Anda di halaman 1dari 33

PENDAHULUAN

Ikterus adalah deskolorasi kuning pada kulit, membran mukosa, dan sklera
akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Pada neonatus penampakan
kuning terjadi bila kadar bilirubin serum > 5 mg/dl, Sedangkan dikatakan
hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin dalam serum > 13 mg/dl. (1)
Ikterus terbagi atas 2 yaitu :
a. Ikterus fisiologis
Terjadi setelah 24 jam pertama. Pada bayi cukup bulan nilai puncak 6-8
mg/dl biasanya tercapai pada hari ke-3-5. Pada bayi kurang bulan nilainya 10-
12 mg/dl bahkan sampai 15 mg/dl. Peningkatan/akumulasi bilirubin serum <
5 mg/dl/hari. Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.
b. Ikterus patologis (non fisiologis)
Terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan . Peningkatan/akumulasi bilirubin
serum > 5 mg/dl/hari. Bilirubin total serum > 17 mg/dl pada bayi yang
mendapat ASI . Ikterus menetap setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau
setelah 14 hari pada bayi kurang bulan. Bilirubin direk > 2 mg/dl.

Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin serum total >13 mg/dL.1


Hiperbilirubinemia merupakan salah satu keadaan klinis yang paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir.2 Hiperbilirubinemia ditemukan 60% di Amerika
Serikat, sedangkan insiden hiperbilirubinemia pada neonatus di negara-negara
berkembang belum tersedia karena mayoritas persalinan dilakukan di rumah.3
Insiden hiperbilirubinemia di Indonesia di beberapa RS pendidikan antara lain
RSCM, RS Dr Sardjito, RS Dr Soetomo, RS Dr Kariadi bervariasi dari 13,7%
hingga 85%.4 Penelitian yang dilakukan di RS Hasan Sadikin didapatkan
hiperbilirubinemia pada neonatus cukup bulan 39,5% pada kelompok resiko
tinggi, 12,9% pada resiko menengah-tinggi, 2,3% pada resiko menengah-rendah
dan 0% pada kelompok resiko rendah.1
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis dan
patologis.Hiperbilirubinemia fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi
pada neonatus cukup maupun kurang bulan selama minggu pertama kehidupan
yang insidennya berturut-turut adalah 50-60% dan 80%.6 Insidens
hiperbilirubinemia patologis sekitar 9,8% pada tahun 2002 dan 15,66% pada
tahun 2007 di RS Dr Soetomo.4Insiden hiperbilirubinemia patologis berdasarkan
penyebab didapatkan inkompatibilitas ABO 35%, infeksi 18%, prematuritas 11%,
defisiensi enzim glucose-6-phospate dehydrogenase (G6PD)5%, inkompatibiltas
rhesus 3,5% dan idopatik 9% di Jamaika.9 Peningkatan kadar bilirubin serum
yang tinggi dapat menimbulkan kern ikterus yang merupakan sindrom neurologi
akibat akumulasi bilirubin tidak terkonjugasi di ganglia basalis dan nucleus batang
otak.3 Kern ikterus menyebabkan kematian pada 75% neonatus dan menimbulkan
80% sekuele neurologikjangka panjang seperti koreoatetosis dan spasme otot
involunter.4 Tidak ada tes skrining untuk mengidentifikasi neonatus yang berisiko
kern ikterus.11 Setiap neonatus yang mengalami kuning harus dibedakan apakah
hiperbilirubinemia yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis
serta dimonitor apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi
hiperbilirubinemia berat.4 Untuk mengantisipasi komplikasi yang timbul, maka
perlu dilakukan pemeriksaan kadar bilirubin serum total beserta faktor risiko
terjadinya hiperbilirubinemia yang berat.3
Trauma lahir pada kepala merupakan trauma mekanik selama proses
kelahiran akibat dari kekuatan kontraksi kompresi ketika memasuki jalan lahir.
Trauma lahir pada kepala terdiri atas ekstrakranial dan intrakranial. Trauma
ekstrakranial antara lain caput succedaneum, sefalhematoma, dan perdarahan
subgaleal, fraktur tengkorak; sedangkan trauma intrakranial yaitu perdarahan
intrakranial seperti perdarahan subarachnoid, perdarahan subdural, dan perdarahan
intraventrikuler.9
Caput succedaneum adalah benjolan lunak, batas tidak tegas, tidak
berfluktuasi, dapat melampaui sutura akibat tekanan yang keras pada kepala saat
di jalan lahir biasanya terjadi penekanan serviks pada kulit kepala sehingga
terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan aliran limfe, benjolan ini dapat dengan
cepat hilang dengan sendirinya 3-6 hari. 10
LAPORAN KASUS

I. Identitas
Nama : Bayi N
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 19 September 2017
Tanggal Pemeriksaan : 25 September 2017

