ii
NPM : 0806316240
Tanda Tangan :
iii
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatnya saya
dapat menyelesaikan laporan akhir penelitian tepat pada waktunya. Shalawat serta salam
semoga senantiasa diberikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Laporan penelitian ini saya susun dalam rangka memenuhi tugas akhir program profesi
ners di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Selama menyusun tugas akhir
ners ini, peneliti banyak mendapatkan dukungan, semangat, bimbingan, dan arahan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan rasa hormat, terimakasih, dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Ibu Dewi Irawaty, Ph.D, Selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia,
2. Ibu Ns. Dwi Nurviyandari, S.Kep., M.N, selaku pembimbing proposal skripsi.
Terimakasih Ibu, atas bimbingan dan arahan Ibu.
3. Ibu Dessie Wanda S.Kp., M.N, Selaku pembimbing akademik. Terimakasih atas
dukungan Ibu,
4. Bapak Ibnu Abas, S.Kep, Selaku pembimbing klinik. Terimakasih atas masukan dan
arahan Bapak,
5. Bapak Rachmono, Ayah tercinta, Terimakasih atas dukungan, semangat, dan
nasehat yang selalu Papa berikan,
6. Ibu Rosihah, Mama tercinta, terimakasih atas dukungan, semangat, nasehat, dan doa
yang senantiasa Ibu panjatkan untuk kesuksesan laporan penelitian saya ini,
7. Risty Rachmonicha dan Jaki Nurhasya, Terimakasih atas bantuan dan arahan kakak
saat saya mengalami kesulitan,
8. Hendra Wicaksono, Terimakasih atas bantuan dan arahan mas yang selalu diberikan
kepada saya ketika mengalami kesulitan,
9. Teman-teman angkatan 2008 yang selalu memberikan dukungan, bantuan dan
support,
10. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Ruby Larasaty
vi
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Ruby Larasaty
NPM : 0806316240
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis karya : Laporan Karya Ilmiah Akhir Ners
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia / formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir ners saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Yang menyatakan
Ruby Larasaty ( )
vii
Jumlah lanjut usia Indonesia semakin bertambah setiap tahunnya. Hal tersebut masih belum
didukung dengan kelengkapan pelayanan kesehatan khusus lansia. Hadirnya nursing home
dapat membantu kebutuhan masyarakat akan perawatan lansia holistik. Masalah yang
banyak ditemukan di nursing home adalah masalah gangguan tidur. Penelitian di berbagai
belahan dunia menyebutkan bahwa gangguan tidur yang banyak terjadi pada lansia adalah
insomnia. Terapi farmakologis banyak digunakan dalam mengatasi insomnia meskipun
memiliki efek samping berbahaya. Pada karya ilmiah akhir ini akan dibahas mengenai
kasus Ibu SS yang mengalami insomnia. Peneliti mengkaji efektifitas terapi back massage
pada Ibu SS dalam mengatasi insomnia. Hasil menunjukan bahwa setelah 7 minggu terapi
dilaksanakan pada minggu keempat pola tidur terbentuk. Beberapa penelitian juga
menyebutkan bahwa terapi back massage memberikan efek bagi peningkatan kualitas dan
kuantitas tidur seseorang. Saran bagi penelitian selanjutnya adalah untuk memperluas topik
penelitian dengan menambahkan terapi lain seperti akupuntur dan aromaterapi dalam
menciptakan kualitas tidur yang baik bagi residen.
viii
The amount of geriatric population is increasing each year. But many countries havent
providing complete health services yet for tackling this issue. Nursing home care is one of
many solutions for geriatric population. One of crucial problems founded in geriatric is
sleep disturbance. Research from all over nations show that the prevalence of insomnia is
the highest occurred in elderly than any kind of sleep disturbance. For omitting insomnia
problem, many elder used pharmacology therapy. But, pharmacology therapy gives
negative side effects. This research will talk about Ibu SS case which has insomnia
problem. Research assessed the effective of beck massage therapy for tackling insomnia
problem. Result shows that after seven weeks implementation, resident finally has sleep
pattern. Several research from all over the world also show that back massage therapy can
definitely reduce insomnia problem and increase quality and quantity of sleep in adult
residents. Suggest for next research are for widening the topic of the research such as
researching the effect of aromatherapy and acupuncture for tackling insomnia problem.
ix
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN ORISINALITAS ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
PERSETUJUAN PUBLIKASI vi
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang 2
1.2 Perumusan masalah 2
1.3 Tujuan penelitian .. 6
1.4 Manfaat penelitian 6
DAFTAR PUSTAKA .. 65
LAMPIRAN.. xi
xi
xii
Semakin meningkatnya jumlah lansia dari tahun ketahun masih belum didukung
dengan kelengkapan pelayanan kesehatan khusus lansia. Pelayanan khusus lansia
khususnya di rumah sakit atau puskesmas masih belum optimal. Melihat
dinamisnya kehidupan perkotaan khususnya kota Jakarta membuat lansia seringkali
mendapatkan perawatan yang minim dari keluarga. Rutinitas harian mengharuskan
warga Jakarta untuk bekerja dan memiliki waktu yang sedikit dengan orang tua.
Untuk itu, kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan khusus lansia semakin
dibutuhkan.
Masalah lansia yang kerap kali ditemukan di nursing home adalah masalah
hambatan mobilisasi fisik, sirkulasi, kenyamanan, penurunan kognitif, gangguan
xiii
Menurut Kaplan dan Sadcock (1997), Satu dari enam kebutuhan dasar yang kerap
kali tidak disari pentingnya adalah kebutuhan tidur dan istirahat. Salah satu masalah
tidur yang kerap kali dialami lansia adalah insomnia. Insomnia merupakan masalah
tidur yang paling sering terjadi pada lanjut usia (Bain, 2006). Insomnia adalah
gangguan masalah tidur ditandai dengan kurangnya jumlah jam tidur dan rendahnya
kualitas tidur yang terjadi selama tiga kali dalam satu minggu selama minimal satu
bulan (Holbrook, 2000). Kejadian insomnia pada lanjut usia terjadi sebanyak 10%-
15% dalam populasi (Matthews, 2003).
Selain itu, penelitian yang dilakukan di Kairo juga menyebutkan bahwa lanjut usia
di Kairo yang mengalami kejadian insomnia yaitu berjumlah 60,5% dari total
populasi (Bakr, 2012). Hal ini seseuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ohayon (2002) menyebutkan bahwa 48% lanjut usia mengalami insomnia. Untuk
xiv
Menurut Potter & Perry (2005) gangguan tidur dapat diatasi dengan intervensi
keperawatan seperti guided imagery, pemberian susu hangat, terapi musik,
akupuntur, aromaterapi, teknik napas dalam, modifikasi lingkungan, terapi
relaksasi, terapi back massage, foot massage, dan head massage. Selama tujuh
minggu mahasiswa menjalani praktek di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria
Pembangunan, mahasiswa mencoba untuk meneliti efektifitas terapi back massage
dalam menstimulasi efek relaksasi dan menciptakan pola tidur yang berkualitas bagi
lansia.
Kasus insomnia ditemukan pada Ibu SS, lanjut usia berusia 89 tahun. Ibu SS
mengeluh sulit tidur sejak 6 bulan terakhir. Selama tinggal di wisma Cempaka
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan, Ibu SS tidak pernah
mendapatkan intervensi untuk mengatasi insomnia. Ibu SS sering mengeluh mudah
lelah, sulit berkonsentasi, sering mengantuk pada siang hari, sulit berkonsentrasi,
dan mengatakan tidak pernah segar saat bangun pagi.
xv
xvi
1. Institusi pendidikan
Penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang keperawatan. Laporan ini
diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi peneliti yang akan melakukan
penulisan laporan akhir ners dengan tema gangguan tidur khususnya insomnia
dengan terapi back massage. Laporan ini diharapkan dapat menjadi sumber
referensi bagi mahasiswa yang mengangkat tema laporan dengan masalah gangguan
tidur pada lansia. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi peneliti yang akan
melakukan penelitian selanjutnya sehingga diharapkan dapat berguna untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan.
xvii
xviii
Bagian ini akan dijelaskan mengenai landasan teori dan konsep yang akan digunakan
sebagai dasar acuan dalam menyusun karya tulis ilmiah ini. Teori dan konsep tersebut
antara lain mengenai teori dan konsep tidur, insomnia, dan terapi back massage. Konsep
dan teori ini selanjutnya dilakukan studi kepustakaan untuk dikaitkan dengan judul dan
tujuan dari penelitian. Studi kepustakaan merujuk kepada referensi, buku teks, jurnal,
skripsi, tesis, dan referensi lainnya.
Hierarki kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi lima tingkatan. Adapun hierarki
kebutuhan hidup menurut Abraham Maslow (1943) meliputi kebutuhan fisiologis
atau basic needs, seperti udara, air dan makanan, temperature, eliminasi, tempat
tinggal, seks, istirahat dan tidur. Tingkatan yang kedua yaitu kebutuhan keselamatan
dan kemanan yang meliputi keamanan fisiologis dan psikologis. Tingkatan yang
ketiga yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan rasa memiliki dalam hubungan sosial.
Tingkatan keempat meliputi kebutuhan rasa berharga dan harga diri yang
melibatkan percaya diri, pengamatan, merasa berguna, penerimaan dan kepuasan
diri. Tingkatan terakhir yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Tingkatan ini
xix
Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar yang dialami seseorang dan dapat
dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup (Guyton, 1987).
Tidur ditandai dengan aktivitas fisik minimal, tingkatan kesadaran menurun,
terdapat perubahan-perubahan proses fisiologis tubuh, dan adanya penurunan
respon terhadap rangsangan dari luar.
xx
Ketika seseorang tidur, maka tubuh akan mengalami knock down atau
relaksasi. Selanjutnya stimulus SAR akan mengalami penurunan. Jika
seseorang berada pada ruangan yang sepi dan lingkungan yang gelap maka
produksi SAR akan semakin menurun kemudian selanjutnya akan diambil
alih oleh sistem BSR.
Tidur dapat terjadi dari pengeluaran serotonin dari sel tertentu dalam
system tidur pada pons dan otak tengah dan depan. Daerah otak tengah
disebut juga dengan daerah sinkronisasi bulbar (BSR). Dalam menentukan
seseorang terjaga atau tertidur tergantung impuls yang diterima dari pusat
otak yang tertinggi.
xxi
xxii
Tahap yang terakhir adalah tahap REM. Pada tahap REM mimpi terjadi.
Tahap ini terjadi setelah 90 menit tertidur. Pada tahap ini ditandai dengan
respon otonom dari pergerakan mata yang cepat, fluktuasi jantung, kecepatan
respirasi serta fluktuasi tekanan darah, dan peningkatan sekresi lambung.
Saat memasuki tahap ini seseorang sulit untuk dibangunkan. Tahap ini
merupakan tahap tidur paling dalam dan seseorang akan sulit untuk
dibangunkan. Lama siklus ini sekitar 20 menit (Perry & Potter, 2005).
xxiii
Selain gaya hidup dan lingkungan, kecemasan dan perasaan stres dapat
mengganggu pola tidur seseorang. Hal ini sangat mudah sekali untuk memicu
perasaan stres dan cemas. Menurut penelitian yang dilakukan di Amerika oleh
National Commision on Sleep Disorder Research (1993), menyatakan bahwa
banyak orang Amerika yang mengalami kesulitan tidur pada malam hari dan
mengantuk pada siang hari. Hal ini menyebabkan banyak permasalahan seperti
sukar konsentrasi, dan mengalami masalah perilaku dan emosional.
Seseorang yang kelelahan dalam tahap sedang, biasanya memiliki tidur yang
baik. Namun seseorang yang terlalu lelah dan dipicu dengan stres yang tinggi,
akan menyebabkan keletihan dan kesulitan untuk tertidur. Selain itu, Asupan
makanan juga dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Kafein dan alkohol
yang dikonsumsi di malam hari dapat mengganggu pola tidur seseorang.
Kebanyakan orang memerlukan tidur sebanyak 7-8 jam. Akan tetapi, lama
waktu tidur dipengaruhi oleh masing-masing individu.
xxiv
2.4 Insomnia
Menurut beberapa sumber terdapat berbagai definisi insomnia. Nanda (2012)
menyebutkan bahwa insomnia adalah suatu gangguan kuantitas dan kualitas tidur
yang menghambat fungsi fisik seseorang. Menurut Simpson (1996), Insomnia
merupakan ketidakmampuan untuk tertidur meskipun ada keinginan untuk
melakukannya. Menurut Holbrok (2000), Insomnia adalah gangguan tidur yang
terjadi setiap tiga kali dalam seminggu dan terjadi setidaknya dalam satu bulan.
Sedangkan menurut Zorick (1994), Insomnia adalah gejala yang dialami oleh
xxv
xxvi
xxvii
Insomnia jangka pendek terjadi selama beberapa minggu. Insomnia jenis ini
muncul akibat stres yang bersifat sementara seperti kehilangan orang yang
dicintai, mendapatkan penyakit yang mengganggu pikiran, dan kehilangan
rutinitas. Kondisi ini dapat hilang setelah lanjut usia beradaptasi dengan
stresor. Sedangkan insomnia tipe sementara merupakan insomnia yang
terjadi karena adanya perubahan lingkungan. Insomnia tipe sederhana terjadi
pada seseorang yang jet lag, konstruksi bangunan yang bising, atau
pengalaman yang menimbulkan kecemasan.
Tipe insomnia yang terakhir adalah insomnia kronis. Insomnia tipe kronis
terjadi selama tiga minggu dan dapat terjadi seumur hidup. Kondisi ini
diakibatkan oleh kebiasaan tidur yang buruk, masalah psikologis,
penggunaan obat-obatan yang berlebihan, penggunaan alcohol, perubahan
jadwal tidur. Pada lansia, 40% insomnia tipe kronis terjadi karena masalah
kesehatan seperti apnea tidur, arthritis, nyeri kronis, dan masalah
xxviii
Lanjut usia beresiko mengalami gangguan tidur. Gangguan tidur pada lansia dapat
disebabkan oleh berbagai hal seperti berkurangnya aktifitas, pensiun, perubahan pola
sosial, kematian pasangan, peningkatan penggunaan obat-obatan, penyakit yang
didapatkan, dan perubahan pola irama sirkadian. Meskipun gangguan tidur
merupakan hal yang normal pada lanjut usia, namun kejadia gangguan tidur dianggap
sebagai proses patologis yang menyertai penuaan (Bahr, 2011).
Pola tidur pada lansia mengalami perubahan disebabkan oleh proses patologis terkait
dengan usia. Gangguan tidur pada lanjut usia menyerang 50% lansia yang berusia 65
tahun atau lebih yang tinggal dirumah, dan sebanyak 66% lanjut usia yang tinggal di
home care (Wiley, 1974). Selama proses penuaan, pola tidur mengalami perubahan.
Perubahan yang terjadi adalah kuantitas tidur, terbangun dini hari, dan peningkatan
jumlah tidur siang. Jumlah waktu tidur pada tahap NREM 4 dan REM juga mengalami
penurunan (National Institute Health, 1990). Penelitian yang dilakukan oleh Johnson
(2005) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah waktu seseorang terjaga
dengan kuantitas tidur di malam hari. Untuk itu, semakin bertambahnya usia terutama
saat memasuki usia lanjut, pola irama sirkadian mengalami perubahan.Kualitas tidur
pada seseorang mengalami penurunan seiring dengan pertambahan usia (Bliwise,
1993).
xxix
Insomnia merupakan hal yang biasa terjadi pada warga masyarakat yang tinggal di
negara industri. Menurut 10-15% orang dewasa pernah mengalami insomnia. Kejadian
insomnia semakin meningkat sesuai dengan usia seseorang. Penelitian yang dilakukan
oleh Johnson (2005). menyebutkan bahwa sebanyak 27% lansia yang berusia diatas 65
tahun mengalami kejadian insomnia sedikitnya 3 kali dalam seminggu. Lanjut usia
rentan untuk mengalami gangguan tidur.
xxx
Selain itu, dalam mengatasi insomnia lansia dapat diberikan terapi musik dengan
alunan yang lembut, memberikan susu hangat untuk menciptakan efek relaksasi,
membantu lansia untuk melakukan tidur siang selama 2 jam saja jangan lebih,
meningkatkan aktifitas lansia pada siang hari dan hindari aktifitas pada malam hari.
Aktifitas di malam hari dapat meningkatkan efek menyegarkan daripada
menidurkan, membantu lansia untuk mandi dengan menggunakan air hangat, dan
membantu lansia untuk relax dengan memberikan usapan pada punggung, head
massage, foot massage, dan back massage.
xxxi
Efek massage bagi sistem saraf adalah massage memiliki efek sedatif bagi
tubuh. Efek massage memberikan rasa ringan pada saraf yang terganggu
disebabkan oleh ketidaknyamanan akibat insomnia, tegang, sakit kepala,
xxxii
xxxiii
xxxiv
Lakukan pijatan melingkar ringan dengan kedua ujung jari yang ditekan
secara tegak lurus pada bagian-bagian yang dipijat. Adapun manfaat gerakan
ini adalah peningkatan penyembuhan jaringan-jaringan yang mengalami
kerusakan, memproduksi kelenjar-kelenjar lemak oleh tekanan dan
pelepasan dengan gerakan menepuk. Hal ini dapat bermanfaat untuk
memberikan kelembaban pada kulit (Perry & Potter, 2006).
xxxv
xxxvi
Long term care menyediakan perawatan yang ditujukan bagi lansia yang
memiliki kondisi penyakit kronis seperti demensia. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa keterbatasan fungsi fisik, gangguan kognitif, dan
kebiasaan yang ada pada residen yang mengalami demensia dapat ditangani
dengan baik pada long term care (Cho, Zarit, & Chiriboga, 2009). Adapun
jenis community based service adalah :
xxxvii
xxxviii
xxxix
Residen mengatakan hubungan antar keluarga sangat baik. Residen sangat dekat
dengan anak-anak dan cucunya. Residen memiliki keluarga yang tinggal
disasana yaitu Bapak A. Residen sering mengatakan rindu dengan anaknya yang
tinggal di Belanda. Namun jarak yang jauh dan ongkos pesawat yang mahal
menyebabkan residen dan anakanya tidak bisa bertemu secara rutin.
Residen pernah tinggal di Belanda selama beberapa bulan, dan menolak ajakan
putrinya untuk tinggal di Belanda. Residen mengatakan tidak betah tinggal di
Belanda karena tidak tahan dengan cuaca yang terlalu dingin. Meskipun tinggal
di negara yang berbeda, putri semata wayang residen sering mengunjungi
xl
Residen sudah menderita penyakit jantung selama 15 tahun. Jika aktifitas berat,
Residen sesak napas, nyeri dada, lelah, dan kaki terasa nyeri saat berjalan jauh.
Residen pada minggu keempat menendang kucing dan kuku kaki mengalami
kerusakan. Residen mengeluh nyeri kaki setelah menendang kucing. Sebelunya,
residen mengeluh nyeri kaki pada malam hari dan saat berjalan. Hal ini juga
mengganggu tidur residen. Nyeri kaki yang dirasakan residen sebelum
menendang kucing yaitu 4 (skala 10), dan setelah menendang kucing menjadi 6
(skala 10). Nyeri dirasakan terutama saat melakukan aktifitas.
xli
Residen mengatakan biasa tidur di siang hari pada jam 2 sore sampai dengan
jam 4 sore. Residen merasakan tidur sedikit dirasa sangat kurang dan membuat
residen tidak bisa bangun dengan perasaan segar. Biasanya, residen tidur jam
01.00 malam, dan terbangun pada pukul 01.30 atau 02.00 dan tidak bisa
memulai tidur kembali. Aktifitas residen sebelum tidur adalah menonton
televisi. Residen juga menyalakan lampu saat tidur. residen merasa lemas,
mengantuk, kesulitan untuk konsentrasi.
xlii
Residen merupakan lansia kedua yang tinggal paling lama di Sasana Tresna
Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan. Residen merupakan lansia yang
dituakan, dan juga dikenal oleh banyak residen lainnya. Residen nampak aktif
dan dekat dengan penghuni wisma Cempaka khususnya. Residen nampak sering
berbincang dan nampak dekat dengan residen lainnya. Pada pukul 13.00 setelah
makan siang residen nampak berbincang dengan opa A atau berbincang dengan
residen lain.
Aktifitas residen setelah makan siang pukul 12.00 tidur siang. Residen biasa
tidur siang selama satu sampai dengan dua jam. Residen mengatakan jumlah
waktu tidurnya saat ini masih belum memenuhi kualitas tidur yang residen
harapkan. Residen membiarkan televisi menyala dan menonton televisi sampai
pagi hari karena sulit memulai dan mempertahankan tidur dimalam hari.
xliii
Residen biasanya menutup pintu diatas pukul 12.00. residen biasa tidur siang di
siang hari. Residen mengatakan tidur selama satu sampai dengan dua jam di
siang hari. Residen mengatakan lebih memilih untuk dapat tertidur nyenyak di
malam hari daripada tertidur di siang hari. Hal ini disebabkan karena residen
ingin lebih bertenaga dan bersemangat saat melakukan aktifitas disiang hari
tanpa ada rasa kantuk.
xliv
Residen dapat berjalan tanpa menggunakan alat bantu. Residen juga memiliki
resiko jatuh yang rendah. Residen melakukan aktifitas sehari-hari dengan
mandiri tanpa bantuan care giver atau tenaga kesehatan lainnya. Jari kaki
residen terasa nyeri jika berjalan lama dan terasa agak kaku namun hal ini tidak
mengganggu mobilisasi lansia. Tidak ada edema pada ekstremitas residen. Pada
sikut dektra nampak hematoma dan tidak nyeri saat ditekan. Batas hematoma
residen tegas dan tidak menyebar.
xlv
Selain data subjektif, data objektif yang ditemukan terkait dengan masalah pertama
adalah residen terlihat lemas saat berjalan, residen menguap, nampak kantung mata
berwarba kehitaman, dan di siang hari residen nampak jarang keluar kamar karena
tidur siang. Berdasarkan data yang didapatkan tersebut, maka masalah keperawatan
pertama yang akan diambil adalah insomnia.
Masalah keperawatan kedua yang ditemukan berdasarkan dengan data subjektif yang
didapatkan dari hasil pengkajian selama 7 minggu adalah residen mengatakan jari kaki
terasa nyeri dan kaku untuk digerakan, residen juga tidak mampu berjalan jauh karena
nyeri, skala nyeri lima, nyeri terasa tidak menyebar hanya di jempol kaki saja, nyeri
muncul terutama saat berjalan kaki, dan residen mengatakan nyeri hilang jika residen
beristirahat. Sedangkan data objektif yang didapatkan adalah, terdapat perubahan gaya
berjalan pada residen, residen nampak kesakitan saat berjalan, residen nampak
memegang kaki saat duduk. Berdasarkan data subjektif dan data objektif yang
didapatkan maka masalah keperawatan kedua yang diangkat adalah dengan diagnosa
keperawatan nyeri.
xlvi
Selain itu pada diagnosa insomnia akan dilakukan peningkatan suasana nyaman pada
lingkungan tidur yang aman dan nyaman seperti lampu yang tidak menyilaukan,
kamar yang bersih dan rapi, dan suasana yang tenang. Selain itu dapat pula dilakukan
diskusi baik dengan residen dan care giver mengenai cara melakukan teknik guided
imagery yang benar, terapi music, backrub atau massage punggung dan relaksasi otot
progresif.
xlvii
Pada diagnosa kedua yaitu nyeri, rencana implementasi yang akan dilakukan adalah
melakukan foot massage dan memberikan kompres hangat. Selama dilakukan
pengkajian, keluhan nyeri jarang muncul. Keluhan nyeri kadang dirasakan residen
pada malam hari. Nyeri kembali dirasakan setelah residen menendang kucing.
Pada diagnosa nyeri, tindakan yang akan dilakukan adalah kompres hangat, terapi
relaksasi, melakukan pengkajian lebih dalam mengenai nyeri, latihan napas dalam, dan
stabilisasi kaki. Untuk tindakan kolaborasi, jika nyeri melebihi skala 6 maka terapi
farmakologis diknsultasikan dengan dokter wijaya kusuma.
Selain itu untuk diagnosa nyeri dilakukan pengukuran kemampuan klien dalam
melakukan mobilitas, akan dilakukan reorientasi lingkungan, memberikan anjuran
pada residen mengenai bantuan jika akan melakukan aktivitas yang dirasa kurang
mampu, memberikan penjelasan mengenai bahaya melakukan aktivitas yang dirasa
kurang mampu tanpa meminta bantuan, memberikan bantuan dan berikan latihan fisik
ROM, memberikan lingkungan yang aman, penggunaan alat bantu jalan, sandal, dan
menghindari lantai yang licin, dan memberikan anjuran pada klien untuk
menggunakan handrail di gang, kamar mandi, dan tangga.
3.4 Implementasi
Implementasi untuk diagnosa utama insomnia dilakukan sebanyak satu sampai
dengan dua kali dalam satu minggu. Setiap kali melakukan implementasi, residen dan
mahasiswa melakukan kontrak selama satu jam. Terapi dilaksanakan selama 45
sampai dengan satu jam. Sebelum melakukan implementasi, lingkungan dipersiapkan
dan mahasiswa melakukan cuci tangan. Selama implementasi, suasana kamar dibuat
temaram, dan dilantunkan alunan music yang menenangkan dengan irama lembut.
xlviii
Selama satu minggu mahasiswa melakukan bina hubungan percaya secara intensif
dengan cara melakukan kontak mata, menyentuh punggung residen, menawarkan
memberikan solusi terhadap gangguan kesehatannya, berupaya melakukan
perbincangan dengan residen secara konsisten, menemani residen melakukan
aktifitas, memberikan bantuan ketika residen membutuhkan, maka residen akhirnya
menerima kehadiran mahasiswa pada minggu kedua. Residen terbuka dengan
mahasiswa dan menyampaikan masalah kesehatannya.
Sesuai dengan kontrak yang dilakukan dengan residen di minggu kedua, residen
bersedia untuk diintervensi sebanyak satu sampai dengan dua kali dalam satu minggu.
Implementasi yang telah dilakukan dalam mengatasi diagnosa insomnia adalah
mahasiswa menciptakan lingkungan yang nyaman dengan meredupkan lampu
penerangan saat waktu tidur, mematikan televisi, Memberikan posisi tidur yang
nyaman bagi residen.
Residen dengan mahasiswa juga berdiskusi terkait dengan aktifitas harian residen
yaitu dengan menghindari aktifitas di malam hari dan meningkatkan aktifitas di siang
hari. Residen juga pernah mandi dengan menggunakan air hangat sebelum tidur.
xlix
Pada minggu ketiga, dilakukan modifikasi lingkungan, pemberian susu hangat, terapi
musik, dan terapi back massage dilakukan kembali. Pada minggu keempat terapi
serupa dilakukan. Mahasiswa mencoba untuk tidak memberikan terapi musik dengan
alunan lembut, namun residen meminta dan mengatakan bahwa alunan musik lembut
membuat dirinya semakin relaksasi. Pada minggu keempat, dilakukan terapi back
massage dengan sentuhan lembut. Selain back massage juga diberikan usapan foot
massage, hand massage, dan head massage.
Pada minggu keempat terapi back massage dilakukan setelah lingkungan dimodifikasi
dengan meredupkan lampu. Residen menggunakan selimut hangat. Selain back
massage juga dilakukan foot massage, head massage, dan hand massage. Pada
minggu kelima, terapi back massage kembali dilakukan. Terapi dilakukan sampai
minggu keenam. Diminggu terakhir dilakukan terapi yang sama dan dilakukan
terminasi. Mahasiswa dari universitas binawan didelegasikan untuk melanjutkan
terapi.
Selama enam minggu dilakukan terapi, setiap minggunya terlihat progres yang
signifikan. Pada minggu pertama terapi dilakukan sudah memberikan efek relaksasi
pada residen. Pada minggu keempat, pola tidur residen terbentuk, residen tertidur
Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa kedua yaitu nyeri. Selama empat
minggu, keluhan nyeri jarang terjadi pada residen. Nyeri yang dirasakan oleh residen
yaitu dengan skala lima. Saat nyeri dirasakan residen, mahasiswa memberikan
kompres hangat. Keluhan nyeri pada residen jarang muncul. Keluhan nyeri muncul
pada minggu keempat dan minggu ketujuh. Setelah dilakukan kompres, kaki residen
diistirahatkan.
3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan hasil respon dari residen terhadap implementasi yang dilakukan.
Evaluasi dibagi menjadi empat bagian yaitu subjektif yang berisikan data-data yang
dipaparkan oleh residen, sedangkan data objektif adalah data yang ditunjukan melalui
tindakan atau perilaku residen, data analisa adalah analisis terhadap data subjektif,
data objektif, dan implementasi yang dilakukan. Sedangkan perencanaan adalah tindak
lanjut yang akan dilakukan pada residen.
Pada awal pertemuan dengan residen, residen defensif dengan kehadiran mahasiswa.
Pada awal pertemuan, residen tidak ada kontak mata dan menolak untuk melakukan
interaksi dengan mahasiswa. Setelah melakukan upaya membina hubungan saling
percaya selama dua minggu yaitu dengan cara melakukan interaksi dengan konsisten,
memberikan perhatian, dan melakukan kontak mata secara intensif, residen pada
akhirnya menerima kehadiran mahasiswa secara terbuka. Residen menyampaikan
keluhannya saat ini yang mengganggu adalah kesulitan residen untuk memulai dan
mempertahankan tidur. Implementasi diagnosa utama yaitu insomnia dilakukan pada
minggu kedua.
li
Residen mengatakan bahwa selama residen tinggal di sasana, baru pertama kali ada
mahasiswa yang masuk ke kamar residen untuk melakukan terapi massage.
Sebelumnya, residen belum pernah diberikan terapi serupa, khususnya dalam
mengatasi masalah gangguan tidur residen. Selanjutnya, pada minggu kedua sesuai
dengan kontrak yang dilakukan antara residen dengan mahasiswa, terapi massage
dilakukan.
Setiap pagi di minggu kedua dan keempat evaluasi terhadap tindakan yang telah
dilakukan. Di minggu kedua residen mengatakan dapat tertidur selama 4 jam namun
terbangun sesekali namun residen mengatakan segar saat bangun. Pada hari yang
sama, residen juga nampak aktif mengikuti kegiatan yang ada di sasana tresna werdha.
Residen tidur siang pukul 13.00 setelah makan siang dan bangun pukul 14.00. setelah
lii
Perubahan yang signifikan terlihat pada minggu keempat dilakukan evaluasi. Residen
mengatakan dapat tertidur dengan pulas dari pukul 21.00 sampai dengan pukul 03.00.
Residen juga nampak mengikuti kegiatan di sasana tresna werdha. Residen
mengatakan segar saat bangun tidur dan merasa mudah berkonsentrasi. Residen
mengatakan sedih jika mahasiswa UI tidak ada, maka residen akan merasa kehilangan
karena tidak ada yang memberikan pijatan lembut pada residen. Residen nampak
segar, kantung mata berkurang, residen nampak jarang menguap, residen aktif
mengikuti kegiatan, dan residen nampak segar. Terapi massage memberikan efek bagi
peningkatan kualitas tidur residen, maka terapi dilanjutkan sampai minggu keenam.
Pola tidur residen mulai terbentuk pada minggu kelima. Residen mengatakan setiap
hari residen merasa mulai mengantuk pukul delapan malam dan tertidur pada pukul
sepuluh malam sampai dengan pukul empat pagi. Residen mengatakan merasa segar
pada bangun pagi, dan selama melakukan aktifitas di siang hari residen merasa
bersemangat dan tidak mengantuk. Selama dilakukan terapi residen mengatakan,
liii
Residen mengatakan pola tidur nya setelah dilakukan terapi selama empat minggu
terbentuk. Residen merasa mengantuk pukul delapan malam dan dapat tertidur
nyenyak pada pukul sepuluh malam. Residen dapat tertidur dengan nyenyak tanpa
terbangun. Jika residen terbangun karena ingin buang air kecil residen dapat memulai
tidur dan mempertahankan tidur sampai dengan pagi hari. Residen mengatakan merasa
segar dan dapat berkonsentrasi karena tidur yang cukup. Tidak nampak mata
kehitaman, residen nampak berkonsentrasi saat melakukan aktifitas. Selain itu residen
juga berada diluar kamar diatas jam 12 siang. Residen nampak segar, dan jarang
menguap.
Setelah dilakukan terapi selama enam minggu, sejak terapi di mingu pertama telah
memberikan efek pada residen. Residen mengatakan relaks, mengantuk, dan selama
terapi residen tertidur. Pada minggu ketiga residen dapat tertidur dengan lelap tanpa
terbangun. Residen mengatakan setelah bangun merasa segar dan bersemangat
melakukan aktifitas di pagi hari. Pada minggu keempat residen dapat tertidur dengan
nyaman. Pada minggu keempat pola tidur residen terbentuk. Pada minggu kelima
residen dapat memulai tidur tanpa dilakukan massage. Pada minggu keenam residen
mengatakan merasa puas dengan tidurnya saat ini.
Meskipun terapi tidak dilakukan residen mulai merasa mengantuk pada pukul
Sembilan malam dan tertidur pada pukul sepuluh malam. Pada minggu kelima dan
keenam, residen dapat tertidur dengan lelap pada pukul sepuluh dan bangun pukul
empat atau lima. Residen mengatakan pola tidurnya terbentuk. Selama implementasi
dilakukan tekanan darah residen berada pada rentang normal. Residen juga Nampak
relaks, tertidur, dan tenang saat dilakukan terapi. Residen mengatakn nyaman dan
merasa mengantuk dimalam hari. Residen mengatakan lebih bersemangat melakukan
aktifitas karena waktu tidurnya yang cukup.
liv
lv
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan merupakan lokasi pemukiman
lansia yang dikelola oleh Yayasan Ria Pembangunan. Yayasan ini dibentuk oleh Ibu Hj.
Siti Hartinah Soeharto. Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan
diresmikan oleh presiden Soeharto pada tanggal 14 Maret 1984. Sasana Tresna Werdha
Karya Bhakti Ria Pembangunan merupakan institusi yang bergerak di bidang pelayanan
kesejahteraan lanjut usia.
Pelayanan yang ada di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup lanjut usia. Pelayanan kesehatan yang
diberikan berupa asuhan keperawatan, pelayanan sosial berupa pembinaan mental
spiritual sesuai keyakinan, konsultasi ahli, rawat jalan, rawat inap, rujukan RS dan
kegawatdaruratan, fisioterapi, farmasi senam, seni tradisional (angklung), bernyanyi,
kegiatan keterampilan membuat anyaman atau menyulam, berkebun, dan kegitan BAKI
(bincang-bincang).
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan menyediakan lahan bagi
residen untuk mengembangkan bakat dan hobi. Sasana juga menyediakan kegiatan
rekreasi. Pelayanan kesehatan harian yang ditawarkan sasana berupa pemeriksaan
kesehatan. Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan adalah pemeriksaan tanda-tanda
vital, pelayanan individu, dan pelayanan kelompok sesuai dengan kebutuhan kesehatan
lansia.
Lanjut usia yang ingin tinggal di sasana memiliki persyaratan khusus. Adapun
persyaratan residen yang ingin menetap di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria
lvi
Fasilitas tempat tinggal yang ada di Sasana meliputi Wisma Bungur kapasitas 25 kamar,
wisma Aster kapasitas 18 kamar VIP, Wisma Cempaka kapasitas 26 kamar, dan Wisma
Dahlia kapasitas 8 kamar. Selain itu, fasilitas klinik residen yaitu di Wijaya Kusuma
adalah memiliki kapasitas 3 kamar VIP, bangsal rawat inap 15 tempat tidur, pelayanan
24 jam.
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan juga menyediakan fasilitas
hunian lansia antara lain Wisma Soka, Wisma Mawar, Wisma Kamboja, dan Wisma
Kenanga. Setiap wisma dilengkapi dapur, ruang cuci, ruang serba guna, perpustakaan,
pendopo, ruang pemeriksaan kesehatan. Selain itu setiap wisma juga memiliki ruang
makan, ruang rekreasi, dan ruang tamu.
Setiap wisma menyediakan berbagai alat permainan yang dapat digunakan residen
untuk mengisi waktu luang. Wisma juga memiliki taman yang dapat digunakan residen
untuk berkebun. Residen yang dikategorikan tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara mandiri memiliki caregiver yang difasilitasi oleh pihak Sasana dan
keluarga residen.
Wisma Cempaka merupakan salah satu ruangan di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti
Ria Pembangunan. Wisma Cempaka merupakan wisma yang memiliki 26 kamar tidur.
Saat ini jumlah residen di wisma Cempaka berjumlah 19 orang. Jumlah care giver 5
orang, jumlah perawat 2 orang, Jumlah penanggung jawab wisma satu orang.
Pembagian kamar didasarkan pilihan kelas. Terkait dengan kondisi tersebut, maka
residen di wisma Cempaka pun beragam, terdiri dari residen dengan kondisi kesehatan
lvii
Wisma Cempaka dipimpin oleh seorang pekerja sosial, beliau bertanggung jawab pada
seluruh residen. Residen yang memerlukan pelayanan kesehatan diarahkan ke klinik
yang terletak di wisma Wijaya Kusuma yang memiliki tenaga perawat 24 jam. Jumlah
perawat di Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti Ria Pembangunan sebanyak
lima orang dengan tingkat pendidikan perawat DIII. Perawat yang bekerja di Sasana
berada di ruang perawatan Wijaya kusuma saja dan bertanggung jawab untuk seluruh
wisma.
Salah satu alasan residen tinggal di sasana adalah karena residen ingin dapat
beristirahat dengan tenang selama masa tua dan tidak ada kebisingan kota Jakarta.
Sebelum residen tinggal di sasana, residen tinggal sendiri di rumah. Residen tinggal
seorang diri karena suami residen telah meninggal dunia. Residen memilih tinggal
sendiri di Jakarta dibandingkan tinggal di Belanda bersama anaknya. Residen terkadang
merasa rindu dengan anak yang tinggal di Belanda.
Hadirnya Sasana Tresna Werdha bagi residen (Ibu SS) yaitu dapat membantu residen
untuk meningkatkan koping adaptif dengan banyaknya kegiatan yang tersedia di Sasana
Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan seperti kegiatan senam lansia, terapi
musik, rekreasi, angklung, kerajinan tangan dan lain sebagainya. Sasana Tresna
lviii
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan sebagian besar telah memenuhi
standar internasional nursing home care. Menurut California Nursing Home Care
Standard (2012), Secara umum sasana telah menyediakan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan oleh residen. Selain itu terdapat pula perawat yang 24 jam berada di wijaya
kusuma. Namun, jumlah perawat yang ada di wijaya kusuma masih belum memenuhi
kebutuhan residen. Sasana juga menyediakan care giver bagi residen yang partial dan
total care.
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan telah menyediakan beberapa
fasilitas untuk mencegah jatuh. Setiap lantai licin, terdapat tanda hati-hati berjalan.
Terdapat pegangan pada dinding yang dapat digunakan residen yang berjalan. Residen
yang memiliki resiko jatuh tinggi memiliki tongkat yang difasilitasi oleh sasana. Selain
itu, setiap lokasi yang memiliki tangga kecil, diberikan perbedaan warna untuk
menghindari resiko jatuh. Selain itu, nursing home yang berada di California
memperhatikan kebutuhan diet setiap individu lansia. Karena setiap individu memiliki
kebutuhan nutrisi yang berbeda terkait dengan masalah kesehatannya. Sasana Tresna
Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan masih menerapkan pemberian nutrisi yang
sama bagi seluruh residen California Nursing Home Care Standard (2012).
lix
Residen kerap kali mengatakan kesepian, dan pernah mengatakan rindu dengan
anaknya. Suami residen sudah meninggal dunia. Selama interaksi residen sering
menyebutkan kenangan bersama dengan suaminya. Perasaan kehilangan memicu
krisis kehidupan dan memerlukan dukungan dalam menghadapi kesepiannya.
Keadaan kesepian dapat menyebabkan perasaan marah, bersalah, kesepian, dan
depresi.
Perasaan kesepian merupakan faktor resiko terjadinya depresi (Stuart & Laraia,
2001). Depresi dapat memicu terjadinya gangguan tidur insomnia (Lazarus, 1999).
Insomnia merupakan masalah yang banyak terjadi pada lanjut usia. Insomnia yang
disebabkan oleh depresi, nyeri, dan penyakit kardiovaskuler terjadi pada 5-10% lanjut
usia (Stuart & Laraia, 2001). Meskipun pada kenyataannya, lansia dengan penurunan
kesehatan fisik, nyeri, penyakit kronis, dan penurunan mobilitas memerlukan waktu
untuk tidur yang lebih lama. (Wilson, 1988).
Lanjut usia dengan penurunan kepuasan tidur menunjukan distres. Kelelahan (fatigue)
merupakan keluhan yang biasa disebutkan oleh lanjut usia jika kurang tidur (Stuart &
Laraia, 2001). Hal ini juga ditemukan pada residen yaitu di minggu kedua pengkajian
residen mengeluhkan badan pegal, merasa mudah lelah, dan cepat mengantuk.
Selama tujuh minggu dilakukan implementasi, selain terapi back massage, mahasiswa
melakukan terapi foot massage, head massage, pemberian susu hangat, modifikasi
lx
Foot massage dengan minyak essensial dapat menurunkan ansietas dan meningkatkan
rasa nyaman pada diri seseorang (Ejindu, 2007). Foot massage yang dilakukan
selama kurang lebih lima sampai dengan tiga puluh menit dapat meningkatkan efek
relaksasi dan kenyamanan (Wilkinson, 1999). Beberapa studi yang menyatakan
bahwa foot massage dapat meningkatkan kualitas tidur seseorang karena efek
relaksasi yang ditimbulkan (Ejindu, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Hattan (2007) menyebutkan bahwa foot massage
dapat menurunkan sensitifitas refleks baroreseptor. Baroreseptor memiliki fungsi
yang penting karena mengatur tekanan darah (Sherwood, 2010). Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa foot massage dapat menurunkan tekanan darah. Penelitian lain
juga menyebutkan hal yang serupa. Penelitian yang dilakukan oleh Frankel (1997)
menyebutkan bahwa foot massage dapat menurunkan tekanan darah, nadi, dan
respiration rate. Vasodilatasi menyebabkan efek relaksasi karena pelebaran pembuluh
darah sehingga aliran darah meningkat. Hal ini dapat menimbulkan efek relaksasi
(Sherwood, 2007).
Head massage merupakan salah satu tipe massage yang paling berperan untuk
mengatasi insomnia (Ejindu, 2007). Penelitian yang dilakukan di Tohoku University
Jepang menyebutkan bahwa facial massage dapat memberikan efek psikologis.
