Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Status kesehatan atau derajat kesehatan masyarakat sangat

diperlukan dalam membantu pembangunan yang dilaksanakan oleh

bangsa Indonesia. Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan

adalah perbaikan gizi masyarakat. Gizi yang baik dan seimbang dapat

meningkatkan ketahanan tubuh, dapat meningkatkan kecerdasan dan

menjadikan pertumbuhan dan perkembangan yang normal, tetapi

sebaliknya jika gizi yang tidak seimbang akan menimbulkan masalah

(Depkes RI, 2008).

Gizi merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan

status kesehatan manusia karena nilai status gizi yang optimal akan

tercapai apabila kebutuhan asupan zat gizi terpenuhi. Masalah gizi

buruk pada bayi merupakan masalah yang telah ada sejak zaman

dahulu. Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997 hingga saat ini

masih belum dapat diatasi. Hal ini berdampak meningkatnya jumlah

keluarga miskin. Masalah gizi merupakan faktor penting dalam

perkembangan dan pertumbuhan bayi dan anak, maka masalah gizi

buruk dan gizi kurang perlu ditanggulangi. Keadaan status gizi anak

usia di bawah dua tahun merupakan kelompok yang rawan gizi dan

akan menentukan kualitas hidup selanjutnya. Pemenuhan gizi

merupakan hak dasar anak (Sari Khandila, 2010)

1
2

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh World Health

Organization (WHO) menyatakan prevalensi gizi kurang di dunia

14,9% dan regional dengan prevalensi tertinggi Asia Tenggara sebesar

27,3% (WHO,2010). Berdasarkan Data Riskesdas prevalensi berat -

kurang (underweight) secara nasional Prevalensi berat - kurang tahun

2013 adalah 19,6 %, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi

kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun

2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%) terjadi peningkatan. Perubahan

terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007 4,9 %

tahun 2010, dan 5,7 % pada tahun 2013. Ditahun 2007 dan tahun 2010

terjadi penurunan anak yang mengalami gizi buruk sebesar 0,5%

selama tiga tahun. Pada Tahun 2013 terjadi peningkatan anak yang

mengalami gizi buruk sebesar 0,8%. Provinsi dengan persentase balita

gizi buruk terendah menurut Riskesdas 2013 adalah provinsi Bali

dengan nilai persentase sebesar 13,2 % dan yang tertinggi di duduki

provinsi Nusa Tenggara Timur dengan nilai persentase 33%. Untuk

provinsi Kalimantan Timur sendiri mendapat nilai persentase sebanyak

16%. Salah satu faktor sebagai penyebab timbulnya masalah gizi pada

bayi adalah perilaku pemberian makanan, dalam hal ini pemberian

makanan pendamping ASI secara dini(Infodatin, 2013).

Anak adalah buah hati yang senantiasa didambakan setiap orang

tua. Mempunyai anak yang sehat dan tumbuh dengan baik merupakan

keinginan orang tua dimanapun. Anak yang berusia 0-5 tahun,

merupakan masa emas untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.


3

Oleh karena itu, masa ini merupakan kesempatan yang baik bagi orang

tua untuk berusaha dalam mengupayakan tumbuh kembang anak

secara optimal. Dengan demikian salah satu upaya yang dapat

dilakukan orang tua untuk mencapai hal tersebut adalah melalui pola

asuh makan yang baik (Mutiara & Ruslianti, 2007).

Tubuh anak membutuhkan zat - zat gizi yang sesuai untuk

tumbuh dan berkembang dengan baik. Asupan zat gizi yang baik dapat

didapatkan dengan memberikan ASI eksklusif ketiak umur 0 - 6 bulan.

Setelah itu, masa pemberian makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-

ASI). Makanan pendamping asi adalah makanan tambahan selain ASI

yang diberikan pada bayi sampai usia 6 - 12 bulan, karena pada usia

tersebut merupakan waktu yang sangat rawan terjadi malnutrisi yang

di sebabkan kekurangan gizi (Suhardjo, 2009).

Fenomena Indonesia masih banyak kebiasaan pemberian makan

bayi yang belum sesuai dengan umurnya. Banyak ibu yang

memberikan makanan pendamping asi terlalu dini kepada bayinya

dengan berbagai faktor alasannya. Berdasarkan data dari United

Nations Children's Fund (UNICEF) pada tahun 2015 hanya 52% bayi

di bawah usia 6 bulan yang mendapatkan ASI (Air Susu Ibu) secara

eksklusif di seluruh dunia, dan hanya sebanyak 38% bayi yang

mendapatkan asi kurang dari 6 bulan ( Infant and young child feeding

Global Database, UNICEF 2016)

Di Indonesia terdapat 54% bayi di indonesia yang hanya

mendapatkan asi eksklusif saat berumur 0 - 5 bulan, dan sebanyak


4

29,5% bayi yang mendapat asi eksklusif selama 6 bulan. Data tertinggi

di tempati oleh provinsi DI Yogyakart dengan persentase sebesar 55,4

% dan yang terendah di tempati oleh provinsi Sumatera Utara denagn

persentase 12,4 %. Sementara untuk provinsi kalimantan Timur

memiliki persentase sebanyak 25,8% (Profil Kesehatan

Indonesia,2016).

Jika pemberian ASI eksklusif tidak terpenuhi dan pemberian

makanan pendamping ASI diberikan sebelum bayi membutuhkannya,

bayi akan lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk pilek dan

panas sehingga pertumbuhan dan perkembangannya akan terganggu.

Pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat bukan hanya

mengganggu kebutuhan asupan gizi yang seharusnya didapat bayi,

tetapi juga mengganggu pencernaan bayi karena sistem pencernaan

bayi belum mampu mencerna makanan tersebut. Seperti yang telah

diketahui, sistem pencernaan bayi baru akan siap mencerna makanan

dengan tekstur yang lebih padat dari ASI, setelah bayi berusia 6 bulan.

Akhirnya, makanan yang di berikan sebelum waktunya tersebut akan

mengendap dilambung dan menyumbat saluran pencernaan, sehingga

akhirnya bayi terjadi muntah. Pemberian makanan pendamping ASI

pada bayi setelah usia 6 bulan disertai dengan pemberian ASI lanjut

adalah hal penting dalam perkembangan dan pertumbuhan bayi

( Depkes RI, 2007)

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian tertarik untuk

melakukan kajian dalam dalam bentuk penelitian tentang hubungan


5

Pemberian MP-ASI dini dengan status kesehatan bayi usia 6 - 12 bulan

di Puskesmas Palaran Kecamatan Palaran Kota Samarinda.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang di hadapi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah ada hubungan Pemberian MP-ASI dini

dengan status kesehatan bayi usia 6 - 12 bulan di Puskesmas Palaran

Kecamatan Palaran Kota Samarinda.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pemberian MP-ASI dini dengan status

kesehatan bayi usia 6-12 bulan di Pukesmas Palaran Kecamatan

Palaran Kota Samarinda

2. Tujuan Umum

a. Mengindentifikasi karakteristik bayi usia 6-12 bulan di

Puskesmas Palaran

b. Mengindentifikasi pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 6-12

bulan di Puskesmas Palaran

c. Mengindentifikasi status kesehatan bayi usi 6-12 bulan di

Puskesmas Palaran

d. Mengindentifikasi hubungan antara pemberian MP-ASI dini

dengan status kesehatan pada bayi usia 6-12 bulan di

Puskesmas Palaran.
6

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sarana belajar dalam

rangka menambah pengetahuan, memperluas wawasan dan

pengembangan ilmu pengetahuan bagi masyarakat dan institusi

yang terkait dengan masalah penelitian ini untuk menerapkan teori

yang telah penulis dapatkan selama masa perkuliahan.

2. Manfaat Teoritis

Dapat menambah pengetahuan dan informasi untuk masyarakat

mengenai pengaruh makanan pendamping ASI dari hasil yang

telah dianalisis dan dapat bermanfaat bagi peningkatan derajat

kesehatan di masyarakat. Serta dapat menjadi bahan masukan di

Puskesmas Palaran dan diharapkan bermanfaat bagi program

kesehatan masyarakat serta dapat dijadikan referensi untuk

penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai