Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

KEGAWATDARURATAN THT

PENULIS :
Putri Yulia Habsari (2012730078)

PEMBIMBING :
Dr. Frita Oktina W, Sp.THT-KL

Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta

STASE THT BLUD SEKARWANGI


BENDA ASING DI JALAN NAPAS

Definisi

Benda asing di dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari

dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada. Dengan demikian benda asing dijalan nafas

adalah benda yang terdapat pada alat-alat pernafasan yang normalnya tidak ada. Benda asing

tersebut dapat terhisap mulai dari hidung hingga traktus trakeo-bronkial.

Benda asing yang berasal dari luar tubuh, disebut benda asing eksogen, biasanya masuk

melalui hidung dan mulut sedangkan yang berasal dari dalam tubuh disebut benda asing

endogen.

Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda eksogen padat terdiri

dari zat organik, seperti kacang-kacangan(dari tumbuhan), tulang (dari kerangka binatang), dan

zat anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu lain-lain. Benda asing eksogen cair terbagi dalam

benda cair bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda cair non-iritatif, yaitu dengan ph 7,4.

Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah dan bekuan darah,nanah krusta

cairan amnion, mekonium dapat masuk kedalam saluran nafas bayi pada saat proses persalinan.

Etiologi dan Faktor Resiko

Terdapat bebrapa faktor resiko yang mempermudah terjadinya benda asing kedalam

saluran pernafasan yaitu sebagai berikut:

a. Faktor personal, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat

tinggal.

b. Faktor kegagalan mekanisme proteksi normal, misal keadaan tidur, kesadaran

menurun, alkoholisme, dan epilepsi.

c. Faktor fisik yaitu kelainan dan penyakit neurologik.

d. Proses menelan surgical misal tindakan bedah , ekstraksi gigi, dan gigi molar yang

belum tumbuh pada anak umur <4tahun.


e. Faktor kejiwaan, misal emosi dan gangguan psikis.

f. Faktor ukuran dan bentuk serta sifat benda asing.

g. Faktor kecerobohan, seperti meletakkan benda asing dimulut, persiapan makan

yang kurang baik , makan dan minum yang tergesa-gesa, makan sambil bermain

pada anak-anak, dan memberikan kacang atau permen pada anak yang gigi

molarnya belum lengkap.

Benda asing bronkus paling sering berada di bronkus kanan, karena bronkus utama

kanan lebih besar dan membentuk sudut lebih kecil terhadap trakea dibandingkan bronkus kiri.

Patogenesis

Benda asing mati di hidung cenderung menyebabkan edema dan inflamasi mukosa

hidung, dapat terjadi ulserasi, epistaksis , jaringan granulasi dan dapat berlanjut menjadi

sinusitis. Benda asing hidup menyebabkan reaksi inflamasi dengan derajat bervariasi dari

infeksi lokal sampai destruksi masif tulang rawan dan tulang hidung dengan membentuk daerah

supurasi yang dalam dan berbau.

Tujuh puluh lima persen dari benda asing di bronkus ditemukan pada anak dibawah

umur 2 tahun dengan riwayat yang khas yaitu:

Pada saat benda asing atau makanan ada di dalam mulut, anak tertawa atau menjerit

sehingga pada saat inspirasi, laring terbuka dan makanan atau benda asing masuk kedalam

laring pada saat sfingter laring, pasien batuk berulang-ulang, sumbatan ditrakea, mengi, dan

sianosis. Bila benda asing telah masuk kedalam trakea atau bronkus, kadang-kadang terjadi

fase asimtomatik selama 24 jam atau lebih, kemungkinan diikuti oleh fase pulmonum dengan

gejala yang tergantung pada derajat sumbatan bronkus.

Benda asing organik, seperti kacang-kacangan, mempunyai sifat higroskopik, mudah

menjadi lunak dan mangambang oleh air, serta menyebabkan iritasi pada mukosa. Mukosa
bronkus menjadi edema dan meradang, serta dapat pula terjadi jaringan granulasi di sekitar

benda asing, sehingga gejala sumbatan bronkus makin hebat.

Benda asing anorganik menimbulkan rekasi jaringan yang lebih ringan, dan lebih

mudah di diagnosis dengan pemeriksaan radiologik, karena umumnya benda asing anorganik

bersifat radioopak. Benda asing yang terbuat dari metal dan tipis, seperti peniti, jarum, dapat

masuk kedalam bronkus yang masuh distal dengan gejala batuk spasmodik. Benda asing yang

lama berada di bronkus dapat menyebabkan perubahan patologik jaringan sehingga

menimbulkan komplikasi, antara lain penyakit paru kronik supuratif, bronkiektasis, abses paru,

dan jaringan granulasi yang menutupi benda asing

Gejala Klinis

Gejala sumbatan benda asing di saluran nafas tergantung pada lokasi benda asing,

derajat sumbatan, bentuk dan ukuran benda asing. benda asing yang masuk melalui hidung

dapat tersangkut di hidung, nasofaring, laring, trakea, dan bronkus. Benda yang masuk melalui

mulut dapat berhenti di orofaring, hipofaring, tonsil, dasar lidah, sinus piriformis, esophagus

atau dapat tersedak masuk ke laring, trakea dan bronkus.

Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing akan mengalami 3 stadium:

1. Stadium pertama : gejala permulaan yaitu batuk-batuk hebat secara tiba-tiba, rasa

tercekik, rasa tersumbat ditenggorokan, bicara gagap dan obstruksi jalan nafas.

2. Stadium kedua : gejala stadium permulaan diikuti oleh interval asimtomatik hal ini

terjadi karena benda asing tersangkut, reflek-reflek akan melemah dan gejala

rangsangan akut menghilang. Stadium ini berbahaya sering menyebabkan

keterlambatan diagnosis dan cenderung mengabaikan kemungkinan aspirasi benda

asing karena gejala dan tanda tidak jelas.


3. Stadium ketiga : telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi atau infeksi

sebagai akibat reaksi terhadap benda asing sehingga timbul batuk-batuk, himoptisis,

pneumonia, dan abses paru.

Benda asing di hidung

Pada anak sering luput dari perhatian orangtua karena tidak ada gejala dan bertahan

dalam waktu yang lama. Dapat timbul rinolith disekitar benda asing.

