Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Seiring dengan meningkatnya iptek, pemeriksaan dengan memanfaatan sinar X


mengalami perkembangan yang pesat sejak pertama kali ditemukan oleh Wilhelm Conrad
Rontgen. Penemuan ini merupakan suatu revolusi dalam dunia kedokteran, karena dengan
hasil penemuan ini dapat digunakan untuk pemeriksaan bagian-bagian tubuh manusia yang
sebelumnya belum pernah tercapai. Berkat telah ditemukannya pemanfaatan sinar X oleh
Wilhelm Conrad Rontgen, dunia radiologi sudah mengalami banyak perkembangan.
Radiagnostik merupakan salah satu cabang dari radiologi yang bertujuan untuk membantu
pemeriksaan dalam bidang kesehatan, yaitu untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit
melalui pembuatan gambar dengan menggunakan film yang dikenai sinar X yang disebut
dengan radiograf.

Pemeriksaan radiologik konvensional pada tulang temporal memiliki nilai penyaring


serta dapat menentukan status pneumatisasi mastoid dan piramid tulang petrosus. Dengan
pemeriksaan radiologik konvensional ini dapat dinilai besar dan perluasan suatu lesi besar
yang berasal dari tulang temporal atau yang merupakan perluasan dari lesi-lesi struktur
sekitar tulang temporal. Sedang untuk proses yang kecil agak sukar dideteksi, kecuali dengan
menggunakan tomografi.

Os. Cranium merupakan pelindung bagi otak dan organ vital di dalamnya yang salah
satunya adalah os. Mastoid dan merupakan bagian dari temporal. Masalah yang sering terjadi
pada kedua tulang tersebut adalah radang dan tumor. Cranium memiliki susunan tulang yang
unik. Sehingga harus menggunakan proyeksi- proyeksi khusus.

Ada delapan jenis proyeksi radiologik konvensional yang dapat dibuat untuk menilai
tulang temporal, tetapi dalam tulisan ini hanya dibahas tiga proyeksi yang paling lazim dan
cukup bermanfaat serta dapat mudah dibuat dengan memakai alat roentgen yang tidak terlalu
besar.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi telinga

Gambar 1. anatomi telinga

2.1.1. Anatomi Telinga Luar

Anatomi luar terdiri dari, heliks, lipatan heliks, kanal heliks,kanalis auditorius
eksterna, lobulus, tragus, antitragus.

2.1.2. Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri dari :

Membran timpani.

Kavum timpani.

Prosesus mastoideus.

Tuba Eustachius

2
2.1.2.1. Membran Timpani

Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang
telinga luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang vertical rata-rata 9-10 mm dan
diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm.

2.1.2.2. Kavum Timpani

Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya
bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm,
sedangkan diameter transversal 2-6 mm.

Kavum timpani terdiri dari :

1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).

2. Dua otot.

3. Saraf korda timpani.

4. Saraf pleksus timpanikus

2.1.2.3. Prosesus Mastoideus

Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal.
Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii
posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior
mastoid terdapat aditus ad antrum.

Aditus antrum mastoid adalah suatu pintu yang besar iregular berasal dari
epitisssmpanum posterior menuju rongga antrum yang berisi udara, sering disebut sebagai
aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan dari kanalis semisirkularis lateral.
Dibawah dan sedikit ke medial dari promontorium terdapat kanalis bagian tulang dari n.
fasialis. Prosesus brevis inkus sangat berdekatan dengan kedua struktur ini dan jarak rata-rata
diantara organ : n. VII ke kanalis semisirkularis 1,77 mm; n.VII ke prosesus brevis inkus 2,36
mm : dan prosesus brevis inkus ke kanalis semisirkularis 1,25 mm.

Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulang temporal.
Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-sel udara mastoid
yang berasal dari dinding-dindingnya. Antrum sudah berkembang baik pada saat lahir dan

3
pada dewasa mempunyai volume 1 ml, panjang dari depan kebelakang sekitar 14 mm, daria
atas kebawah 9mm dan dari sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding medial dari antrum
berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke dalam dan inferiornya
terletak sakus endolimfatikus dan dura dari fosa kranii posterior. Atapnya membentuk bagian
dari lantai fosa kranii media dan memisahkan antrum dengan otak lobus temporalis. Dinding
posterior terutama dibentuk oleh tulang yang menutupi sinus. Dinding lateral merupakan
bagian dari pars skumosa tulang temporal dan meningkat ketebalannya selama hidup dari
sekitar 2 mm pada saat lahir hingga 12-15 mm pada dewasa. Dinding lateral pada orang
dewasa berhubungan dengan trigonum suprameatal ( Macewens) pada permukaan luar
tengkorak. Lantai antrum mastoid berhubungan dengan otot digastrik dilateral dan sinus
sigmoid di medial, meskipun pada aerasi tulang mastoid yang jelek, struktur ini bisa berjarak
1 cm dari dinding antrum inferior. Dinding anterior antrum memiliki aditus pada bagian atas,
sedangkan bagian bawah dilalui n.fasialis dalam perjalanan menuju ke foramen stilomastoid.

2.1.2.4. Tuba Eustachius

Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring. Fungsi tuba ini adalah untuk ventilasi, drenase secret dan menghalangi masuknya
secret dari nasofaring ke telingah tengah. Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan
udara dalam telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar.

Tuba Eustachius terdiri atas tulang rawan pada dua pertiga kearah nasofaring dan
sepertiga nya terdiri atas tulang. Pada anak, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukan
nya lebih horizontal dari tuba orang dewasa. Panjang tuba orang dewasa 37.5 mm dan pada
anak anak dibawah 9 bulan adalah 17.5.mm

2.1.3. Anatomi telinga dalam

Bentuk telinga dalam sedemikian kompleknya sehingga disebut sebagai labirin.


Labirin itu sendiri terisi oleh endolimfe, satu satunya cairan ekstraseluler dalam tubuh yang
tinggi kalium dan rendah natrium. Labirin membrane dikelilingi oleh cairan perilimfe ( tinggi
natrium rendah kalium) yang terdapat dalam kapsula otika bertulang. Labirin tulang dan
membrane memiliki vestibular dan bagian koklear. Bagian vestibular (pars superior
berhubungan dengan keseimbangan sementara bagian koklearis (pars inferior) merupakan
bagian pendengaran.

4
2.2. Fisiologi Pendengaran

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan keliang telinga dan
mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke
tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes
menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga menggerakkan perilimf dalam
skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membran Reissener yang mendorong endolimf
dan membran basal kearah bawah, perilimf dalam skala timpani akan bergerak sehingga
tingkap (forame rotundum) terdorong ke arah luar.

Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimf dan mendorong membran
basal, sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan perilimf pada skala timpani.
Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran
basal ujung sel rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan
ion Kalium dan ion Natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang n.VII,
yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran diotak ( area 39-
40) melalui saraf pusat yang ada dilobus temporalis.

2.3 Anatomi Mastoid

Mastoid merupakan rongga berisi udara yang terdapat di dalam tulang temporal yang
berhubungan dengan nasofaring melalui tuba eustachius dan berhubungan dengan mastoid air
cell (rongga mastoid) melalui antrum timpanic (aditus ad antrum). Rongga timpanik dan
mastoid merupakan kelanjutan dari saluran pernafasan dan menjadi tempat yang mengalami
infeksi yang berasal dari saluran pernafasan melalui tuba eustachius.

Gambar 2. Anatomi Cranium Lateral

5
Keterangan gambar :

1. Tulang Frontal 7. Tulang Occipital

2. Tulang Sphenoid 8. Tulang Temporal

3. Tulang Zygomatikum 9. Prosesus Mastoideus

4. Sutura Coronal 10. External acousticus meatus

5. Tulang Parietal 11. Prosesus Styloideus

6. Sutura Lambdoidal 12. Ramus Mandibula

Petrosum dan mastoid bersama-sama membentuk bagian petromastoid (petromastoid


portion). Bagian petromastoid ini terdiri dari :

a. Bagian Mastoid (mastoid portion)

