Anda di halaman 1dari 29

BAB II STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D

Usia : 26 th
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Banyuresmi
Status : Menikah
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SMA
Suku : Sunda
Agama : Islam
Ruang Rawat : Marjan Atas
Tanggal Masuk RS : 26 januari 2017
ANAMNESIS

Diambil dari autoanamnesis tanggal 26 januari 2017

Keluhan Utama :
Nyeri hebat pada tangan kanan dan kiri, dan luka robek di kepala sejak 5 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD dr. Slamet, Garut dengan keluhan nyeri pada tangan kanan dan
kiri dan luka robek di kepala sejak 5 jam SMRS. Keluhan ini berawal setelah pasien dikeroyok
oleh 3 hingga 4 orang di sebuah warung dengan menggunakan senjata tajam sekitar pukul 16.00
WIB. Pasien mengeluh nyeri pada tangan kanan dan kiri. Keluhan nyeri terutama saat ditekan
dan saat digerakkan sehingga membuat pasien tidak bisa menggerakkan tangan kanan dan
kirinya. Keluhan disertai luka robek di kepala bagian kanan. Pasien mengalami pingsan serta
mengalami muntah 2 kali. Keluhan pusing juga dirasakan pasien. Keluhan sesak nafas, nyeri
dada serta sulit menggerakkan kaki disangkal oleh pasien.
Kronologi kejadian, pasien awalnya sedang duduk di sebuah warung dengan teman-temannya.
Lalu beberapa saat di warung terjadi cekcok antara pasien dan orang- orang di warung. Setelah
beberapa saat di pinggir jalan, pasien tiba-tiba dikeroyok oleh 3 hingga 4 orang dengan
menggunakan senjata tajam (celurit). Pasien berusaha menangkis dengan tangan hingga
membuat tangan pasien luka dan juga mengenai bagian kepala. Setelah kejadian pasien
mengaku tidak sadarkan diri beberapa saat dan setelah sadar di rumah sakit garut pasien
mengalami muntah muntah.

1
Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah mengalami trauma sebelumnya


Riwayat penyakit hipertensi disangkal
Riwayat penyakit gula disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat penyakit hipertensi, kencing manis, asma dan keganasan pada anggota
keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat Pengobatan :

Pasien tidak menjalani pengobatan sebelumnya.

Riwayat Kebiasaan :
Pasien mengkonsumsi rokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis


Tanda-tanda vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 84x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36.0C
Tinggi Badan : 178 cm

Berat Badan : 75 kg

Keadaan Gizi : Baik

Status Generalis :

Kepala

Normocephal, rambut hitam dengan distribusi merata, tidak mudah dicabut, terdapat
vulnus laceratum pada kepala bagian kanan berukuran 3 cm x 2 cm x 1,5 cm.
Mata

2
Bentuk normal, simetris, pupil bulat dan isokor, conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+).

Telinga
Normotia, liang telinga lapang, tidak hiperemis, darah (-/-) sekret (-/-), serumen (+/+),
membran timpani utuh, benda asing (-/-).

Hidung
Bentuk normal, tidak ada deformitas, septum deviasi (-), konka hipertrofi (-/-), tidak
hiperemis, sekret (-/-), darah (-/-).

Mulut
Bibir luka (-), hematom (-), trismus (-), gigi- geligi dalam batas normal, oral hygiene
baik.

Leher
Inpeksi : jejas (-), oedem (-), hematom (-)
Palpasi : Bentuk normal, tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid, nyeri tekan (-)

Thorax
Paru Paru

Inspeksi : Gerak napas kanan dan kiri simetris, retraksi sela iga (-/-), jejas
(-), oedem (-), hematom (-), deformitas (-)
Palpasi : Vocal fremitus simetris kiri dan kanan, nyeri tekan (-/-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler kanan dan kiri, ronkhi (-/-), wheezing
(-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga 5 linea mid clavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, jejas (-), hematom (-), oedem (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan dinding perut (-), defense muscular (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

3
Genitalia
Tidak ada jejas, tidak terdapat nyeri

Ekstremitas Atas
Kanan Kiri

Otot Eutrofi Eutrofi

Tonus Normotoni Normotoni

Massa Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Sendi Tidak ada kelainan Brachioradialis : terbatas

Gerakkan Tidak ada kelainan Humerus : terbatas


Wrist join : terbatas
Kekuatan Lemah Lemah

Oedema Tidak Ada Tidak Ada

Status Lokalis Regio Humerus Dekstra

Look :
- (-) pembengkakan di lengan atas; (-) angulasi; (-) rotasi
- (-) deformitas
Feel :
- (-) pembengkakan di lengan atas, suhu kulit normal, teraba keras, (-) mobile,
(+) nyeri tekan, pulsasi ke distal (+), CRT 1, krepitasi (+)

Move :

- ROM aktif-pasif terbatas akibat nyeri

Status Lokalis Regio Humerus Sinistra


Look :
- (-) pembengkakan di lengan atas; (-) angulasi; (-) rotasi
- (-) deformitas

4
Feel :
- (-) pembengkakan di lengan atas, suhu kulit normal, teraba keras, (-) mobile, (+) nyeri
tekan, pulsasi ke distal (+), CRT 1, krepitasi (+)
Move :
- ROM aktif-pasif terbatas akibat nyeri

Status Lokalis Regio Brachi (radius-ulna)

Look :
- (-) pembengkakan di brachi; (-) angulasi; (-) rotasi
Feel :
- (-) pembengkakan di brachi, suhu kulit lebih hangat, teraba keras, (-) mobile,
(+) nyeri tekan, pulsasi ke distal (+), krepitasi (+)
Move :
- ROM aktif-pasif terbatas akibat nyeri

LABORATORIUM

27 januari 2017

Hematologi

Darah Rutin
Hb : 9,4 (13,0-18.0 g/dl)
Hematokrit : 27 (40-51 %)
Leukosit : 10.190/mm3 (3.600 10.600/mm3)
Trombosit : 137.000/mm3 (150.000 440.000/mm3)
Eritrosit : 3.09 juta/mm3 (3.5 6.5 juta/mm3)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto rontgen schaedel AP-Lat


Foto rontgen antebrachi dextra dan sinistra
Foto rontgen humerus sinistra

5
Foto rontgen thorax
Foto rontgen femur sinistra AP-Lat

Foto rontgen femur dekstra

6
DIAGNOSIS KERJA
Closed Fraktur Femur Sinistra 1/3 Tengah Distal Segmental Displace
Closed Fraktur Intratrochanter Femur Minimal Displaced + Shaft Femur Dekstra
Closed Fraktur Radial End Sinistra Fragmented Displaced
Multiple Vulnus Excoriosum