II. Anamnesis
Bayi perempuan usia 6 hari perawatan hari ke 6 tampak kuning pada seluruh
tubuh, terlihat katarak pada mata sebelah kanan dan terdapat caput succedaneum
pada kepala. Demam (-), merintih (-), sesak (-), muntah (-). BAB biasa, BAK
lancar.
Bayi ini lahir secara sectio atas indikasi kala II lama + ketuban pecah dini +
gawat janin. Lahir tanggal 19 september 2017 pukul 09.47 Wita. Lahir tidak
langsung menangis (+), ketuban putih keruh, sianosis (+) sesak (-) apnoe (+).
Dilakukan resusitasi 4 menit, Anpal (+), apgar score 3/5, berat badan lahir 3400
gram, panjang badan 50 cm.
Riwayat maternal:bayi lahir dari ibu G2P1A0, usia ibu saat hamil 29 tahun
dan ayah 24 tahun. Menurut ibu anak pertama lahir secara spontan dibantu oleh
bidan dengan usia kehamilan 38 minggu, saat ini anak berusia 2 tahun dan sehat,
tidak ada riwayat kuning pada anak sebelumnya. Ibu bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Selama kehamilan ibu mengaku tidak teratur melakukan antenatal care.
Nafsu makan ibu baik selama kehamilan dan ibu mengaku tidak pernah sakit
selama hamil. Tidak ada riwayat merokok, mengkonsumsi alkohol, maupun
menggunakan obat-obatan terlarang.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital
Denyut jantung : 111 x/menit
Suhu : 36,60C
Respirasi : 38 x/menit
CRT : < 2 detik
Berat Badan : 3300gram
Panjang Badan : 52 cm
Lingkar kepala : 39 cm
Lingkar dada : 31 cm
Lingkar perut : 30 cm
Lingkar lengan : 10 cm
Sistem neurologi :
Aktivitas : aktif
Kesadaran : compos mentis
Fontanela : datar
Sutura : belum menyatu
Refleks cahaya : +/+
Kejang :-
Tonus otot : normal
Sistem pernapasan
Sianosis : tidak ada
Merintih : tidak ada
Apnea : tidak ada
Retraksi dinding dada : tidak ada
Pergerakan dinding dada : simetris, kanan = kiri
Pernapasan Cuping hidung : tidak ada
Bunyi pernapasan : bronchovesikular +/+
Bunyi tambahan : wheezing -/-, rhonchi -/-.
Skor Down
Frekuensi Napas :0
Merintih :0
Sianosis :0
Retraksi :0
Udara Masuk :0
Total skor : 0 (tidak ada gawat napas)
Sistem hematologi :
Pucat : tidak ada
Ikterus : seluruh tubuh (Kremer V)
Sistem kardiovaskuler
Bunyi Jantung : SI dan SII murni reguler
Murmur : tidak ada
Sistem Gastrointestinal
Kelainan dinding abdomen : tidak ada
Muntah : tidak ada
Diare : tidak ada
Residu lambung : tidak ada
Organomegali : tidak ada
Peristaltik : positif, kesan normal
Umbilikus
Pus : tidak ada
Kemerahan : tidak ada
Edema : tidak ada
Sistem Genitalia.
Kelainan : tidak ada
RESUME

Bayi perempuan usia 7 hari perawatan hari ke 7 tampak kuning pada seluruh
tubuh, terlihat katarak pada mata sebelah kiri dan terdapat caput suksadenum pada
kepala. Demam (-), merintih (-), sesak (-), muntah (-). BAB biasa, BAK lancar.
Bayi ini lahir secara sectio secarea atas indikasi kala II lama + ketuban pecah
dini + gawat janin. Lahir tanggal 19 september 2017 pukul 09.47 Wita. Lahir
tidak langsung menangis (+), ketuban putih keruh, sianosis (+) sesak (-) apnoe
(+). Dilakukan resusitasi 4 menit, Anpal (+), apgar score 3/5, berat badan lahir
3300 gram, panjang badan 50 cm. caput succedeaneum (+), kelainan pada mata
(+)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : keadaan umum sakit , aktivitas aktif,
kesadaran compos mentis. Denyut jantung 111 x/menit, suhu 36,60C, respirasi 52
x/menit, berat badan 3300gram, panjang badan 53 cm. Tampak katarak pada mata
sebelah kanan, ikterus seluruh badan (kremer V) dan caput suksadenum (+).

DIAGNOSIS
Hiperbilirubinemia + Caput succedaneum + Katarak kongenital

PEMERIKSAAN PENUN JANG


Tanggal 19 September 2017
DARAH LENGKAP
WBC 11,2x103/mm3
RBC 5,35x106/mm3
HGB 21,7 g/dl
HCT 59,6 %
PLT 171x103/mm3

GULA DARAH
Glukosa Sewaktu 100 mg/dl
Tanggal 23 September 2017
FAAL HATI
Bilirubin total 16,04 mg/dl
Bilirubin direk 0,16 mg/dl
Bilirubin indirek 15,88 mg/dl

TERAPI
1. Jaga kehangatan
2. IVFD Dextrosa 10% 6 Tpm
3. Inj. Cefotaxime 100 mg/12 jam/iv
4. Inj. Gentamicin 10 mg/12 jam/iv
5. Foto terapi

