar kolesterol tinggi, yasng menyebabkan tampaknya gambaran kristal kolesterol.
Sebanyak sepertiga kolesterol bilier ditransportasikan dalam micelle, namun vesikel
kolesterol-fosfolipid membawa mjayoritas kolesterol bilier. 4
Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi
dalam empat tahap:
Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
Pembentukan nidus.
Kristalisasi/presipitasi.
Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa lain yang
membentuk matriks batu.

Gambar 2.3 Batu kolesterol (Boundless.com, 2013)

b. Batu pigmen
Batu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan berwarna gelap karena
mengandung kalsium bilirubinat. Batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat hanya memiliki
sedikit kesamaanm, sehingga harus dipertimbangkan sebagai entitas yang berbeda. 4
Bgatu pigmen hitam biasanya kecil, rapuh, berwarna hitam, dan kadang berspikula.
Batu ini terbentuk dari supersaturasi kalsium bilirubuinat, karbonat, dan fosfat, seringnya
terbentuk secara tidak langsung dari kelainan hemolitik seperti sferositosis herediter dan
penyakit sickle cell, dan pada mereka yang mengalami sirosis. Seperti batu kolesterol, batu
tipe ini hampir selalu terrbentuk dalam kandung empedu. Bilirubin yang tidak terkonjugasi
lebih sulit larut daripada bilirubin yang terkonjugasi. Dekonjugasi bilirubin terjadi pada
empedu secara normal dalam tingkat yang lambat. Meningkatnya kadar bilirubiun
terkonjugasi, seperti dalam kasus hemolisis, menyebabkan peningkatan produksi bilirubin
yang tidak terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan meningkatnya sekresi bilirubin yang
tidak terkonjugasi. Ketika perubahan keadaan menyebabkan peningkatan dekonmjugasi
bilirubin dalam empedu, presipitasi dengan kalsium terjadi. 4

Gambar 2.4 Batu Pigmen Hitam (medscape.com, 2013)

Batu colat biasanya berukuran kurang dari 1 cm, berwarna coklat kekunhingan,
lembut dan biasanya lembek. Batu ini dapat terbentuk dalam kandung empedu ataupun dalam
duktus biliaris, biasanya secara sekunder terbentuk karena infeksi bakterial yang
menyebabklan stasis empedu. P[resipitat kalsium bilirubinat dan sbadan sel bakteri
membentuk mayoritas bagian dari batu ini. Bakteri spereti Escherichia coli mensekresikan
beta-glukoronidase yang secara enzim memecah bilirubin glukoronid untuk memproduksi
bilirubin tidak terkonjugasi yang tidak dapat larut. Substansi ini ke,mudian terpresipitasi
dengan kalsium, berasama dengan badan sel bakteri yang mati, membentuk batu coklat yang
halus dalam trktus biliaris. 4

Gambar 2.5 Batu Pigmen Coklat (gracemedicalschool.com, 2013)


2.6 Manifestasi klinis

2.6.1. Batu Kandung Empedu (Cholecystolithiasis)

1. Asimptomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala
(asimptomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat cholecystitis, nyeri bilier, nyeri
abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual (Suindra, 2007). Studi perjalanan penyakit
sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan
jenisnya, adalah asimptomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai
batu empedu asimptomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah
periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan cholecystectomy rutin dalam
semua pasien dengan batu empedu asimptomatik4.
2. Simptomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa
nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru
menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas,
biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir
setelah beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai
kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris3,4.
3. Komplikasi
Cholecystitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum
dan sering menyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan
dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi Ductus
cysticus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari cholecystitis akut adalah nyeri perut
kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya
oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi
atau dengan pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini
dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari-
hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen
dan tanda klasik Murphy sign (pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan).
Massa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya
akan mengalami cholecystectomy terbuka atau laparoskopik4.
2.6.2. Batu Saluran Empedu (Choledocholithiasis)

Pada batu Ductus choledochus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut
kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi Cholangitis.
Apabila timbul serangan Cholangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan
gejala klinis yang sesuai dengan beratnya Cholangitis tersebut. Cholangitis akut yang ringan
sampai sedang biasanya Cholangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan Trias
Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi
Cholangitis, biasanya berupa Cholangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala Pentade
Reynold, berupa tiga gejala Trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau
penurunan kesadaran sampai koma3.
Choledocholithiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena
komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu Ductus choledochus
disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran
empedu, dapat timbul Cholangitis akut. Episode parah Cholangitis akut dapat menyebabkan
abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui Ampula Vateri sewaktu ada saluran umum
diantara Ductus choledochus distal dan Ductus pancreaticus dapat menyebabkan pankreatitis
batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus
obstruktif.