PENATALAKSANAAN
Rencana ORIF multiple fraktur
Rontgen femur sinistra AP-Lateral
Konsul Penyakit Dalam Medikamentosa

Drip Ketorolac 30 mg + Neurosanbe dalam RL 500 cc 15 gtt/menit Inj. Ranitidin 2x1


IV
Non Medikamentosa
Diet Bebas

PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam

7
Ad Sanationam : ad bonam

Follow Up Dokter
Tanggal 9/8/2016 12/8/2016 16/8/2016 19/8/2016
Os datang dengan
keluhan kedua
tungkainya terasa Os mengeluh
nyeri dan baal, batuk sejak Os mengatakan
Os mengeluh
setelah kemarin. Kaki terasa lebih baik,
nyeri pada lengan
sebelumnya os sulit digerakkan, kaki bisa
kiri dan kedua
S kecelakaan pusing -, mual -, digerakkan
tungkainya. Susah
motor, motor muntah -, kaki sedikit-sedikit,
digerakkan.
yang dikendarai nyeri dan sakit, masih nyeri bila
Demam -.
os menabrak lengan kiri sering tersentuh
angkot, pingsan keluar darah.
+, terdapat luka
terbuka di kening.

ku S.S kes
ku S.S kes ku S.S kes CM ku S.S kes
CM CM T 120/85 mmHg CM
T 130/80 mmHg T 120/70 mmHg N 80x/menit T 130/70 mmHg
O N 80x/menit N 70x/menit R 22x/menit N 88x/menit
R 22x/menit R 22x/menit S 36C R 22x/menit
S 36,5C S 36,5C L (-) S 36C
L (-) L (-) F nyeri (+) L (-)
F nyeri (+) F nyeri (+) M sulit digerakan F nyeri (+)
M ROM (-) M ROM (-) pada tungkai dan M ROM minimal
lengan
-Closed fraktur -Closed fraktur -Closed fraktur -Closed fraktur
femur Sinistra 1/3 femur Sinistra 1/3 femur Sinistra 1/3 femur Sinistra 1/3
proximal-tengah proximal-tengah proximal-tengah proximal-tengah
segmental, segmental, segmental, segmental,
A displaced -Closed displaced -Closed displaced -Closed displaced -Closed
fraktur radial end fraktur radial end fraktur radial end fraktur radial end
sinistra -Susp. sinistra -Susp. sinistra -Susp. sinistra -Susp.
Fraktur femur Fraktur femur Fraktur femur Fraktur femur
Dekstra Dekstra Dekstra Dekstra

8
Rencana ORIF
multiple fraktur
- Ro femur
sinistra
AP/Lat Perbaikan -Tunggu jadwal
- Drip -Jadwal operasi ke -Terapi teruskan -
-Jadwal operasi ke
ibu Emma Pasang traksi diatas
P ketorolak 30 mg + ibu Emma
-Sedia darah prc 2 lutut kurang lebih 5
neurosanbe dalam -Terapi teruskan
labu cm beban kaki 4
RL 500 cc -Terapi teruskan kg
15 tpm
- Inj Ranitidin 2x1
amp
- Konsul P. Dalam

Tanggal 23/8/2016 26/8/2016 30/8/2016 2/9/2016


S Os merasa nyeri Os mengeluh Os mengeluh Os sudah bisa
di daerah kaki dan nyeri pada luka nyeri saat kaki kiri menggerakkan
tangan op, demam -, BAK digerakkan kaki kirinya
terutama jika nyeri dan panas. perlahan. sedikit-sedikit.
disentuh. Nyeri pada kaki
kanan.
O ku S.S kes ku S.S kes ku S.S kes ku S.S kes
CM CM CM CM
T 130/80 mmHg T 120/70 mmHg T 120/80 mmHg T 110/90 mmHg
N 84x/menit N 92x/menit N 89x/menit N 86x/menit
R 22x/menit R 22x/menit R 22x/menit R 18x/menit
S 36,5C S 36,9C S 36,5C S 36,6C
L (-) L (-) L edem (-) L edem (-)
F nyeri (+) F nyeri (+) F nyeri (+) F nyeri (+)
M ROM (-) M ROM terbatas M ROM minimal M ROM minimal

9
A -Closed fraktur POD IV post POD VIII post POD XI post
femur Sinistra 1/3 ORIF closed ORIF closed ORIF closed
tengah distal fraktur femur fraktur femur fraktur femur
segmental, sinistra 1/3 sinistra 1/3 sinistra 1/3
displaced -Closed tengah distal tengah distal tengah distal
fraktur radial end segmental segmental segmental
sinistra -Susp. displaced displaced displaced
Fraktur femur
Dekstra
diagnosa OP ke-2:
Closed fraktur
intratrochanter
femur minimal
displaced + Shaft
femur dekstra +
Closed fraktur
radial end sinistra
fragmented
displaced

P Instruksi Post OP - -Terapi teruskan -Mobilisasi femur Instruksi Post OP -


Obeservasi TNRS -Dexketoprofen tab dan knee joint Obeservasi TNRS
tiap jam selama 24 2x1 po sinistra tiap jam selama 24
jam -Lutut harus mulai -Jadwal op ke-2 jam
-Puasa sampai BU + dimobilisasi, -Infus aff, terapi Inj -Puasa sampai BU +
-Inf RL:D5 2:1 20 letakkan bantal stop -Inf RL:D5 2:1 20
tpm dibawah lutut - -Levofloxacin tpm
-Inj ceforepazon Rencana operasi 500mg 1x1 tab -Inj ceftriaxon 1x1
non sulbaktam berikutnya -Na diclofenac gr
2x1gr 50mg 2x1 tab -Inj gentamisin
-Inj gentamisin -Ranitidin 2x1 tab 2x80 mg
2x80 mg -Ro ulang femur -Inj dexketoprofen
-Inj dexketoprofen sinistra Ap-Lat -Ro 2x1 amp
2x1 amp ulang pelvis AP -cek Hb dan Leuko
-cek Hb dan Leuko sinistra CITO post op,
CITO post op, transfusi bila Hb<10
transfusi bila mg/dl
Hb<10 mg/dl -GV mulai POD II -
-GV mulai POD II Ro ulang wrist joint
-Ro ulang femur seinistra dan femur
Ap-Lat dekstra ApLat
-Beban skeletal
traksi 5 kg

