Malik Ibrahim *
Abstrak
Tafsir sangat diperlukan karena setiap orang mengemukakan pikiran dengan
cara menyampaikan serangkaian kalimat yang kadang-kadang tidak dapat
dimengerti maksud dan tujuannya dengan jelas tanpa disusul dengan kalimat-kalimat
yang bersifat menjelaskan. Penafsiran al-Qur'an berperan untuk membantu manusia
menangkap rahasia-rahasia Allah s.w.t dan alam semesta, baik yang tampak
maupun yang tersembunyi.
Penafsiran yang tepat diperlukan untuk memahami al-Qur'an secara baik dan
benar diperlukan penafsiran yang tepat sehingga untuk mencapai maksud tersebut
diperlukan penguasaan metodologi tafsir secara baik pula. IImu tafsir terus
berkembang dan jumlah kitab-kitab tafsir terus bertambah dalam beraneka corak.
Para ulama tafsir belakangan kemudian memilah kitab-kitab itu berdasarkan
metode penulisannya ke dalam empat bentuk tafsir, yaitu: metode Tahlili, ijmaii,
Muqarin dan Mawdhui. Tulisan ini menjelaskan beberapa metode penafsiran
tersebut serta menjelaskan kelebihan dan kelemahan dari masing-masing metode
tersebut.
A. Pendahuluan
Al-Quran sebagai kata-kata (firman) Allah s.w.t. memerlukan tafsir,
penjelasan, penguraian, interpretasi, atau komentar, karena suatu alasan
yang nyata, ia harus dapat dipahami secara jelas dan sepenuhnya agar
perintahnya dapat dilaksanakan dengan keyakinan bahwa kehendak Allah
s.w.t telah dikerjakan. Namun, sebagai kata-kata Allah s.w.t pun, al-Quran
tampaknya menghalangi upaya tafsir karena dua alasan yang berbeda,
tetapi saling melengkapi. Pertama, karena ayat al-Quran yang datang
melalui wahyu muncul seperti apa adanya dari Allah s.w.t, sehingga al-
Quran pastilah jelas artinya sehingga tidak perlu adanya penafsiran oleh
manusia Kedua, bagaimana mungkin akal manusia yang terbatas mengaku
mampu menemukan makna sesungguhnya dari teks-teks sebuah kitab
yang datang dari sang pemilik kearifan yang tidak terbatas?1
Dalam bahasa Arab, kata tafsir berasal dari akar kata al-fasr yang
*
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
1 John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, jilid 5, cet. I,
(Bandung: Mizan, 2001), p. 325.
B. Metode Tafsir
IImu tafsir terus berkembang dan jumlah kitab-kitab talsir terus
bertambah dalam beraneka corak. Para ulama tafsir belakangan kemudian
memilah kitab-kitab itu berdasarkan metode penulisannya ke dalam empat
bentuk tafsir, yaitu: metode Tahlili, Ijmaii, Muqarin dan Mawdhui.7
2. Tafsir Ijmali
Metode Ijmali adalah menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an secara ringkas
tetapi mencakup, dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti dan
enak dibaca. Sistematika penulisan metode ini mengikuti susunan ayat-ayat
di dalam mushaf.
Tafsir Ijmali tidak terdapat ruang/kesempatan bagi mufasir untuk
menyampaikan pendapatnya secara rinci tetapi disajikan secara ringkas dan
bersifat umum sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih
tetap mendengar al-Qur'an meskipun sebenarnya yang didengarnya adalah
tafsir al-Quran.
aspek ini dan dibandingkan dengan ayat al-Qur'an. Dalam hal ini
ditempuh langkah sebagai berikut:
1) Menghimpun ayat-ayat yang pada lahimya tampak bertentangan dengan
hadis Nabi s.a.w., baik ayat tersebut memiliki kemiripan redaksi dengan
ayat lain atau tidak.