Mastoid membentuk bagian bawah dan bagian belakang tulang temporal yang
memanjang menuju prosesus mastoideus yang berbentuk kerucut. Mastoid berartikulasi
dengan tulang parietal di batas atas sutura parietomastoid dan dengan tulang oksipital di
batasbelakang sutura occipitomastoid, yang berdekatan dengan sutura lambdoidal. Prosesus
mastoideus memiliki ukuran yang bervariasi, tergantung pada pneumatisasi, namun
ukuran pada laki-laki lebih besar daripada perempuan.

b. Sel udara mastoid (mastoid air cells)

Sel udara mastoid terletak di bagian atas di depan prosesus mastoideus yang disebut
antrum mastoid. Sel udara ini memiliki ukuran yang cukup besar dan berhubungan dengan
rongga timpanik. Sesaat sebelum atau setelah lahir, sel-sel udara yang kecil mulai
berkembang di sekitar antrum mastoid dan terus meningkat dalam jumlah maupun ukuran
sampai sekitar usia pubertas. Jumlah dan ukuran dari sel udara sangat bervariasi.

c. Petrosum (petrous portion)

Bagian petrosum atau sering disebut petrous pyramid, merupakan tulang padat
di cranium, berbentuk kerucut atau piramida dantebal. Bagian dari tulang temporal ini berisi
organ pendengaran dan keseimbangan. Dari dasar squama dan mastoid, petrosum terlihat di
bagian medial dan bagian depan antara greater wing dari tulang sphenoid dan tulang oksipital

6
ke badan tulang sphenoid yang terdapat di puncak artikulasi. Arteri karotis interna di karotis
kanalis memasuki bagian bawah petrosum, melewati atas koklea, kemudian
melewati bagian medial untuk keluar menuju petrous apex. Dekat petrous
apex adalah foramen kasar yang disebut foramen lacerum. Saluran karotis
membuka foramen ini, dan di dalamnya berisi arteri karotis interna. Di tengah bagian
belakang petrosum terdapat internal acoustic meatus (IAM), yang
menyebarkan vestibulocochlear dan saraf wajah. Batas atas dari petrosum sering disebut
sebagai petrous ridge. Bagian atas ridge disebut top of ear attachment (TEA).

Gambar 3. Permukaan Internal Tulang Temporal

Keterangan gambar :

1. Artikulasi dengan tulang 6. Internal Acoustic Meatus


temporal (IAM)

2. Squama 7. Prosesus Styloideus

3. Alur arteri meningeal medial 8. Tulang Occipital

4. Great Wing Sphenoid 9. Petrosum

5. Prosesus zygomatikum 10. Alur sinus lateral

7
Gambar 4. Permukaan Bawah Tulang Temporal

Keterangan gambar :

1. Prosesus Zygomatikum 5. Prosesus mastoideus

2. Artikulasi Fossa dengan 6. Fossa Jugularis

Kondilus Mandibula 7. Karotis Kanalis

3. Prosesus Styloideus 8. Petrosum

4. EAM 9. Tuba Eustachius

2.4 Tehnik Pemeriksaan Radiologi Mastoid

2.4.1. Posisi Schuller

Posisi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid. Pada posisi ini perluasan
pneumatisasi mastoid serta struktur trabekulasi dapat tampak dengan lebih jelas. Posisi ini
juga memberikan informasi dasar tentang besarnya kanalis auditorius eksterna.
Posisi Pasien :

- Pasien diposisikan prone dengan kepala diposisikan true lateral

- Kepala true lateral dengan menempatkan MSP kepala sejajar pada bidang film

- IPL tegak lurus dengan bidang film

- IOML sejajar dengan bidang film

- Telinga pasien dilipat kedepan supaya objek tergambar dengan jelas

8
- Lakukan fiksasi dengan menggunakan spon dan sandbag untuk mencegah pergerakan dari
objek kepala pasien

- Atur luas kolimasi atau luas lapangan penyinaran sesuai objek yang akan di foto, tidak
terlalu luas dan tidak terlalu kecil

- Jangan lupa gunakan marker R atau L sebagai penanda objek kiri atau kanan

- Jangan lupa gunakan grid untuk menyerap radiasi hambur supaya gambaran yang dihasilkan
baik

- Lindungi gonad pasien dengan menggunakan apron atau karet timbal

- Jika posisi pasien sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang sudah
ditentukan untuk pemotretan Mastoid air cells proyeksi schuller's

9
Kriteria Gambar :

- Tampak bagian os mastoid dengan bagian os petrosum dipertengahan film

- Tampak Mastoid air cells di bagian posterior dari petrous ridge

- TMJ tampak di bagian anterior dari petrous ridge

- Bagian mastoid dan petrosum yang tidak diperiksa terproyeksi dibagian inferior

- Tampak kolimasi atau luas lapangan penyinaran sesuai dengan objek yang diperiksa

-Tampak marker R atau L sebagai penanda objek kiri atau kanan.

