Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan
tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan
kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.
Oleh sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk
memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan
potensi yang ada didaerah. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan
untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional
pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, saran dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian
pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yakni
(Standar Isi) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama
bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU
20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar
Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang
pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan
mengacu pada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain itu, penyusunan KTSP
juga harus mengkuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU
20/2003 dan PP 19/2005.
Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama Panduan
Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat

1
diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL. Termasuk dalam
ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan PP
19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan
KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir
pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman
pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu
tidak dapat mengakkomodasi kebutuhan seluruh daerah wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai
referensi.
Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk; (1) belajar untuk beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) belajar untuk memahami dan
menghayati, (3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara
efektif, (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan (5)
belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar
yang aktif, kreatif, efektif ddan menyenangkan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
2. Bagaimana komponen-komponen penyusun Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP)?
3. Apa kelebihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?

C. Tujuan
1. Mengetahui secara jelas Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
2. Mengetahui komponen-komponen penyusun Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP)?
3. Mengetahui kelebihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar KTSP


Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada
standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber belajar.

3
KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1), dan 2) sebagai berikut:
Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum pada semua jenjang dan
jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan
pandidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut:
KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan
karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
Sekolah dan komite sekolah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan Standar
Kompetensi Lulusan, dibawah supervisi dinas pendidikan kebupaten/kota, dan
depertemen agama yang bertanggungjawab dibidang pendidikan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk setiap program studi di perguruan
tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan
mangacu pada Standar Nasional Pendidikan.
KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan
sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru
pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan
pendidikan, dan perubahan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses
belajar-mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan
sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sember dana,
sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih
tanggap terhadap kebutuhan setempat.
KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan
pada posisi yang peling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah satuan
pendidikan dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di samping
menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga

4
merupakan sarana peningkatan kualitas, efesiensi, dan pemerataan pendidikan.
KTSP merupakan salah wujud revormasi pendidikan yang memberikan otonomi
kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai
dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan masing-masing. Otonomi dalam
pengembagan kurikulum dan pembelajaran merupakan potensi bagi sekolah untuk
meingkatakan kinerja guru dan staf sekolah, menawarkan partisipasi langsung
kolompok-kelompok terkait, dan meningkatakn pemahaman masyarakat terhadap,
khususnya kurikulum. Pada sistem KTSP, sekolah memiliki full autority and
responsibility dalam menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan visi
dan misi dan tujuan satuan pandidikan. Untuk mewujudkan visi dan misi, dan
tujuan tersebut, sekolah dituntut untuk mengembangkan standar kompetensi dan
kompetensi dasar kedalam indikator kompetensi, mengembangkan strategi,
menentukan prioriotas, mengendalikan pemberdayaan berbagai potensi sekolah
dan lingkungan sekitar, serta memeprtanggungjawabkannya kepala masyarakat
dan pemerintah.
Dalam KTSP, pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru, kepala sekolah,
serta komite sekolah dan dewan pendidikan. Badan ini merupakan lembaga yang
ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setembat, komisi
pendidikan pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), pejabat pendidikan
daerah, kepala sekolah, tenaga pendidikan, perwakilan orang tua peserta didik,
dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan segala kebijakan
sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang yang berlaku. Selanjutnya
komite sekolah perlu merumuskan dan menetapkan visi dan misi dan tujuan
sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap program-program kegiatan
operasional untuk mencapai tujuan sekolah.

B. Landasan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional

5
Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP adalah Pasal 1 ayat (19);
Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2);
Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2); Pasal 38 ayat (1), (2).
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan
Ketentuan dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP adalah Pasal 1 ayat (5),
(13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (2); Pasal
36 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10
ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4);
Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1),
(2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.
3. Standar Isi
Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai
kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk
dalam SI adalah kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi
(SK), dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester
dari jenis dan jenjang pendidikan dasar dang menengah. SI ditetapkan dengan
Permendiknas No. 22 Tahun 2006.
4. Standar Kompetensi Lulusan
Standar Kompetensi Lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan
dengan Permendiknas No. 23 Tahun 2006.

C. Karakteristik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


KTSP merupakan bentuk operasional pengembangan kurikulum dalam
konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah, yang akan memberikan
wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini. Hal ini
diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan efisiensi dan
efektivitas kinerja sekolah, khususnya dalam meningkatkan peserta didik datang
dari berbagai latar belakang kesukuan dan tingkat sosial, salah satu perhatian
sekolah harus ditunjukan pada asas pemerataan, baik dalam bidang sosial,

6
ekonomi, maupun politik. Disisi lain, sekolah juga harus meningkatkan efisiensi,
partisipasi, dan mutu, serta bertanggung jawab kepada masyarakat dan
pemerintah.
Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan
satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran,
pengelolaan sumber belajar, proposionalisme tenaga kependidikan, serta sistem
penilaian. Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa karakteritik
KTSP sebagai berikut: pemberian otonomi luas kepada sekolah dan satuan
pendidikan, partisipasi masyarkat dan orang tua yang tinggi, kepemimpinan yang
demokaratis dan proposional, serta team-kerja yang kompak dan transparan.
D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau
satuan pendidikan dan komite sekolah di bawah koordinasi dan supervise dinas
pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan
dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Penyusunan KTSP untuk
pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi,
dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang
disusun oleh BSNP.

KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:


1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta
didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa pesertadidik memiliki
posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggungjawab. Untuk mendukung pancapaian tujuan
tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepetentingan peserta didik serta tuntutan
lingkungan, memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat
pada peserta didik.

7
2) Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keagamaan karakteristik
peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai
atau tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat
istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. Kurikulum meliputi substansi
komponen muatan wajib kurikulum, muatan local, dan pengembangan diri
secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang
bermakna dan tepat antar substansi.
3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu,
semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik
untukmengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan
kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupaan kemasyarakatan,
dunia usaha, dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan
pribadi, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan
vokasional.
5) Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang
kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan anatarsemua jenjang pendidikan.
6) Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan pada proses pengembangan, pembudayaan, dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal,
dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang
selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

8
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keperntingan nasional dan
daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Kepentingan nasional dan daerah harus saling mengisi dan
memberdayakan sejalan dengan Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
E. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Peningkatan Iman dan Takwa serta Akhlak Mulia
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan
kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang
memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan
takwa serta akhlak mulia.
b. Peningkatan Potensi, Kecerdasan, dan Minat sesuai dengan Tingkat
Perkembangan dan Kemampuan Peserta Didik
Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat
manusia secara holistic yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif,
psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum
disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat,
kecerdasan intelektual, emosional, social, spiritual, dan kinestetik peserta
didik.
c. Keragaman Potensi dan Karakteristik Daerah dan Lingkungan
Daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik
lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesui dengan
daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus
memuat keragaman terebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan
kebutuhan pengembangan daerah.
d. Tuntutan Pengembangan Daerah dan Nasional
Dalam era otonomu dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang
otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan mendorong
partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional.
Untuk itu, keduanya harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi.
e. Tuntutan Dunia Kerja

9
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi
serta peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan
hidup. Oleh karena itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk
membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting
terutama bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang tidak
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
f. Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat
berbasis pengetahuan dimana IPTEKS sangat berperan sebagai penggerak
utama perubahan. Pendidikan harus terus-menerus melakukan adaptasi dan
penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual
dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara
berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu
Pengetahuan, teknologi, dan seni.
g. Agama
Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan
takwa serta akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kerukunan
umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran
harus ikut mendukung peningkatan iman, takwa, dan akhlak mulia.
h. Dinamika Perkembangan Global
Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun
bagsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas.
Pergaulan anatarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang
mendiri dan mampu bersaing seerta mempunyai kemampuan untuk hidup
berdampingan dengan suku dan bangsa lain.
i. Persatuan Nasional dan Nilai-Nilai Kebangsaan
Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan
peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan
dan kesatuan bangsa ddalam kerangka NKRI. Oleh karena itu, kurikulum
harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta
persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI.
j. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Setempat

10
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakterisitk social
budaya masyarakat setempat dan menunjang kelesarian keragaman budaya.
Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu
ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
k. Kesetaraan Gender
Kurikulum harus diarahkan pada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan
memperhatikan kesetaraan gender.
l. Karakteristik satuan pendidikan
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan
ciri khas satuan pendidikan

F. Komponen kurikulum Ktsp


1. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan
mengacu pada tujuan umum pendidikan berikut:
a. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya

2. Struktur dan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


Struktur KTSP
Struktur KTSP merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran . Muatan lokal dan
kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur
kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pengembangan
Struktur Kurikulum dilakukan dengan cara antara lain:

11
a. Mengatur alokasi waktu pembelajaran tatap muka seluruh mata
pelajaran.
b. Memanfaatkan 4 jam tambahan untuk menambah jam pembelajaran pada
mata pelajaran tertentu atau menambah mata pelajaran baru.
c. Mencantumkan jenis mata pelajaran muatan lokal dalam struktur
kurikulum.
d. Tidak boleh mengurangi mata pelajaran yang tercantum dalam standar isi.
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
yang tertuang dalam SI (Standar Isi) meliputi 5 kelompok mata pelajaran
sebagai berikut:
1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
4) Kelompok mata pelajaran estetika.
5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau
kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 7, yakni:
1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada
SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat
dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama kewarganegaraan
kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olahraga,
dan kesehatan.
2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada
SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat
dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia,
kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SD/MI/SDLB/Paket A atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan

12
melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu sosial,
keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan.
4. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMP/MTs/SMPLB/Paket B atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan
melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan
alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan/atau teknologi
informasi serta muatan lokal yang relevan.
5. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMA/MA/SMALB/Paket C atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan
melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan
alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, teknologi informasi
dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
6. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan
dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, teknologi informasi dan
komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
7. Kelompok mata pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A,
SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK,
atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau
kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang
relevan.
8. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan pada
SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat
dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani,
olahraga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal
yang relevan.

Muatan KTSP

13
Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan
kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan
pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri
termasuk ke dalam isi kurikulum.
1. Mata pelajaran
Mata Pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan
pendidikan tertera pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi.
2. Muatan lokal
Muatan Lokal, merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, ciri khas dan
potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat
dikelompokan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal
ditentukan oleh tim pengembang KTSP pada masing-masing satuan
pendidikan. Namun demikian, dalam hal tertentu dapat ditentukan oleh guru
yang mengajarkan mata pelajaran muatan lokal.
3. Kegiatan Pengembangan diri
Kegiatan pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai potensi,
kebutuhan, bakat, minat, dan karakteristik peserta didik sesuai dengan kondisi
sekolah. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus
diasuh oleh guru, tetapi bisa dibimbing oleh konselor, dan tenaga
kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk ekstrakurikuler. Meskipun
demikian, dalam hal tenaga yang diperlukan tidak dimiliki oleh satuan
pendidikan, seperti pada sebagian besar sekolah dasar, kegiatan
pengembangan diri dapat dibimbing oleh guru, dan wali kelas, bahkan kepala
sekolah.
Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan
konseling yang berkenaan dengan pengembangan pribadi dan kehidupan
sosial, masalah belajar, dan pengembangan karier peserta didik. Untuk

14
sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk
pengembangan kreativitas dan bimbingan karier
4. Pengaturan beban belajar
Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan
pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun
mandiri, SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar. Beban belajar
dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB
kategori mandiri, dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.
Beban belajar dalam system kredit semester (SKS) digunakan oleh
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri. Jam pembelajaran untuk
setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sbgmana tertera dalam
struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum
empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam
pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam
mencapai kompetensi.
Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%,
SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% - 60%
dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan.
Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan kebutuhan peserta
didik dalam mencapai kompetensi. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam
kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam
praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Alokasi waktu
untuk tatap muka, penugasan struktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur
untuk SMT/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem SKS
mengikuti aturan sebagai berikut:
a. Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas : 40 menit tatap muka, 20 menit
kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tdk terstruktur.

15
b. Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas : 45 menit tatap muka,
25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tdk terstruktur.
5. Kenaikan Kelas, Penjurusan, dan kelulusan
Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan mengacu kepada standar
penilaian yang dikembangkan oleh BSNP. Meskipun demikian dalam
pelaksanaannya, guru dan kepala sekolah yang lebih memahami karakteristik
peserta didik secara keseluruhan, dapat mengambil tindakan-tindakan yang
diperlukan dalam memutuskan kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan bagi
setiap peserta didik. Mengacu kepada ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 ayat (1),
pserta didik dnyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pedidikan dasar dan
menengah setelah:
a. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran.
b. Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata
pelajaran, kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok
kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajarn estetika, dan
kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
c. Lulus ujian sekolah atau Madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan tehnologi.
d. Lulus Ujian Nasional.

6. Pendidikan Kecakapan Hidup


Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB,
SMA/MA/SMALB, SMK/MAK dapat memasukan pendidikan kecakapan
hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, sosial, akademik dan/atau
kecakapan vokasional. Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian
dari pendidikan semua mata pelajaran, yang dapat diperoleh dari peserta didik
dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan atau dari satuan pendidikan
formal lain dan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
7. Pendidikan berbasis Keunggulan Lokal dan Global

16
Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan
pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global. Pendidikan berbasis
keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata
pelajaran, yang dapat diperoleh peserta didik selama menempuh
pendidikannnya pada satuan pendidikan tertentu.
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dikembangkan untuk
membina kemampuan dan wawasan peserta didik, sehingga mampu bertindak
secara lokal, dan berpikir secara global, tanpa menciptakan Penciptanya.

G. Kelebihan Kurikulum KTSP


1. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan
kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh
Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang
menghargai potensi keunggulan lokal. Dengan adanya penyeragaman ini,
sekolah di kota sama dengan sekolah di daerah pinggiran maupun di daerah
pedesaan. Penyeragaman kurikulum ini juga berimplikasi pada beberapa
kenyataan bahwa sekolah di daerah pertanian sama dengan sekolah yang
daerah pesisir pantai, sekolah di daerah industri sama dengan di wilayah
pariwisata. Oleh karenanya, kurikulum tersebut menjadi kurang operasional,
sehingga tidak memberikan kompetensi yang cukup bagi peserta didik untuk
mengembangkan diri dan keunggulankhas yang ada di daerahnya. Sebagai
implikasi dari penyeragaman ini akibatnya para lulusan tidak memiliki daya
kompetitif di dunia kerja dan berimplikasi pula terhadap meningkatnya angka
pengangguran. Untuk itulah kehadiran KTSP diharapkan dapat memberikan
jawaban yang konkrit terhadap mutu dunia pendidikan di Indonesia.
Dengan semangat otonomi itu, sekolah bersama dengan komite
sekolah dapat secara bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai
dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah. Sebagai sesuatu
yang baru, sekolah mungkin mengalami kesulitan dalam penyusunan KTSP.

17
Oleh karena itu, jika diperlukan, sekolah dapat berkonsultasi baik secara
vertikal maupun secara horizontal. Secara vertikal, sekolah dapat berkonsultasi
dengan Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten atau Kota, Dinas Pendidikan
Provinsi, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi, dan
Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan secara horizontal, sekolah dapat
bermitra dengan stakeholder pendidikan dalam merumuskan KTSP. Misalnya,
dunia industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, organisasi profesi, dan
sebagainya agar kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar mampu
menjawab kebutuhan di daerah di mana sekolah tersebut berada.
2. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk
semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-
program pendidikan.
Dengan berpijak pada panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan
dasar dan menengah yang dibuat oleh BNSP, sekolah diberi keleluasaan untuk
merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah
sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa
dimunculkan oleh sekolah. Sekolah bisa mengembangkan standar yang lebih
tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan.
Sebagaimana diketahui, prinsip pengembangan KTSP adalah (1) Berpusat
pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya; (2) Beragam dan terpadu; (3) Tanggap terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (4) Relevan dengan kebutuhan
kehidupan; (5) Menyeluruh dan berkesinambungan; (6) Belajar sepanjang
hayat; (7) Dan seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Berdasarkan prinsip-prinsip ini, KTSP sangat relevan dengan konsep
desentralisasi pendidikan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan
konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) yang mencakup otonomi sekolah
di dalamnya. Pemerintah daerah dapat lebih leluasa berimprovisasi dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Di samping itu, sekolah bersama komite

18
sekolah diberi otonomi menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan kebutuhan
di lapangan.
3. KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan
mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan
siswa. Sesuai dengan kebijakan Departemen Pendidikan
Nasional yang tertuang dalam Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi (SI) dan Peraturan Mendiknas No. 23 tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sekolah diwajibkan menyusun
kurikulumnya sendiri. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu
memungkinkan sekolah menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang
dianggap paling dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh misalnya, sekolah yang
berada dalam kawasan pariwisata dapat lebih memfokuskan pada mata
pelajaran bahasa Inggris atau mata pelajaran di bidang kepariwisataan lainnya.
Sekolah-sekolah tersebut tidak hanya menjadikan materi bahasa Inggris dan
kepariwisataan sebagai mata pelajaran saja, tetapi lebih dari itu menjadikan
mata pelajaran tersebut sebagai sebuah ketrampilan. Sehingga kelak jika
peserta didik di lingkungan ini telah menyelesaikan studinya bila mereka tidak
berkeinginan untuk melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi mereka
dapat langsung bekerja menerapkan ilmu dan ketrampilan yang telah diperoleh
di bangku sekolah.
KTSP ini sesungguhnya lebih mudah, karena guru diberi kebebasan
untuk mengembangkan kompetensi siswanya sesuai dengan lingkungan dan
kultur daerahnya. KTSP juga tidak mengatur secara rinci kegiatan belajar
mengajar (KBM) di kelas, tetapi guru dan sekolah diberi keleluasaan untuk
mengembangkannya sendiri sesuai dengan kondisi murid dan daerahnya. Di
samping itu yang harus digarisbawahi adalah bahwa yang akan dikeluarkan
oleh BNSP tersebut bukanlah kurikulum tetapi tepatnya Pedoman Penyusunan
Kurikulum 2006.

19
4. KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan
memberatkan kurang lebih 20%.
Dengan diberlakukannya KTSP itu nantinya akan dapat mengurangi
beban belajar sebanyak 20% karena KTSP tersebut lebih sederhana. Di
samping jam pelajaran akan dikurangi antara 100-200 jam per tahun, bahan
ajar yang dianggap memberatkan siswa pun akan dikurangi. Meskipun terdapat
pengurangan jam pelajaran dan bahan ajar, KTSP tetap memberikan tekanan
pada pengembangan kompetensi siswa.
Pengurangan jam belajar siswa tersebut merupakan rekomendasi dari
BNSP. Rekomendasi ini dapat dikatakan cukup unik, karena selama bertahun-
tahun beban belajar siswa tidak mengalami perubahan, dan biasanya yang
berubah adalah metode pengajaran dan buku pelajaran semata. Jam pelajaran
yang biasa diterapkan kepada siswa sebelunya berkisar antara 1.000-1.200 jam
pelajaran dalam setahun. Jika biasanya satu jam pelajaran untuk siswa SD,
SMP dan SMA adalah 45 menit, maka rekomendasi BNSP ini mengusulkan
pengurangan untuk SD menjadi 35 menit setiap jm pelajaran, untuk SMP
menjadi 40 menit, dan untuk SMA tidak berubah, yakni tetap 45 menit setiap
jam pelajaran. Total 1.000 jam pelajaran dalam satu tahun ini dengan asumsi
setahun terdapat 36-40 minggu efektif kegiatan belajar mengajar.dan dalam
seminggu tersebut meliputi 36-38 jam pelajaran.
Alasan diadakannya pengurangan jam pelajaran ini karena menurut
pakar-pakar pendidikan anak bahwa jam pelajaran di sekolah-sekolah selama
ini terlalu banyak. Apalagi kegiatan belajar mengajar masih banyak yang
terpaku pada kegiatan tatap muka di kelas. Sehingga suasana yang tercipta pun
menjadi terkesan sangat formal. Dampak yang mungkin tidak terlalu disadari
adalah siswa terlalu terbebani dengan jam pelajaran tersebut. Akibat lebih jauh
lagi adalah mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
Persoalan ini lebih dirasakan untuk siswa SD dan SMP. Dalam usia
yang masih anak-anak, mereka membutuhkan waktu bermain yang cukup

20
untuk mengembangkan kepribadiannya. Suasana formal yang diciptakan
sekolah, ditambah lagi standar jam pelajaran yang relatif lama, tentu akan
memberikan dampak tersendiri pada psikologis anak. Banyak pakar yang
menilai sekolah selama ini telah merampas hak anak untuk mengembangkan
kepribadian secara alami.
Inilah yang menjadi dasar pemikiran bahwa jam pelajaran untuk siswa
perlu dikurangi. Meski demikian, perngurangan itu tidak dilakukan secara
ekstrim dengan memangkas sekian jam frekwensi siswa berhubungan dengan
mata pelajaran di kelas. Melainkan memotong sedikit, atau menghilangkan
titik kejenuhan siswa terhadap mata pelajaran dalam sehari akibat terlalu lama
berkutat dengan pelajaran itu.
Dapat dikatakan bahwa perberlakuan KTSP ini sebagai upaya
perbaikan secara kontinuitif. Sebagai contoh, kurikulum 1994 dapat dinilai
sebagai kurikulum yang berat dalam penerapannya. Ketika diberlakukan
Kurikulum 1994 banyak sekolah yang terlalu bersemangat ingin meningkatkan
kompetensi iptek siswa, sehingga muatan iptek pun dibesarkan. Tetapi yang
patut disayangkan adalah SDM yang tersedia belum siap, sehingga hasilnya
hanya sekitar 30% siswa yang mampu menerapkan kurikulum tersebut.
5. KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk
mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.
Pola kurikulum baru (KTSP) akan memberi angin segar pada sekolah-
sekolah yang menyebut dirinya nasional plus. Sekolah-sekolah swasta yang
kini marak bermunculan itu sejak beberapa tahun terakhir telah
mengembangkan variasi atas kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Sehingga
ketika pemerintah kemudian justru mewajibkan adanya pengayaan dari
masing-masing sekolah, sekolah-sekolah plus itu jelas akan menyambut
gembira.
Kehadiran KTSP ini bisa jadi merupakan kabar baik bagi sekolah-
sekolah plus. Sebagian sekolah-sekolah plus tersebut ada yang khawatir

21
ditegur karena memakai bilingual atau memakai istilah kurikulum yang
bermacam-macam seperti yang ada sekarang. Sekarang semua bentuk
improvisasi dibebaskan asal tidak keluar panduan yang telah ditetapkan dalam
KTSP.
Sebagai contoh, Sekolah High Scope Indonesia, sebelumnya sejak
awal berdiri pada 1990 telah menggunakan kombinasi kurikulum Indonesia
dengan Amerika Serikat (AS). Kendati mendapat lisensi dari AS, namun
pihaknya tetap mematuhi kurikulum pemerintah. Caranya dengan mematuhi
batas minimal, namun secara optimal memberikan penekanan pada aspek-
aspek tertentu yang tidak diatur oleh kurikulum. Misalnya tetap memberikan
materi Bahasa Indonesia, namun menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa
pengantar utama.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum

22
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, dan silabus. KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-
prinsip sebagai berikut: 1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan
kepentingan peserta didik dan lingkungannya, 2) Beragam dan terpadu, 3)
Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, 4)
Relevan dengan kebutuhan kehidupan, 5) Menyeluruh dan berkesinambungan, 6)
Belajar sepanjang hayat, dan 7) Seimbang antara kepentingan nasional dan
kepentingan daerah

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) Panduan Penyusunan KTSP Jenjang


Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: Depsiknas.

Depdiknas. (2006) Buku Saku: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMP, Ditjen
Mandikdasmen.

23
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.

Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,


Bandung: Fokusmedia.

Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT


REMAJA ROSDAKARYA.

24

Anda mungkin juga menyukai