10
LAPORAN OPERASI
Tanggal : 23 Agustus 2016
Jenis operasi : ORIF Femur
DO : Ditemukan fraktur femur sinistra 1/3 tengah-distal-segmental displace
TO :
- Dilakukan tindakan a dan antiseptik
- Dilakukan insisi kutis dan subkutis posterolateral approach
- Ditemukan DO
- Dilakukan reduksi terbuka dan internal fiksasi mempergunakan femoral nail
- Perdarahan dirawat
- Luka operasi ditutup lapis demi lapis

Instruksi post OP :
- Observasi T/N/R/S tiap jam selama 24 jam
- Puasa sampai BU +
- Infus RL banding D5 2:1 20 tpm
- Inj. Cefoperazon non-sulbaktam 2x1 gr IV
- Inj. Gentamisin 2x80 mg IV
- Inj. Dexketoprofen 2x1 amp IV
- Cek Hb dan Leukosit CITO post op
- Transfusi bila Hb <10 mg/dl
- GV mulai hari ke-2 post OP
- RO ulang femur AP-Lateral
- Beban skeletal fraksi 5 kg

Tanggal : 2 September 2016


Jenis operasi : ORIF
DO :
- Ditemukan fraktur intertrochanter femur dekstra minimal displaced
- Ditemukan fraktur shaft femur chl displaced
- Ditemukan frakktur radial end fragmented displaced sinistra

TO :
- Dilakukan tindakan a dan antiseptik
- Dilakukan insisi kutis dan subkutis secara posterolateral approach
- Ditemukan DO
- Dilakukan ORIF PRS

11
- Perdarahan dirawat
- Luka operasi ditutup lapir demi lapis

Instruksi post OP :
- Observasi T/N/R/S tiap jam selama 24 jam
- Puasa sampai BU +
- Infus RL banding D5 2:1 20 tpm
- Inj. Cefoperazon non-sulbaktam 2x1 gr IV
- Inj. Gentamisin 2x80 mg IV
- Inj. Dexketoprofen 2x1 amp IV
- Cek Hb dan Leukosit CITO post op
- Transfusi bila Hb <10 mg/dl
- GV mulai hari ke-2 post OP
- RO ulang wrist joint dan femur dekstra AP-Lateral BAB III
PEMBAHASAN

Anatomi

12
Gambar 1. Anatomi Femur

Sistem tulang
1) Os. Femur
Merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas Caput Corpus dan collum
dengan ujung distal dan proksimal. Tulang ini bersendi dengan acetabulum dalam
struktur persendian panggul dan bersendi dengan tulang tibia pada sendi lutut.
Tulang paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar pada tubuh
yang termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang paha terdiri dari 3
bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis distalis.

- Epiphysis Proksimalis
Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris yang punya
facies articularis untuk bersendi dengan acetabulum ditengahnya terdapat
cekungan disebut fovea capitis. Caput melanjutkan diri sebagai collum femoris
yang kemudian disebelah lateral membulat disebut throcantor major ke arah
medial juga membulat kecil disebut trochantor minor. Dilihat dari depan, kedua

13
bulatan major dan minor ini dihubungkan oleh garis yang disebut linea
intertrochanterica (linea spiralis). Dilihat dari belakang, kedua bulatan ini
dihubungkan oleh rigi disebut crista intertrochanterica. Dilihat dari belakang
pula, maka disebelah medial trochantor major terdapat cekungan disebut fossa
trochanterica.
- Diaphysis
Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang melintang
merupakan segitiga dengan basis menghadap ke depan. Mempunyai dataran
yaitu facies medialis, facies lateralis, facies anterior. Batas antara facies
medialis dan lateralis nampak di bagian belakang berupa garis disebut linea
aspera, yang dimulai dari bagian proximal dengan adanya suatu tonjolan kasar
disebut tuberositas glutea. Linea ini terbagi menjadi dua bibit yaitu labium
mediale dan labium laterale, labium medial sendiri merupakan lanjutan dari
linea intertrochanrterica. Linea aspera bagian distal membentuk segitiga
disebut planum popliseum. Dari trochantor minor terdapat suatu garis disebut
linea pectinea. Pada dataran belakang terdapat foramen nutricium, labium
medial lateral disebut juga supracondylaris lateralis/medialis.
- Epiphysis distalis
Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan condylus
lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi masing-masing sebuah
bulatan kecil disebut epicondylus medialis dan epicondylus lateralis.
Epicondylus ini merupakan akhir perjalanan linea aspera bagian distal dilihat
dari depan terdapat dataran sendi yang melebar disebut facies patelaris untuk
bersendi dengan os. patella. Intercondyloidea yang dibagian proximalnya
terdapat garis disebut linea intercondyloidea.
2) Os. Patella
Terjadi secara desmal. Berbentuk segitiga dengan basis menghadap proximal dan
apex menghadap ke arah distal. Dataran muka berbentuk convex. Dataran belakang
punya dataran sendi yang terbagi dua oleh crista sehingga ada 2 dataran sendi yaitu
facies articularis lateralis yang lebar dan facies articularis medialis yang sempit.
3) Os. Tibia
Terdiri 3 bagian yaitu epipysis proximalis, dialysis dan epiphysis distalis: Epiphysis
proximalis terdiri dari 2 bulatan disebut condylus medialis dan condylus lateralis.
Disebelah atas terdapat dataran sendi disebut facies articularis superior, medial dan
lateral. Tepi atas epiphysis melingkar yang disebut infra articularis medialis dan
lateralis oleh suatu peninggian disebut eminentia intercondyloidea, yang disebelah
lateral dan medial terdapat penonjolan disebut tuberculum intercondyloideum
terdapat cekungan disebut fossa intericondyloidea anterior dan posterior. Tepi
lateral margo infra glenoidalis terdapat dataran disebut facies articularis fibularis
untukbersendi dengan os fibulae.
4) Os. Fibula
Tulang fibula terbentuk kecil dan hampir sama panjang dengan tibia, terletak
disebelah lateral dari tiga bagian yaitu epiphysis proximalis, diaphysis dan epiphysis
distalis, epiphysis proximalis membulat disebut capitullum fibula yang proximal
meruncing menjadi apex capitis fibula pada capitullum terdapat dua dataran yang
disebut facies articularis, capitullum fibula untuk bersendi dengan tibia.

14
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga
jenis dasar, yaitu; osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblast berfungsi dalam pembentukan
tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Adapun matriks tersusun atas 98% kolagen dan
2% substansi dasar (glikoaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan. Matriks
merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun.
Selanjutnya, osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tlang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Sementara osteoklas adalah sel multinuclear
(berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resopsi dan remodeling tulang.
Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Di tengah osteon
terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan
lamella. Di dalan lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalu prosesus yang
berlanjut ke dalam kanalikuli yang halus.
Tulang diselimuti oleh membrane fibrous padat yang dinamakan periosteum.
Periosteum memberikan nutrisi ke tulang dan memungkinkan tumbuh, selain sebagai tempat
perlekatan tendon dan ligament. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah dan limfatik.
Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel
pembentuk tulang. Endosteum adalah membrane vascular tipis yang menutupi rongga sumsum
tulang panjang dan rongga-rongga dalam bentuk kanselus. Osteoklas, yang melarutkan tulang
untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna howship
(cekungan pada permukaan tulang).

Gambar 2. Struktur Tulang

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa pemanjangan
dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan
tulang ditentukan oleh rangsangan hormone, factor makanan dan jumlah stress yang

15
dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktifitas sel-sel pembentuk tulang yaitu
osteoblast.
Osteoblast dijumpai di permukaan luar dan dalam tulang. Osteoblast berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi umtuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk,
matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap
pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast
tetap menjadi bagian osteoid, dan disebut osteosit atau tulang sejati. Seiring dengan
terbentuknya tulang, osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu system saluran
mikroskop di tulang. Sedangkan, penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi bersamaan dengan
pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena aktifitas sel-sel yang disebut osteoklas.
Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip monosit yang
terdapat pada tulang. Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang
mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat pada hanya
sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit. Setelah selesai
di suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblast. Osteoblast mulai mengisi daerah
yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah
melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat.
Faktor-faktor yang mengontrol aktifitas osteoblast dirangsang oleh olahraga dan stress
beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stress mengenai tulang. Fraktur tulang secara
drastic merangsang aktifitas osteoblast. Adapun factor-faktor yang mengontrol aktifitas
osteoklas terutama dikontrol oleh hormone paratiroid.

Fungsi tulang
1. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2. Melindung organ tubuh misalnya jantung, otak dan paru-paru dan jaringan luinak
3. Memberikan pergerakan
4. Membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang belakang
5. Menyimpan garam mineral

Definisi Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis,
baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma berat;
kadang-kadang trauma ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila tulangnya sendiri terkena
penyakit tertentu. Juga trauma ringan yang terus menerus dapat menimbulkan fraktur.

Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang femur
(Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (2004) fraktur femur adalah fraktur pada
tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung.
Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur
femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan
lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Helmi, 2012).
Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat disimpulkan bahwa
fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadi kehilangan kontinuitas tulang femur
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung dengan adanya
kerusakan jaringan lunak.

16
Epidemiologi Fraktur
Distribusi Frekuensi
a. Berdasarkan Orang
Fraktur lebih sering terjadi pada laki laki daripada perempuan dengan umur dibawah
45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang
disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki
laki menjadi penyebab tingginya risiko fraktur. Sedangkan pada orang tua,
perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki laki yang berhubungan
dengan meningkatnya insidens osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon
pada menopause. Tahun 2001, di Amerika Serikat terdapat lebih dari 135.000 kasus
cedera yang disebabkan olahraga papan selancar dan skuter. Dimana kasus cedera
terbanyak adalah fraktur 39% yang sebagian besar penderitanya laki laki dengan umur
di bawah 15 tahun. Di Indonesia, jumlah kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan
lalu lintas 4 kali lebih banyak terjadi pada laki laki daripada perempuan.

b. Berdasarkan Tempat dan Waktu


Di negara maju, masalah patah tulang pangkal paha atau tulang panggul merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang mendapat perhatian serius karena dampak yang
ditimbulkan bisa mengakibatkan ketidakmampuan penderita dalam beraktivitas.
Menurut penelitian Institut Kedokteran Garvan tahun 2000 di Australia setiap tahun
diperkirakan 20.000 wanita mengalami keretakan tulang panggul dan dalam setahun
satu diantaranya akan meninggal karena komplikasi. Di negara negara Afrika kasus
fraktur lebih banyak terjadi pada wanita karena peristiwa terjatuh berhubungan dengan
penyakit Osteoporosis. Di Kamerun pada tahun 2003, perbandingan insidens fraktur
pada kelompok umur 50 64 tahun yaitu, pria 4,2 per 100.000 penduduk, wanita 5,4
per 100.000 penduduk. Angka yang lebih tinggi di Maroko pada tahun 2005 insidens
fraktur pada pria 43,7 per 100.000 penduduk dan wanita 52 per 100.000 penduduk.

Di Indonesia jumlah kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas meningkat seiring
pesatnya peningkatan jumlah pemakai kendaraan bermotor. Berdasarkan laporan
penelitian dari Depkes RI tahun 2000, di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung
terdapat penderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 444 orang.

Determinan Fraktur
a. Faktor Manusia
Beberapa faktor yang berhubungan dengan orang yang mengalami fraktur atau patah
tulang antara lain dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, aktivitas olah raga dan massa
tulang.

-Umur
Pada kelompok umur muda lebih banyak melakukan aktivitas yang berat daripada
kelompok umur tua. Aktivitas yang banyak akan cenderung mengalami kelelahan
tulang dan jika ada trauma benturan atau kekerasan tulang bisa saja patah. Aktivitas
masyarakat umur muda di luar rumah cukup tinggi dengan pergerakan yangcepat pula
dapat meningkatkan risiko terjadinya benturan atau kecelakaan yang menyebabkan
fraktur. Insidens kecelakaan yang menyebabkan fraktur lebih banyak pada kelompok
umur muda pada waktu berolahraga, kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dari ketinggian.

17
Berdasarkan penelitian Nazar Moesbar tahun 2007 di Rumah Sakit Haji Adam Malik
Medan terdapat sebanyak 864 kasus patah tulang, di antaranya banyak penderita
kelompok umur muda. Penderita patah tulang pada kelompok umur 11 20 tahun
sebanyak 14% dan padakelompok umur 21 30 tahun sebanyak 38% orang.

-Jenis Kelamin
Laki laki pada umumnya lebih banyak mengalami kecelakaan yang menyebabkan
fraktur yakni 3 kali lebih besar daripada perempuan. Pada umumnya Laki laki lebih
aktif dan lebih banyak melakukan aktivitas daripada perempuan. Misalnya aktivitas di
luar rumah untuk bekerja sehingga mempunyai risiko lebih tinggi mengalami cedera.

Cedera patah tulang umumnya lebih banyak terjadi karena kecelakaan lalu lintas.
Tingginya kasus patah tulang akibat kecelakaan lalulintas pada laki laki dikarenakan
laki laki mempunyai perilaku mengemudi dengan kecepatan yang tinggi sehingga
menyebabkan kecelakaan yang lebih fatal dibandingkan perempuan. Berdasarkan
penelitian Juita, pada tahun 2002 di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan terdapat kasus
fraktur sebanyak 169 kasus dimana jumlah penderita laki laki sebanyak 68% dan
perempuan sebanyak 32%. Teknis Makmal Terpadu Imunoendokrinologi FKUI di
Indonesia pada tahun 2006 dari 1690 kasus kecelakaan lalu lintas proporsi yang
mengalami fraktur adalah sekitar 20%. Data dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada
tahun 2005 terdapat 83 kasus fraktur panggul, 36 kasus fraktur tulang belakang dan 173
kasus pergelangan tangan, dimana sebagian besar penderita wanita >60 tahun dan
penyebabnya adalah kecelakaan rumah tangga.

Etiologi Fraktur
Tulang relative rapuh, namun tulang mempunyai kekuatan dan ketahanan yang cukup
untuk menahan beban dan tekanan. Fraktur dapat terjadi karena:
1. Cedera
Kebanyakan fraktur terjadi secara tiba-tiba. Dimana fraktur dapat terjadi akibat
trauma langsung maupun tidak langsung.
Trauma langsung terjadi apabila kerusakan tulang terjadi pada titik yang terkena
dampak langsung dari trauma itu sendiri dan jaringan lunak biasanya rusak.
Contohnya terkena pukulan dari benda yang bergerak atau kejatuhan maupun
dipukul.
Trauma tidak langsung terjadi apabila kerusakan tulang jauh dari gaya yang
diterapkan. Contohnya gaya memutar atau gaya membengkok pada tulang.
2. Stress fracture
Fraktur terjadi pada tulang yang normal dimana penderita memberikan gaya
penekanan yang terus menerus seperti pada athlete, dancer dan anggota militer yang
mengikuti program latihan yang sangat melelahkan.
3. Fraktur patologis
Fraktur mungkin terjadi pada gaya atau tekanan yang normal jika tulang sudah
melemah karena perubahan strutur (osteoporosis,osteogenesis imferfekta atau paget
disease) atau mempunyai lesi (bone cyst atau metastasis).

18
Gambar 3. Mekanisme Cidera

Klasifikasi Fraktur
1. Jenis fraktur
Fraktur komplit :garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.
Fraktur inkomplit : garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang.
2. Berdasatkan bentuk garis fraktur transversal, oblik,
butterfly, spiral, segmental, dan kominutif

Gambar 4. Jenis Fraktur

3. Berdasarkan ada tidaknya pergeseran


Fraktur displaced : terjadinya pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga
disebut diskolasi fragmen.
Fraktur undisplaced : garis patahan komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser

19
4. Terbuka-tertutup
Fraktur terbuka: apabila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang
fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.
Fraktur tertutup: apabila tidak terdapat luka yang menghubungkan tulang
yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.

Derajat luka terbuka menurut klasifikasi gustilo dan Anderson:

Derajat Deskripsi luka

I Laserasi <1 cm
Kerusakan jaringan tidak berarti
Luka relative bersih
II Laserasi >1 cm
Tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi
Ada kontaminasi
III Luka lebar dan rusak hebat, atau hilangnya jaringan di sekitarnya,
kontaminasi hebat.
Derajat IIIA: tulang yang fraktur masih ditutupi oleh jaringa lunak
Derajat IIIB: terdapat periosteal stripping yang luas dan penutupan luka
dilakukan dengan flap local atau flap jauh
Derajat IIIC: fraktur disertai kerusakan pembuluh darah

Derajat luka tertutup menurut tscherne:


Derajat 0 : fraktur sederhana tanpa/disertai dengan sedikit kerusakan jaringan
Derajat 1: fraktur disertai dengan abrasi superfisial atau luka memar pada kulit
dan jaringan subkutan
Derajat 2: fraktur yang lebih berat dari derajat 1 yang disertai dengan kontusio
dan pembengkakan jaringan lunak
Derajat 3: fraktur berat yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan terdapat ancaman terjadinya sindrom kompartemen.

Menurut Helmi (2012) faktur femur dapat dibagi lima jenis berdasarkan letak garis fraktur
seperti dibawah ini:
a. Fraktur Intertrokhanter Femur
Merupakan patah tulang yang bersifat ekstra kapsuler dari femur, sering terjadi pada
lansia dengan kondisi osteoporosis. Fraktur ini memiliki risiko nekrotik avaskuler yang
rendah sehingga prognosanya baik. Penatalaksanaannya sebaiknya dengan reduksi
terbuka dan pemasangan fiksasi internal. Intervensi konservatif hanya dilakukan pada
penderita yang sangat tua dan tidak dapat dilakukan dengan anestesi general.

b. Fraktur Subtrokhanter Femur

20
Garis fraktur berada 5 cm distal dari trokhanter minor, diklasifikasikan menurut
Fielding & Magliato sebagai berikut: 1) Tipe 1 adalah garis fraktur satu level dengan
trokhanter minor; 2) Tipe 2 adalah garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas
trokhanter minor; 3) Tipe 3 adalah 2-3 inci dari batas atas trokhanter minor.
Penatalaksanaannya dengan cara reduksi terbuka dengan fiksasi internal dan tertutup
dengan pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu kemudian dilanjutkan dengan hip
gips selam tujuh minggu yang merupakan alternatif pada pasien dengan usia muda.

c. Fraktur Batang Femur


Fraktur batang femur biasanya disebabkan oleh trauma langsung, secara klinis dibagi
menjadi: 1) fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak, risiko
infeksi dan perdarahan dengan penatalaksanaan berupa debridement, terapi antibiotika
serta fiksasi internal maupun ekternal; 2) Fraktur tertutup dengan penatalaksanaan
konservatif berupa pemasangan skin traksi serta operatif dengan pemasangan
platescrew.

d. Fraktur Suprakondiler Femur


Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi
gaya aksial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi. Penatalaksanaan
berupa pemasanga traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan
lutut Pearson, cast-bracing dan spika pinggul serta operatif pada kasus yang gagal
konservatif dan fraktur terbuka dengan pemasangan nail-phroc dare screw.

e. Fraktur Kondiler Femur


Mekanisme trauma fraktur ini biasanya merupakan kombinasi dari gaya hiperabduksi
dan adduksi disertai denga tekanan pada sumbu femur ke atas. Penatalaksanaannya
berupa pemasangan traksi tulang selama 4-6 minggu dan kemudian dilanjutkan dengan
penggunaan gips minispika sampai union sedangkan reduksi terbuka sebagai alternatif
apabila konservatif gagal.