2.4.1. Posisi Owen

Posisi ini juga menggambarkan penampakan lateral mastoid, dan proyeksi dibuat
dengan kepala terletak sejajar meja pemeriksaan atau film, lalu wajah diputar 30 menjauhi
film dan berkas sinar X ditujukan dengan sudut 30-40 cephalocaudal. Umumnya posisi

10
owen dibuat untuk memperlihatkan kanalis auditorius eksternus, epitimpanikum, bagian-
bagian tulang pendengaran, dan sel udara mastoid.

2.4.2 Posisi Chausse III

Posisi ini merupakan penampakan frontal mastoid dan ruang telinga tengah.
Proyeksi dibuat dengan oksiput terletak di atas meja pemeriksaan, dagu ditekuk ke arah dada
lalu kepala diputar 10-15 kea rah sisi berlawanan dari telinga yang akan diperiksa. Posisi ini
merupakan posisi tambahan setelah pemeriksaan posisi lateral mastoid. Posisi ini merupakan
posisi radiologik konvensional yang paling baik untuk pemeriksaan telinga tengah terutama
untuk pemeriksaan otitis kronik dan kolesteatom.

11
2.5 Mastoiditis

Mastoiditis merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari cavum


tympani. Perluasan infeksi telinga bagian tengah yang berulang-ulang dapat
menyebabkan timbulnya perubahan pada mastoid berupa penebalan mukosa dan
terkumpulnya eksudat. Lama kelamaan akan terjadi peradangan tulang (osteitis) dan
pengumpulan eksudat yang makin banyak yang akhirnya mencari jalan keluar. Daerah yang
lemah biasanya terletak dibelakang telinga menyebabkan abses subperiosteum.

Perluasan infeksi tergantung pada :

Virulensi kuman.

Resistensi kuman.

Keadaan mukosa telinga tengah.

Struktur tulang mastoid.

Faktor predisposisi seperti virus, gangguan fungsi silier, alergi dan imunodefisiensi
dapat mempermudah terjadinya mastoiditis. Mastoiditis kronik yang disebabkan oleh OMSK
harus dicurigai bila terdapat nyeri pada pergerakan pinna disamping adanya eritema dan
odema pada lipatan posterior aurikuler.

Nekrosis pada tulang mastoid dapat menyebabkan infeksi tersebar ke jaringan lunak
diluar mastoid, sehingga terjadi pembengkakan dibelakang telinga dan os
zygomatikus serta pembengkakan dileher (abses bezold). Bila infeksi sembuh dan proses
degenerasi menjadi baik, maka akan terjadi sclerosis pada mastoid.

Macam-macam mastoiditis antara lain :

1. Mastoiditis + nanah + jaringan granulasi.

2. Mastoiditis + colesteatoma.

3. Campuran 1 dan 2.

4. Mastoiditis yang sklerotik.

12
2.5.1 Patofisiologi

Telinga tengah biasanya steril. Gangguan aksi fisiologis silia, enzim penghasil mucus
dan antibodi berfungsi sebagai mekanisme pertahanan bila telinga terpapar dengan mikroba
dan kontaminan pada saat menelan. Ini terjadi apabila mekanisme fisiologis ini terganggu.
Sebagai pelengkap mekanisme pertahanan dipermukaan, suatu anyaman kapiler
subepitel yang penting menyediakan pula faktor-faktor humoral leukosit
polimorfonuklear dan sel fagosit lainnya. Obstruksi tuba eustachius merupakan suatu faktor
penyebab dasar. Dengan demikian hilanglah sawar utama terhadap invasi bakteri dan sepsis
bakteri yang tidak biasanya patogenik, dapat berkolonisasi dalam telinga tengah menyerang
jaringan dan menimbulkan infeksi.

Nanah (pus) yang terbentuk akibat infeksi ditelinga tengah merupakan media yang
sesuai bagi berbagai macam kuman untuk dapat tumbuh dan berkembang baik. Penyebab
infeksi kemungkinan adalah antrum tertutup oleh radang hingga terjadi oedem pada mukosa
mastoid hingga drainase dari pus terganggu, kemudian dinding - dinding sel mastoid
(trabaikel) menjadi nekrotik, hingga sel-sel berhubungan satu sama lain. Pus dari mastoid
menjadi jalan keluar melalui kortek dan sampai dibawah periost dibelakang daun telinga
hingga terjadi abses subperiosteal retroaurikuler. Jadi disini bukan hanya mukosa yang
meradang tetapi tulang turut nekrotik.

2.5.2 Hubungan Antara Telinga Tengah dan Tulang Mastoid

Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam
sisi. Dinding posteriomya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut
berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari
membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah. Dinding
superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fosa kranii media. Pada bagian atas dinding
posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan di bawahnya adalah saraf fasialis. Otot
stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus melalui suatu piramid
tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah
stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi di medial maleus, untuk keluar
da.ri telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan
saraf lingua1is dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke ganglion
submandibularis dan serabut-serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah.

13
Letak tulang mastoid pada telinga tengah

Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang di sebelah superolateral menjadi sinus
sigmodeus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah a1iran vena
utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah dari
dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis karotikus. Di atas kanalis ini, muara
tuba eustacius dan otot tensor timpani yang menempati daerah superior tuba kemudian
membalik, melingkari prosesus kokleariformis dan berinsersi pada leher maleus.
Dinding lateral dari telinga tengah adalah dinding tulang epitimpanum di bagian atas,
membrana timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah. Bangunan yang
paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang menutup lingkaran koklea
yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas promontorium ini. Fenestra rotundum
terletak di posteroinferior dari promontorium, sedangkan kaki stapes terletak pada fenestra
ovalis pada batas posterosuperior promontorium. Kanalis falopii bertulang yang dilalui
saraf fasialis terletak di atas fenestra ovalis mulai dari prosesus kokleariformis di
anterior hingga piramid stapedius di posterior.

Rongga mastoid berbentuk seperti piramid bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalab fosa kranii media. Dinding medial adalab dinding lateral fosa
kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding
anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semisirkularis lateralis
menonjol ke dalam antrum. Di bawah ke dua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam
kanalis tulangnya untuk keluar dari tulang temporal melalui foramen
stilomastoideus di ujung anterior krista yang dibentuk oleb insersio otot digastrikus.

14
Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang dengan mudah dapat dipalpasi
di posterior aurikula. Dengan demikian, jika terjadi infeksi pada telinga tengah, akan sangat
mudah menjalar ke tulang mastoid, yang disebut mastoiditis. Proses mastoiditis yang
berkelanjutan inilah yang akan menyebabkan terjadinya abses mastoid.

2.5.3 Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronis Terhadap Tulang Mastoid Sehingga
Terjadi Abses Mastoid

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga terus menerus atau hilang
timbul.

Otitis Media Akut dengan perforasi membrane timpani menjadi Otitis Media
Supuratif Kronis (OMSK), apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang
menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak
adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh rendah, dan higienis yang buruk

Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad
antrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya
disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis.
Beberapa ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.

Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai potensi untuk
menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat
menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologik yang
menyebabkan otore. Siasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi
OMSK tipe benigna pun dapat meyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman yang
virulen.

Dengan tersedianya antibiotika mutahir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang,


Pemberian obat-obat itu sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK
menjadi kabur. Hal tersebut menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang
berhubungan dengan komplikasi ini.

Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah yang
normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitamya.
Pertahanan pertama ini ialah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran napas,
mampu melokalisasi infeksi. bila sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding
15
tulang kavum timpani dan sel mastoid.Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di
sekitamya akan terkena. Runtuhnya periostium akan menyebabkan terjadinya abses
subperiosteal, suatu komplikasi yang relatif tidak berbahaya. Tetapi bila infeksi mengarah ke
dalam, ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis nervus fasialis atau labirinitis.
Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis,
meningitis dan abses otak

Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan
granulasi akan terbentuk. Pada otitis media supuratif akut atau suatu eksaserbasi akut
penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis (hematogen). Sedangkan pada kasus, yang
kronis, penyebaran melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya ialah melalui jalan yang
sudah ada, misalnya melalui fenestra rotundum, meatus akustikus intemus, duktus
perilimfatikdan duktus endolimfatik

Penyebaran OMSK ke daerah sekitarnya

Otitis Media Suppuratif Kronik (OMSK) yang berbahaya karena penyebaran


proses radang tidak hanya terbatas pada tulang mastoid saja, namun dapat meluas ke tempat
lain; posterior ke sinus sigmoid (yang dapat menyebabkan thrombosis), penyebaran ke
posterior mencapai tulang oksipital yang kemudian menyababkan osteomielitis calvaria atau
abses Citelli. Penyebaran ke superior dapat mencapai fossa posterior cranium, subdural, dan
meningen. Penyebaran ke anterior pus menyebar melalui aditus ad antrum ke telinga tengah,
ke lateral dapat membentuk subperiosteal abses, ke inferior dapat terbentuk Bezold

16
abscess; suatu abses pada bagian belakang insertion muskulus
sternocleidomastoideus, dan medial menyebar ke apex petrous menyebabkan petrositis

2.5.4 Penyebaran Otitis Media Suppuratif Kronik ke tulang mastoid


Pada waktu lahir mastoid terdiri dari satu sel udara yang disebut antrum,
yang berhubungan dengan kavum' timpani melalui saluran kecil yang disebut aditus ad
antrum. Pada mastoid yang normal akan terjadi proses pneumatisasi, yaitu terbentuknya sel
sel udara, untuk menggantikan. sumsum tulang yang ada sebelumnya. Proses ini sudah
dimulai sejak lahir, dan akan berkembang sempurna pada usia 4-6 tahun.
Derajat pneumatisasi dipengaruhi oleh faktor keturunan serta adanya infeksi telinga tengah
dan mastoid yang berulang-ulang.

Pada keadaan tertentu, proses pneumatisasi dapat meluas ke bagian lain dari tulang
temporal. Sel-sel udara dapat meluas ke sekitar kanalis fasialis dan disebut sebagai sel-sel
retrofasial. Ke bawah, ke arah m.digastricus, sebagai sel tip, dan sekitar sinus sigmoid
sebagai sel perisinus, bahkan dapat mencapai. ke arah atas, ke daerah zigomatik. Hal ini dapat
menerangkan tentang kemungkinan perluasan infeksi dari kavum timpani ke tulang mastoid.

Mastoiditis, dimana infeksi dari telinga tengan menjalar ke rongga udara tulang mastoid

17
Sel udara mastoid dilapisi oleh modifikasi mukosa saluran napas. Infeksi mastoid
terjadi setelah infeksi telinga tengah melalui beberapa stadium, yaitu :

1. Terjadi hiperemia dan edema mukosa yang melapisi sel udara mastoid

2. Akumulasi cairan serosa yang kemudian menjadi eksudat purulen

3. Demineralisasi dinding seluler dan nekrosis tulang akibat iskemia dan tekanan

eksudat purulen pada tulang septum yang tipis

4. Terbentuknya rongga abses akibat destruksi dinding sel udara yang berdekatan,

sehingga terjadi penggabungan sel udara mastoid (coalescence). Pada stadium ini

terjadi empyema dalam mastoid.