2.7 Penatalaksanaan

Konservatif
a). Lisis batu dengan obat-obatan
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimptomatik tidak akan mengalami
keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan
selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan
dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksikolat untuk melarutkan batu empedu
kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga
dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan
50 % dalam 5 tahun1.
b). Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke
kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan
yang tinggi2.
c). Lithotripsy (Extracorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
Lithotripsy gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu,
analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant
asam ursodeoksikolat.

Penanganan operatif
a). Cholecystostomy
Kolesistostomi berguna untukdekompesi dan drainase kandung emedu yang
terdistensi, mengalami inflamasi, hidropik atau purulen. Tinmdakan ini dapat dilakukan pada
pasien yang tiudak cukup memungkinkan kondisinya untuk dilakukan operasi abdominal.
Drainase perkutaneus yang dituntun ultrasound dengan kateter pigtail merupakan prosedur
yang dipilih. Kateter dimasukkan melalui kawat penuntun yang sebelumya telah dipasang
menembus dinding abdomen, hepar, dan masuk ke dalam kandung empedu. Dengan
menggunakan kateter yang melewati hepar, resiko terjadinya empedu yang merembes dari
sekitar kateter dapat dikurangi. Kateter dapat dilepas apabila inflamasi sudah hilang dan
kondisi pasien membaik. Kandung empedu dapat dibuang jika ada indikasi, biasanya dengan
tindakan laparoskopi4.

Gambar 2.6 Percutaneous Colescystostomy (medicc.jp, 2010)


b). Open cholecystectomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu
simptomatik. Indikasi yang paling umum untuk cholecystectomy adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh cholecystitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD,
perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang
menjalani cholecystectomy terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17
%, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas
65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %4.
c). Cholecystectomy laparoscopy
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih
cepat, hasil kosmetik lebih baik, mempersingkatkan waktu perawatan di rumah sakit dan
biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontraindikasi
absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi
umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa
perdarahan, pankreatitis, bocor Ductus cysticus dan trauma Ductus biliaris. Resiko trauma
Ductus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%. Dengan
menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali
menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen
utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.
d). Cholecystectomy minilaparotomy
Modifikasi dari tindakan cholecystectomy terbuka dengan insisi lebih kecil dengan
efek nyeri pasca operasi lebih rendah5.

Plan :
Diagnosis : Ureterolithiasis disertai hidroureter gr.II dekstra
Terapi :
- Tramadol 2x50 mg
- Ranitidin tab 2x1
- Rencana Operasi

Watansoppeng, juli 2017


Peserta, Pendamping,

dr. Fadli gaffar


Berita Acara Presentasi Portofolio

Pada hari ini tanggal 19 Maret 2016 telah dipresentasikan portofolio oleh :
Nama : Herin Arini Natalia
Judul/topik : Ureterolithiasis
Nama pendamping : dr.Hj.A.Rahmawaty Malik

No. Nama peserta Tanda tangan

1.

2.

3.

4.

5.

6.
7. Nama
wahana
8.

9.

10.

11.

12.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping,

dr.Hj.A.Rahmawaty Malik

Berita Acara Presentasi Portofolio

Pada hari ini tanggal telah dipresentasikan portofolio oleh :


Nama : Herin Arini Natalia
Judul/topik : Gangguan panik
Nama pendamping : dr.Hj.A.Rahmawaty Malik
Nama wahana : RSUD Kota Makassar

No. Nama peserta Tanda tangan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping,

dr.Hj.A.Rahmawaty Malik

Anda mungkin juga menyukai