Gejala yang paling sering adalah hidung tersumbat , rinorea unilateral dengan cairan

kental dan berbau. Kadang-kadang terdapat rasa nyeri, demam, epistaksis dan bersin. Pada

pemeriksaan tampak edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi

ulserasi. Benda asing biasanya tertutup oleh mukopus, sehingga disebut sinusitis. Dalam hal

demikian bila akan menghisap mukopus haruslah berhati-hati supaya benda asing itu tidak

dapat masuk kelaring, trakea dan bronkus. Benda asing seperti karet busa, sangat cepat

menimbulkan sekret yang berbau busuk.

Benda asing di orofaring dan hipofaring

Benda asing di orofaring dan hipofaring dapat tersangkut antaralain di tonsil, dasar

lidah, valekula, sinus piriformis yang menimbulkan rasa nyeri pada waktu menelan (odinofagi)

baik makanan maupun ludah. Terutama bila benda asing tajam seperti tulang ikan, tulang ayam.

Untuk memeriksa dan mencari benda itu di dasar lidah, vanekula dan sinus piriformis

diperlukan kaca tenggorokan yang besar.

Benda asing di laring

Benda asing dilaring dapat menutup laring, tersangkut diantara pita suara atau ada di

subglotis. Gejala sumbatan laring tergantung pada besar, bentuk dan letak benda asing.
- Sumbatan total dilaring akan menyebabkan:

Keadaan gawat biasanya kematian mendadak karena terjadi afiksia dalam

waktu singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya spasme laring dengan gejala antara

lain disfonia sampai afonia, apne dan sianosis.

- Sumbatan tidak total di laring akan menyebabkan:

Gejala suara parau, difonia sampai afonia, batuk disertai sesak, odinofagia,

mengi, sianosis, hemoptisis, dan rasa subjektif dari benda asing( pasien akan

menujukan lehernya sesuai dengan letak benda asing itu tersangkut) dan dispne dengan

derajat bervariasi. Gejala ini jelas bila benda asing masih tersangkut dilaring , dapat

juga benda asing turun ke trakea, tapi masih meninggalkan reaksi laring oleh karena

edema.

Benda asing di trakea

Disamping gejala batuk dengan tiba-tiba yang berulang-ulang dengan rasa tercekik

(choking), rasa tersumbat ditenggorokan (gagging), terdapat gejala patonomomik yaitu audible

slap, pappatory thud dan asthmatoid wheeze ( nafas bunyi saat ekspirasi) . benda asing di trakea

yang masih dapat digerakkan, pada saat benda asing itu sampai di karina, dengan timbulnya

batuk, benda asing akan terlempar ke laring. Sentuhan benda asing dapat terasa merupakan

getaran di derah tiroid yang disebut oleh jackson sebagai palpatory trud atau dapat dapat

didengar oleh stetoskop di daerah tiroid, yang disebut audible slap. Selain itu terdapat juga

gejala suara serak, dispne dan sianosis, tergantung pada besar benda asing serta lokasinya.

Gejala palpatory thud serta audible slap lebih jelas teraba atau terdengar bila pasien tidur

terlentang dengan mulut terbuka saat batuk, sedangkan gejala mengi (asthmatoid wheeze)

dapat didengar pada saat pasien membuka mulut dan tidak ada hubungannya dengan penyakit

asma bronkial.
Benda asing di bronkus

Lebih banyak masuk kebronkus kanan karena bronkus kanan hampir merupakan garis

lurus dengan trakea, sedangkan bronkus kiri membuat sudut dengan trakea. Pasien dengan

benda asing di bronkus datang ke rumah sakit kebanyakan berada pada fase asimtomatik. Pada

fase ini keadaan umum pasien masih baik dan foto rontgen toraks belum memperlihatkan

kelainan.

Pada fase pulmonum, benda asing berada di bronkus dan dapat digerakan ke perifer.

Pada fase ini udara dapat masuk ke segmen paru terganggu secara progresif dan pada auskultasi

terdengar ekspirasi memanjang disertai dengan mengi. derajat sumbatan bronkus dan gejala

yang ditimbulkannya bervariasi, tergantung pada bentuk, ukuran, dan sifat benda asing dan

dapat timbul emfisema, atelektasis, drowned lung serta abses paru.

Benda asing organik menyebabkan reaksi yang hebat pada saluran nafas dengan gejala

laringotrakeabronkitis, toksemia, batuk, dan demam ireguler. Tanda fisik benda asing di

bronkus bervariasi, karena perubahan posisi benda asing dari satu sisi ke sisi yang lain dalam

paru.

Diagnosis

Diagnosis klinis benda asing ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya riwayat

tersedak sesuatu, tiba-tiba timbul choking (rasa tercekik) gejala, tanda pemeriksaan fisik

dengan auskultasi, palpasi dan pemeriksaan radiologik sebagai pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan Penunjang

Pada kasus benda asing di saluran nafas dapat dilakukan pemeriksaan radiologik dan

laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda asing yang bersifat radioopak

dapat dibuat Ro foto segera setelah kejadian, sedangkan benda asing yang berasal dari

radiolusen ( seperti kacang-kacangan) dibuat Ro setelah 24 jam kejadian, karena sebelum 24


jam kejadian belum menunjukan gambaran radiologis yang berarti. Biasanya setelah 24 jam

baru tampak tanda atelektasis atau emfisema.

a. Pemeriksaan radiologi

Leher dalam posisi tegak untuk menilai jaringan lunak leher dan pemeriksaan

torak postero anterior dan lateral sangat penting pada aspirasi benda asing.

Pemeriksaan toraks lateral dilakukan dengan lengan di belakang punggung, leher

dalam fleksi dan kepala ekstensi untuk melihat keseluruhan jalan nafas dari mulut

sampai karina. Karena benda asing sering tersangkut di orifisium bronkus utama atau

lobus.

b. Video fluoroskopi

Merupakan cara terbaik untuk melihat saluran nafas secara keseluruhan, dapat

mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi dan adanya obstruksi parsial.