2) Membandingkan dan menganalisis pertentangan yang dijumpai di
dalam kedua teks ayat dan hadis
3) Membandingkan antara berbagai pendapat para ulama tafsir dalam
menafsirkan ayat dan hadis.
c. Perbandingan pendapat mufasir
Apabila yang dijadikan sasaran pembahasan adalah pendapat para
ulama tafsir dalam menafsirkan suatu ayat, maka metodenya adalah
sebagai berikut:14
1) Menghimpun sejumlah ayat yang dijadikan objek studi tanpa menoleh
terhadap redaksinya, apakah mempunyai kemiripan atau tidak.
2) Melacak berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat
tersebut.
3) Pendapat ulama tafsir untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan
identitas dan pola berpikir dari masing-masing mufasir, serta
kecenderungan dan aliran-aliran yang mereka anut.
Dengan menerapkan metode perbandingan seperti itu, maka dapat
diketahui kecenderungan dari para mufasir, aliran apa saja yang
mempengaruhi mereka dalam menafsirkan al-Qur'an, apakah ahlus sunnah
atau Mu'tazilah, Khawarij, Syi'ah dan sebagainya. Begitu pula dapat
diketahui beragam keahlian yang dimiliki oleh setiap mutassir.
4. Kelebihan dan kekurangan
a). Kelebihan
1) Memberikan wawasan penafsiran yang relatif lebih luas kepada
pembaca bila dibandingkan metode yang lain.
2) Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat
orang lain yang kadang-kadang jauh berbeda bahkan kontradiktif.
3) Tafsir dengan metode komparatif sangat berguna bagi mereka yang
ingin mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat.
4) Dengan menggunakan metode komparatif, maka mufasir didorong
untuk mengkaji berbagai ayat dan hadis serta pendapat para mufasir
yang lain. Dengan demikian, mendorong para mufasir lebih berhati-
hati dalam proses penafsiran suatu ayat.
b). Kekurangan
1) Metode ini tidak dapat diberikan bagi semua tingkatan dan elemen
(umum) dan khas (khusus), yang mutlak dengan muqayyad atau yang
kelihatannya kontradiktif, sehingga semuanya bertemu dalam satu
muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan dalam penafsiran.
h. Pembahasan dibagi dalam beberapa bab yang meliputi beberapa pasal,
dan setiap pasal itu dibahas, kemudian ditetapkan untuk pokok yang
meliputi macam-macam pembahasan yang terdapat pada bab,
kemudian menjadikan unsur yang bersifat cabang (fari) sebagai satu
macam pasal .
Kelebihan dan kekurangan motode tematik adalah sebagai
21
berikut:
1. Kelebihan:
a. Menjawab tantangan zaman. Permasalahan dalam kehidupan selalu
berkembang sesuai perkembangan kehidupan umat manusia,
permasalahan demikian tidak dapat ditangani dengan metode
penafsiran selain metode tematik. Hal ini karena metode ini ditujukan
untuk menyelesaikan permasalahan. Itulah sebabnya metode ini
mengkaji semua ayat al-Quran yang berbicara tentang kasus yang
sedang dibahas secara tuntas dari berbagai aspek.
b. Praktis dan sistematis. Tafsir dengan mode/tematik disusun secara
praktis dan sistematis dalam memecahkan permasalahan yang timbul.
Kondisi semacam ini sangat cocok dengan kondisi umat yang semakin
modern dengan mobilitas yang tinggi, sehingga mereka seolah tidak ada
waktu untuk membaca kitab tafsir yang besar, padahal untuk
mendapatkan petunjuk al-Qur'an mereka harus membacanya. Dengan
adanya tafsir tematik, mereka akan mendapatkan petunjuk al-Quran
secara praktis dan sistematis serta lebih menghemat waktu, efektif dan
efisien.
c. Dinamis. Metode tematik membuat tafsir al-Quran selalu dinamis
sesuai tuntutan zaman, sehingga menimbulkan image di dalam benak
pembaca dan pendengar bahwa al-Qur'an senantiasa mengayomi dan
membimbing kehidupan di muka bumi pada semua lapisan dan strata
sosial. Dengan demikian, terasa sekali bahwa al-Qur'an salalu aktual
dan tidak ketinggalan zaman.
d. Membuat pemahaman jadi utuh. Dengan ditetapkan judul-judul yang
akan dibahas, maka pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur'an dapat
diserap secara utuh. Pemahaman serupa ditemukan dalam model tafsir
yang lain.
