Anda di halaman 1dari 10

KAJIAN

PENGENDALIAN HAMA DENGAN NEMATODA ENTOMOPATOGEN


(Steinernema spp. dan Heterorhabditis spp.)

Oleh :
Ir. Latief Imanadi, SP., MM.
NIP. 19640425 199403 1 002

LABORATORIUM BIDANG TUMBUHAN


BALAI BESAR KARANTINA PERTANIAN SURABAYA
2012
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Senyawa kimia sintetik sampai saat ini selalu diandalkan untuk mengendalikan serangga
hama tumbuhan di Indonesia. Pengaruh penggunaan insektisida sintetik yang tidak berjadual
serta kurang tepat akan banyak menimbulkan dampak negatif yang sangat merugikan, antara
lain: ketahanan serangga hama (resistensi), peledakan serangga hama sekunder (resurjensi),
matinya musuh alami, mencemari air minum, merusak lingkungan dan membahayakan
manusia. Dengan semakin meningkatnya kesadaran manusia akan kualitas lingkungan hidup
yang tinggi, maka pengendalian serangga hama yang bertumpu pada penggunaan pestisida
harus ditekan sekecil-kecilnya atau tidak sama sekali, karena akan menimbulkan masalah-
masalah yang negatif, seperti yang telah diuraikan diatas. Pengendalian hayati di dalam
konsep dasar Pengendalian Hama Terpadu (PHT) memegang peranan yang sangat penting.
Pemanfaatan agensia pengendali hayati dengan nematoda entomopatogen Steinernema spp.
dan Heterorhabditis spp. merupakan salah satu alternatifnya.

http://didiksulistyanto.wordpress.com/2009/02/02/agensia-hayati-nematoda-entomopatogen-
sebagai-pengendali-serangga-hama-dalam-bidang-pertanian/

Nematoda Steinernema sp adalah agensia hayati yang dapat dimanfaatkansebagai salah satu
alternatif pengendalian hama. Teknik pengendalian hama ini berpotensi mengurangi
ketergantungan pada insektisida kimia, yaitu dengan memanfaatkannya sebagai bahan
biopestisida. Nematoda entomopatogen Steinernema sp. termasuk famili Steinernematidae
yang diketahui sangat potensial mengendalikan serangga hama. Nematoda ini memiliki
kelebihan-kelebihan tertentu dibandingkan dengan bahan-bahan kimia sebagai agen
pengendali. Selain mudah dikembangbiakan dan memiliki kemampuan menginfeksi yang
tinggi (daya bunuhnya sangat cepat), kisaran inangnya yang luas, aktif mencari inang
sehingga efektif untuk mengendalikanserangga dalam jaringan, tidak menimbulkan
resistensi, mudah diperbanyak dan aman terhadap lingkungan.

http://www.scribd.com/doc/40377802/Nematoda-Pa-to-Genesis-Serangga-Sebagai-ida

1.2. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memahami pestisida hayati dengan menggunakan nematode.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Nematoda Entomopatogen


Nematoda Steinernema sp. merupakan salah satu alternatif agensiahayati untuk
mengendalikan hamasecara non kimiawi selain parasitoid, predator, cendawan,virus dan bak-
teri lainnya. Sebagai bioinsektisida, entomopatogen inimempunyai be-berapa kelebihan,yaitu
efektif, per-sisten di dalamtanah; dapat dipro-duksi secaramassal, diformulasi,
dandiaplikasikan secara konven-sional;kompatibel dengan kompo-nen laindalam
pengendalian hama terpadu(PHT); serta tidak men-cemarilingkungan.
Kemungkinannematoda ini diproduksi secaramurah berpeluang sangat besar se-cara in vivo
dan in vitro. Beberapakelemahan nematoda
Steinernema sp. antara lain persistensinya yang pendek bila diaplikasikan padakanopi, namun
dapat ditanggulangidengan teknik formulasi