Emfisema parsial merupakan bukti radioopak pada benda asing disaluran nafas

setelah 24 jam benda teraspirasi. Gambaran emfisema tampak sebagai pergeseran

mediastinum kesisi paru yang sehat pada saat ekspirasi dan pelebaran intercostal.

c. Bronkogram

Berguna untuk benda asing radiolusen yang berada di perifer pada pandangan

endoskopi, serta perlu untuk menilai bronkiektasis akibta benda asing yang lama

berada di bronkus.

d. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium darah diperlukan utuk mengetahui adanya

gangguan keseimbangan asam basa serta tanda infeksi traktus trakeobronkial.

Penatalaksanaan

Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing dengancepat dan tepat perlu

diketahui dengan sebaik-baiknya gejala disetiap lokasi tersangkutnya benda asing tersebut.
a. Benda asing dihidung

Cara mengeluarkan benda asing dari dalam hidung ialah dengan memakai

pengait (haak) yang dimasukan kedalam hidung dibagian atas, menyusuri atap kavum

nasi sampai menyentuh nasofaring. Setelah itu pengait diturunkan sedikit dan ditarik

kedepan. Dengan cara benda asing itu akan ikut terbawa keluar. Dapat pula

menggunakan cunam nortman atau wire loop.

Tidaklah bijaksana bila mendorong benda asing dari hidung kearah

nasofaring dengan maksud supaya masuk kedalam mulut. Dengan cara itu benda

asing dapat masuk kelaring dan saluran nafas, sehingga menimbulkan keadaan yang

gawat.

Pemberian antibiotik sistemik selama 5-7 hari hanya diberikan pada kasus

benda asing hidung yang telah menimbulkan infeksi hidung.

Benda asing ditonsil dapat diambil dengan memakai pinset atau cunam.

Biasanya yang tersangkut ditonsil adalah benda tajam seperti tulang ikan, jarum atau

kail.

b. Benda asing di dasar lidah

Dapat dilihat dengan kaca tenggorokan yang besarpasien diminta menarik

lidahnya sendiri dan pemeriksa memegang kaca tenggorokan dengan tangan kiri,

sedangkan tangan kiri memegang cunam untuk mengambil benda tersebut. Bila

pasien sangat perasa sehingga sulit dilakukan tindakan, sebelumnya dapat

disemprotkan obat seperti xylocain atau pantokain ( anastetikum).

c. Benda asing di laring

Pasien dengan dilarang harus diberikan pertolongan dengan segera, karena

afiksia dapat terjadi dalam waktu hanya beberapa menit.


Pada anak dengan sumbatan total laring dapat dicoba menolongnya dengan

memegang anak dengan posisi terbalik, kepala kebawah, kemudian daerah

punggung/tengkuk dipukul, sehingga diharapkan benda asing dapat di batukan ke

luar.

Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring secara

total ialah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver) dapat dilakukan

pada anak maupun dewasa. Menurut teori heimlich benda asing masuk kedalam

laring ialah pada waktu inspirasi.

Dengan perasat heimlich dilakukan penekanan pada paru, caranya ialah bila

pasien masih dapat berdiri maka penolong dapat berdiri di belakang pasien. Kepalan
tangan kanan penolong diletakkan diatas prosesus xifoid, sedangkan tangan kirinya

diletakkan diatasnya. Kemudian dilakukan penekanan kebelakang dan ke atas kearah

paru beberapa kali, sehingga diharapkan benda asing akan terlempar keluar dari

mulut pasien.

Bila pasien sudah terbaring karena pingsan, maka penolong bersetumpu pada

lututnya di kedua sisi pasien, kepalan tangan diletakkan di bawah prosesus xifoid ,

kemudian dilakukan penekanan kebawah kearah paru pasien beberapa kali, sehingga

benda asing akan terlempar keluar mulut. Pada tindakan ini posisi muka pasien harus

lurus, leher jangan di tekuk kesamping, supaya jalan nafas merupakan garis lurus.

Komplikasi perasat heimlich ialah kemungkinan terjadi ruptur lambung atau

hati dan fraktur iga. Oleh karena itu pada anak sebaiknya cara menolongnya tidak

dengan menggunakan kepalan tangan, tetapi cukup dengan dua buah jari kiri dan

kanan.

Pada sumbatan benda asing tidak total di laring, perasat heimlich tidak dapat

digunakan. Dalam hal ini pasien masih dapat dibawa kerumah sakit terdekat untuk

diberi pertolongan dengan dengan menggunakan laringoskop atau bronkoskop, atau

kalau alat-alat itu tidak ada, dilakukan trakeostomi, pasien tidur dengan posisi

trendelenburg, kepala lebih rendah dari badan, supaya benda asing tidak turun di

trakea. Kemudia pasien dapat dirujuk kerumah sakit yang mempunyai fasilitas

laringoskopi atau bronkoskopi untuk mengeluarkan benda asing tersebut dengan

cunam. Tindakan ini dapat dilakukan dengan anestesi (umum) atau analgesia (lokal).

d. Benda asing di trakea


Benda asing ditrakea dikeluarkan dengan bronkoskopi, tindakan ini

merupakan tindakan yang harus dilakukan segera, dengan pasien tidur telentang

posisi trendelenburg, supaya benda asing tidak turun ke bronkus.

Pada waktu bronkoskopi, benda asing dipegang dengan cunam yang sesuai

dengan benda asing itu, dan ketika dikeluarkan melalui laring diusahakan sumbu

panjang benda asing segaris dengan sumbu panjang trakea, jadi pada sumbu vertikal

untuk memudahkan pengeluaran benda asing melalui rima glotis.

Bila fasilitas untuk melakukan bronkoskopi tidak ada, maka pada kasus benda

asing di trakea dapat dilakukan trakeostomi dan bila benda asing itu dikeluarkan

dengan memakai cunam atau alat penghisap melalui trakeostomi. Bila tidak berhasil

pasien dirujuk.

e. Benda asing di bronkus

Untuk mengeluarkan benda asing dari bronkus dilakukan bronkoskopi,

menggunakan bronkoskop kaku atau serat optik dengan memakai cunam yang sesuai

dengan benda asing itu. Tindakan bronkoskopi harus segera dilakukan apalagi bila

benda bersifat organik.


Benda asing yang tidak dapat dikeluarkan dengan bronkoskopi, seperti benda

asing tajam, tidak rata dan tersangkut pada jaringan dapat dilakukan servikotomi atau

torakotomi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.

Komplikasi

Komplikasi dapat disebabkan oleh benda asing itu sendiri atau trauma tindakan

bronkoskopi. Komplikasi akut akibat tersangkutnya benda asing antara lain sesak nafas,

hipoksia, afiksia sampai henti jantung. Gangguan ventilasi ditandai dengan adanya sianosis,

abses paru, bronkiektasis, fistel bronkopleura, pembentukan jaringan granulasi atau polip

akibat inflamasi pada mukosa tempat tersangkutnya benda asing. Dapat juga terjadi

pneumothorak.

Keterlambatan diagnosis aspirasi benda asing yang berlangsung lebih dari 3 hari akan

menambah komplikasi seperti emfisema obstruktif, pergeseran mediastinum, pneumonia, dan

atelektasis. Komplikasi tindakan bronkoskopi antara lain aritmia jantung akibat hipoksia,

retensi CO2 atau tekanan langsung selama manipulasi bronkus kiri. Komplikasi teknis yang

paling mungkin pada operator kurang pengalaman adalah benda asing jauh masuk ke perifer

hingga sulit dicapai skop, laterasi mukosa, perforasi. Bisa terjadi edema laring dan reflek

vagal. Komplikasi pasca bronkoskopi antara lain demam, infiltrat paru dan pneumothorak yang

memerlukan bantuan ventilasi.

VERTIGO

Definisi

1. Vertere suatu istilah dalam bahasa latin yang merupakan bahasa lain dari vertigo, yang

artinya memutar. Vertigo dalam kamus bahasa diterjemahkan dengan pusing (Wahyono,

2007). Definisi vertigo adalah gerakan (sirkuler atau linier), atau gerakan sebenarnya

dari tubuh atau lingkungan sekitarnya diikuti atau tanpa diikuti dengan gejala dari organ
yang berada di bawah pengaruh saraf otonom dan mata (nistagmus) (Jenie, 2001).

Sedangkan menurut Gowers Kapita Selekta neurologi, 2005, mendefinisikan vertigo

adalah setiap gerakan atau rasa gerakan tubuh penderita atau objek-objek disekitar

penderita yang bersangkutan dengan gangguan sistem keseimbangan (ekuilibrum).

2. Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk gangguan keseimbangan atau

gangguan orientasi di ruangan. Banyak system atau organ tubuh yang ikut terlibat dalam

mengatur dan mempertahankan keseimbangan tubuh kita. Keseimbangan diatur oleh

integrasi berbagai sistem diantaranya sistem vestibular, system visual dan system somato

sensorik (propioseptik). Untuk memperetahankan keseimbangan diruangan, maka

sedikitnya 2 dari 3 sistem system tersebut diatas harus difungsikan dengan baik.

Pada vertigo, penderita merasa atau melihat lingkunganya bergerak atau dirinya bergerak

terhadap lingkungannya. Gerakan yang dialami biasanya berputar namun kadang

berbentuk linier seperti mau jatuh atau rasa ditarik menjauhi bidang vertikal.

Pada penderita vertigo kadang-kadang dapat kita saksikan

adanya nistagmus. Nistagmus yaitu gerak ritmik yang involunter dari pada bolamata

(Lumban Tobing, 2003).

3. Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-olah

benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual

dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa

berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika

berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak

sama sekali (Israr, 2008).

4. Vertigo adalah keadaan pusing yang dirasakan luar biasa. Seseorang yang menderita

vertigo merasakan sekelilingnya seolah-olah berputar, ini disebabkan oleh gangguan

keseimbangan yang berpusat di area labirin atau rumah siput di daerah telinga. Perasaan
tersebut kadang disertai dengan rasa mual dan ingin muntah, bahkan penderita merasa

tak mampu berdiri dan kadang terjatuh karena masalah keseimbangan. Keseimbangan

tubuh dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi mengenai posisi tubuh dari

organ keseimbangan di telinga tengah dan mata. Vertigo biasanya timbul akibat

gangguan telinga tengah dan dalam atau gangguan penglihatan (Putranta, 2005)

5. Vertigo adalah sensasi atau perasaan yang mempengaruhi orientasi ruang dan mungkin

dapat didefinisikan sebagai suatu ilusi gerakan. Keluhan ini merupakan gejala yang

sifatnya subyektif dan karenanya sulit dinilai. Walupun pengobatan sebaiknya langsung

pada penyebab yang mendasari penyebab atau kelainannya, asal atau penyebab vertigo

sering tidak diketahui ataupun tidak mungkin diobati (CDK, 2009)

Etiologi

1. Keadaan lingkungan

a. Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)

2. Obat-obatan

a. Alkohol

b. Gentamisin

3. Kelainan sirkulasi

a. Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena

berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan

arteri basiler

4. Kelainan di telinga

a. Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian

dalam (menyebabkan benign paroxysmal positional vertigo)

b. Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri

c. Herpes zoster
d. Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)

e. Peradangan saraf vestibuler

f. Penyakit Meniere

5. Kelainan neurologis

a. Sklerosis multipel

b. Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin, persarafannya atau

keduanya

c. Tumor otak

d. Tumor yang menekan saraf vestibularis.

Klasifikasi

Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular yang

mengalami kerusakan, yaitu

1. Vertigo Periferal

Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis

semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol

keseimbangan. Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal

antara lain penyakitpenyakit seperti benign parozysmal positional vertigo

(gangguan akibat kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere (gangguan

keseimbangan yang sering kali menyebabkan hilang pendengaran), vestibular

neuritis (peradangan pada sel-sel saraf keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di

bagian dalam pendengaran).

2. Vertigo Sentral

Saluran vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa

mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga keseimbangan.

Vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya
di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak

kecil).

Patofisiologi

Dalam kondisi fisiologi/ normal, informasi yang tiba dipusat integrasi alat

keseimbangan tubuh yang berasal dari resptor vestibular, visual dan propioseptik kanan dan

kiri akan diperbandingkan, jika semuanya sinkron dan wajar akan diproses lebih lanjut secara

wajar untuk direspon. Respon yang muncul beberapa penyesuaian dari otot-otot mata dan

penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan

tubuhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Tidak ada tanda dan gejala kegawatan (alarm

reaction) dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan otonomik.