Pada mastoiditis akut sumbatan pada aditus ad antrum dapat terjadi karena edema
mukosa, hipertrofi mukosa, hiperplasia jaringan granulasi, mukosa polipoid, serpihan tulang,
sehingga menghambat aliran pus dari rongga mastoid ke telinga tengah.
Akibatnya terjadi pengumpulan pus di dalam rongga mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis
media akut pada anak hampir selalu diikuti dengan inflamasi sel udara mastoid, Bila pada
stadium ini tidak terjadi penyembuhan, maka akan terjadi. satu atau lebih keadaan
berikut :

1. Mastoiditis akut dengan periosteitis

2. Osteitis akut, disebut juga mastoiditis koalesen dengan atau tanpa abses sub

periosteum

3. Mastoiditis kronis

4. Mastoiditis akut dengan periosteitis, yaitu infeksi pada sel udara mastoid akan
meluas ke periosteum yang melapisi mastoid dan menimbulkan
periosteitis. Ja1annya infeksi dari sel mastoid ke periosteum melalui vena
(tromboflebitis). biasanya melalui v. emisaria mastoid

18
Abses Bezold, yang disebabkan destruksi yang disebabkan oleh OMSK pada sisi medial tip
mastoid ke insisura digastrika

Osteitis akut mastoid, disebut juga mastoiditis koalesen akut atau


mastoiditis akut surgikal. Pada stadium ini terjadi empyema dalam mastoid. Bila pada
stadium ini tidak terjadi penyembuhan, maka pus dapat meluas ke salah satu atau lebih jalan
berikut :

1. Anterior menuju telinga tengah menuju aditus ad antrum. Biasanya


terjadi penyembuhan spontan

2. Destruksi ke lateral pada korteks mastoid menimbulkan abses subperiosteum

3. Destruksi pada sisi medial tip mastoid ke insisura digastrika menimbulkan abses

Bezold

4. Ke medial sel udara tulang petrosus menimbulkan petrositis

5. Ke posterior ke tulang oksipital menimbulkan osteomielitis tulang tengkorak

6. Yang sangat jarang terjadi ialah apabila perforasi korteks terjadi di dasar posterior
dari zygoma. menirnbulkan abses zygoma
Pada OMSK dengan kolesteatom, sumbatan aditus ad antrum disebabkan oleh adanya
kolesteatom di antrum dan sel mastoid. Hal ini menghambat aliran pus ke telinga tengah dan
liang telinga. Selanjutnya terjadi pengumpulan pus di dalam rongga mastoid sehingga
terbentuk abses mastoid. Kadang abses dapat tembus keluar dan menimbulkan fistel.

19
Abses Mastoid, dimana terjadi pengumpulan pus di dalam rongga mastoid yang
merupakan kelanjutan dari mastoiditis

2.5.5 Gejala Klinis

Gejala Klinis abses mastoid biasanya sulit dibedakan dengan gejala klinis pada Otitis
Media Suppuratif Kronik (OMSK), namun terdapat adanya tambahan gejala di bawah ini
yang dapat mendukung diagnosa abses mastoid

1. Adanya proses inflamasi menambah nyeri tekan tulang mastoid

2. Aurikular terdorong keluar dan kebawah

3. Discharge purulen dapat keluar melalui perforasi membran timpani, liang telinga

terisi pus dan debris

4. Membran timpani dapat terjadi protrusi seperti puting

5. Regio retroaurikular terdapat abses subperiosteal yang berfluktuasi

6. Kadang2 terdapat fistula antara sel-sel mastoid dengan regio retroaurikula

7. Gambaran sistemik radang akut berupa demam

20
2.5.6 Penatalaksanaan
Insisi Dan Drainase Abses
Penatalaksanaan pada mastoiditis dan abses mastoid dapat berupa Insisi dan drainase
abses Seperti pada semua abses, maka jika terjadi empiema pada subperiosteal mastoid yang
membesar secara progresif, maka sebaiknya dilakukan insisi dan drainase abses. Insisi
sebaiknya dilakukan retroaurikula, dibelakang sulkus retroaurikula agar tidak mengenai
nervus fasialis. Drainase abses bisa menggunakan abbocath ukuran 16 atau 18, dan
ditusukkan searah dengan sulcus retroauricular.

Mastoidektomi

Tindakan yang dilakukan dengan cara membuka sel udara tulang mastoid dengan
insisipada regio retroaurikular dan membuka korteks mastoid. sel-sel mastoid yang berisi pus
dibuka dan dibersihkan serta membuka kembali akses drainase dan aerasi ke meatus media,
lalu mengangkat jaringan granulasi serta mukosa yang oedem dan polipoid, kemudian
dilakukan irigasi telinga dan pemasangan drain, yang dipertahankan sekurang- kurangnya 2
hari.