Manifestasi Klinis Fraktur


Fraktur tidak selalu terjadi pada daerah yang cedera, misalnya pukulan pada kaki bisa
saja fraktur pada patella, condilus femur dan acetabulum. Gejala yang dapat terjadi diantaranya
nyeri, bengkak, berkurang atau hilangnya pergerakan, pucat pada kulit atau sianosis, terdapat
darah pada urin, nyeri perut, kesulitan bernafas atau hilangnya kesadaran.
Diagnosis Fraktur
Diagnosis fraktur didasarkan pada jenis tulang yang patah (femur, tibia, dan
sebagainya), lokalisasinya (proksimal, tengah, distal dan sebagainya), pola garis fraktur (simpel
seperti transversal, oblik, kominutif, dan sebagainya) dan integritas kulit daerah tulang yang
mengalami fraktur (tertutup atau terbuka ). Sebagai contoh: fraktur femur distal dengan garis
fraktur transversal tertutup sinister. Untuk mencapai diagnosis Anda perlu membuat riwayat
keluhan penderita dengan deskripsi yang jelas, mencakup biomekanisme trauma, lokasi dan
derajat nyeri serta kondisi penderita sebelum kecelakaan seperti penyakit hipertensi dan
sebagainya.

21
Pemeriksaan fisik pada penderita fraktur selalu dimulai dengan look, kemudian feel dan
terakhir movement. Kemudian periksalah bagian yang terluka, cek arteri dan saraf, mencari
kemungkinan cedera pada daerah yang luka, dan mencari kemungkinan cedera di daerah yang
jauh. Kesalahan diagnosis jarang terjadi karena deformitas yang hebat dan jelas pada
pertengahan tulang panjang, apalagi teriihat tulang patah melalui luka yang terbuka. Pada
inspeksi (look) bagian lesi terlihat asimetri dari bentuk maupun posture, kebiruan, atau
kerusakan kulit akibat trauma maupun edema (swelling) yang terlokalisir dan berakhir menjadi
diffuse. Pada palpasi (feel) terasa nyeri tekan (tenderness) yang terlokalisir pada daerah fraktur,
gerakan abnomal, krepitasi, dan deformitas. Periksa gangguan sensibilitas dan temperatur
bagian distal lesi serta nadinya. Pemeriksaan gerakan (movement) dapat secara pasif dan aktif
pada sendi terdekat dari fraktur perlu dikerjakan dengan teliti. Pemeriksaan sendi dilakukan
untuk mengetahui apakah terjadi perluasan fraktur ke sendi tersebut. Umumnya suspek fraktur
dapat dibuat hanya dari riwayat dan pemeriksaan fisik.
Untuk setiap penderita yang diperkirakan fraktur, pemeriksaan radiologis yang diminta
hanya sebagai konfirmasi atau diagnosis, rencana terapi dan kritik medicolegal pada tindakan
pertama yang dilakukan terhadap penderita tersebut serta perkiraan prognosis nya. Oleh karena
itu pada permintaan X-ray proyeksi dan daerah yang diminta harus jelas. Kadangkala proyeksi
khusus seperti proyeksi oblik diperlukan atau sisi sehat guna perbandingan terutama pada
anakanak atau proyeksi stress guna menentukan adanya lesi pada ligamen sebagai stabilitas
sendi. Bahkan pemeriksaan yang lebih canggih seperti MRI, CT-scan dan lainnya perlu
dipikirkan untuk informasi yang rinci terhadap penderita. Ada beberapa kesalahan yang harus
dipikirkan seperti: fraktur scaphoid sukar dilihat dengan proyeksi konvensional atau standard
maka perlu proyeksi khusus. Fraktur kalkaneus memerlukan visualisasi tulang kalkaneus
dengan proyeksi tangensial dengan ataupun tanpa proyeksi oblik Pada pemotretan kolum femur
yang kurang terpusat pada lehernya maka visualisasi fraktur tersebut sukar dilihat. Demikian
juga fraktur avulsi pada tibial spine yang tidak terfokus pada daerah tersebut akan mengalami
kesukaran dalam menilai lesi daerah itu. Ada beberapa kesalahan dalam penilaian radiograph
seperti: penderita lanjut usia dengan keluhan tidak dapat menyangga berat badannya dengan
salah satu tungkai bawah setelah jatuh. Untuk hal ini diperlukan pemeriksaan yang teliti adanya
fraktur kolum femoris. Bila ditemukan daerah tersebut utuh maka perlu dicari adanya fraktur
pada rami pubik. Pada penderita fraktur patela karena dashboard injury, maka perlu dicari
apakah ada fraktur femur dan dislokasi sendi panggul. Fraktur kalkaneus akibat jatuh dari
ketinggian, perlu pemeriksaan yang teliti pada sisi lainnya. Penderita dengan sprain ankle pertu
diperiksa kaki secara keseluruhan karena sering disertai fraktur basis metatarsal ke lima sebagai
akibat trauma inversi. Penderita tidak sadar perlu pemeriksaan leher, torak dan pelvis.
Pemeriksaan X-Ray adalah wajib. Ingat rule of two:
1. two views. Fraktur atau diskolasi tidak dapat dilihat oleh satu sisi x ray, setidaknya diambil
dalam dua sisi (anteroposterior dan lateral) harus diambil
2. two joins. Sendi atas dan bawah dari fraktur harus dimasukan ke x-ray
3. two limbs. Pada anak-anak belum matangnya lempeng epifisis memuat bingung dalam
diagnosis fraktur. X-ray pada daerah yang tidak fraktur dibutuhkan sebagai pembanding
4. two injuries. Hantaman atau kekuatan yang besar biasanya menyebabkan cedera lebih dari
1 level. Fraktur pada calcaneus dan femur penting untuk melakukan x-ray pelvis dan tulang
belakang

22
5. two occasions. Beberapa fraktur sulit untuk dideteksi segera setelah cedera, Tetapi
pemeriksaan x-ray pada beberapa minggu berikutnya memungkinkan untuk melihat lesinya.
Contohnya pada fraktur undisplaced distal clavicular, scaphoid, collum femoral, dan
malleolus lateral.