Klasifikasi
Steinernema sp. adalah nematoda entomopatogenik obligat yangtermasuk dalam kelas
Secementea, ordo Rhabditida, famili Steinerne-matidae. Sampai saat ini genus Stei-nernema
terdiri dari 16 spesies.Spesies yang paling banyak ditelitiadalah Steinernema carpocapsae
Weiser karena potensinya yangsangat besar dalam pengendalianhama. S. carpocapsae
merupakan pe-makan bakteri dan sekaligus bersim- biosis secara mutualistik dengan bakteri
tersebut yang juga patogenik terhadap serangga inangnya. Bakteritersebut adalah X.
nematophillus yang hidup pada saluran pencernaan nematoda. X. nematophilus me-rupakan
bakteri gram negatif,fakultatif anaerob, termasuk familiEnterobacteriaceae

Siklus Hidup
S. carpocapsae mengalami tigastadia perkembangan, yaitu telur, juvenil (larva) dan dewasa.
Dalam perkembangannya juvenil meng-alami ekdisis empat kali sehinggaterdiri dari empat
instar, yaitu instar-1 (J1) sampai dengan instar-4 (J4). S.carpocapsae mempunyai
stadiaresisten yang dalam bahasa Jermandisebut dauer larvae atau dauer yang berarti tahan
atau permanen.Sebutan yang lebih umum adalahinfektif juvenil atau IJ. J3 yangmasih
terselubung di dalam kutikuladari J2 adalah juvenil yang berperansebagai IJ. Jadi J3 atau IJ
mempu-nyai dua lapis kutikula. Kutikulaganda ini mampu melindungi juvenilnematoda
terhadap faktor biotik.Fase IJ tersebut adalah satu-satunyainstar juvenil yang dapat
mempenetrasi dan menginfeksi melaluilubang tubuh inangnya (mulut, anus,spi-rakel) atau
penetrasi langsung pada kutikula.Secara detail siklus hidup S. car- pocapsae. Pada waktu
menginfeksi inangnya, S. carpocapsae hanyamembentuk dua sampai tiga gene-rasi,
tergantung pada ukuran atauvolume inangnya. S. carpocapsae dewasa dari generasi pertama,
biasanya dua sampai sembilan ekor dalam satu inang. Betina biasanya jauh lebih panjang dan
besar dari- pada yang jantan. Betina berukuran10 - 12 mm dan jantan 1,2 - 2,0 mm. S.
carpocapsae bersifatamfimiktik, yaitu memerlukan jantan dan betina untuk bereproduksi
pada seluruh generasidan tidak pernah bersifathermaproditik. Satu ekor betinayang bertemu
dengan jantan mampumenghasilkan 2.000 hingga 10.000 telur. Telur menetas dan juvenil
berkembang menjadi dewasa didalam tubuh serangga inang. Bila inangnya cukup besar,
generasi kedua ini belum beremigrasi ataukeluar dari inangnya. Jaringan serangga inang
dipakai oleh bakteri simbion untuk berkembang biak dan nematoda memanfaatkan bakteri
serta hasil sampingannya se- bagai makanan mereka. Bakteri
X. nematophilus juga menghasil-kan beberapa antibiotik yang berfungsi sebagai pelindung
baginematoda dari kontaminasi olehmikroorganisme lain. Ukuran generasi kedua ini hanya 2
- 9 mm dansetiap betina hanya menghasilkan 90- 100 telur. Telur menetas didalam serangga
inang namun juvenile yang dihasilkan meninggalkan inang sebagai IJ untuk menginfeksi
serangga yang baru. Hal ini dilakukan karena persediaan nutrisi pada serangga inangnya
sudah habis untuk perkembangan tiga generasi nematoda. Matricidal endotoky dapat terjadi
pada kondisi tertentu, yaitu pada betina dewasa yang lebih tua.Peris-tiwa yang terjadi adalah
telur mene-tas di dalam tubuh betina dan juvenil memakan tubuh induknya.Infektif juvenil
kemudian keluar melalui lubang anterior dan posterior dari kutikula yang tersisadari
induknya.Potensi sebagai nematoda entomo- patogen Nematoda S. carpocapsae per-tama kali
diisolasi di Jerman dandideskripsikan sebagai Aplectanakraussei oleh Steiner pada
1923.Setelah itu sejumlah spesies laindiisolasi dan kelompok nematodaini kemudian dikenal
sebagaisalah satu agensia pengendalihayati yang paling berpotensi pada program-program
pengendalianhama terpadu (PHT).S. carpocapsae
memiliki kisaraninang yang luas, terutama serangga-serangga Coleoptera yang berhabitatdi
dalam tanah. Lebih dari 250spesies serangga inang dari beberapa ordo telah dilaporkan.
Lingkungan tanah merupakantempat yang paling baik untuk terjadinya interaksi antara
seranggadengan nematoda, karena lebih dari90% serangga menghabiskan waktunya atau
siklus hidupnya didalam tanah. Di samping itu tanah merupakan habitat alami bagi nematoda
steinernematid. http://www.scribd.com/doc/68760758/Bin-a-Hong

2.2. Pengenalan Nematoda Entomopatogen Sebagai Agensia Hayati Organisme Pengganggu


Tanaman yang Berwawasan Lingkungan
Indonesia memiliki potensi agensia hayati yang luar biasa banyak (mega biodiversitY)
terutama Nematoda entomopatogen. Nematoda parasit serangga dapat dijumpai disetiap
jengkal tanah di Indonesia (mulai dari pantai sampai pegunungan).
Pengendalian kimiawi merupakan salah satu cara yang sering dilakukan petani,
membutuhkan cost yang besar tapi hama tersebut sudah resisten/ tahan, serta memberikan
dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia,
Pemanfaatan agens hayati dengan nematoda entomopatogen sebagai pengendali hama utama
sayuran yang ramah lingkungan sangat diharapkan. Pemanfaatan Nematoda Entomopatogen
sebagai agens hayati hama utama sayuran, padi, dan perkebunan dan merupakan hal baru di
Indonesia,
Steinernema sp. dan Heterorhabditis sp. isolat lokal sebagai agens hayati yang dapat
diproduksi secara massal dalam media padat maupun cair dalam media in vitro yang murah,
ekonomis dan efektif.

Nematoda entomopatogen, Heterorhabditis spp. yang berasal dari semua jengkal tanah yang
bersimbiose dengan bakteri,Photorhabdus spp. yang ampuh mengendalikan hama Tanaman
Pertanian, Pangan, Perkebunan, dll.

Proses produksi massal Nematoda entomopatogen secara in vitro dalam tabung berisi media
khusus dan liquid culture fermentor vol. 500-1000 liter

Proses masuknya Nematoda entomopatogen dalam tubuh serangga sampai menyebabkan


serangga hama mati dalam waktu 24 jam

http://didiksulistyanto.wordpress.com/2009/02/12/pengenalan-nematoda-entomopatogen-
sebagai-agensia-hayati-organisme-pengganggu-tanaman-yang-berwawasan-lingkungan/

Patogenisitas Nematoda Entomopatogen Heterorhabditis sp. terhadap Larva Cyllodes bifacies


Usaha pengendalian C. bifacies sampai saat ini masih menitikberatkan pada insiktisida, yang
dapat menimbulkan dampak negatif. Salah satu cara pengendalian yang ramah lingkungan
adalah dengan menggunakan musuh alami. Heterorhabditis sp. merupakan salah satu
nematoda entomopatogen yang cukup efektif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
tingkat kepadatan populasi nematoda entomopatogen Heterorhabditis sp. yang efektif
terhadap larva C. bifacies.
Percobaan ini dilakukan di laboratorium Nematologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, dari bulan Mei 2005 sampai Juli 2005. Percobaan
dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 7 perlakuan dan 4
ulangan. Kepadatan populasi nematoda yang digunakan adalah 25 JI/ml, 50 JI/ml, 100 JI/ml,
200 JI/ml, 400 JI/ml, insektisida asefat 2 g/l dan kontrol.
Hasil percobaan menunjukan bahwa pada 120 jam setelah aplikasi nematoda entomopatogen
Heterorhabditis sp. dengan kepadatan populasi 400 JI/ml dapat menyebabkan mortalitas
tertinggi yaitu 96,25 %. Nilai LC50 terendah yaitu 103 JI/ml pada 120 JSA dan nilai LT50
yaitu 36,8 JSA terjadi pada kepadatan konsentrasi 400 JI/ml.
http://hpt.unpad.ac.id/patogenisitas-nematoda-entomopatogen-heterorhabditis-sp-terhadap-
larva-cyllodes-bifacies/

Keefektifan Nematoda Entomopatogen Steinernema carpocapsae (Rhabditida :


Steinernematidae) Isolat Lembang terhadap Mortalitas Larva Agrotis ipsilon Hufn.
(Lepidoptera:Noctuidae) pada Tanaman Kubis di Rumah Kaca.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui keefektifan nematoda entomopatogen Steinernema


carpocapsae isolat Lembang pada mortalitas larva Agrotis ipsilon pada tanaman kubis di
rumah kaca. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Rumah Kaca Balai
Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang, Kabupaten Bandung. Rancangan yang digunakan
adalah acak kelompok dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diuji adalah 5
macam perlakuan tingkat kepadatan populasi nematoda S. carpocapsae (325; 650; 1.300;
2.600; dan 5.200 JI/ml), pestisida sipermetrin 0,5 ml/l, dan kontrol. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nematoda entomopatogen S. carpocapsae isolat Lembang mulai tingkat
kepadatan 1.300 JI/ml efektif dalam mengendalikan larva A. ipsilon mengakibatlan mortalitas
sebesar 56,11% dan mengurangi tingkat kerusakan tanaman kubis sebesar 47,50% pada 96
jam setelah aplikasi.
http://balitsa.litbang.deptan.go.id/ind/?q=content/keefektifan-nematoda-entomopatogen-
steinernema-carpocapsae-rhabditidasteinernematidae-isola-0

Potensi nematoda entomopatogen untuk pengendalian nematoda puru akar (Meloidogyne


spp.) pada tanaman kedelai.

Meloidogyne spp. merupakan suatu agens penyebab penurunan hasil bila menginfeksi
tanaman kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Meloidogyne spp. secara nyata dapat
dikendalikan dengan juvenil infektif (JI) nematoda entomopatogen. Dua macam perlakuan ini
memberikan efek penekanan baik terhadap kepadatan akhir maupun infeksi nematoda pada
akar. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/44724

Nematoda Steinernema sp.


Nematoda entomopatogen Steinernema sp. termasuk famili Steinernematidae yang diketahui
sangat potensial mengendalikan serangga hama (Glazer dan Navon, 1990). Dala menginfeksi
hama, nematoda ini bersimbiose secara mutualistis dengan bakteri Xenorhabdus sp. yang
hidup didalam saluran pencernaannya (Aguillera et al., 1993). Sel-sel bakteri yang keluar dari
saluran pencernaan nematoda akan menginfeksi hemolimfa serangga, kemudian
berkembang dan membunuhya dengan menyebabkan keracunan darah (septicemia)
dalam waktu 48 jam setelah infeksi (Mrc k et al., 1994). Untuk hidup, nematoda memakan
selsel bakteri simbionnya dan jaringan tubuh inang, dan akan menghasilkan 2 3 generasi yang
akan keluar dari tubuh inang sebagai larva (juvenil) infektif yang selanjutnya akan
menginfeksi inang baru (Aguillera dan Smart, 1993).
Hasil uji di laboratorium menunjukkan bahwa Steinernema sp. dapat menginfeksi lebih dari
250 spesies serangga yang berasal dari 75 famili dan 11 ordo (Poinar, 1979). Hal tersebut
disebabkan beberapa faktor yaitu: adanya kepastian terjadinya kontak fisik antara nematoda
dengan inang, kondisi lingkungan optimal, dan rendahnya factor pembatas infeksi nematoda
terhadap inang di lingkungan laboratorium (Schroeder, 1987). Sebaliknya di lapang nematoda
cenderung kurang efektif menginfeksi karena pengaruh sinar ultraviolet.
Meskipun demikian, Steinernema sp. terbukti efektif membunuh beberapa spesies serangga
hama tanaman hortikultura maupun perkebunan (Tabel1). Steinernema sp. isolat AB05 dari
Asembagus merupakan isolat yang memiliki efektivitas tertinggi dibanding isolat lainnya
karena menyebabkan mortalitas ulat H. armigera instar 2 5 sekitar 40 65%, dan membunuh
pupa hingga 7,5% (Cahyono 2000).
Di negara-negara berkembang seperti Amerika Serikat, Jerman, Belanda, Brasil, dan
Australia, Steinernema sp. sudah diproduksi secara komersial
(Smart, 1995). Kisaran inangnya yang luas menyebabkan nematoda ini banyak dimanfaatkan
dalam pengendalian serangga hama (Indrayani dan Gothama, 2005), khususnya yang seluruh
atau sebagian stadia hidupnya terjadi di dalam tanah.
Pemanfaatan Steinernema sp. tidak terbatas pada kapas dan tembakau saja, tetapi juga untuk
mengendalikan serangga hama tanaman lain yang merupakan inang Steinernema sp.
http://balittas.litbang.deptan.go.id/ind/images/kapasrami/potensi%20patogen.pdf