Penelitian yang dilakukan di Universitas Tohoku tersebut menemukan bahwa setelah
dilakukan facial massage responden menyebutkan secara subjektif peningkatan
kualitas tidur.
lxi
Hal ini sesuai dengan hasil yang ditemukan setelah implementasi pada residen.
tekanan darah sistolik dan diastolik, nadi, dan respiration rate mengalami penurunan
setelah dilakukan massage therpy, modifikasi lingkungan, dan music therapy. Selama
dilakukan terapi, residen tertidur dengan nyenyak dan setelah dilakukan terapi residen
mengatakan sangat rileks, nyaman, dan merasa mengantuk. Setelah dilakukan terapi
residen mengatakan tertidur.
Residen mengatakan residen sulit memulai tidur karena residen mengatakan merasa
nyeri pada sendi dan khawatir nyeri dada berulang. Foot massage dan head massage
yang dilakukan dapat mengaktifkan sistem gate control. Massage dapat
meningkatkan aktifitas subtansia gelatinosa. Saat massage dilakukan pintu
mekanisme akan menutup dan menyebabkan aktivitas sel T berhenti. Hal ini dapat
menyebabkan hantaran rangsangan nyeri ke sistem saraf pusat pun ikut terhambat.
Substansi gelatinosa yang ada pada bagian ujung dorsal serabut saraf spinal cord
berperan sebagai penutup dan pembuka pintu gerbang. Mekanisme gate control ini
lxii
Selain foot massage, head massage, dan modifikasi lingkungan, mahasiswa juga
memberikan terapi musik selama terapi massage dilakukan. Penelitian yang
dilakukan oleh Fishmer (2012) menyebutkan bahwa terapi musik berkontribusi untuk
meningkatkan kualitas tidur pada lanjut usia. Alunan musik yang lembut dapat
meningkatkan efek relaksasi dan peningkatan waktu pada tahap REM.
Survey yang dilakukan di beberapa belahan dunia menunjukan bahwa 40-50% lanjut
usia yang mendengarkan alunan musik lembut sebelum tidur dapat meningkatkan
kuantitas dan kualitas tidur (Furihata et al., 2011). Menurut Morin (2006), terapi
musik yang diberikan pada residen yang mengalami insomnia dapat meningkatkan
kuantitas dan kualitas tidur mereka. Untuk itu solusi yang dapat diintervensi pada
lansia yang mengalami insomnia adalah dengan memberikan terapi musik.
Selain itu, mahasiswa juga memberikan susu hangat dalam menciptakan efek
relaksasi pada residen. Susu mengandung asam amino triptofan yang berfungsi untuk
merangsang tubuh dalam meningkatkan produksi serotonin. Serotonin berfungsi
untuk menimbulkan efek relaksasi dan perasaan tenang pada tubuh. Perasaan tenang
dan relaks yang muncul dapat meningkatkan rasa kantuk. Selain itu, triptofan juga
lxiii
Setelah dilakukan implementasi pemberian susu hangat, terapi foot massage, head
massage, dan terapi musik secara signifikan terjadi perubahan kualitas tidur pada
residen. Pola tidur residen terbentuk pada minggu keempat. Residen mengatakan
mulai mengantuk pada pukul delapan dan dapat tertidur pada pukul sepuluh.
Meskipun terbangun karena buang air kecil, residen dapat memulai tertidur. Residen
mengatakan tidurnya berkualitas. Residen mengataan setelah memiliki waktu tidur
malam yang cukup, residen mengatakan jarang merasa mengantuk disiang hari.
Residen mengatakan lebih mudah berkonsentrasi, dan residen lebih bersemangat saat
melakukan aktifitas.
Residen mengatakan merasakan khawatir dan cemas sebelum tidur karena takut
serangan nyeri dada terulang kembali di malam hari. Residen mengatakan bahwa
nyeri dada terakhir terjadi di malam hari beberapa tahun yang lalu. Pada saat itu
residen kesulitan meminta pertolongan karena lokasi wijaya kusuma yang cukup jauh
dari wisma cempaka. Hal ini menimbulkan perasaan takut dan trauma pada residen
terutama saat sebelum tidur. Perasaan cemas dan takut dimalam hari yang muncul ini
dapat mempengaruhi sistem saraf pusat untuk meningkatkan produksi hormon kortisol
dan norepinefrin dalam darah. (Perry & Potter, 2005).
lxiv
Saat tahap REM terjadi, maka seluruh fungsi tubuh akan mengalami turned off.
Keadaan ini merupakan salah satu cara kerja tubuh untuk merelaksasi seluruh otot dari
ketegangan. Selain itu, pada tahap ini juga akan diproduksi sel darah merah yang
berfungsi sebagai pengikat oksigen. Kualitas tidur yang baik ditunjukan dengan
ada/tidaknya tahap REM seseorang. Tahap REM sendiri merupakan tahap terdalam
dalam tidur. Dimana seseorang akan merasakan kehilangan kesadaran secara penuh
dan sulit dibangunkan karena berada pada tahap tidur paling dalam (Perry & Potter,
2005).
Gerakan back massage effleuredge dan gerakan yang lembut, tegas, dan menyentuh
kulit residen. Efek gerakan massage yang ditimbulkan yaitu dapat meningkatkan
kenyamanan residen (Cronfalk et al., 2009), perasaan senang (Bergsten, et.al., 2005),
dan relaksasi (Billhult, 2009). Aspek emosi yang dapat timbul setelah gerakan
massage adalah perasaan positif. Perasaan positif timbul dari aktifasi emosi positif
yang diatur oleh sistem saraf pusat (Olausson, 2008). Gerakan dan sentuhan lembut
massage dapat menstimulasi perasaan relaksasi yang diatur oleh sistem nervus otonom
(Sincair, 2005). Perasaan nyaman dan positif dapat meningkatkan perasaan kantuk dan
lxv
Sinclair (2005) menyebutkan, manfaat terapi back massage adalah untuk merelaksasi
otot, melemaskan otot dan jaringan penghubung, meningkatkan aliran darah vena dan
aliran limpe, mengurangi nyeri, menurunkan tekanan darah, meningkatkan relaksasi
dalam, peningkatan produksi hormone serotonin, menstimulasi aliran cairan
serebrospinal, meningkatkan fungsi imun, menurunkan ansietas dan depresi. Sinclair
(2005) juga menyebutkan bahwa back massage dapat mengurangi kejadian insomnia.
Penelitian yang dilakukan oleh Anna Ejindu (2007) terhadap 18 lansia di Inggris
menyebutkan bahwa, terapi back massage dapat menurunkan ansietas. Efek relaksasi
yang ditimbulkan dari gerakan massage menstimulasi tubuh untuk mengirimkan pesan
kepada baroreseptor untuk melakukan vasodilatasi. Ansietas dapat menurun setelah
terapi karena setelah massage ditemukan terjadi penurunan tekanan darah, nadi, dan
respiration rate. Untuk itu, setelah massage, aliran darah menjadi lebih lancar dan
distribusi nutrisi keseluruh tubuh menjadi lebih optimal (Guyton, 2000). Kenyamanan
untuk tidur juga dapat dipengaruhi oleh nyeri (Perry & Potter, 2005).
lxvi
Selain itu, pada medula spinalis terdapat mekanisme neural yang berfungsi sebagai
gerbang. Mekanisme neural ini berfungsi untuk mengatur rangsangan nyeri dari saraf
perifer ke Sistem Saraf Pusat. Hantaran rangsangan nyeri dari serabut aferen perifer ke
sel transmisi medula spinalis diatur oleh mekanisme gate control di cornu dorsalis.
Teori gate control menyebutkan bahwa untuk mengurangi nyeri maka hantaran nyeri
ke sistem saraf pusat dapat dihambat dengan gerakan massage (Perry & Potter, 2005).
Jika nyeri berkurang maka kenyamanan akan tercipta dan residen dapat tertidur
dengan nyenyak.
Menurut Avidan (2011) peningkatan kualitas dan kuantitas tidur pada residen yang
mengalami insomnia dapat dilakukan dengan pemberian edukasi terkait dengan
lxvii
Residen juga diinformasikan untuk pergi ke tempat tidur hanya pada saat residen
merasa mengantuk saja. Pada siang hari residen diinformasikan untuk menghindari
tempat tidur dan diinstruksikan untuk melakukan aktifitas diluar kamar. Jika residen
tidak merasa mengantuk setelah 20 menit berbaring ditempat tidur maka residen dapat
beranjak dari tempat tidur dan melakukan aktifitas yang menenangkan seperti
membaca buku, melakukan teknik napas dalam, atau teknik relaksasi. Residen juga
diinformasikan untuk tidak melihat jam saat tidur (Avidan, 2011). Residen juga
diberikan edukasi untuk menghindari rokok, kafein, dan alkohol sebelum tidur.
Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Fismer (2012), aromaterapi
merupakan terapi alternatif yang popular digunakan di Inggris. Inhalasi aroma
lavender berupa spray yang disemprotkan diruangan, lotion yang digunakan ditangan,
atau berupa oil/essence yang dibubuhkan pada bantal dapat memberikan efek
psikologis. Aromaterapi dapat memberikan efek sedatif yang memberikan stimulasi
pada Gama Aminobutyric Acid (GABA).
Selain aromaterapi dan edukasi, Penelitian yang dilakukan oleh Huang et al (2005)
menyebutkan bahwa terapi akupuntur dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas tidur
seseorang. Akupuntur merupakan sistem medikasi independen yang dikembangkan
oleh pengobatan Cina selama 3000 tahun berdasarkan pengaruh teori filosofi Cina
lxviii
Selain itu Sasana Tresna Werdha dapat meningkatkan fasilitas terapi tidur bagi residen
dengan menyediakan pengeras suara pada masing-masing wisma. Pengeras suara
tersebut diperlukan untuk memberikan informasi pada lansia terkait dengan waktu
tidur. Sasana dapat membentuk pola tidur residen dengan memberikan informasi
kepada lansia serentak pada pukul 21.00 untuk mematikan lampu karena waktu tidur
sudah tiba. Selain itu, dapat pula diputarkan alunan musik yang lembut untuk
menciptakan efek relaksasi residen di malam hari.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gangguan tidur pada lansia dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti berkurangnya
aktifitas, pensiun, perubahan pola sosial, kematian pasangan, peningkatan
penggunaan obat-obatan, penyakit yang didapatkan, dan perubahan pola irama
sirkadian. Meskipun gangguan tidur merupakan hal yang normal pada lanjut usia,
namun kejadian gangguan tidur dianggap sebagai proses patologis yang menyertai
penuaan. Salah satu gangguan tidur yang banyak terjadi pada lansia di berbagai
belahan dunia adalah insomnia. Insomnia merupakan gejala yang dialami oleh
seseorang yang mengalami kesulitan untuk tidur, sering terbangun dari tidur, dan
mengalami tidur yang singkat.
lxix
1.1 Saran
lxx
Selain itu, mahasiswa harus lebih teliti dan lebih objektif dalam mengidentifikasi
masalah gangguan tidur residen. Data subjektif yang diungkapkan lansia tidak cukup
untuk menegakan diagnosa insomnia. Untuk itu, pemeriksaan fisik, pengkajian
menggunakan kuesioner insomnia, dan observasi lansia secara intensif perlu
dilakukan oleh mahasiswa dalam menegakan diagnosa gangguan tidur. Penulis juga
menyarankan untuk melakukan direct care pada residen yang mengalami insomnia
dengan masalah demensia. Hal ini dikarenakan tidak optimalnya efek pemberian
pendidikan kesehatan pada residen dengan demensia.
lxxi
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Edisi IV. Jakarta.
Rineka Cipta Benson, H.M.D. 2000. Dasar-dasar Respon.
Bain, Kevin. (2006). Management of Chronic Insomnia in Elderly Person. The American
Journal of Geriatric Pharmacotherapy. Available online at www.elsevier.com.
Bakr, Iman. (2012). Insomnia in Institutionalized Older People in Cairo, Egypt. European
Geriatric Medicine. Available online at www.sciencedirect.com.
Davis, M, Eshelman, E.R dan Matthew Mckay. 1995. Panduan Relaksasi dan Reduksi Stres
Edisi III. Alih Bahasa: Budi Ana Keliat dan Achir Yani. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Diahwati, D. 2001. Serba- Serbi Manfaat dan Gangguan Tidur. Bandung. Pionir Jaya.
lxxii
Fishmer, Kate. (2012). Lavender and Sleep : A Systematic Review of The Evidence.
European Journal Interogative Medicine. Available online at
www.elsevier.com/eujim
Friedman, M.M.1998. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik Edisi 3. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Guyton dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC . Hurlock, Elizabeth B. 1997. Psikologi Perkembangan. Jakarta.
EGC.
Iskandar, Y. dan Setyonegoro. 1985. Psikiatri Biologi Vol III Diagnosa dan Terapi dari
Insomnia. Jakarta. Yayasan Dharma Graha.
Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatris Klinis
Edisi Ketujuh Jilid Dua. Jakarta. Binarupa Aksara.
th
Kozier, Barbara, etc.(1995). Fundamental of nursing: concepts, process, and practice. (5
ed). California: Addison Wesley Company.
rd
Kryger MH. (2002) Principles and practice of sleep medicine. 3 ed. Philadelphia: WB
Saunders.
lxxiii
Lichstein, KL., Johnson, RS. 1993. Relaxation for Insomnia and Hypnotic Medication Use
in Older Women. Available online at http//www.mayday.coh.org (diakses 2
Februari 2008).
Lueckenotte, A.G. 1996. Gerontological Nursing. Philadelphia. Mosby Year Book Mentz.
2003. Relaxation Therapy. Available online at http//www.mayday.coh.org (diakses
2 Februari 2008) Miltenberger. 2004. Relaksasi. Available online at
http//www.eworld-indonesia.com (diakses 2 Februari 2008)
Potter, P.A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik edisi
Empat Volume 2. Jakarta. EGC
Prawitasari, J.E., 1998. Pengaruh Relaksasi Terhadap Keluhan Fisik. Available online at
http// klinis.wordpress.com.(diakses 5 Maret 2008) Prasadja, A.A. 2005. Sleep
Disorder Clinic. Available online at http// www.relaxation.org (diakses 10 Maret
2008)
lxxiv
Taylor, C. et al. 1997. Fundamental of Nursing : The Art and Science of Nursing Care (3rd
Ed). St. Louis. Mosby Lippincotl. Raven Publisher
Young, Ryan. (2005). The Effect of Effleuredge Massage in Recovery Fatigue. Available
online at www.elsevier.com
lxxv