Tatalaksana Fraktur
Setelah tindakan life saving maupun life limb telah diatasi maka pikirkan tindakan yang
terbaik terhadap fraktur itu sendiri. Pada tindakan awal yang dilakukan adalah memberikan
pembidaian sementara (temporary splinting) agar fraktur tertutup tidak menjadi terbuka
disamping dapat menghilangkan rasa nyeri dan mengurangi perdarahan. Bila deformitas hebat
sekali maka dianjurkan untuk mengkoreksi secara perlahan-lahan dengan menarik bagian distal
secara gentle. Pada fraktur terbuka perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologis dan foto kondisi
luka dengan kamera digital, demikian juga pemberian antibiotika spektrum luas disamping
melakukan irigasi cairan fisiologis atau water sterilize for irrigation sebanyak dua liter;
kemudian luka ditutup dengan kasa steril. Lalu kemudian penderita dikirim ke bagian radiologi
untuk dilakukan pengambilan X-ray. Penilaian fraktur berdasarkan data dari pemeriksaan fisik
dan radiograph berupa lokasi, bentuk garis fraktur (pattern), pergeseran dan angulasi fragmen
fraktur, dan kerusakan jaringan lunak di sekitar fraktur seperti saraf atau pembuluh darah. Ada
dua kemungkinan yang dapat dilakukan pada terapi penderita fraktur yaitu: secara konservatif
atau secara operatif.
Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula
(reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi)
(Sjamsuhidajat dkk, 2011).
a. Reposisi
Tindakan reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi dilakukan pada
fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada fraktur radius distal.
Reposisi dengan traksi dilakukan terus-menerus selama masa tertentu, misalnya
beberapa minggu, kemudian diikuti dengan imobilisasi. Tindakan ini dilakukan pada
fraktur yang bila direposisi secara manipulasi akan terdislokasi kembali dalam gips.
Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur. Reposisi
dilakukan secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara
operatif, misalnya reposisi patah tulang pada fraktur kolum femur. Fragmen direposisi
secara non-operatif dengan meja traksi, setelah tereposisi, dilakukan pemasangan
prosthesis secara operatif pada kolum femur (Nayagam, 2010).

23
Gambar 5. Metode Traksi

Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar (OREF) dilakukan untuk fiksasi
fragmen patahan tulang, dimana digunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen
tulang, kemudian pin baja disatukan secara kokoh dengan batangan logam di kulit luar.
Beberapa indikasi pemasangan fiksasi luar antara lain fraktur dengan rusaknya jaringan
lunak yang berat (termasuk fraktur terbuka), dimana pemasangan internal fiksasi terlalu
berisiko untuk terjadi infeksi, atau diperlukannya akses berulang terhadap luka fraktur
di sekitar sendi yang cocok untuk internal fiksasi namun jaringan lunak terlalu bengkak
untuk operasi yang aman, pasien dengan cedera multiple yang berat, fraktur tulang
panggul dengan perdarahan hebat, atau yang terkait dengan cedera kepala, fraktur
dengan infeksi.

Gambar 6. Fiksasi Eksternal pada Fraktur


Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan
fiksasi interna (ORIF), misalnya pada fraktur femur, tibia, humerus, atau lengan bawah.
24
Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa
juga plat dengan skrup di permukaan tulang. Keuntungan reposisi secara operatif adalah
dapat dicapai reposisi sempurna, dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah
operasi tidak diperlukan pemasangan gips lagi dan segera bisa dilakukan imobilisasi.
Indikasi pemasangan fiksasi interna adalah fraktur tidak bisa di reduksi kecuali dengan
operasi, fraktur yang tidak stabil dan cenderung terjadi displacement kembali setelah
reduksi fraktur dengan penyatuan yang buruk dan perlahan (fraktur femoral neck),
fraktur patologis, fraktur multiple dimana dengan reduksi dini bisa meminimkan
komplikasi, fraktur pada pasien dengan perawatan yang sulit (paraplegia, pasien
geriatri) (Nayagam, 2010; Sjamsuhidajat dkk, 2011; Bucholz; Heckman; Court-Brown,
2006).

Gambar 7. Fiksasi Internal

b. Imobilisasi
Pada imobilisasi dengan fiksasi dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap
memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah
pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting. Imobilisasi yang lama
akan menyebabkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Oleh karena itu diperlukan
upaya mobilisasi secepat mungkin (Nayagam, 2010).

c. Rehabilitasi
Rehabilitasi berarti upaya mengembalikan kemampuan anggota yang cedera atau alat
gerak yang sakit agar dapat berfungsi kembali seperti sebelum mengalami gangguan
atau cedera (Widharso, 2010).

25
Proses Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan Fraktur (Healing Process) ada lima stadium yaitu: stadium hematoma
dan inflamasi, stadium angiogenesis dan pembentukan tulang rawan (kartilago), stadium
kalsifikasi kartilago, stadium pembentukan tulang dan terakhir stadium remodeling.
Pada fraktur akan terjadi robekan pembuluh darah sehingga terjadi hematoma. Daerah
tersebut banyak terdapat sel-sel aktif dalam pembentukan kalus (angiogenesis). Pada hematoma
segera terjadi infiltrasi vascular sehingga daerah tersebut diganti dengan jaringan fibrovascular,
serabut kolagen masuk dan mendeposit mineral. Proses kalsifikasi jaringan kartilago sampai
terjadi kalus yang menjembatani fragmen maka diikuti proses remodeling. Namun deformitas
rotasi tidak akan terjadi proses remodeling oleh sebab itu periu tindakan koreksi setiap rotasi
yang terjadi pada fraktur. Proses ini disebut penyambungan fraktur secara sekunder (secondary
healing) Pada pemasangan fiksasi yang kaku (rigid) maka proses penyambungan fraktur
tersebut adalah primary healing karena terjadi kontak kortek secara langsung, remodeling
haversian langsung dan menghambat pembentukan kalus. Hal ini disebabkan reduksi anatomi,
pemasangan fiksasi yang kaku dan pembuluh darah yang utuh. Pada x-ray terlihat: peningkatan
bayangan osteoporosis pada ujung-ujung fragmen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyambungan Fraktur
Proses penyambungan fraktur dipengaruhi oleh umur penderita seperti pada anak-anak
lebih cepat dibanding dengan orang dewasa. Lokasi atau tipe tulang itu sendiri sebagai contoh
di daerah kanselous lebih cepat dibanding dengan daerah kortikal. Perlu diketahui bahwa
peranan pembuluh darah memegang peranan dalam pembentukan kalus. Ada lagi beberapa
faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur seperti: pola fraktur seperti: comminuted /
segmental, interposisi, distraksi (gap), severe energy trauma, diabetes, alkoholisme, perokok,
pengobatan fraktur yang terlambat, pengobatan steroid, anti-inflammatory agent,
anticonvulsant agent, vasculopathy, infeksi mobilitas fragmen fraktur, fraktur intraartikular,
fraktur patologis dan gender.
Beberapa Terminologi Komplikasi Proses Penyambungan Fraktur
Ada tiga istilah dalam proses abnormal penyambungan fraktur yaitu: penyambungan
lambat (slow union), delayed union dan non-union. Penyambungan lambat yaitu
penyambungan fraktur membutuhkan waktu lama dibanding dengan waktu biasanya (normal),
tetapi stadium proses penyambungan berjalan seperti normal tanpa ada pergeseran. Penderita
cukup diberi pengertian dan menjaga kondisi kesehatan yang baik. Adapun delayed union
adalah union gagal terjadi dalam waktu yang diperkirakan. Perbedaannya dengan
penyambungan lambat dapat dilihat pada radiograph terjadi perubahan abnormal di tulang pada
delayed union. Permasalahannya adalah kesukaran dalam menentukan bahwa kondisi ini akan
berlanjut union atau berakhir menjadi non-union. Oleh sebab itu dalam waktu dua bulan tidak
ada tanda-tanda union periu dinilai fiksasinya pada radiograph penderita Bila yakin tidak akan
terjadi non-union maka fiksasi dilanjutkan. Setelah 4-6 minggu dinilai kembali secara
radiograph dan apabila tidak ada perubahan maka terapi secara aktif seperti pembedahan
memperbaiki fiksasi dsb periu dipikirkan.
Pada non-union yaitu fraktur gagal terjadinya penyambungan artinya fragmen fraktur
tidak akan pernsah bersatu lagi. Ada dua tipe yang perlu diketahui yaitu: 1). Hypertrophic
nonunion atau disebut juga elephant foot appearance, dimana ujung fragmen fraktur pada
radiograph terlihat sklerotik dan melebar. Garis fraktur masih teriihat jelas dengan disertai gap
yang berisi kartilago atau jaringan fibrus. Adanya peningkatan densitas tulang menunjukan