III. PEMBAHASAN

3.1. Definisi Pestisida Hayati


Pestisida Hayati, merupakan pestisida yang bahan dasarnya berasal dari berbagai jenis
tanaman yang memiliki kandungan spesifik dalam tingkah laku dan metabolisme organisme
pengganggu tanaman(OPT) serta bahan lainnya umumnya masih bersifat sederhana dan
apabila masuk ke dalam tanah, air akan mudah terdegradasi secara alami dan tidak
mencemari lingkungan, relatif lebih aman bagi manusia dan ternak.
Pestisida hayati dapat pula berupa virus, bakteri, Nematoda patogen, serta Jamur. Dimana
keempatnya mempunyai cara-cara tersendiri dalam menginfeksi inangnya.

3.2. Pestisida Hayati dengan Menggunakan Nematoda


Untuk dapat meningkatkan produktivitas hasil pertanian,diperlukan perbaikan dan
penyempurnaan sistem budidaya tanaman yang telah dilaksanakan. Penyempurnaan yang
dimaksud adalah menyangkut semua aspek seperti produksi (budidaya tanaman), panen,
penanganan pasca panen dan pemasaran hasil pertanian. Salah satu aspek yang paling besar
pengaruhnya pada sistem budidaya pertanian di Indonesia adalah adanya serangan organisme
pengganggu tanaman (OPT) yang tediri dari hama, penyakit dan gulma. Dari ketiga macam
OPT tersebut, hama memiliki potensi yang sangat besar dalam menimbulkan kerusakan dan
kerugian pada komoditas pertanian baik yang ada di lapangan maupun yang ada di gudang.
Serangan hama dapat mengurangi kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan.
Menurunnya kualitas produk karena performance yang jelek atau mungkin karena adanya
perubahan warna, rasa dan bau pada produk yang dihasilkan. Serangan hama juga
mengurangi kuantitas produk, yang disebabkan karena pengurangan berat, ukuran, dan lain-
lain.

SIKLUS HIDUP NEMATODA STEINERNEMA

Siklus Hidup Nematoda : Juvenil infective (JT) yang baru keluar dari induk dan bergerak
bebas didalam tanah untuk menghasilkan generasi baru JT stadium ke-3 (jantan dan betina),
jantan dan betina kawin untuk menghasilkan generasi baru Nematoda Steinernema betina
akan memproduksi banyak juvenil infektif generasi baru di dalam tanah JI akan berkembang
biak menjadi nematoda jantan dan betina dewasa

Deskripsi Taksonomi
Filum : Nematelminthes
Ordo : Dorylaimida
Famili : Steinernematidae
Genus : Steinernema
Spesies : Steinernema spp.
Berbagai cara yang dilakukan untuk mengendalikan hama diantaranya adalah kultur teknis
(pengaturan jarak tanam, varietas tahan, dll), fisis, mekanis, hayati dan kimiawi. Kelima cara
pengendalian tersebut merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lain atau dilakukan secara terpadu.
Pengendalian hayati merupakan upaya pengendalian hama dengan memanfaatkan musuh
alami serangga sehingga mampu menekan kerusakan yang ditimbulkan oleh organisme
tersebut. Musuh alami hama yang ada di lapangan jumlahnya sangat banyak baik dari
golongan serangga, jamur, bakteri maupun nematoda. Dari keempat musuh alami tersebut,
nematoda merupakan musuh alami yang potensial untuk mengendalikan hama baik di
lapangan maupun yang ada di gudang. Salah satu nematoda entomopatogen yang sudah
banyak dikenal adalah Steinernema spp. Nematoda ini bersifat broad spectrum serta virulen
dan mampu membunuh hama dalam waktu yang relatif singkat yaitu 48 jam.
Nematoda Steinernema bersimbiosis dengan satu bakteri yaitu Xenorhabdus luminescens.
Simbiosis antara nematoda dan bakteri bersifat mutualisme (saling menguntungkan) dimana
nematoda mendapatkan nutrisi yang dihasilkan oleh bakteri sedangkan bakteri merasa
terlindungi oleh nematoda.

Biologi Steinernema
Nematoda Steinernema paling banyak terdapat di tanah. Selain itu juga, mampu hidup di
permukaan daun, di tempat-tempat yang banyak mengandung bahan organik, di air tawar dan
air laut. Di dalam tanah, nematoda hidup dengan cara memanfaatkan bahan organik atau
memakan serangga-serangga atau organisme lain.
Di dalam tubuh serangga nematoda dapat berkembang biak dengan cepat sampai
menghasilkan 2 sampai 3 generasi. Siklus hidup nematoda dari telur menjadi dewasa
memerlukan waktu kurang lebih 14 hari. Apabila terdapat nutrisi yang melimpah siklus
hidupnya bisa lebih cepat lagi dan sebaliknya apabila tidak tersedia nutrisi yang cukup maka
daur hidup nematoda bisa lebih lama.
Organisme ini bisa bertahan di dalam tanah, dengan cara inaktif dalam jangka waktu tertentu
dan akan melakukan migrasi ke tempat lain apabila tidak ada persediaan makanan yang
cukup . Perpindahan nematoda dari suatu tempat ke tempat lain bisa dilakukan secara pasif
yakni dengan bantuan air, angin atau terbawa oleh alat-alat pertanian. Gerakan aktif nematoda
sangat lambat dan ditempuh dengan waktu yang sangat panjang.

Cara menyerang hama


Cara nematoda menyerang hama adalah nematoda masuk ke dalam tubuh larva serangga
melalui lubang tubuh alami seperti spirakel, anus, atau termakan oleh larva serangga. Setelah
berada di dalam tubuh larva, nematoda langsung melepaskan bakteri simbiosisnya ke dalam
usus larva serangga. Bakteri inilah yang membunuh larva dengan cara mengeluarkan zat yang
bersifat antibiotik atau racun terhadap serangga. Dalam waktu 1-2 hari larva mati. Larva
yang mati biasanya ditunjukkan dengan gejala yang khas tergantung warna permukaan tubuh
ulat. Ulat hongkong yang terserang nematoda ini menunjukkan gejala warna tubuh coklat
kehitaman, tubuh lembek dan sedikit mengeluarkan cairan. Setelah larva mati, nematoda
memperbanyak diri dengan memanfaatkan nutrisi yang ada di dalam tubuh larva tersebut.
Selanjutnya induk nematoda menghasilkan 2-3 generasi baru di dalam tubuh inangnya
tersebut. Setelah nutrisi di dalam tubuh larva tersebut habis maka nematoda melakukan
migrasi dengan cara keluar dari tubuh larva dan mencari inang lain.