Miringotomi/timpanosentesis

Jika terjadi bulging membran timpani yang masih utuh. Dilakukan untuk mengambil

spesimen dalam kavum telinga tengah dan mengurangi rasa sakit.

21
BAB III

KESIMPULAN

Pemeriksaan radiologik konvensional pada tulang temporal memiliki nilai penyaring


serta dapat menentukan status pneumatisasi mastoid dan piramid tulang petrosus. Dengan
pemeriksaan radiologik konvensional ini dapat dinilai besar dan perluasan suatu lesi besar
yang berasal dari tulang temporal atau yang merupakan perluasan dari lesi-lesi struktur
sekitar tulang temporal. Sedang untuk proses yang kecil agak sukar dideteksi, kecuali dengan
menggunakan tomografi.

Ada delapan jenis proyeksi radiologik konvensional yang dapat dibuat untuk menilai
tulang temporal, tetapi dalam tulisan ini hanya dibahas tiga proyeksi yang paling lazim dan
cukup bermanfaat serta dapat mudah dibuat dengan memakai alat roentgen yang tidak terlalu
besar.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Adam, J.L., Paparella, M.M., dan Levine, S.C. (1997). Penyakit Telinga Tengah dan
Mastoid.
2. Dalam Effendi, H.(ed), BOIES Buku Ajar Penyakit THT. EGC : Jakarta.
3. Dahlan, M.S. (2009). Penelitian Diagnostik. Salemba Medika: Jakarta.
4. Haiat, S.W. (2011). Aquired Temporal Bone Cholesteatoma Imaging. eMedicine,
(Online), (http://emedicine.medscape.com/article/298962-overview, diakses 25 April
2012)
5. Hildmann, H and Sudhoff, H. (2006). Cholesteatom Surgery in Philipp, M.(ed),
Middle Ear Surgery. Spinger. New York.
6. Lin, S.Y. (2009). The prevalence of Chronic Otitis Media and its Complication rates
in Teenagers and Adult Patients. Otolaryngology Head and Neck Surgery (online),
Vol.140, (http://oto.sagepub.com/content/140/2/165, diakses 5 April 2012)
7. Probst, R, Grevers, G., and Iro, H. (2006). Basic Otorhinolaryngology A Step-by-Step
8. Learning Guide.Thieme: New York Quin, F.B. (1998). Complication of Otitis Media.
(Online), (http://www.utmb.edu/oto/Grnds.dir.html, diakses 9 Maret 2012)
9. Soepardi,E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J.and Restuti,R.D. (2007). Kelainan Telinga
Tengah . Dalam : Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Edisi 6.FK-UI :Jakarta.
10. Simon, C.(2009). Complication of Acute Otitis Media. Departement of
Otolaryngology TexasMedical University: Texas
11. Valvassori,G.E, Mafee, M.F. and Carter, B.L. (1995). Imaging of the Head and Neck.
Thieme: New York.

23

Anda mungkin juga menyukai

  • Radiologi THT
    Radiologi THT
    Dokumen20 halaman
    Radiologi THT
    Raditya Kardiman
    Belum ada peringkat
  • Klepon Ungu
    Klepon Ungu
    Dokumen2 halaman
    Klepon Ungu
    Fadillah Rosyidah
    Belum ada peringkat
  • Kue Moha
    Kue Moha
    Dokumen4 halaman
    Kue Moha
    Fadillah Rosyidah
    Belum ada peringkat
  • Puding Susu Ubi Ungu
    Puding Susu Ubi Ungu
    Dokumen8 halaman
    Puding Susu Ubi Ungu
    Fadillah Rosyidah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen18 halaman
    Bab I
    Fadillah Rosyidah
    Belum ada peringkat
  • Chapter II PDF
    Chapter II PDF
    Dokumen25 halaman
    Chapter II PDF
    Fadillah Rosyidah
    Belum ada peringkat
  • Ppok
    Ppok
    Dokumen32 halaman
    Ppok
    Om Zainul
    Belum ada peringkat
  • Ppok
    Ppok
    Dokumen32 halaman
    Ppok
    Om Zainul
    Belum ada peringkat