ANJURAN PEMERIKSAAN
1. Golongan darah dan Rh ibu dan bayi
2. Darah Lengkap
FOLLOW UP

Tanggal : 20 September (Usia 2 Hari, Perawatan Hari 2)

S - Demam (-)
- Merintih (-)
- Retraksi dada (-)
- Sianosis (-)
- Sesak (+)
- Caput
- Ikterus (-)
- Muntah (-)
- BAB/ BAK (+/+)

O Keadaan umum : sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
Tanda Tanda Vital :
o Denyut Jantung : 136 x per menit
o Pernapasan : 62 x per menit
o Berat badan : 3400 gram
o Suhu : 36,50C
o CRT : < 2 detik

A Bayi Aterm + Caput suksedanum + katarak congenital +


TTN

P - Jaga kehangatan
- Rawat tali pusat
- ASI on demand
- IVFD Dextrosa 5 % 8 tpm
- Inj. Cefotaxime 100 mg/12 jam/iv (I)
- Inj. Gentamicin 10 mg/24 jam/iv (I)
- O2 0,5 Lpm
Tanggal : 21September 2017 (Usia 3 Hari, Perawatan Hari 3 )

S - Demam (-)
- Merintih (-)
- Retraksi dada (-)
- Sianosis (-)
- Ikterus (-)
- Muntah (-)
- Caput (+)
- BAB/ BAK (+/+)

O Keadaan umum : sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
Tanda Tanda Vital :
Denyut Jantung : 134 x per menit
Pernapasan : 48 x per menit
Berat badan : 3400 gram
Suhu : 36,50C
CRT : < 2 detik
A Bayi Aterm + Caput suksedanum + Katarak congenital +
TTN

P - Jaga kehangatan
- Rawat tali pusat
- ASI on demand
- IVFD Dextrosa 5 % 8 tpm
- Inj. Cefotaxime 100 mg/12 jam/iv (II)
- Inj. Gentamicin 10 mg/12 jam/iv (II)
- O2 0,5 Lpm
Tanggal : 22September 2017 (Usia 4 Hari, Perawatan Hari 4 )

S - Demam (-)
- Merintih (-)
- Sianosis (+) bila lepas O2
- Ikterus (-)
- Kejang (-)
- BAB/ BAK (+/+)
O Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda Tanda Vital :
Denyut Jantung : 128 x/menit
Pernapasan : 47 x/menit
Berat badan : 3250 gram
Suhu : 36,50C
CRT : < 2 detik
A Bayi Aterm + Caput Suksedanum

P - Jaga kehangatan
- Rawat tali pusat
- ASI on demand
- IVFD Dextrosa 5 % 8 tpm
- Inj. Cefotaxime 100 mg/12 jam/iv (III)
- Inj. Gentamicin 10 mg/12 jam/iv (III)
- O2 0,5 Lpm
Tanggal : 23September 2017 (Usia 5 Hari, Perawatan Hari 5 )

S - Demam (-)
- Merintih (-)
- Sianosis (-)
- Ikterus (+) kremer V
- Caput (+) menurun
- Kejang (-)
- BAB/ BAK (+/+)
O Keadaan umum : sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tanda Tanda Vital :
Denyut Jantung : 128 x/menit
Pernapasan : 45 x/menit
Berat badan : 3200 gram
Suhu : 36,60C
CRT : < 2 detik
A Bayi Aterm + Caput Suksedanum+ Ikterus neonatorum +
katarak congenital + TTN

P - Jaga kehangatan
- Rawat tali pusat
- ASI on demand
- IVFD Dextrosa 5 % 8 tpm
- Inj. Cefotaxime 100 mg/12 jam/iv (IV)
- Inj. Gentamicin 10 mg/12 jam/iv (IV)
- Periksa Bilirubin Lengkap
- Konsul mata
Tanggal : 24September 2017 (Usia 6 Hari, Perawatan Hari 6 )

S - Demam (-)
- Merintih (-)
- Sianosis (-)
- Ikterus (+) kremer V
- Caput (+) menurun
- Kejang (-)
- BAB/ BAK (+/+)
O Keadaan umum : sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tanda Tanda Vital :
Denyut Jantung : 110 x/menit
Pernapasan : 40 x/menit
Berat badan : 3300 gram
Suhu : 36,40C
CRT : < 2 detik
Hasil Laboratorium
FAAL HATI
Bilirubin Total : 16,04 mg/dl
Bilirubin direk : 0,16 mg/dl
Bilirubin indirek : 15,88 mg/dl
A Bayi Aterm + Caput Suksedanum+ Hiperbilirubinemia + TTN