Namun jika kondisi tidak normal/ tidak fisiologis dari fungsi alat keseimbangan tubuh

dibagian tepi atau sentral maupun rangsangan gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses

pengolahan informasi yang wajar tidak berlangsung dan muncul tanda-tanda kegawatan dalam

bentuk vertigo dan gejala dari jaringan otonomik. Di samping itu respon penyesuaian otot-otot

menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal dari mata disebut nistagnus.

Manifestasi Klinis

1. Vertigo Sentral

Gejala yang khas bagi gangguan di batang otak misalnya diplopia, paratesia,

perubahan serisibilitas dan fungsi motorik. Biasanya pasien mengeluh lemah, gangguan

koordinasi, kesulitan dalam gerak supinasi dan pronasi tanyanye secara berturut-

turut(dysdiadochokinesia), gangguan berjalan dan gangguan kaseimbangan. Percobaan

tunjuk hidung yaitu pasien disuruh menunjuk jari pemeriksa dan kemudian menunjuk

hidungnya maka akan dilakukan dengan buruk dan terlihat adanya ataksia. Namun pada

pasien denganvertigo perifer dapat melakukan percobaan tunjuk hidung sacara normal.

Penyebab vaskuler labih sering ditemukan dan mencakup insufisiensi vaskuler berulang,
TIA dan strok. Contoh gangguan disentral (batang otak, serebelum) yang dapat

menyebabkan vertigo adalahiskemia batang otak, tumor difossa posterior, migren

basiler.

2. Vertigo perifer

Lamanya vertigo berlangsung:

a. Episode (Serangan ) vertigo yang berlangsung beberapa detik.

Vertigo perifer paling sering disebabkan oleh vertigo posisional berigna

(VPB). Pencetusnya adalah perubahan posisi kepala misalnya berguling

sewaktu tidur atau menengadah mengambil barang dirak yang lebih

tinggi. Vertigo berlangsung beberapa detik kemudian mereda. Penyebab

vertigo posisional berigna adalah trauma kepala, pembedahan ditelinga atau

oleh neuronitis vestibular prognosisnya baik gejala akan menghilang spontan.

b. Episode Vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam.

Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang.

Penyakit meniere mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran

menurun (tuli), vertigo dan tinitus. Usia penderita biasanya 30-60 tahun pada

permulaan munculnya penyakit.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunaan pendengaran dan

kesulitan dalam berjalan Tandem dengan mata tertutup. Berjalan tandem

yaitu berjalan dengan telapak kaki lurus kedepan, jika menapak tumit kaki yang

satu menyentuh jari kaki lainnya dan membentuk garis lurus kedepan.

Sedangkan pemeriksaan elektronistagmografi sering memberi bukti

bahwa terdapat penurunan fungsi vertibular perifer. Perjalanan yang khas dari

penyakit meniere ialah terdapat kelompok serangan vertigo yang diselingi oleh

masa remisi. Terdapat kemungkinan bahwa penyakit akhirnya berhenti tidak


kambuh lagi pada sebagian terbesar penderitanya dan meninggalkan cacat

pendengaran berupa tuli dan timitus dan sewaktu penderita

mengalami disekuilibrium (gangguan keseimbangan) namun bukan vertigo.

Penderita sifilis stadium 2 atau 3 awal mungkin mengalami gejala yang serupa

dengan penyakit meniere jadi kita harus memeriksa kemungkinana sifilis pada

setiap penderi penyakit meniere.

c. Serangan Vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.

Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering dijumpai pada

penyakit ini mulanyavertigo, nausea, dan muntah yang menyertainya ialah

mendadak. Gejala ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.

Sering penderita merasa lebih lega namun tidak bebas sama sekali dari gejala

bila ia berbaring diam.

Pada Neuronitis vestibular fungsi pendengaran tidak terganggu

kemungkinannya disebabkan oleh virus. Pada pemeriksaan fisik dijumpai

nistagmus yang menjadi lebih basar amplitudonya. Jika pandangan digerakkan

menjauhi telinga yang terkena penyakit ini akan mereda secara gradual dalam

waktu beberapa hari atau minggu.

Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) menunjukkan penyembuhan

total pada beberapa penyakit namun pada sebagian besar penderita didapatkan

gangguan vertibular berbagai tingkatan. Kadang terdapat

pula vertigo posisional benigna. Pada penderita dengan

serangan vertigo mendadak harus ditelusuri kemungkinan stroke

serebelar. Nistagmus yang bersifat sentral tidak berkurang jika dilakukan

viksasi visual yaitu mata memandang satu benda yang tidak bergerak

dan nigtamus dapat berubah arah bila arah pandangan berubah. Pada nistagmus
perifer, nigtagmus akan berkurang bila kita menfiksasi pandangan kita suatu

benda contoh penyebab vetigo oleh gangguan system vestibular perifer yaitu

mabok kendaraan, penyakit meniere, vertigo pasca trauma.

VERTIGO PERIFERAL VERTIGO SENTRAL


NO
(VESTIBULOGENIK) (NON-VESTIBULER)

1 Pandangan gelap Penglihatan ganda

2 Rasa lelah dan stamina Sukar menelan

3 menurun Kelumpuhan otot-otot

4 Jantung berdebar wajah Sakit kepala yang parah

5 Hilang keseimbangan Kesadaran terganggu

6 Tidak mampu Tidak mampu berkata-

7 berkonsentrasi kata

8 Perasaan seperti mabuk Hilangnya koordinasi

9 Otot terasa sakit Mual dan muntah-

10 Mual dan muntah-muntah muntah

11 Memori dan daya pikir Tubuh terasa lemah

menurun

Sensitif pada cahaya terang

dan Suara

Berkeringat

Pemeriksaan Klinik

1. Tes Romberg yang dipertajam


Sikap kaki seperti tandem, lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup.

Orang yang normal mampu berdiri dengan sikap yang romberg yang dipertajam

selama 30 detik atau lebih

2. Tes Melangkah ditempat (Stepping Test)

Penderita disuruh berjalan ditempat dengan mata tertutup sebanyak 50 langkah.

