Anda di halaman 1dari 8

TUGAS FINAL

ANTROPOLOGI BUDAYA

kebudayaan di desa Abbempungeng kecamatan Kajuara kabupaten Bone

Oleh :

NAMA : RIKO RIANTO

NIM : F111 10 273

SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012
BAB I

PENDAHULUAN

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks,

abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.

Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan

orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat

rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan

atas keistimewaannya sendiri.Citra yang memaksa itu mengambil bentuk-bentuk

berbeda dalam berbagai budaya seperti individualisme kasar di Amerika,

keselarasan individu dengan alam d Jepang dan kepatuhan kolektif di Cina. Citra

budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan

pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis

yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh

rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.

Budaya adalah sebuah warisan sosial mengandung arti bahwa budaya adalah

pemberian suatu hasil akumulasi berbagai macam interaksi tatanan sosial dimasa lalu

kepada generasi setelahnya untuk kemudian berulang seperti sebuah siklus. Siklus itu

hanya akan terputus jika budaya (warisan) itu tidak lagi diulang oleh generasi

selanjutnya. Jadi artinya budaya akan terus menjadi sebuah warisan, jika masyarakat
(faktor sosial) terus menggunakannya sebagai bagian dari keterinteraksian antar

mereka. Budaya adalah sebuah warisan sosial juga adalah segala sesuatu yang

tercipta atau dilakukan oleh sekumpulan individu disuatu tempat tertentu di masa lalu

dan kemudian melalui waktu hingga sampai di masa selanjutnya. Pemberian itu

kemudian diulang sebagai sebuah tradisi yang sebagian berasal dari warisan masa lalu

oleh generasi sekarang.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren

untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan

perilaku orang lain.


BAB II

LAPORAN PERJALANAN

Perjalanan dari Makassar menuju tempat Baksos dan Penelitian yang

berlokasi di Desa Abbempungeng, Kecamatan Kajuara, Kabupaten Bone sangat

memakan waktu yang cukup lama. Ini dikarenakan waktu perjalanan yang di lakukan

pada malam hari, ditambah lagi cuaca pada malam itu tidak begitu bersahabat karena

hujan. Perjalanan menuju Bone di mulai sejak selesainya pelepasan yang dipimpin

olehdosen pendamping yaitu Bapak A.B. Takko.

Awalnya saya berangkat menumpang mobil bus bersama teman-teman yang

lain. Tetapi karena keadaan bus yang sangat panas dan agak sempit sehinga saya

memutuskan untuk pindah tumpangan untuk naik motor dan berboncengan bersama

kawan ilman.

Ternyata naik motor menuju Bone juga memiliki kelebihan dan kekurangan

,dimana saat naik motor saya lebis bisa menikmati perjalanan namun harusdiselimuti

oleh dinginnya malam ditambah gerimis hujan yang tak hentinya menyambangi

tubuh.

Sebenarnya, dalam perjalanan ke sana saya tidak telalu memperatikan jalan,

diakibatkan karena waktu perjalan yang dilakukan adalah pada malam hari, hal itu

tidak membuat saya terlalu memperatikan apa yang ada di sekitar saya. Namun,
dalam perjalan menuju ke tempat tersebut, saya bersama 3 orang teman saya

ketinggalan dalam rombongan sehingga kami beristirah di sebuah masjid yang agak

mewah. Apabila diperhatikan masjid tersebut sudah tersentuh dengan budaya-budaya

modern, ditandai dengan bentuk yang sudah begitu mewah.

Di depan masjid tersebut kami beristirahat tepatnya di dapan pintu masuk,

fikiran kami adalah kami hanya sementara di tempat tersebut beristiraat beberapa

waktu saja, namun apa yang terjadi tidak sesuai yang direncanakan. Hal yang terjadi

adalah kami tidur hingga waktu shalat Subuh tiba. Dan karena itu, saya bersama

seorang teman saya mengerjakan shalat Subuh tersebut sebelum melanjutkan

perjalanan.

Perjalan kami lanjutkan ditengah kegelapan yang sudah agak terang, karena

waktu pagi akan mulai datang. Jalan demi jalan kami telusuri, mencari tempat yang

sebenarnya saya sendiri tidak pernah mendatanginya, dengan modal keberanian saya

pun terus berjalan. Suasana pun tel terang, jalan telah nampak dilihat dan di sekitar

pun sudah jelas saya lihat.