2. Kekurangan
a. Memenggal ayat al-Quran. pemenggalan ayat yang dimaksud yaitu
mengambil satu kasus yang terdapat di dalam satu ayat atau lebih yang
mengandung banyak permasalahan yang berbeda. Misalnya, petunjuk
tentang shalat dan zakat, biasanya kedua ibadah tersebut diungkapkan
dalam satu ayat, apabila ingin membahas tentang zakat, maka mau tidak
mau ayat tentang shalat harus ditinggalkan ketika menukilkannya dari
mushaf agar tidak mengganggu pada waktu melakukan analisis.
b. Membatasi pemahaman ayat. Dengan ditetapkan judul penafsiran,
maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada permasalahan yang
dibahas tersebut. Akibatnya mufasir terikat oleh judul tertentu.
Urgensitas tafsir tematik adalah bahwa metode ini dapat diandalkan
untuk menjawab permasalahan kehidupan di muka bumi ini. Itu berarti
metode ini besar sekali manfaatnya dalam kehidupan umat agar mereka
dapat terbimbing ke jalan yang benar sesuai dengan maksud
diturunkannya al-Qur'an.
Berangkat dari pemikiran tersebut, maka posisi model penafsiran
demikian menjadi semakin kuat di dalam khazanah intelektual lslam,22
sedangkan mengenai contoh kitab tafsir yang bercorak Mawdhui yaitu
antara lain: al-Mar'atu fi al-Qur'an karya Ustadz Abbas al-Aqqad, ar-Riba fil
Qur'an karya Abu al-A'la al-Maududi dan al-Aqidah fi al-Qur'an al-Karim
karya Muhammad Abu Zahrah. 23
C. Penutup
Keutamaan al-Quran dalam kehidupan keagamaan Muslim telah
senantiasa diakui. Pada masa modern, penekanan baru diletakkan oleh
para cendekiawan muslim terhadap al-Quran sebagai sebuah sumber
petunjuk. Namun, terkadang petunjuk tersebut bersifat implisit, dalam
penekanan ini terkandung sebuah tantangan terhadap banyak aspek dari
tradisi yang diterima, baik dalam ranah teologi, hukum atau yang lain.
Kalau benar demikian halnya, terdapat kemungkinan bahwa tafsir akan
bertambah penting bukan hanya sebagai sebuah disiplin keilmuan Islam,
tetapi juga sebagai pembawa gagasan-gagasan baru dan sebagai media yang
dapat dipergunakan oleh para cendekiawan untuk memulai perubahan
atau pembaruan. Ini dibuktikan dengan semakin bertambahnya jumlah
karya tafsir (kadang-kadang berupa terjemahan atau ringkasan dari karya-
karya yang sudah ada) di dunia Muslim, tidak hanya dalam bahasa Arab,
tetapi juga dalam banyak bahasa selain bahasa Arab.
Daftar Pustaka
al-Arid, 'Ali Hasan, Sejarah dan Metodologi Tafsir, alih bahasa Ahmad Akrom
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1994.
al-Farmawi, Abdul Hayyi, Metode Tafsir Mawdhui: Suatu Pengantar, alih
bahasa Suryana Jamrah, Jakarta: Rajawali Press, 1996.
Asy-Syirbashi, Ahmad, Sejarah Tafsir Qur'an, Jakarta: Pustaka Firdaus,
1995.
Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran al-Qur'an, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998.
Esposito, John L., (Editor kepala), Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, 6
jilid, cet. I, Bandung: Mizan, 2001.
Khaeruman, Badri, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur'an, Bandung: CV
Pustaka Setia, 2004.
Shihab, M. Quraish dkk., Sejarah & 'Ulumul al-Qur'an, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2000.
Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1992.
Ushama, Themeem, Metodologi Tafsir al-Qur'an, alih bahasa Hasan Basri dan
Amroeni, Jakarta: Riora Cipta, 2000.