Apa itu nematoda?


Nematoda adalah termasuk kelas cacing atau (ulat) yang hidup sebagai parasit pada
tumbuhan, binatang atau hidup bebas si Tanah atau di Air.

Kisaran inang Steinernema


Nematoda Stenernema spp. memiliki kisaran inang yang sangat luas baik hama yang
menyerang tanaman perkebunan, hortikultura maupun tanaman pangan. Untuk hama tanaman
perkebunan yang telah berhasil dikendalikan dengan nematoda Steinernema antara lain
Helopelthis sp. pada tanaman kakao. Steinernema juga mampu mengendalikan hama yang
menyerang tanaman hotikultura diantaranya Spodoptera exigua dan Spodoptera litura
(bawang merah), Croccidolomia binotalis dan Plutela Xylostella ( Kubis ), Helicoverpa
armigera (tomat) sedangkan hama tanaman pangan yang dapat dikendalikan oleh organisme
ini adalah hama putih (Nimphula depuntalis), Corcira cephalonica ,dll. Populasi Steinernema
tinggi disebabkan kondisi tanah yang sangat cocok yakni tanah berpasir dan juga serangan
hama S. exigua pada bawang merah dan S. litura pada cabai yang tinggi. Dengan adanya
inang yang cocok tersebut nematoda Steinernema dapat bertahan lama dan berproduksi
dengan baik.

Gambar I Gambar II

I : Ulat spodoptera litura (instar-1) yang terserang Steinernema sp


II : Gejala serangan Steinernema spp pada Ulat Spodoptera litura instar III
http://goorganic-2010.blogspot.com/

3.3. Kajian Nematoda Entomopatogen


Dari uraian referensi yang ada menyebutkan bahwa nematode entomopatogen sangat efektif
mengendalikan hama secara ramah lingkungan. Bahkan 250 spesies serangga yang berasal
dari 75 famili dan 11 ordo (Poinar, 1979) bisa dikendalikan dengan nematode Steinernema
sp. dan Heterorhabditis sp. secara efektif namun kebutuhan juvenile infektif untuk
mengendalikannya sangat banyak mengingat dari hasil uji coba diperlukan 400 Juvenil
Infektif (JI) /ml 3. Berarti kebutuhan satu liternya , 1000 ml x 400 JI = 400.000 Juvenil
Infektif. Bagaimana kalau untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan/serangga
dengan luas lahan satu hektar?. Bisa dibayangkan berapa juta juvenile infektif nematode yang
diperlukan?.
Pengendalian secara hayati merupakan pengendalian yang ramah lingkungan namun masih
banyak kendala yang dihadapi, antara lain :
1. Penyediaan juvenile infektif nematode entomopatogen secara banyak sulit dipenuhi.
2. Kemasan/bentuk aplikasinya masih kurang praktis.
3. Bisa salah sasaran ke serangga yang menguntungkan.
4. Kemungkinan hanyut terbawa air saat hujan.
5. Teknik aplikasinya masih dalam pengembangan.
6. Belum merupakan peluang usaha untuk dikomersialkan.
7. Belum tersosialisasi ke masyarakat secara luas.
Upaya untuk mengatasi kendala-kendala tersebut yaitu :
1. Penyediaan juvenile infektif nematode entomopatogen secara banyak sulit dipenuhi.
a. Peran Pemerintah sangat diharapkan untuk mendidik petani melakukan upaya
perbanyakan juvenile infektif nematode melalui sekolah lapang pengendalian hama terpadu
(SLPHT) yang dilaksanakan oleh Instansi BPTPH.
b. Perguruan Tinggi juga diharapkan menerapkan Tri Darma Perguruan Tingginya untuk
pengabdian masyarakat dengan melaksanakan uji coba dengan teknik metoda yang lebih
tepat guna untuk ditularkan kepada petani secara intensif.
c. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian menggandeng perusahaan swasta Nasional
yang bergerak dibidang pestisida untuk mengembangkan dan memproduksi pestisida hayati
nematode entomopatogen secara komersial dengan harga yang terjangkau.
2. Kemasan/bentuk aplikasinya masih kurang praktis.
Pestisida hayati memerlukan kemasan khusus untuk bisa diaplikasikan di lapangan secara
mudah. Hal ini perlu penanganan serius karena tidak mudah namun masih bisa diupayakan.
Misal : dipadatkan dengan media agar, dicampur pupuk organic atau ulat yang sudah banyak
mengandung juvenile infektif dimasukkan kedalam kapsul dll.
3. Bisa salah sasaran ke serangga yang menguntungkan.
Kemungkinan ini bisa terjadi, juvenile infektif nematode menyerang serangga/larva yang
seharusnya tidak menjadi target.
4. Kemungkinan hanyut terbawa air saat hujan.
Perlu kemasan khusus dan aplikasi yang tepat untuk menghidari juvenile infektif terbawa
arus saat hujan.
5. Teknik aplikasinya masih dalam pengembangan.
Aplikasi mungkin bisa lewat tanah, disemprotkan langsung ke larva atau ke seluruh bagian
tanaman.
6. Belum merupakan peluang usaha untuk dikomersialkan.
Sebenarnya merupakan peluang namun semua pihak masih belum yakin akan keberhasilan
pengendalian dengan juvenile infektif nematode dan hasilnya membutuhkan waktu.
7. Belum tersosialisasi ke masyarakat secara luas
Pengendalian dengan pestisida hayati membutuhkan waktu yang lama untuk bisa meyakinkan
petani dan pelaku usaha. Namun perlu ditanamkan pengertian bahwa
pengendalian tersebut merupakan pengendalian yang ramah lingkungan. Peran media masa
juga diperlukan untuk menyebarluaskan informasi tentang keunggulan pengendalian ini.

KESIMPULAN

1. Nematoda Steinernema sp. adalah agensia hayati yang dapat dimanfaatkansebagai salah
satu alternatif pengendalian hama, yaitu denganmemanfaatkannya sebagai bahan biopestisida.

2. Nematoda Steinernema sp. memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan bahan-bahan


kimia sebagai agen pengendali, seperti: mudah dikembangbiakan dan memiliki kemampuan
menginfeksi yang tinggi (daya bunuhnya sangat cepat), kisaran inangnya yang luas, aktif
mencari inangsehingga efektif untuk mengendalikan serangga dalam jaringan, tidak
menimbulkan resistensi, mudah diperbanyak dan aman terhadaplingkungan.

3. Nematoda Steinernema sp. sebagai nematoda pathogen serangga dibantuoleh interaksi


mutualistik dengan bakteri simbionnya. Oleh karena itu, bakteri simbion tersebut memiliki
potensi sebagai agen biokontrol hama.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://didiksulistyanto.wordpress.com/2009/02/02/agensia-hayati-nematoda
entomopatogen-sebagai-pengendali-serangga-hama-dalam-bidang-pertanian/
Anonim. http://www.scribd.com/doc/40377802/Nematoda-Pa-to-Genesis-Serangga-Sebagai-
ida
Anonim. . http://www.scribd.com/doc/68760758/Bin-a-Hong
Anonim. http://didiksulistyanto.wordpress.com/2009/02/12/pengenalan-nematoda-
entomopatogen-sebagai-agensia-hayati-organisme-pengganggu-tanaman-yang-berwawasan-
lingkungan/
Anonim. http://hpt.unpad.ac.id/patogenisitas-nematoda-entomopatogen-heterorhabditis-sp-
terhadap-larva-cyllodes-bifacies/
Anonim. http://balitsa.litbang.deptan.go.id/ind/?q=content/keefektifan-nematoda-
entomopatogen-steinernema-carpocapsae-rhabditidasteinernematidae-isola-0
Anonim. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/44724
Anonim. http://balittas.litbang.deptan.go.id/ind/images/kapasrami/potensi%20patogen.pdf
Anonim. http://goorganic-2010.blogspot.com/

By Ir. Latief Imanadi, SP., MM.

Anda mungkin juga menyukai