Kata teman saya yang berasal dari Kab. Soppeng tersebut, bahwa biasnya

kalau kita tidak sopan bertanya biasanya kalau tidak dilempari biasanya alamat yang

kita maksud tidak sesuai dengan apa yang akan di beritaukan. Dan biasanya, apabila

kita bertanya dengan sopan maka orang yang kita tanya akan merespon dengan baik,

dan bahkan lebih baik dari apa yang kita bayangkan. Terbukti dari beberapa saya
singgah untuk bertanya dan kemudian ditanggapi dengan baik oleh masyarakat atau

orang yang ditempati bertanya tersebut.

Setelah berjalan menelusuri jalan yang begitu lama dan panjang, akhirnya

kami tiba dilokasi yang merupakan tujuan penelitian. Karena waktu sudah hampir

tengah hari, kami pun menuju tempat penyajian makanan untuk menikmati makanan

sebelum berangkat untuk meneliti beberaoa kebudayaan yang ada di daerah tersebut.

Kebetulan pada kesempatan tersebut saya menjadi seorang pendamping mahasiswa

baru untuk mengadakan penelitian di desa tersebut.

Setelah beberapa lama, waktunya untuk penelitian dilakukan. Saya dan

rombongan menelusuri jalan untuk menggalih informasi mengenai kebudayaan di

desa tersebut. Kebetulan, kelompok kami mendapatkan kesempatan untuk bertanya

mengenai adat-adat atau cara-cara pernikahan di desa tersebut.

Adapun infomasi yang saya dapatkan dari beberapa sumber yang saya

dapatkan mereka menceritakan tentang bagaimana proses pernkahan dapat terjadi di

desa tersebut. Sebelumnya, hal yang pertama yang harus dilakukan adalah seorang

wali dari pihak laki-laki mendatangi rumah atau kediaman dari pihak perempuan dan

bertemu dengan wali perempuan untuk menanyakan mengenai maksud pihak laki-laki

mendatangi pihak perempaun. Biasanya, pihak laki-laki menanyakan pertanyaan

menenai kepastian bahwa perempuan dari pihak perempun belum ada yang melamar
sebelumnya. Dan biasanya pada proses lamaran ini, kedua belah pihak merundingkan

masalah uang panaik, waktu pernikahan dan syarat-syarat yang lain.

Biasanya di desa tersebut, mas kawin harus menggunakan sebuah lahan atau

rumah dan mungkin menurut anggapan mereka itu adalah sebuah gensi. Dan biasanya

dalam proses perniakan, pihak laki-laki harus menyediakan sapi atau kerbau, beras

beberapa ratus liter dan terigu beberapa ratus liter puala.

Dari informasi yang saya dapatkan adalah di desa tersebut uang panaik untuk

melamar tersebut minimal Rp 20.000.000,- . Adapula informasi yang saya dapatkan

mengatakan bahwa mas kawin yang berupa tanah atau lahan sekarang sudah bisa di

gantikan dengan seperangkat alat Shalat ditambah dengan uang tunai dan biasanya

diserati dengan emas beberapa gram. Alasan digantikan tersebut seperti apa yang

saya dengar adalah diakarenakan apabila menggunakan lahan sangat sulit karena

harus mengetahui batas-batas lahan tersebut dan harus jelas lokasi lahan tersebut.

Keesokan harinya, setelah rutinitas penelitian selesai kami di ajak oleh anak

kepala desa untuk pergi makan kelapa muda di kebun sekitar 300 meter dari rumah

tempat kami menginap. Saat itu saya melihat prilaku masyarakat bugis yang slalu

memberikan pelayanan terbaik untuk tamunya. Memang sudah dari dulu masyarakat

bugis selalu menghormati dan menghargai tamunya. Mereka memberikan pelayanan

terbaik dan memuaskan serta membuat tamunya merasa nyaman.


Pada hari itu saya dan kawan-kawan yang lain betul-betul merasa puas denan

suguhan pelayanan yang diberikan. Bukan hanya kepuasan dalam hal makanan tetapi

juga kepuasaan batin yang cukup membuat hati ini tersentuh dan bersyukur karena

masyarakat yang begitu ramah dan sangat menghormati kami sebagai tamu. Disana

rombongan baksos dan penelitian bak rombongan dari suatu kerajaan yang dilayani

dengan baik.

Dari sini saya dapat menyimpulkan bahwa nilai kekeluargaan masyarakat

bugis masih dijunjung tinggi dan dijaga dengan baik. Walaupun kehidupan

masyarakat yang serba bercukupan karena sebagian besar masyarakat masih bermata

pencaharian sebagai petani namun hal tersebut tetap membuat mereka bisa hidup

sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai