Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

Vomiting Profus + GEA Dehidrasi berat

Pendamping :
dr. Rudy Sp.A
dr. Dian FD

Disusun Oleh :
Nila Mahardika Tiara Nindy

INTERNSHIP ANGKATAN PERTAMA 2017


RS BHAYANGKARA MOESTAJAB NGANJUK

1
BAB I
KASUS

I. IDENTITAS
Nama : An. AS
Usia : 7,5 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun Awar-awar, Nganjuk
Suku Bangsa / Agama: Jawa / Islam
No. Rekam Medis : 12.30 WIB
Tanggal Masuk : 11 Maret 2017

II. ANAMNESIS
Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada ibu pasien dan Senin tanggal 11 Maret 2017

di Instalasi Gawat Darurat RS Bhayangkara Moestadjab Nganjuk

Keluhan Utama :
BAB cair
Muntah

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keadaan lemah, BAB cair sering sejak tadi malam, muntah sering
(+) , panas tinggi (+) mulai tadi malam, BAK sedikit, mata tampak cowong

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat kejang (-)

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : lemah
BB : 7 kg
N : 168x/m
RR : 24x/m
Tax : 39,9C
Kepala/Leher : a/i/c/d : -/-/-/-, mata cowong +/+
SpO2 98%
Thorax : Pulmo/Cor : Ves +/+, Rh-/-, Whe-/-
S1S2 tunggal
Abdomen : soepel, meteorismus (+), bising usus (+) meningkat
Ekstremitas : tonus otot menurun

IV. DIAGNOSA :
Vomiting Profus + GEA Dehidrasi Berat

V. Planning/ Rencana Terapi/Pemeriksaan Penunjang


Infus Asering 200 cc/1 jam

Infus Asering 500 cc/5 jam

Infus Asering 700 cc/24 jam


Inj. Sanmol 3x100 mg
Inj. Biocef 3x150 mg
Lacto B 1X1
Pemeriksaan Penunjang :
DL, Elektrolit
Diit : ASI, BH
KIE :
Kondisi pasien saat ini
Prognosis
Kebutuhan akan ruangan instensif (ICU)
Tindakan yang bisa dilakukan ke depannya
3
Konsul dr.Sp.A

Observasi di IGD
Tanggal 11/3/2017 jam 12.30 wib
S : diare cair sering
O : KU lemah
N : 188x/m
Tax : 39,9C
SpO2 96%
Thorax : Rhonki-/-, Whe -/-
A : Vomiting Profus + GEA+ Dehidrasi Berat
P : O2 2 lpm
Inf Asering 210cc/1 jam

Tanggal 11/3/2017 jam 13.30 wib


O : KU lemah
N : 179x/m
Tax : 39,0C
SpO2 98%
Thorax : Rhonki-/-, Whe -/-
A : Vomiting Profus + GEA+ Dehidrasi Berat
P : O2 2 lpm
Inf Asering 500cc/5 jam (dilanjutkan di ICU)
Inj. Biocef 150 mg
Inj. Paramol 100 mg, IV
Kirim ke ICU

4
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Lab DL

5
Hasil Lab Elektrolit

6
VII. FOLLOW UP
Tanggal 12/3/2017 jam 05.30
S : panas (-) nangis (+) BAK (+) BAB cair 2x
O : KU lemah Kes : CM
GCS : 4-5-6
N : 150x/m
Tax : 36,8C
SpO2 99%
Thorax : Rhonki-/-, Whe -/-
A : Vomiting Profus+ Dehidrasi Sedang
P : Inf ganti D5% NS 800cc/24 jam
Zinc pro drop 1x1 ml
Terapi lain lanjut

Tanggal 12/3/2017 jam 09.45


S : BAB cair (+)
O : KU lemah
N : 140x/m
Tax : 36,0C
SpO2 99%
Thorax : Rhonki-/-, Whe -/-
A : Vomiting + Dehidrasi Sedang, Penurunan Kebutuhan Serat
P : Diet RS
Konsultasi Gizi

Tanggal 12/3/2017 jam 12.15


S : Muntah (-)
O : KU lemah
N : 128x/m
Tax : 37,0C
Thorax : Rhonki-/-, Whe -/-
A : Vomiting+ Dehidrasi Sedang
P : Terapi Lanjut

7
Tanggal 13/3/2017
S : Muntah (-), BAB cair (-)
O : KU lemah
N : 120x/m
Tax : 37,6C
Thorax : Rhonki-/-, Whe -/-
A : Vomiting+ Dehidrasi Sedang
P : Zinc Pro 1x1
Lacto B 1x1 sach
Sanmol drop 3x1 ml

8
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diare


Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair
dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Riskesdas 2007: diare merupakan penyebab kematian
pada 42 % bayi dan 25,2 % pada anak usia 1-4 tahun
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam
sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini
paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana
seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004).