Kedudukan akhir dianggap abnormal jika penderita beranjak lebih dari satu meter

atau badan berputar lebih dari 30 derajat

3. Salah Tunjuk(post-pointing)

Penderita merentangkan lengannya, angkat lengan tinggi-tinggi (sampai

fertikal) kemudian kembali kesemula

4. Manuver Nylen Barang atau manuver Hallpike

Penderita duduk ditempat tidur periksa lalu direbahkan sampai kepala

bergantung dipinggir tempat tidur dengan sudut 300 kepala ditoleh kekiri lalu

posisi kepala lurus kemudian menoleh lagi kekanan pada keadaan abnormal akan

terjadi nistagmus

5. Tes Kalori

Dengan menyemprotkan air bersuhu 300 ketelinga penderita

6. Elektronistagmografi

Yaitu alat untuk mencatat lama dan cepatnya nistagmus yang timbul

7. Posturografi

Yaitu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi system

visual, vestibular dan somatosensorik.

Penatalaksanaan

1. Vertigo posisional Benigna (VPB)


a. Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada sebagian

besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari dan merupakan

kagiatan yang pertama pada hari itu. Penderita duduk dipinggir tempat tidur,

kemudian ia merebahkan dirinya pada posisinya untuk membangkitkan vertigo

posisionalnya. Setelah vertigo mereda ia kembali keposisi duduk \semula.

Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo melemah atau mereda. Biasanya

sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari sampai tidak didapatkan lagi

respon vertigo.

b. Obat-obatan : obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau fenergen dapat

digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu melakukan latihan atau jika

muncul eksaserbasi atau serangan akut. Obat ini menekan rasa enek (nausea)

dan rasa pusing. Namun ada penderita yang merasa efek samping obat lebih

buruk dari vertigonya sendiri. Jika dokter menyakinkan pasien bahwa kelainan

ini tidak berbahaya dan dapat mereda sendiri maka dengan membatasi

perubahan posisi kepala dapat mengurangi gangguan.

2. Neurotis Vestibular

Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian

anti biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus

perifer pada neurinitis vestibuler lebih meningkat bila pandangan diarahkan

menjauhi telinga yang terkena dan nigtagmus akan berkurang jika dilakukan

fiksasi visual pada suatu tempat atau benda.

3. Penyakit Meniere

Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk

penyakit meniere. Tujuan dari terapi medik yang diberi adalah:


a. Meringankan serangan vertigo: untuk meringankan vertigo dapat dilakukan

upaya : tirah baring, obat untuk sedasi, anti muntah dan anti vertigo. Pemberian

penjelasan bahwa serangan tidak membahayakan jiwa dan akan mereda dapat

lebih membuat penderita tenang atau toleransi terhadap serangan berikutnya.

b. Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh menjadi lebih

jarang. Untuk mencegah kambuh kembali, beberapa ahli ada yang

menganjurkan diet rendah garam dan diberi diuretic. Obat

anti histamin dan vasodilator mungkin pula menberikan efek tambahan yang

baik.

c. Terapi bedah: diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat diredakan

oleh obat atau tindaka konservatif dan penderita menjadi infalid tidak dapat

bekerja atau kemungkinan kehilangan pekerjaannya.

4. Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)

Rasa tidak setabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu obat supresan

vestibulardengan dosis rendah dengan tujuan meningkatkan mobilisasi.

Misalnya Dramamine, prometazin, diazepam, pada enderita ini

latihan vertibuler dan latihan gerak dapat membantu. Bila perlu beri tongkat agar

rasa percaya diri meningkat dan kemungkinan jatuh dikurangi.

5. Sindrom Vertigo Fisiologis

Misalnya mabok kendaraan dan vertigo pada ketinggian terjadi karena terdapat

ketidaksesuaian antara rangsang vestibuler dan visual yang diterima otak. Pada

penderita ini dapat diberikan obat anti vertigo.

6. Strok (pada daerah yang didarahi oleh arteria vertebrobasiler)

a. TIA: Transient Ischemic Atack yaitu stroke ringan yang gejala klinisnya pulih

sempurna dalam kurun waktu 24 jam


b. RIND: Reversible Ischemic Neurologi Defisit yaitu penyembuhan sempurna

terjadi lebih dari 24 jam.

Meskipun ringan kita harus waspada dan memberikan terapi atau penanganan

yang efektif sebab kemungkinan kambuh cukup besar, dan jika kambuh bisa

meninggalkan cacat.

EPISTAKSIS

Definisi

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang penyebabnya bisa lokal atau

sistemik. Perdarahan bisa ringan sampai serius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat

fatal. Sumber perdarahan biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang hidung.

1. Epistaksis ringan biasanya berasal dari bagian anterior hidung, umumnya mudah diatasi

dan dapat berhenti sendiri.

2. Epistaksis berat berasal dari bagian posterior hidung yang dapat menimbulkan syok dan

anemia serta dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri, insufisiensi koroner dan

infark miokard yang kalau tidak cepat ditolong dapat berakhir dengan kematian.

Pemberian infus dan transfusi darah serta pemasangan tampon atau tindakan lainnya

harus cepat dilakukan. Disamping itu epistaksis juga dapat merupakan tanda adanya

pertumbuhan suatu tumor baik ganas maupun jinak. Ini juga memerlukan

penatalaksanaan yang rinci dan terarah untuk menegakkan diagnosis dan menentukan

modalitas pengobatan yang terbaik.

Etiologi

Pada banyak kasus, tidak mudah untuk mencari penyebab terjadinya epistaksis.

Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas

disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau
kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan pembuluh

darah, infeksi lokal, benda asing, tumor, pengaruh udara lingkungan. Kelainan sistemik seperti

penyakit kardiovaskuler, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir,

kelainan hormonal dan kelainan kongenital. Etiologi epistaksis dapat dari banyak faktor,

berikut penjelasannya :

Faktor Lokal

Beberapa faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya epistaksis antara lain :

Trauma

Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung,

benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai

akibat trauma yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaanlalu

lintas. Selain itu juga bisa terjadi akibat adanya benda asing tajam atau trauma

pembedahan. Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang

tajam. Perdarahan dapat terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada mukosa

konka yang berhadapan bila konka itu sedang mengalami pembengkakan.

Obat semprot hidung (nasal spray)

Penggunaan obat semprot hidung secara terus menerus, terutama golongan

kortikosteroid, dapat menyebabkan epistaksis intermitten. Terdapat kerusakan

epitel pada septum nasi. Epitel ini akan mudah berdarah jika krusta terlepas.

Pemakaianfluticasone semprot hidung selama 4-6 bulan, belum menimbulkan

efek samping pada mukosa.

Kelainan anatomi: adanya spina, krista dan deviasi septum.

Tumor intranasal atau sinonasal. Sering ditandai dengan adanya riwayat

epistaksis yang berulang.


Iritasi zat kimia, obat-obatan atau narkotika. Seperti dekongestan topikal dan

kokain.

Iritasi karena pemakaian oksigen: Continuous Positive Airway Pressure

(CPAP).

Kelainan vaskuler. Seperti kelainan yang dikenal dengan Wageners

granulomatosis (kelainan yang didapat).

Sindrom Rendu Osler Weber (hereditary hemorrhagic telangectasia)

merupakan kelainan bawaan yang diturunkan secara autosom dominan. Trauma

ringan pada mukosa hidung akan menyebabkan perdarahan yang hebat. Hal ini

disebabkan oleh melemahnya gerakan kontraktilitas pembuluh darah serta

terdapatnya fistula arteriovenous.

Efek sistemik obat-obatan golongan antikoagulansia (heparin, warfarin) dan

antiplatelets (aspirin, clopidogrel).

Faktor Sistemik

Hipertensi tidak berhubungan secara langsung dengan epistaksis. Arteriosklerosis pada

pasien hipertensi membuat terjadinya penurunan kemampuan hemostasis dan kekakuan

pembuluh darah. Penyebab epistaksis yang bersifat sistemik antara lain:

Sirosis hepatis.

Atheroslerosis, hipertensi dan alkohol.

Kelainan hormonal. Seperti kelebihan hormone adrenokortikosteroid atau

hormone mineralokortikoid, pheochromocytoma, hyperthyroidism atau

hypothyroidism, kelebihan hormon pertumbuhan dan hyperparathyroidism.

Termasuk etiologi sistemik lain

Lebih jarang terjadi adalah gangguan keseimbangan hormon misalnya pada

kehamilan, menarke dan menopause


kelainan kongenital misalnya hereditary hemorrhagic Telangieclasis atau

penyakit Rendj-Osler-Weber;

Peninggian tekanan vena seperti pada ernfisema, bronkitis, pertusis, pneumonia,

tumor leher dan penyakit jantung pada pasien dengan pengobatan

antikoagjlansia.

Sumber Perdarahan

Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.

Epistaksis anterior

Berasal dari pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis anterior. Perdarahan

biasanya ringan, mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.

Pada saat pemeriksaan dengan lampu kepala, periksalah pleksus Kiesselbach

yang berada di septum bagian anterior yang merupakan area terpenting pada

epistaksis. la merupakan anastomosis cabang a.etmoidalis anterior,

a.sfenopaltina, a. palatina asendens dan a.labialis superior. Terutama pada anak

pleksus ini di dalam mukosa terletak lebih superfisial, mudah pecan dan menjadi

penyebab hampir semua epistaksis pada anak.

Epistaksis posterior

Perdarahan biasanya lebih hebat dan jarang dapat berhenti sendiri. Umumnya berasal

dari a.sfenopalatina dan a.etmoidalis posterior. Sebagian besar darah mengalir ke rongga mulut

dan memerlukan pemasangan tampon posterior untuk mengatasi perdarahan. Sering terjadi

pada penderita usia lanjut dengan hipertensi.

Patofisiologi

Pemeriksaan arteri kecil dan sedang pada orang yang berusia menengah dan lanjut,

terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darah tunika media menjadi jaringan kolagen.

Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis interstitial sampai perubahan yang komplet menjadi
jaringan parut. Perubahan tersebut memperlihatkan gagalnya kontraksi pembuluh darah karena

hilangnya otot tunika media sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama. Pada

orang yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah terjadinya epistaksis

memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding pembuluh darah ini disebabkan

oleh iskemia lokal atau trauma. Berdasarkan lokasinya epistaksis dapat dibagi atas beberapa

bagian, yaitu:

1. Epistaksis anterior

Merupakan jenis epistaksis yang paling sering dijumpai terutama pada anak-anak dan

biasanya dapat berhenti sendiri. Perdarahan pada lokasi ini bersumber dari pleksus

Kiesselbach (little area), yaitu anastomosis dari beberapa pembuluh darah di septum

bagian anterior tepat di ujung postero superior vestibulum nasi. Perdarahan juga dapat

berasal dari bagian depan konkha inferior. Mukosa pada daerah ini sangat rapuh dan

melekat erat pada tulang rawan dibawahnya. Daerah ini terbuka terhadap efek

pengeringan udara inspirasi dan trauma. Akibatnya terjadi ulkus, ruptur atau kondisi

patologik lainnya dan selanjutnya akan menimbulkan perdarahan .

2. Epistaksis posterior

Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoid posterior.

Pendarahan biasanya hebat dan jarang berhenti dengan sendirinya. Sering ditemukan

pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit

kardiovaskuler. Thornton (2005) melaporkan 81% epistaksis posterior berasal dari

dinding nasal lateral.

Gejala Klinis

Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang bersangkutan.

Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang dapat mengancam

keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak cepat ditolong. Sumber
perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang hidung. Epitaksis anterior

(depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a. etmoid anterior. Pleksus kieselbach

ini sering menjadi sumber epitaksis terutama pada anak-anak dan biasanya dapat sembuh

sendiri.

Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a. etmoid

posterior. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien

dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung. Pemeriksaan yang

diperlukan adalah darah Lengkap dan fungsi hemostasis.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang diperlukan berupa:

a. Rinoskopi anterior Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke

posterior.Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung

dankonkhainferior harus diperiksa dengan cermat.

b. Rinoskopi posterior Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting

pada pasien denganepistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk

menyingkirkan neoplasma.

c. Pengukuran tekanan darah

d. Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi,

karenahipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.

e. Rontgen sinus: Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi.

f. Skrining terhadap koagulopati: Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin

serum, waktu tromboplastin parsial,jumlah platelet dan waktu perdarahan

g. Riwayat penyakit: Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap

masalah kesehatan yangmendasari epistaksis.


Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan

penunjang. Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk

memperkuat diagnosis epistaksis.

a. Pemeriksaan darah tepi lengkap

b. Fungsi hemostatis

c. EKG

d. Tes fungsi hati dan ginjal

e. Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.

f. CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda

asing dan neoplasma.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan epitaksis ialah perbaiki keadaan umum, cari sumber perdarahan,

hentikan perdarahan, cari faktor penyebab untuk mencegah beulangnya perdarahan. Bila pasien

datang dengan epistaksis, perhatikan keadaan umumnya, nadi, pernapasan serta tekanan

darahnya. Bila ada kelainan, atasi terlebih dulu misalnya dengan memasang infus. Jalan napas

dapat tersumbat oleh darah atau bekuan darah, perlu dibersihkan atau diisap.

Untuk menghentikan perdarahan perlu dicari sumbernya, setidaknya dilihat apakah

perdarahan dari anterior atau posterior. Alat- alat yang diperlukan untuk pemeriksaan ialah

lampu kepala, spekulum hidung dan alat pengisap. Anamnesis yang lengkap sangat membantu

dalam menentukan sebab perdarahan.

Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir keluar

dari hidung sehingga bisa dimonitor. Kalau keadaan lemah sebaiknya setengah duduk atau

berbaring dengan kepala ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampai darah mengalir ke

saluran napas bawah. Pasien anak duduk dipangku, badan dan tangan dipeluk, kepala dipegangi

agar tegak dan tidak bergerak-gerak.


Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung dari darah dan bekuan darah

dengan bantuan alat pengisap. Kemudian pasang tampon sementara yaitu kapas yang telah

dibasahi dengan adrenalin 1/5000-1/10.000 dan pantocain atau lidocain 2% dimasukkan ke

dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan mengurangi rasa nyeri pada saat

dilakukan tindakan selanjutnya. Tampon itu dibiarkan selama 10-15 menit. Setelah terjadi

vasokontriksi biasanya dapat dilihat apakah perdarahan berasal dari bagian anterior atau

posterior hidung.

Perdarahan anterior

Perdarahan anterior seringkali berasal dari pleksus Kisselbach di septum bagian depan.

Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior, terutama pada anak, dapat

dicoba dihentikan dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit, seringkali berhasil.

Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras

Argenti (AgNO3) 25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi krim antibiotik.

Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka perlu dilakukan

pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa yang diberi pelumas vaselin atau

salep antibiotik. Pemakaian pelumas ini agar tampon mudah dimasukkan dan tidak

menimbulkan perdarahan baru saat dimasukkan atau dicabut. Tampon dimasukkan sebanyak

2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus dapat menekan asal perdarahan. Tampon di

pertahankan selama 2 x 24 jam, harus dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Selama 2

hari ini dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor penyebab epistaksis. Bila

perdarahan masih belum berhenti, dipasang tampon baru.

Perdarahan posterior
Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya perdarahan hebat

dan sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaan rinoskopi anterior. Untuk menanggulangi

perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior, yang disebut tampon Bellocq.

Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan diameter 3 cm. Pada

tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah di satu sisi dan sebuah di sisi berlawanan.

Untuk memasang tampon posterior pada perdarahan satu sisi, digunakan bantuan

kateter karet yang dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak di orofaring, lalu ditarik

keluar dari mulut. Pada ujung kateter ini diikatkan 2 benang tampon Bellocq tadi, kemudian

kateter ditarik kembali melalui hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik. Tampon perlu

didorong dengan bantuan jari telunjuk untuk dapat melewati palatum mole masuk ke

nasofaring. Bila masih ada perdarahan, maka dapat ditambah tampon anterior ke dalam kavum

nasi. Kedua benang yang keluar dari hidung diikat pada sebuah gulungan kain kasa di depan

nares anterior, supaya tampon yang terletak di nasofarinf tetap pada tempatnya. Benang lain

yang keluar dari mulut diikatkan secara longgar pada pipi pasien. Gunanya ialah untuk menarik

tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Hati-hati mencabut tampon karena dapat

menyebabkan laserasi mukosa.

Bila perdarahan berat dari kedua sisi, misalnya pada kasus angiofibroma, digunakan

bantuan dua kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan dan kiri dan tampon posterior

terpasang di tengah-tengah nasofaring. Sebagai pengganti tampon Bellocq, dapat digunakan

kateter Folley dengan balon. Akhir-akhir ini juga banyak tersedia tampon buatan pabrik dengan

balon yang khusus untuk hidung atau tampon dari bahan gel hemostatik. Dengan semakin

meningkatnya pemakaian endoskop, akhir-akhir ini juga dikembangkan teknik kauterisasi atau

ligasi a. sfenopalatina dengan panduan endoskop.


Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epitaksis sendiri atau sebagai akibat dari

usaha penanggulangan epistaksis. Akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi darah ke

dalam saluran napas bawah, juga dapat menyebabkan syok, anemia dan gagal ginjal. Turunnya

tekanan darah secara mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemik serebri,

insufisiensi koroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal

ini pemberian infus atau tranfusi darah harus dilakukan secepatnya.

Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi, sehingga perlu diberikan

antibiotik. Pemasangan tampon dapat menyebabkan rinosinusitis, otitis media, septikemia atau

toxic shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan antibiotik pada setiap pemasang

tampon hidung dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut

dipasang tampon baru.

Selain itu dapat terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba

Eustachius dan airmata berdarah akibat mengalirnya darah secara retrograd melalui duktus

nasolakrimalis. Pemasangan tampon posterior dapat menyebabkan laserasi palatum mole atau

sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlalu ketat dilekatkan pada pipi. Kateter balon

atau tampon balon tidak boleh dipompa terlalu keras karena dapat menyebabkan nekrosis

mukosa hidung atau septum

Anda mungkin juga menyukai