KECERDASAN MAJEMUK
Disusun Oleh
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat serta anugerahnya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik dan dalam bentuk
yang sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca mengenai KECERDASAN GANDA ATAU
KECERDASAN MAJEMUK.
Harapan saya semoga makalah ini menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca, walaupun saya akui masih banyak terdapat kekurangan dalam penyajian makalah
ini.Saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pembuatan makalah
ini, terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sekolah merupakan ujung tombak dalam upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan
pendidikan, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1]
Agar tujuan tersebut dapat dicapai, dibutuhkan perhatian besar kepada peserta didik
terutama menyangkut masalah kecerdasannya. Sayang sekali, sistem pendidikan di Indonesia
tidak memberikan ruang yang luas bagi perkembangan peserta didik. Masih diberlakukannya
UN menunjukkan bahwa ranah kognitif atau kecerdasan intelektual masih diprioritaskan
dalam pendidikan nasional dibandingkan kecerdasan lain.
Barang kali pemerintah lupa jika tidak ingin dikatakan tidak tahu- bahwa ada
peserta didik lain yang mahir di bidang olahraga, ada yang mampu memainkan alat musik
dengan bagus, ada pula yang mampu menciptakan seni visual yang indah. Beberapa peserta
didik bahkan mampu menghasilkan puisi dan cerita yang menarik dengan tingkat
imajinasinya yang tinggi. Pertanyaan kemudian adalah, di antara peserta didik yang
disebutkan di atas, siapa sesungguhnya yang paling cerdas?
Definisi kecerdasan menurut Piaget sebagaimana dikutip Uno Hamzah adalah suatu
tindakan yang menyebabkan terjadinya perhitungan atas kondisi-kondisi yang secara optimal
bagi organisme dapat hidup berhubungan dengan lingkungan secara efektif.[5] Sedangkan
menurut Feldam dalam Sukmadinata dan Nana S, kecerdasan merupakan kemampuan untuk
memahami dunia, berpikir secara rasional dengan menggunakan sumber-sumber atau
referensi secara efektif pada saat menghadapi sebuah tantangan.[6]
Raymond Cattel dan John Horn berpendapat bahwa manusia mempunyai dua macam
kecerdasan umum, yaitu kecerdasan cair dan kecerdasan kristal. Kecerdasan cair adalah
kecerdasan yang berbasis pada kecerdasan biologis. Kecerdasan ini meningkat sesuai dengan
perkembangan usia, mencapai puncak saat dewasa dan menurun pada saat tua karena proses
biologis tubuh. Kecerdasan kristal adalah kecerdasan yang diperoleh dari proses
pembelajaran dan pengalaman hidup. Kecerdasan ini dapat terus meningkat tidak ada batas
maksimal selama manusia mau dan bisa belajar.[7] Gardner sendiri mendefinisikan
intelegensi tidak banyak berbeda dengan para ahli yaitu kemampuan untuk menyelesaikan
masalah atau menciptakan produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan
budaya dan masyarakat.[8]
Dalam bukunya Frame of Mind, tahun 1983, Howard Gardner menampilkan Theory
of Multiple Intelligences yang memperkuat perspektifnya tentang kognisi manusia. Gardner
mengatakan bahwa Intelligence is the ability to find and solve problems and create Products
of value in ones own culture. Menurut Gardner, kecerdasan seseorang tidak diukur dari
hasil tes psikologi standar, namun dapat dilihat dari kebiasaan seseorang terhadap dua hal,
yakni kebiasaan menyelesaikan masalah (problem solving) secara mandiri dan kreativitas
(creativity) menciptakan produk yang punya nilai budaya. Tanpa sadar, orang tua dan guru
justru membunuh sumber kecerdasan tersebut, yaitu problem solving dan creativity.[10]
Akan tetapi, sebenarnya kecerdasan manusia tidak hanya sebatas pada sembilan
kecerdasan yang disebutkan di atas. Teori kecerdasan majemuk Gardner masih mungkin terus
berkembang sehingga pembahasan mengenai kecerdasan manusia akan selalu menarik. Maka
penilaian kecerdasan yang mengacu hanya pada ranah akademis sangat tidak tepat.
Dalam kasus pelajar atau mahasiswa, kepercayaan diri akan tumbuh ketika mereka
mampu mempertahankan posisi atau argumentasinya dalam suatu diskusi dan debat. Mereka
memiliki peluang untuk mengetahui lebih dalam suatu pelajaran dari diskusi dengan teman-
temannya. Maka dari itu, penggunaan kata-kata yang tepat dalam berbahasa yang dimulai
dari kebiasaan berdiskusi akan membuka peluang seseorang mengembangkan kecerdasan
bahasanya. Kelak diharapkan akan menjadi manusia yang hebat dengan kemampuan
bahasanya. Para penyair, pengarang, pembicara, pengajar, jurnalis dan sebagainya, memiliki
tingkat kecerdasan linguistik yang tinggi.
Angka dan logika merupakan suatu hal pokok yang tidak dapat dilepaskan dari
kehidupan. Dalam setiap aspek kehidupan manusia, angka dan logika menjadi hal yang
sangat urgen. Pada masa sekarang ini, seseorang dituntut untuk berpikir secara matematis dan
ilmiah untuk dapat berpendapat. Pendapat yang tidak ilmiah, sulit untuk diterima publik atau
bahkan akan ditolak sehingga seseorang harus menguasai logika-matematika.
Kecerdasan ini dapat terlihat dari perilaku anak kecil yang suka membuat coretan-
coretan lingkaran atau yang lainnya sampai lukisan Monalisa karya pelukis kondang
Leonardo Da Vinci yang terkenal. Setiap karya tersebut dihasilkan dari proses awal
mempersepsi dunia visual yang berlanjut dengan kemampuan untuk memodifikasi dan
menciptakan hal yang baru.
Kecerdasan ini merupakan kecerdasan para arsitek, fotografer, dan insinyur mesin.
Orang dengan kecerdasan spasial yang tinggi mempunyai kepekaan yang tajam terhadap
detail visual dan dapat menggambarkan sesuatu dengan begitu hidup.
Sering disebut dengan kecerdasan fisik yang mencakup bakat dalam mengendalikan
gerak tubuh dan keterampilan dalam menangani benda. Kecerdasan ini termasuk di dalamnya
kemampuan untuk menyatukan tubuh dan pikiran untuk menyempurnakan pementasan fisik.
Berawal dari kontrol refleks dan gerakan-gerakan sukarelawan, kemajuan inteligensi
kinestetik digunakan oleh tubuh dan mengubah tujuan menjadi aksi yang menawan.
Seorang atlet olahraga, penari, aktor dan pemain pantomim mengembangkan
kemampuan mereka dalam menggerakkan tubuh dan menguasai benda. Belajar
mengoptimalkan seluruh anggota tubuh jarang sekali dilakukan. Kita sering memanfaatkan
tubuh hanya dalam beberapa kepentingan dasar saja tanpa ada hasrat untuk
mengembangkannya. Dengan latihan dan pembiasaan, maka kita dapat mengasah
keterampilan kita dalam menggerakkan tubuh dan menguasai benda dengan anggota tubuh
kita.
Musik adalah bentuk seni tertua yang menggunakan instrumen alami dan
menggunakan ekspresi diri. Musik lahir bersamaan dengan munculnya manusia di dunia.
Ketika dalam kandungan, kita hidup dengan irama detak jantung ibu selama sembilan bulan.
Kitapun hidup dengan irama detak jantung kita sendiri dan irama pernafasan.
Ciri dasar dari kecerdasan ini ialah kemampuan untuk menangkap, menghargai dan
menciptakan irama dan melodi melalui ritme dan nada. Kita tidak harus menjadi pemusik
profesional untuk mampu berpikir secara musikal. Kita dikelilingi oleh musik setiap hari dan
menggunakan pikiran musikal kita dalam perjalanan hidup sehari-hari. Tidak dapat
dibayangkan jika dunia ini tidak ada musik, pasti sepi dan membosankan.
Di suatu tempat dalam benak kita, terdapat ribuan ungkapan musikal yang
menunggu isyarat untuk diaktifkan. Modal inilah yang dikembangkan seorang musisi,
komposer serta pembuat alat musik untuk menciptakan maha karya yang berharga, musik.
Psikolog asal Inggris, N.K Humphrey mengatakan bahwa inteligensi sosial adalah
hal yang paling penting dalam intelek manusia. Hunphrey mengatakan bahwa kegunaan
kreatif dari pikiran manusia yang paling besar adalah mengadakan cara untuk
mempertahankan sosial manusia secara efektif.[15] Kecerdasan ini terlihat jelas pada orang-
orang yang memiliki kemampuan sosial yang baik seperti pemimpin organisasi, guru, ahli
terapi dan konselor.
Menjadi hal yang sangat penting untuk bisa memahami diri sendiri dan tujuan kita
sehingga pada akhirnya kita mampu merencanakan hidup secara efektif. Seseorang yang
mampu memahami dirinya, akan dapat menjalani hidup secara mandiri dan mampu
mengembangkan potensi yang ia miliki. Beberapa individu yang memiliki kecerdasan
semacam ini antara lain ahli ilmu agama, psikiater dan ahli filsafat.
Kecerdasan naturalis mampu mengenali dan memahami flora dan fauna dengan
baik, menikmati alam, mengenal tanaman dan binatang dengan baik, menyukai
kegiatan outdoor seperti camping, hiking, memancing, menyukai aktifitas belajar di luar kelas
untuk mengobservasi alam secara langsung, serta senang mengoleksi benda-benda alam
seperti batu-batuan, kulit kerang dan sebagainya. Kemampuan untuk mengerti flora dan fauna
dengan baik, menikmati alam, mengenal tanaman dan binatang dengan baik. Charles Darwin,
merupakan tokoh terkenal dengan kecerdasan Naturalist Intelligence.
Banyak tokoh penting dunia yang menjadi sukses dan terkenal bukan karena ber-IQ tinggi,
melainkan karena salah satu dari kecerdasan majemuk yang mereka miliki tersebut. Sehingga
sangat tidak tepat jika seorang anak dicap bodoh hanya karena dia selalu mendapatkan nilai
rendah pada pelajaran matematika, padahal dia memiliki prestasi cemerlang di bidang
lainnya.[18]
Konsep tentang Multiple Intelligences yang digagas Gardner merupakan salah satu
perkembangan paling penting dan menjanjikan dalam pendidikan dewasa ini, berdasarkan
karya monumentalnya, Frames of Mind (1983).[19] Howard Gardner selalu memaparkan tiga
hal yang berkaitan dengan MI, yaitu komponen inti, kompetensi, dan kondisi akhir terbaik.
Tiga hal tersebut berkaitan dengan dunia pendidikan. Setiap area dalam otak yang
disebut lobus of brain ternyata memiliki komponen inti berupa potensi kepekaan yang akan
muncul apabila diberi stimulus yang tepat, kepekaan inilah yang akan menghasilkan
kompetensi. Apabila kompetensi tersebut dilatih terus-menerus dalam silabus yang tepat,
akan muncul kondisi akhir terbaik dari seseorang.[20]
Dalam dunia pendidikan, teori Multiple Intelligences bisa menjadi sebuah strategi
pembelajaran untuk materi apapun dalam semua bidang studi. Inti dari strategi pembelajaran
ini adalah bagaimana guru mengemas gaya mengajarnya agar mudah ditangkap dan
dimengerti oleh siswanya.[22] Menurut Chatib, kesalahpahaman penerapan teori MI di
sekolah dikarenakan guru menganggap MI sebagai bidang studi atau sebagai kurikulum
sekolah bukan sebagai strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran berdasarkan
teori Multiple Intelligences sangat banyak, apabila gurunya kreatif maka strategi
pembelajarannya sangat tak terbatas. Langkah awal dalam penerapan strategi pembelajaran
yang baik ialah membatasi waktu bagi guru untuk menjelaskan materi sekitar 30% dan yang
70% untuk siswa beraktivitas. Dengan aktivitas tersebut maka secara otomatis siswa akan
belajar.
Menurut penelitian Dr. Venon Magnesen dari Texas University, otak manusia lebih
cepat menangkap informasi yang berasal dari modalitas visual yang bergerak, seperti
aktivitas tubuh, emosi, koordinasi dan segala jenis gerak.[23] Memori peserta didik akan
lebih kuat mengingat praktek membuat tempe dalam mata pelajaran biologi daripada
pelajaran tersebut diterangkan guru di depan kelas.
Campbell, Linda dkk, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences, (Depok:
Intuisi Press, 2006)
Gardner, Howard, Kecerdasan Majemuk, Teori dalam Praktek, alih bahasa Alexander
Sindoro (Batam: Interaksara, 2003)