TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karies
Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yang ditandai oleh
rusaknya enamel, dentin dan sementum oleh aktivitas metabolisme plak dental yang
ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan.1 Proses pembentukan karies diketahui
sejak tahun 1960 ketika Fitzsgerald dan Keyes melakukan percobaan pada binatang
gigi di bawah nilai pH kritis yaitu 5,2-5,5.16 Hal ini menimbulkan kerusakan enamel
yang ditandai adanya pelepasan ion kalsium dan fosfat serta meningkatkan daya larut
kalsium hidroksiapatit pada jaringan keras gigi. Ion hirogen dari asam laktat sebagai
Pada proses remineralisasi, mineral yang diperlukan berasal dari saliva dan pasta gigi
yang mengandung fluor. Pembentukan kavitas patogenik pada permukaan gigi akan
biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan yang berasal dari saliva) dan faktor
karies, yaitu host atau tuan rumah, substrat dan waktu yang saling mendukung satu
sama lain. Oleh karena itu, karies merupakan penyakit multifaktorial (Gambar 1).1,15
S.mutans merupakan salah satu bakteri dari tujuh spesies Streptococcus yang
dan 9 serotipe (a, b, c, d, e, f, g, h dan k). Di antara kesembilan serotipe tersebut yang
paling banyak dijumpai dalam plak dan saliva manusia adalah serotipe c yaitu sekitar
70-80%. Hal ini disebabkan karena S.mutans serotipe c lebih banyak mensintesis
dekstran ikatan (13) yang tidak larut dalam air sehingga efektif dalam
bakteri dalam proses terjadinya karies. S.mutans masuk ke dalam genus mutans
motil (tidak bergerak) dan tidak membentuk spora.19 Sel S.mutans bulat atau oval dan
tersusun dalam rantai. Bakteri ini memiliki diameter berkisar 0,5-7,5 m.19
acidodurik yaitu mampu tinggal pada lingkungan asam. S.mutans juga memiliki sifat-
sifat khusus yang berperan pada patogenesis karies yaitu mampu memproduksi
gigi dengan bantuan adhesin serta polimer glukan yang tidak larut oleh air. Sebagai
gigi, gigi tiruan, dan alat ortodontik. Selain itu bakteri ini juga ditemukan dalam luka
gigitan. S.mutans sering tumbuh pada area tertentu pada permukaan gigi seperti pit
dan fisur, permukaan oklusal, area proksimal gigi, gingiva, atau pada lesi karies gigi.
Jumlah populasi S.mutans dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: diet sukrosa,
pada kelompok anak yang berumur rata-rata 3 tahun dapat mencegah pertumbuhan
menghasilkan energi dan membentuk senyawa glucans dan fructan dalam jumlah
metabolisme gula tersebut terbentuklah rantai panjang dari glukosa yang disebut
glucans atau dekstran dan polimer rantai panjang dari fruktosa yang disebut fructan
atau levan.21
mensintesis molekul glukosa dengan berat molekul tinggi yang terdiri dari ikatan
glukosa 1-6 (dekstran) dan 1-3 (mutan). Pembentukan 1-3 ini sangat lengket
sehingga tidak dapat larut di dalam air. Hal ini mempermudah S.mutans untuk
sukrosa. Fructan atau levan merupakan polimer linear yang terdiri dari kelompok
fructosil yang disintesis dari sukrosa. Kelompok fruktosil membentuk ikatan (2-6)
disebut sebagai levan, atau ikatan (2-1) yang dijumpai di inulin dari umbi Dahlia.
Ikatan ini yang paling dominan dan sintesisnya dikatalisir oleh fructosyltransferase
(FTF). Enzim ini merupakan enzim ekstraseluler yang paling aktif dalam mengkatalis
fruktosa menjadi asam sehingga terjadi penurunan pH plak gigi. Ion hirogen dari
asam laktat sebagai hasil metabolime plak berdifusi ke dalam enamel dan
Pembentukan kavitas akan terjadi jika proses demineralisasi lebih dominan daripada
proses remineralisasi. Oleh karena itu, polisakarida ekstraseluler dan pengasaman dari
tumbuh-tumbuhan yang dapat berguna sebagai bahan baku obat-obatan.8 Keadaan ini
sangat berguna untuk berbagai penyakit yang mengancam kehidupan manusia saat
ini. Tanaman buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl) merupakan
salah satu tumbuhan obat Indonesia yang sudah digunakan secara turun-temurun.
Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) berasal dari Papua. Sejak dahulu keraton Solo
dan Yogyakarta memeliharanya sebagai tanaman yang dianggap sebagai pusaka dewa
karena dianggap mampu mengobati berbagai penyakit. Selain itu, pohon ini sering
disebut Simalakama (Melayu), Makuto Rojo, Makuto Ratu, Obat Dewa (Jawa
Tengah), Pau (Cina), Crown Of God (negara asing).9 Klasifikasi buah mahkota dewa
yaitu:
subdivisi: Angiospermae
kelas: Dicotyledoneae
Mahkota dewa termasuk tanaman perdu yang dapat tumbuh subur pada
dataran rendah hingga ketinggian 10-1200 m dpl. Tanaman mahkota dewa tergolong
tanaman perdu yang tumbuh pada tanah jenis apa saja, baik tanah subur maupun
tanah yang miskin unsur haranya. Buah mahkota dewa berbentuk bulat dengan
ukuran bervariasi sebesar bola pingpong sampai sebesar buah apel, dengan ketebalan
kulit 0,1-0,5 mm (Hermanto,2002). Buah mahkota dewa terdiri atas kulit, daging,
cangkang dan biji. Permukaan buah licin, beralur, berwarna hijau ketika masih muda
Gambar 4: Buah mahkota dewa (kiri) dan pohon mahkota dewa (kanan) 23
bentuknya bulat, keras, berwarna cokelat, sangat toksik sehingga tidak dapat
dimakan.23 Penelitian Harmanto tahun 2002 menyatakan buah mahkota dewa tidak
dikonsumsi secara langsung karena efek sampingnya cukup serius seperti sariawan,
bengkak, mati rasa pada lidah, kaku, demam bahkan dapat menyebabkan pingsan.
Oleh karena itu, sangat tidak dianjurkan konsumsi buah mahkota dewa secara
Pemanfaatan buah mahkota dewa secara empiris sebagai tanaman obat telah
lama digunakan untuk mengatasi kanker dan tumor, impotensi, haemorroid, diabetes
mellitus, alergi, hipertensi dan jantung, disentri, rematik, asam urat dan gangguan
ginjal, stroke, migraine, berbagai penyakit kulit, jerawat dan lain sebagainya. Bagian
tanaman yang digunakan sebagai bahan baku obat adalah batang, buah dan daun,
sedangkan bagian biji hanya digunakan sebagai obat luar atau untuk penyakit kulit
karena bersifat toksik. Bagian akar dan bunga mahkota dewa jarang digunakan
sebagai obat. Pemanfaatan buah mahkota dewa untuk pengobatan biasanya tidak
memisahkan daging buah dengan kulitnya sehingga kulit tidak perlu dikupas terlebih
racun) tanaman yang cukup tinggi sebagai salah satu bentuk mekanisme pertahanan
diri. Mahkota dewa mengandung senyawa yang berkhasiat sebagai antibakteri seperti
aktivitas antikanker, demikian juga sebaliknya. Hal ini disebabkan karena toksisitas
yang dimiliki tanaman sebagai antibakteri juga bekerja terhadap fase tertentu dari
siklus tumor. Penelitian Lisdawati pada tahun 2002 menunjukkan bahwa buah dan
daun mahkota dewa dapat menghambat pertumbuhan sel hela (sel kanker rahim).
Disamping itu terbukti juga bahwa adanya potensi antioksidan dan antikanker dari
ekstrak buah dan kulit buah mahkota dewa dengan nilai hambat 50% sel leukimia
flavonoid, fenol, lignan, tanin dan saponin. Sementara daun mahkota dewa
pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
menyebabkan kematian sel tersebut. Tanin dapat merusak membran sel bakteri,
mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel
itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas
hidup sehingga pertumbuhannya terhambat bahkan mati. Selain itu tanin juga
terpenoid, sterol dan alkaloid perlu diekstraksi dengan penambahan pelarut etanol.
Hal ini disebabkan karena pada proses perendaman simplisia dalam pelarut etanol, sel
tanaman mengalami kondisi jenuh sehingga sel-selnya akan mengeluarkan zat aktif
dewa, misalnya penelitian uji zona hambat infusum daun mahkota dewa pada
konsentrasi infusum daun mahkota dewa, maka semakin besar pula zona inhibisinya
dewa terbukti memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri pada produk kering dan
produk olahan yang diolah dengan panas tinggi (instant) dan panas rendah
(effervescent). Dari hasil penelitian ini juga ditunjukkan bahwa aktivitas antibakteri
tertinggi pada produk 50%, aktivitas tertinggi pada bakteri Staphylococus aureus
pada produk instant dan effervescent (18,3 mm) dan bakteri E.coli pada produk
terhadap Stapylococcus aureus dengan KHM 3,125 gram% dan KBM 6,25%
sedangkan bakteri E.coli juga terdapat efek antibakteri namun tidak lebih besar dari
13
25 gram%. Penelitian lain oleh Darwis A dan Lusiana B pada tahun 2010 juga
menunjukkan bahwa ada daya antibakteri buah mahkota dewa terhadap Enterococcus
Faecalis .14
SALIVA MIKROORGANISME
HOST
Plak kontrol
PLAK GIGI EFEK ANTIBAKTERI
Resiko berkurang
KONSENTRASI ?
Dari skema kerangka konsep, lahir hipotesis penelitian bahwa ekstrak buah
mahkota dewa memiliki daya antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans dan