2.2 Klasifikasi Diare


Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Lama waktu diare
1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut
World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh
sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang
spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).
2. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
b. Mekanisme patofisiologi
1) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
3) Malabsorbsi asam empedu.
4) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.
5) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
6) Gangguan permeabilitas usus.
7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
c. Penyakit infektif atau non-infektif.
d. Penyakit organik atau fungsional
9
Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
d. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya
kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih
dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas
sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan
pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,
turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata
berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang ( 2 detik) dengan kulit yang dingin
yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada
keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan
tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar
menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya
mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang
( 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.

2.3 ETIOLOGI
a. Virus
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 80%). Beberapa jenis
virus penyebab diare akut :
10
Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9 pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada
hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau
water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
Adenovirus (type 40, 41)
Small bowel structured virus
Cytomegalovirus
b. Bakteri
Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu
faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus
halus dan enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan
sekresi cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak
menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi mukosa.
Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas.
Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari
membrane mikro vili yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas
disakaridase.
Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus
halus dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme
timbulnya diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.
Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan
Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel
epitel kolon.
Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1
dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan
perdarahan diffuse di kolon. Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic
syndrome.
Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon,
menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk
kedalam alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-
wall antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi

11
dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan
neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea.
Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak
langsung dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan
feses hewan melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air.
Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to person.
C.jejuni mungkin menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus
besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile
enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative
colitis.
Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi
oleh bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to person
jarang terjadi.
V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat
mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya
enterotoksin yang lain yang mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory
cholera enterotoxin (ACE) dan zonular occludens toxin (ZOT). Kedua toksin ini
menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.
Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus.
Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa
yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea
c. Protozoa
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis
masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan
metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi
host-parasite dipengaruhi oleh umur, status nutrisi,endemisitas, dan status
imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa
asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di
daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 8 hari
setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri
epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan
faty stools,nyeri perut dan gembung.

12
Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun
penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan
bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90%
infksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik
(E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan
persisten sampai disentri yang fulminant.
Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 15%
dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan
asimtomatik pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa
diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited.
Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada
penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan
diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.
Microsporidium spp
Isospora belli
Cyclospora cayatanensis
d. Helminths
Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing
dewasa dan larva, menimbulkan diare.
Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai
organ termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan
perdarahan usus.
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama
jejunu, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery
diarrhea dan nyeri abdomen.
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix.
Infeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi yang
sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut:
a. Infeksi
Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus,
Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)

13
Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
Parasit
o Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli,
Crypto Sparidium)
o Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
o Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
b. Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
c. Alergi: alergi makanan
d. Keracunan :
1) Keracunan bahan-bahan kimia
2) Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
azad renik, Algae
Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran
e. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun)
f. Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan cemas

Penyebaran kuman yang menyebabkan diare


Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan/minuna yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko
terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :
a. Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih besar
dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungjinan menderita dehidrasi berat juga
lebih besar.
b. Menggunakan botol susu, penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh
Kuman, karena botol susah dibersihkan.
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam
pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak.
d. Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi
kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air
pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

14
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau
sebelum makan dan menyuapi anak,
f. Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan
bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi
pada manusia.

Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare


Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan lamanya
diare. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Tidak memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat
melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan
cholera.
b. Kurang gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat
pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.
c. Campak diare dan desentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita.
d. Imunodefesiensi /Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara,
misalnya sesudah infeksi virus ( seperti campak ) natau mungkin yang berlangsung
lama seperti pada penderita AIDS ( Automune Deficiensy Syndrome ) pada anak
imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak parogen dan
mungkin juga berlangsung lama, segera Proposional , diare lebih banyak terjadi pada
golongan Balita ( 55 % )

Faktor lingkungan dan perilaku


Penyakit diare merupakan salah satu penyakiy yang berbasis lingkungan dua faktor yang
dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini akan berinteraksi
bersamadengan perilaku manusia Apabila factor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula. Yaitu
melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.

15
Diagnosis
Anamnesis
- Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsentrasi tinja, lendir
dan/darah dalam tinja
- Muntah,rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil terakhir,
demam, sesak, kejang, kembung
- Jumlah cairan yang masuk selama diare
- Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengonsumsi makanan
yang tidak biasa
- Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum

Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
- Tanda utama : keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma/, rasa haus,
turgor kulit abdomen menurun
- Berat badan
- Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti nafas cepat dan
dalam(asidosis metabolik), kembung(hipokalemia), kejang (hipo atau hipernatremia)

2.4 PATOFISIOLOGI
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup sel,
pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak
dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk,
aktivitas pencernaan itu dapat berupa:
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah dan
mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut.
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan
hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput
lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi sehingga
makanan bergerak dari lambung ke distal.
16
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan
menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak
60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan
bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat
zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang berada dalam saluran
gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung,
empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus,
dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa
kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.

Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:


1. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu dengan
lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus
dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan
memperpendek waktu sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga
penyerapan air, elektrolit dan zat lain akan mengalami gangguan.
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari
diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang
berupa :
1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat
menyebabkan diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga
cukup penting dalam diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang
terdapat di dalam cairan empedu yang keluar dari kandung empedu.
Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan di
jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam kolon. Ini
terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada
permukaan mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus turut memegang
peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormon-hormon
17
saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa. usus
manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen.
Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat menyebabkan terjadinya diare,
seperti terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.
2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus
makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada
dalam keadaan yang cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat
antara khim dan permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi
yang normal. Permukaan mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat
kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih dapat hidup setelah
reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus
merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan local mukosa
usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikro organisme
berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau overgrowth) yang
kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan digesti dan
absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi
karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini
dapat memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga
dapat terjadi karena pengaruh enterotoksin staphilococcus maupun kholera
atau karena ulkus mikro yang invasif o1eh Shigella atau Salmonella.Selain
uraian di atas haruslah diingat bahwa hubungan antara aktivitas otot polos
usus,gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus merupakan suatu
mekanisme yang sangat kompleks.
3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi
kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya
malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan
kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan dapat
menimbulkan gangguan absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya
sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi enzim laktase.
Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami
hidrolisis dan kurang di absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri
dalam usus besar memecah laktosa menjadi monosakharida dan fermentasi
18
seterusnya menjadi gugusan asam organik dengan rantai atom karbon yang
lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon. Molekul-molekul inilah yang
secara aktif dapat menahan air dalam lumen kolon hingga terjadi diare.
Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih luas sebagai
defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan trehalase)
dapat terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal tersebut dapat
terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel mukosa
usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan tingginya
tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air.

PATOFISIOLOGI DIARE

19
Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut :
Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)
-Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
- Keadaan umum baik, sadar
- Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa mulut dan
bibir basah

20
- Turgor abdomen baik, bising usus normal
- Akral hangat

Dehidrasi ringan sedang/tidak berat (kehilangan cairan 5-10% berat badan)


- Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau lebih tanda tambahan
- Keadaan umum gelisah dan cengeng
- Ubun-ubun besar sedikit cekung, air mata kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit
kering
- Turgor kurang, akral hangat

Dehidrasi berat (kehilangan cairan >10% berat badan)


- Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau lebih tanda tambahan
- Keadaan umum lemah, letargi atau koma
- Ubun-ubun cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mukosa mulut dan bibir
sangat kering
- Turgor sangat kurang dan akral dingin
- Pasien harus rawat inap

Pemeriksaan Penunjang

21
Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila ada tanda
intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis
Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja:
- Makroskopis : konsistensi,warna, lendir, darah, bau
- Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri
- Kimia : pH, cilinitest, elektrolit ( Na, K, HCO3)
- Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut
- Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan

Tatalaksana
Lintas Diare : (1) Cairan, (2), Seng, (3) Nutrisi, (4) Antibiotik yang tepat, (5) Edukasi
- Tanpa Dehidrasi
cairan oralit dengan menggunakan NEW ORALIT diberikan 5-10 ml/kg BB setiap
diare cair atau berdasarkan usia, yaitu umur <1 tahun sebanyak 50-100 mL, umur 1-5
tahun sebanyak 100-200 mL, dan diatas 5 tahun semaunya. Dapat diberikan cairan rumah
tangga sesuai kemauan anak. ASI harus terus diberikan

Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasilain (tidak mau
minum, muntah terus-terusan, diare frekuen, dan profus

Dehidrasi ringan-sedang

Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75 mL/kgBB dalam 3


jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan sebanyak 5-10 mL/
kgBB setiap diare cair

Rehidrasi parenteral (IV) diberikan bila anak muntah setiap diberi minum walaupun
telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa nasogastrik. Cairan
intravena yang diberikan adalah RL/KaEN 3B/NaCl dengan jumlah cairan dihitung
berdasarkan berat badan.

Status hidrasi dievaluasi secara berkala :

Berat badan 3-10 kg: 200mL/kgBB/hari

Berat badan 10-15 kg : 175 mL/kgBB/hari

22
Berat badan > 15 kg : 135 mL/kgBB/hari

Pasien dipantau di Puskesmas/Rumah sakit selama proses rehdrasi sambil memberi


edukasi tentang melakukan rehidrasi kepada orangtua.

Dehidrasi Berat

- Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan Ringer Laktat atau ringer asetat 100 mL/
kgBB dengan cara pemberian :

- Umur kurang dari 12 bulan : 30 mL/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 mL/
kgBB dalam 2,5 jam berikutnya

- Umur diatas 12 bulan : 30 mL/ kgBB dalam jam pertama, dilanjutkan 70 mL/kgBB
2,5 jam berikutnya

- Masukkan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat minum, dimulai
dengan 5 mL/kgBB selama proses rehidrasi

Pemberian Zinc

Zinc diberikan satu kali sehari selama 10 hari berturut-turut. Pemberian zinc harus
tetap dilanjutkan meskipun diare sudah berhenti. Hal ini dimaksudkan untuk
meningkatkan ketahanan tubuh terhadap kemungkinan berulangnya diare pada 2 3
bulan ke depan.

Obat Zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu sekitar 30 detik.

Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan dosis sebagai berikut:

a. Balita umur < 6 bulan: 1/2 tablet (10 mg)/ hari

b. Balita umur 6 bulan: 1 tablet (20 mg)/ hari

Obat Zinc yang tersedia di Puskesmas baru berupa tablet dispersible. Saat ini
perusahaan farmasi juga telah memproduksi dalam bentuk sirup dan serbuk dalam
sachet.

Nutrisi

23
ASI bukan penyebab diare,justru dapat mencegah diare. Bayi dibawah 6 bulan
sebaiknya hanya mendapat ASI untuk mencegah diare dan meningkatkan sistim
imunitas tubuh bayi.

Anak harus diberi makan seperti biasa. Dengan frekuensi lebih sering. Lakukan ini
sampai dua minggu setelah anak berhenti diare. Jangan batasi makanan anak jika ia
mau lebih banyak, karena lebih banyak makanan akan membantu mempercepat
penyembuhan, pemulihan dan mencegah malnutrisi.

Untuk anak yang berusia kurang dari 2 tahun anjurkan untuk mulai mengurangi susu
formula dan menggantinya dengan ASI. Untuk anak yang berusia lebih dari 2 tahun,
teruskan pemberian susu formula. Ingatkan ibu untuk memastikan anaknya mendapat
oralit dan air matang.

Pemberian Antibiotik

Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena
kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Ini sangat penting karena seringkali
ketika diare, masyarakat langsung membeli antibiotik seperti Tetrasiklin atau
Ampicillin. Selain tidak efektif, tindakan ini berbahaya, karena jika antibiotik tidak
dihabiskan sesuai dosis akan menimbulkan resistensi kuman terhadap antibiotik.

2.5 Pencegahan Diare


Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:
1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara
optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai
umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
b. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan
bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup

24
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral
kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan,
minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan,
makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air
tercemar.
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak,
sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum
makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka
kejadian diare sebesar 47%).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap
penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat
jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.
f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak
benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan
orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.
g. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar
bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai
diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh
karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.
2. Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air
antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit
mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara
kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air
sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk
mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup
25
disetiap rumah tangga harus tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih
harus tetap dilaksanakan.
b. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor
penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat
mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika
seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh
karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan
penyakit tersebut.
c. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana
pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau,
mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan
bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti
leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran
pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air
limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan
tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.

26
27
28
29

Anda mungkin juga menyukai