P - Jaga kehangatan
- Rawat tali pusat
- ASI on demand
- IVFD Dextrosa 5 % 8 tpm
- Inj. Cefotaxime 100 mg/12 jam/iv (V)
- Inj. Gentamicin 10 mg/12 jam/iv (V)
- Fototerapi
Tanggal : 25September 2017 (Usia 7 Hari, Perawatan Hari 7 )
S - Demam (-)
- Merintih (-)
- Sianosis (-)
- Ikterus (+) kremer V
- Caput (+) menurun
- Kejang (-)
- BAB/ BAK (+/+)
O Keadaan umum : sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tanda Tanda Vital :
Denyut Jantung : 111 x/menit
Pernapasan : 38 x/menit
Berat badan : 3300 gram
Suhu : 36,60C
CRT : < 2 detik
A Bayi Aterm + Caput Suksedanum+ Hiperbilirubinemia + TTN
Jawaban dari dr. Spesialis Mata :
Kesan : Ulkus kornea + perforasi spontan

P - Jaga kehangatan
- Rawat tali pusat
- ASI on demand
- IVFD Dextrosa 5 % 8 tpm
- Inj. Cefotaxime 100 mg/12 jam/iv (stop)
- Inj. Gentamicin 10 mg/12 jam/iv (stop)
- Fototerapi
- Terapi dokter spesialis mata
1. Lfx ED 6 x 1 tts OD (mata kanan)
2. Lyteers ED 6 x 1 tts OD (mata kanan)
Tetesan pertama jeda 5 menit baru tetesan kedua
Tanggal : 26September 2017 (Usia 8 Hari, Perawatan Hari 8 )

S - Demam (-)
- Merintih (-)
- Sianosis (-)
- Ikterus (+) kremer V
- Caput (+) menurun
- Kejang (-)
- BAB/ BAK (+/+)
O Keadaan umum : sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tanda Tanda Vital :
Denyut Jantung : 121 x/menit
Pernapasan : 38 x/menit
Berat badan : 3300 gram
Suhu : 36,60C
CRT : < 2 detik
A Bayi Aterm + Caput Suksedanum+ Hiperbilirubinemia + TTN
+ Ulkus kornea + perforasi spontan
P - Jaga kehangatan
- ASI on demand
- IVFD Dextrosa 5 % 8 tpm
- Terapi dokter spesialis mata
1. Lfx ED 6 x 1 tts OD (mata kanan)
2. Lyteers ED 6 x 1 tts OD (mata kanan)
Tetesan pertama jeda 5 menit baru tetesan kedua
- Fototerapi
Tanggal : 27September 2017 (Usia 9 Hari, Perawatan Hari 9 )

S - Demam (-)
- Merintih (-)
- Sianosis (-)
- Ikterus (+) kremer V
- Caput (+) menurun
- Kejang (-)
- BAB/ BAK (+/+)
O Keadaan umum : sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tanda Tanda Vital :
Denyut Jantung : 107 x/menit
Pernapasan : 42 x/menit
Berat badan : 3250 gram
Suhu : 36,70C
CRT : < 2 detik
A Bayi Aterm + Caput Suksedanum+ Hiperbilirubinemia + TTN
+ Ulkus kornea + perforasi spontan
P - Jaga kehangatan
- ASI on demand
- IVFD Dextrosa 5 % 8 tpm
- Fototerapi
- Terapi dokter spesialis mata
1. Lfx ED 6 x 1 tts OD (mata kanan)
2. Lyteers ED 6 x 1 tts OD (mata kanan)
Tetesan pertama jeda 5 menit baru tetesan kedua
Tanggal : 28September 2017 (Usia 10 Hari, Perawatan Hari 10 )

S - Demam (-)
- Merintih (-)
- Sianosis (-)
- Ikterus (+) kremer V
- Caput (+) menurun
- Kejang (-)
- BAB/ BAK (+/+)
O Keadaan umum : sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tanda Tanda Vital :
Denyut Jantung : 122 x/menit
Pernapasan : 38 x/menit
Berat badan : 3300 gram
Suhu : 36,70C
CRT : < 2 detik
Hasil Laboratorium
FAAL HATI
Bilirubin Total : 17,22 mg/dl
Bilirubin direk : 1,84 mg/dl
Bilirubin indirek : 15,38 mg/dl
A Bayi Aterm + Caput Suksedanum+ Hiperbilirubinemia +
TTN + Ulkus kornea + perforasi spontan
P - Jaga kehangatan
- ASI on demand
- IVFD Dextrosa 5 % 8 tpm
- Fototerapi
- Terapi dokter spesialis mata
1. Lfx ED 6 x 1 tts OD (mata kanan)
2. Lyteers ED 6 x 1 tts OD (mata kanan)
Tetesan pertama jeda 5 menit baru tetesan kedua
DISKUSI

Berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang, maka pasien didiagnosis Hiperbiliribunemia + caput suksadenum +
ulkus kornea.Hiperbilirubinemia pada neonatus adalah peningkatan kadarbilirubin
serum pada neonatus, disebut hiperbilirubinemia jika kadar bilirubin dalam serum
>13mg/dL2. Pada pemeriksaan penunjang yang sudah di lakukan, dimana di
dapatkan kadar bilirubin total pasien pada pemeriksaan yang pertama yaitu 16,04
mg/dl, dan pada pemeriksaan kadar bilirubin total yang kedua yaitu 17,22 mg/dl.
a) Ikterus
Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang
terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Klinis ikterus tampak
bila kadar bilirubin dalam serum mencapai >5mg/dL 2
Ikterus terbagi ke dalam 2 jenis yakni3:
Ikterus Fisiologis
1. Perhatikan riwayat penyakit ikterus fisiologis padabayi cukup bulan
Awitan terjadi setelah 24 jam
Memuncak pada 3 sampai 5 hari
Menurun setelah 7 hari.
2. Bayi cukup bulan rata-rata memiliki kadar bilirubinserum puncak 5-6 mg/dl.
3. Ikterus fisiologis berlebihan ketika bilirubinserum puncak adalah 7-15 mg/dl
Ikterus pada Patologis
1. Awitan terjadi lebih dini (dalam 24 jam)
2. Puncak lebih lambat
3. Kadar puncak lebih tinggi
4. Memerlukan lebih banyak waktu untuk menghilang sampai dengan 2 minggu
Penyebab Hiperbilirubinemia2:
Dasar Penyebab
Peningkatan bilirubin yang tersedia
Peningkatan produksi bilirubin - Peningkatan sel darah merah
- Penurunan umur sel darah
merah
- Peningkatan early bilirubin
Peningkatan resirkulasi melalui
shunt enterohepatik - Peningkatan aktivitas enzim B
glukoronidase
- Tidak adanya flora bakteri
- Pengeluaran mekonium yang
terlambat
Penurunan bilirubin clearance
Penurunan clearance dari plasma - Defisiensi protein karier
Penurunan metabolism hepatic - Penurunan aktivitas UDPGT

Untuk mengetahui secara jelas penyebabnya kita perlu mengetahui


metabolisme bilirubin itu sendiri4
Bilirubin adalah hasil akhir dari katabolisme heme melalui proses
oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi pertama adalah biliverdin yang dibentuk oleh
enzim oksigenase. Biliverdin kemudian direduksi menjadi bilirubin oleh enzimm
biliverdin reduktase. Bilirubin tak terkonjugasi (bilirubin indirek/unconjugated)
merupakan zat larut lipid, sehingga kurang mampu larut dalam air pada pH
fisiologis. Oleh karena tidak mampu larut dalam air, maka bilirubin indirek harus
berikatan dengan albumin terlebih dahulu untuk kemudian ditransportasikan.
Ikatan bilirubin-albumin ini kemudian mengalami disosiasi dalam sinusoid hepar,
berdifusi melalui membran sel, kemudian masuk ke dalam sel-sel hepar.6
Konjugasi terjadi antara bilirubin terutama dengan asam glukoronat yang
dikatalisasi oleh enzim mikrosomal bilirubin-uridine diphosphate (UDP)
glukoronil transferase. Asam glukoronat ini sebagian disediakan oleh asam
uridine diphosphoglucoronic (UDPGA) dalam reaksi yang berasal dari oksidasi
uridine diphosphoglucose (UDPG) oleh UDPG dehidrogenase. Bilirubin yang
telah terkonjugasi ini kemudian memiliki kelarutan yang baik di dalam air
sehingga mampu diekskresi melalui urine. 7
Meskipun demikian, sebagian besar bilirubin glukoronida ini diekskresi
melalui ductus biliaris ke organ intestinal. Oleh karena permeabilitasnya yang
rendah terhadap bilirubin direk, maka bilirubin direk ini bergabung dengan feses
untuk diekskresi dari dalam tubuh. Sebaliknya, permeabilitas bilirubin indirek dan
urobilinogen (derivat bilirubin yang dihasilkan oleh bakteri intestial) yang tinggi
dengan usus menyebabkan terjadinya reabsorbsi kembali menuju ke sirkulasi.
Salah satu penyebab hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir adalah
inkompatibilitas ABO. Pada Inkompatibilitas ABO, ibu dengan golongan darah O
dengan bayi bergolongan darah A sebanyak 13 %, ibu dengan golongan darah O
dengan bayi bergolongan darah B sebanyak 8,8 %, dimana menurut Nartono
Andri, 2000 menyatakan bahwa kehamilan inkompatibel golongan darah ABO
yang menimbulkan penyakit kelainan darah pada bayi umumnya terjadi pada bayi
bergolongan darah A atau B yang dilahirkan ibu bergolongan darah O. kejadian
tersebut di akibatkan karena ibu yang bergolongan darah O mempunyai antibodi
anti A dan anti B yang umumnya dalam bentuk imunoglobulin G yang dapat
menyebrang lintas plasenta. Kehamilan Inkompatibilitas ABO ibu bergolongan
darah O dengan bayi bergolongan darah A dan B ditemukan sekitar 20-40 % dari
seluruh kehamilan. Antibodi antiA dan antiB ibu yang telah menyeberang lintas
plasenta ke dalam sirkulasi janin selain terikat sel darah merah janin dapat pula
terikat oleh substanti antigen dalam cairan dan jaringan tubuh janin yang sifatnya
menyerupai komponen antigen sel darah merah.
Pada kehamilan Inkompatibilitas ABO, eritrosit bayi bergolongan darah A
dan B telah mengalami sensitisasi dengan antibodi ibu bergolongan darah O
sehingga eritrosit bayi akan mengalami destruksi. Destruksi terjadi karena ibu
bergolongan darah O memiliki antibodi dan akan mengadakan reaksi
Inkompatibilitas dengan eritrosit janin. Destruksi eritrosit yang berlebihan akan
meningkatkan kadar bilirubin bayi sehingga menimbulkan ikterus.
Ketidakcocokan golongan darah dapat terjadi pada ibu dengan golongan darah O
dengan bayi golongan darah non O dan ketidakcocokan golongan darah misalnya
bila si ibu berdarah O, sedangkan si bayi berdarah A dan B, pada saat masih
dalam kandungan darah ibu dan janin akan saling mengalir lewat plasenta.
Apabila darah si janin tidak cocok dengan darah ibunya, maka ibu akan
membentuk zat antibodinya (zat penangkis) zat ini sedikit banyak akan mengalir
lagi ke tubuh si janin melalui plasenta. Akibatnya, zat antibodi akan
menghancurkan sel darah merah si bayi sehingga meningkatkan kadar
bilirubinnya. Penyebab hiperbilirubinemia pada kasus ini kemungkinan
disebabkan karena inkompatibilitas ABO dan untuk memastikannya harus
dilakukan pemeriksaan golongan darah, namun dilakukan pemeriksaan karena
adanya keterbatasan fasilitas.
Secara kasar tingkat keparahan ikterus dapat dilihat ditubuh dengan
metode kremer yang dapat dibagi5:
Derajat Daerah Ikterus Perkiraan kadar bilirubin
Ikterus
I Kepala dan leher 5,0mg%
II Sampai badan atas (diatas 9,0 mg%
umbilicus)
III Sampai badan bawah (di 11,4 mg%
bawah umbilicus sampai
tungkai atas diatas lutut
IV Seluruh tubuh kecuali telapak 12,4 mg%
tangan dan kaki
V Seluruh tubuh 16,0 mg%

Pada kasus ini, ikterus pada bayi mulai nampak pada hari ke-5 dan
peningkatan kadar bilirubin lebih dari 5 mg/dl setelah 24 jamsehingga menurut
pembagiannya ikterus yang terjadi pada bayi ini adalah ikterus fisiologis. Pada
hari ke-5 ikterus yang nampak pada bayi secara kasar dinilai mencapai kremer V,
sehingga dilakukan pemeriksaan penunjang yang menghasilkan kadar bilirubin
totalnya adalah 16,04 mg/dL, dengan bilirubin indirek 15,88 mg/dL dan bilirubin
direct 0,16 mg/dL. Dari hasil pemeriksaan bilirubin yang didapatkan maka
dilakukan fototerapi sebanyak tiga siklus.
Indikasi fototerapi2:
Standar indikasi dilakukannya fototerapi mengikuti grafik peningkatan
kadar bilirubin total menurut American Academy of Pediatric.
Usia Kadar bilirubin Kadar bilirubin
(Bayi cukup Bulan) (Bayi kurang Bulan
Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat Setiap ikterus yang
terlihat
Hari 2 15 13
Hari 3 18 16
Hari 4 dst 20 17

Panduan fototerapi pada bayi dengan usia kehamilan 35 minggu atau lebih,
menurut American Academy of Pediatric:

Setelah dilakukan fototerapi sebanyak tiga siklus, bukannya terjadi penurunan,


malah terjadi peningkatankadar bilirubin, dimana didapatkan kadar Bilirubin total
17,22 mg/dL, Bilirubin direk 1,84 mg/dL dan bilirubin indirek 15,38 mg/dL.
Ikterus pada pasien masih kremer v. Fototerapi tetap di lanjutkan.
Kontraindikasi
Kontraindikasi fototerapi adalah pada kondisi dimana terjadi peningkatan
kadar bilirubin direk yang disebabkan oleh penyakit hati atau obstructive
jaundice.

Penghentian terapi sinar :


Bayi cukup bulan bilirubin 12 mg/dL (205 mol/dL)
Bayi kurang bulan bilirubin 10 mg/dL (171 mol/dL)
Bila timbul efek samping (enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit,
gangguan minum, Bronze baby syndrome, kerusakan retina)

Komplikasi hiperbiliribunimea.
Komplikasi hiperbilirubinemia ada 2 yakni ensefalopati bilirubin dan kern ikterus.

a. Ensefalopati bilirubin (EB) merupakankomplikasi ikterus neonatorum non


fisiologissebagai akibat efek toksis bilirubin takterkonjugasi terhadap susunan
syaraf pusat (SSP) yangdapat mengakibatkan kematian atau apabila bertahanhidup
menimbulkan gejala sisa yang berat.
b. Kern ikterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi
pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama ganglia basalis, pons dan
serebelum. Kern ikterus adalah diagnosis patologis hasil autopsipada
kasusensefalopati bilirubin yang meninggal yaitupewarnaan kuning pada struktur
syaraf yang mengenaisebagian besar jaringan otak meliputi ganglia basalis(globus
pallidus dan nukleus subthalamik), hippocampus,geniculate bodies, nukleus syaraf
cranial(vestibulokokhlearis, okulomotorius, dan fasialis),nukleus cerebralis,
serebelum.
b) Caput succedaneum

Definisi
Trauma lahir pada kepala merupakan trauma mekanik selama proses
kelahiran akibat dari kekuatan kontraksi kompresi ketika memasuki jalan lahir.
Trauma lahir pada kepala terdiri atas ekstrakranial dan intrakranial. Trauma
ekstrakranial antara lain caput succedaneum, sefalhematoma, dan perdarahan
subgaleal, fraktur tengkorak; sedangkan trauma intrakranial yaitu perdarahan
intrakranial seperti perdarahan subarachnoid, perdarahan subdural, dan perdarahan
intraventrikuler.9
Caput succedaneum adalah benjolan lunak, batas tidak tegas, tidak
berfluktuasi, dapat melampaui sutura akibat tekanan yang keras pada kepala saat
di jalan lahir biasanya terjadi penekanan serviks pada kulit kepala sehingga
terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan aliran limfe, benjolan ini dapat dengan
cepat hilang dengan sendirinya 3-6 hari. 10

Faktor Predisposisi
Faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kejadian trauma lahir antara
lain : 9
Makrosomia (berat lahir> 4000 gram)
Primipara
Oligohidramnion
Persalinan ganda
Malpresentasi
Presentasi ganda
Disproporsi kepala panggul
Kelahiran dengan tindakan
Persalinan lama
Persalinan presipitatus (dipercepat)
Distosia bahu
Patofisiologi

Caput succedaneum terjadi karena tekanan keras pada kepala ketika


memasuki jalan lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe
disertai pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstravaskuler,benjolan pada caput
berisi cairan serum dan sedikit bercampur dengan darah, benjolan tersebut dapat
terjadi sebagai akibat tumpang tindihnya (molage) tulang kepala di daerah sutura
pada saat proses kelahiran sebagai upaya bayi untuk mengecilkan lingkaran
kepala agar dapat melewati jalan lahir, pada umumnya molase ini di temukan pada
sutura sagitalis dan terlihat setelah bayi lahir dan akan menghilang dengan
sendirinya dalam waktu 1-2 hari. Kelainan ini biasanya terjadi pada presentasi
kepala, pada bagian tersebut terjadi edema sebagai akibat pengeluaran serum dari
pembuluh darah, kelainan ini disebabkan oleh tekanan bagian terbawah janin saat
melawan dilatasi serviks.11
Diagnosis Banding dan Tanda Gejala
Berdasarkan letak trauma pada kepala saat pelahiran12:
Ekstracranial Intracranial
Caput succedaneum Perdarahan subarachnoid
Paling sering ditemui SAH biasanya tanpa gejala, tetapi
Tekanan serviks pada kulit kepala ketika gejala terjadi kejang dan
Akumulasi darah/serum subkutan, apnea yang paling umum terlihat
ekstraperiosteal. pada bayi cukup bulan pada hari

Melewati sutura. kedua kehidupan. Antara kejang

Tidak diperlukan terapi, menghilang bayi biasanya neurologis normal.


dalam beberapa hari.

Sefalhematoma Perdarahan subdural


Paling umum terlihat di parietal Fontanela tegang,
tetapi kadang kadang terjadi pada Hipotonia
tulang oksipital. Lesu
Tidak melewati sutura. Palsy wajah.
Ukurannya bertambah seiring Jika perdarahan,
bertambahnya waktu. melibatkan fossa
Umumnya menghilang dalam waktu posterior, terjadi apnea;
2-8 minggu. Respirasi tidak teratur ;
Kalsifikasi bertahan selama > 1 Bradikardia tetap;
tahun. Opisthotonus dan deviasi
Komplikasi : Anemia, miring dari mata dapat
hiperbilirubinemia, septicemia dan terjadi.
meningitis. Jika hanya ada perdarahan
ringan, bayi mungkin
asimtomatik. Tanda-tanda
hidrosefalus dapat
berkembang
Perdarahan subgaleal Perdarahan intraventrikuler
Darah di bawah galea aponeurosis. Tanda-tanda Minimal.
Pembengkakan kulit kepala, Sekitar 60% dari bayi
ekimosis. dengan IVH tidak
Mungkin meluas ke daerah memiliki gejala klinis
periorbital dan leher utama. pemeriksaan
Seringkali berakitan dengan trauma neurologis
kepala (40%). mengungkapkan
perubahan kecil dalam
suara, termasuk sudut
poplitea ketat, dan
nystagmus untuk
beberapa minggu setelah
perdarahan telah terjadi.
Kerusakan intermiten
setelah beberapa hari
kemudian, dengan
meningkatnya tanda-tanda
apnea, bradikardia,
metabolik asidosis dan
kejang.
Kolaps masif dengan
tanda-tanda neurologis
(kejang, koma), syok dan
anemia
Fraktur tulang tengkorak
Massa padat berfluktuasi yang timbul
di kepala.
Defek kompresi pada kepala.
Deformitas dan krepitasi.
Berkembang secara bertahap dalam
waktu 12-72 jam.
Hematoma menyebar diseluruh
kalvarium.
Anemia.
Hipovolemia.
Syok.
Tatalaksana
Untuk caput succedaneum tidak diperlukan terapi karena dapat hilang
dalam beberapa hari. 8

Prognosis
Trauma kepala lahir pada ekstrakranial memiliki prognosis yang baik,
selama diagnosis dan tatalaksana cepat dilakukan dan komplikasi yang
terjadi minimal atau tidak ada karena pada umumnya trauma ekstrakranial
dapat sembuh dengan sendirinya kecuali adanya komplikasi yang
memburuk. 11,12

Pada kasus ini terjadinya caput succedaneum dikarenakan persalinan yang


lama. Pasien ini lahir secara sectio di karenakan indikasi ketuban pecah dini +
kala II lama dan gawat janin. Ada beberapa factor predisposisi terjadinya caput
salah satunya adalah persalinan yang lama. Prognosis caput suksadenum secara
umum baik, caput akan mengecil dengan sendirinya tanpa memerlukan terapi.
KESIMPULAN

1. Berdasarkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka pasien


didiagnosis Hiperbiliribunemia fisiologis karena pasien mengalami kenaikan
kadar bilirubin serum lebih dari 5 mg/dl setelah 24 jam, sehingga
mengindikasi agar segera dilakukan fototerapi.
2. Hiperbilirubinemia pada neonatus adalah peningkatan kadarbilirubin serum
pada neonatus, disebut hiperbilirubinemia jika kadar bilirubin dalam serum
>13mg/dL2.
3. Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang
terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Klinis ikterus
tampak bila kadar bilirubin dalam serum mencapai >5mg/dL 2
a. Ikterus Fisiologis
Perhatikan riwayat penyakit ikterus fisiologis padabayi cukup bulan
Awitan terjadi setelah 24 jam
Memuncak pada 3 sampai 5 hari
Menurun setelah 7 hari.
Bayi cukup bulan rata-rata memiliki kadar bilirubinserum puncak 5-6
mg/dl.
Ikterus fisiologis berlebihan ketika bilirubinserum puncak adalah 7-15
mg/dl
b. Ikterus pada Patologis
Awitan terjadi lebih dini (dalam 24 jam)
Puncak lebih lambat
Kadar puncak lebih tinggi
Memerlukan lebih banyak waktu untuk menghilang sampai dengan 2
minggu
4. Secara kasar tingkat keparahan ikterus dapat dilihat ditubuh dengan metode
kremer.
5. Komplikasi Ensefalopati bilirubin dan Kern Ikterus
6. Caput succedaneum adalah benjolan lunak, batas tidak tegas, tidak
berfluktuasi, dapat melampaui sutura akibat tekanan yang keras pada kepala
saat di jalan lahir biasanya terjadi penekanan serviks pada kulit kepala
sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan aliran limfe, benjolan ini
dapat dengan cepat hilang dengan sendirinya 3-6 hari.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hanifa.w dkk, Ilmu Kebinanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwonono

Prawiroharjo, 2008.

2. Juffri m. Sri supar. Hanifah . dkk. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi

jilid 1. IDAI. Jakarta, 2012.

3. Pelatihan pelayanan kegawatdaruratan obstetri neonatal esensial dasar. Depkes

RI. Jakarta, 2009.

4. Sholeh K, Yunanto A, Dewi R, dkk, Buku Ajar Neonatologi edisi pertama,

IDAI, 2008.

5. Tim Ponek UKK perinatologi IDAI. Hiperbilirubinemia. Palu : Ilmu

Kesehatan Anak RSUD UNDATA, 2013.

6. Etika R, Harianto A, Indarso F, Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Surabaya.

2012.

7. Usman A. Enselopati Bilirubin. Sari pediatri. Volume 8. Number 4. Page 94-

104. 2008.

8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Obstetri williams edisi 23 volume 1. Jakarta : EGC; 2014.

9. Kementerian Kesehatan. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, pedoman


bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/ kota. Jakarta : WHO;
2009.

10. Kementerian Kesehatan. Buku saku pelayanan kesehatan neonatal pedoman


teknis pelayanan kesehatan dasar. WHO; 2010.
11. Sinha S, Miall L, Jardine L. Essential neonatal medicine fifth edition. USA :
Wiley-Blackwell; 2012.

12. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR. Manual of neonatal care sixth edition.
USA : Lippincott Williams & Wilkins; 2008.

Anda mungkin juga menyukai