26
vaskularisasi disitu baik. Oleh karena itu perbaikan fiksasi akan terjadi mineralisasi jaringan
fibrus dan kartilago di gap tersebut menjadi tulang dan bone induction. 2). Atrophic non-union
di tempat fraktur tidak terjadi kegiatan sel-sel, sehingga ujung-ujung terlihat menyepit, bunder,
osteoporortik dan umumnya avaskular. Oleh sebab itu perlu pemasangan fiksasi yang kaku,
membuang jaringan fibrus diantra fragmen, dekortikasi dan grafting. Proses penyambungan
fraktur berjalan normal tapi terdapat angulasi atau rotasi maupun sedikit deformitas yang
mempunyai potensi akan gangguan fungsi atau terjadi pemendekan tulang (discrepancy) yang
tidak dapat ditolerir maka akan mengganggu fungsi ekstremitas tersebut. Hal tersebut diatas
disebut malunion. Perlu diketahui bahwa pemendekan 1-1,5 cm dapat diterima.

Komplikasi Fraktur
Untuk mengetahui komplikasi fraktur maka harus mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi proses penyembuhan fraktur itu sendiri. Ada beberapa faktor: tipe tulang
(kanselous, kortikel), umur pasien, gerakan ujungujung fragmen, separasi dari ujung fragmen
(interposisi, distraksi, ORIF), infeksi, gangguan suplai darah, meluasnya fraktur ke sendi,
adanya kelainan patologi di tulang itu sendiri dan faktor-faktor yang masih belum jelas seperti
fraktur klavikula sangat jarang terjadi nonunion dan sebagainya.
Komplikasi fraktur dapat meliputi kerusakan jaringan lunak sehingga dapat
menimbulkan perdarahan, hypovolemic shock, infection, gangguan keseimbangan elektrolit,
kerusakan protein dan gangguan metabolisme akibat trauma. Perdarahan juga menimbulkan
pembekuan dan dapat ikut aliran darah. Bila sampai ke paru-paru akan terjadi ganguan
pemafasan. Oteh sebab itu perlu dicegah terjadi thrombus dengan memberi anti-koagulan.
Perdarahan juga dapat menimbulkan peningkatan tekanan intra kompartemen sehingga terjadi
sindrom kompartemen. Bila dibiarkan akan terjadi nekrosis bagian distal fraktur dan ini
merupakan indikasi untuk dilakukan fasiotomi.
Komplikasi juga dapat disebabkan perawatan yang lama seperti pneumonia hypostatic,
luka lecet akibat penekanan (decubitus), kencing batu dan infeksi saluran kencing. Demikian
juga komplikasi dapat diakibatkan karena pembedahan dan anastesi atau komplikasi akibat
fraktur itu sendiri seperti kekakuan sendi, sudeck atrophy, nekrosis avaskular, emboli lemak
dan komplikasi dari implant yang dipakai untuk fiksasi. Gangguan proses penyambungan
fraktur dapat berupa penyambungan yang lambat (slow union), delayed union dan nonunion.
Perbedaan antara slow union dengan delayed union tertetak pada gambaran radiograph. Pada
delayed union terdapat perubahan tulang yang abnormal terutama di daerah fraktur sedangkan
pada stow union radiograph masih menunjukkan proses penyambungan. Adapun nonunion
sama sekali tidak ada proses penyambungan dengan tertutupnya kanalis medularis pada tulang
panjang. Ada 2 macam nonunion yaitu hypertrophic nonunion atau juga disebut elephant foot
appearance artinya vaskularisasinya masih baik, sedangkan atrophic nonunion tidak ada
aktivitas seluler pada daerah fraktur. Ujung fragmen kelihatan menyempit, bundar dan
osteoporotik dengan sering avaskuler. Tujuan terapi terhadap gangguan penyambungan fraktur
adalah memperbaiki aktifitas sel-sel yang berperan dalam pembentukan kalus disamping
menilai imobilisasi fragmen itu sendiri. Penderita yang mengalami fraktur, baik dilakukan
terapi konsevatif maupun terapi operatif, akan kehilangan penghasilan akibat penurunan fungsi
selama perawatan sehingga penderita mengalami depresi yang kadangkala membutuhkan terapi
psikologi.

27
Prognosis Fraktur
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak seperti
jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian
tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur mulai terjadi
segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai
sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang
secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan
suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.

Daftar Pustaka

Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi ketujuh. Jakarta:
Widya Medika. 1995.

28
Doherty M. Gerard. Current Diagnosis and Treatment Surgery.13th Edition. New York: Mc
Grow Hill. 2009
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius.
2000.
Schwartz, Shires, Spencher. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi keenam. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran. 2000.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2005.
Sobbota. 2010. Sobbotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 21. EEG penerbit buku Kedokteran.
Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai