Anda di halaman 1dari 18

PENGENALAN GEJALA DAN TANDA PENYAKIT

(Tanaman Hortikultura)
(Laporan Praktikum Bioekologi Penyakit Tumbuhan)

Oleh

Wulangga Dwi Putra


1614121151
Kelompok 4

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman tidak akan pernah lepas dari pada suatu penyakit, penyakit itu sendiri
mempunyai bermacam-macam sifat dan dampak yang ditimbulkan. Timbulnya
gejala penyakit disebabkan karena adanya interaksi antara tanaman inang dan
patogen. Penamaan gejala penyakit dapat didasarkan kepada tanda penyakit,
perubahan bentuk, tanaman, pertumbuhan tanaman dan sebagainya. Sebagai
akibat terganggunya pertumbuhan tanaman oleh penyakit, maka akan terjadi
perubahan pada tanaman dalam bentuk, ukuran, warna, tekstur dan lain-lain.
Perubahan tersebut seringkali merupakan gejala yang khas untuk penyakit
tertentu. Tetapi adakalanya untuk satu macam penyakit menimbulkan lebih dari
satu macam perubahan. Sering kali patogen penyebab penyakit tersebut dapat
ditemukan pada jaringan yang terserang (internal) atau pada bagian permukan
jaringan (eksternal) dalam bentuk tubuh buah, sclerotium dan sebagainya.

Tanaman hortikultura sangat penting untuk dibudidayakan dan dipelihara,


mengingat fungsi tanaman hortikultura sebagai sumber bahan makanan manusia.
Dilain sisi, tanaman hortikultura mendapat serangan penyakit dari berbagai
patogen, baik virus maupun bakteri. Jika keadaan ini dibiarkan tanpa ada
pengelolaan, maka hasil tanaman hortikultura akan semakin turun. Karena itu
perlu adanya penanganan dan pemeliharaan tanaman hortikultura dalam
pembudidayaannya.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diadakan praktikum pengenalan gejala dan
tanda penyakit (tanaman hortikultura), sehingga praktikan dapat mengidentifikasi
kan suatu penyakit tanaman dan dengan itu praktikan dapat melakukan
penanggulanggan atau pun pengendalian agar penyakit- pnyakit tanaman tersebut
dapat di minimalisir kan atau bahkan di sembuhkan sehingga tanaman dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik.
1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan diadakan praktikum ini adalah sebagai berikut :


1. Mengetahui jenis penyakit penting tanaman hortikultura.
2. Mengetahui dan mengenali gejala dan tanda penyakit.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit tanaman dapat didefinisikan sebagai penyimpangan sifat normal yang


menyebabkan tanaman tidak dapat melakukan kegiatan fisiologis seperti biasanya.
Penyakit tumbuhan dapat disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik. Penyebab
penyakit yang bersifat biotik umunya parasitik pada tumbuahn, dapat ditularkan,
dan disebut penyakit biogenik. Adapun penyakit yang bersifat abiotik tidak
parasit, tidak menular, dan biasa disebut penyakit fisiogenik. Penyebab yang
parasitik terdiri dari beberapa golongan seperti virus, viroid, fitoplasma bakteri,
cendawan, riketsia, protozoa, nematode dan tumbuhan tingkat tinggi
(Semangun, 1994).

Penyebab penyakit dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu biotik atau parasit
dan abiotik atau non parasit. Biotik yaitu penyebab penyakit yang sifatnya
menular atau infeksius, msalnya jamur, bakteri, nematoda, mycoplasma dan
tanaman tinggi parasitik. Abiotik yaitu penyebab penyakit yang sifatnya tidak
menular atau non infeksius. Penyakit-penyakit karena penyebab abiotik sering
disebut penyakit fisiologis/fisiogenis, sedangkan patogennya disebut fisiopath.
Fisiopath tersebut antara lain kondisi cuaca yang tidak menguntungkan, kondisi
tanah yang kurang baik, dan kerusakan karena mekanik dan zat-zat kimia
(Semangun, 1994).

Penyakit dapat dikenal dengan mata telanjang dari gejalanya. Penyakit tumbuhan
yang belum ada campur tangan manusia merupakan hasil interaksi antara patogen,
inang dan lingkungan. Konsep ini disebut dengan segitiga penyakit atau plant
disease triangle, sedangkan penyakit tanaman yang terjadi setelah campur tangan
manusia adalah interaksi antara patogen, inang, lingkungan dan manusia. Konsep
ini disebut segi empat penyakit atau plant disease square(Triharso, 1996).
Pengenalan jenis - jenis penyakit pada tanaman dapat dilakukan dengan cara
percobaan di lapang pada setiap fase pertumbuhan tanaman. Timbulnya penyakit
dapat bervariasi tergantung dari fase pertumbuhan tanaman, musim, lokasi dan
varietas. Kombinasi dari beberapa penyakit dapat terjadi misalnya kombinasi
beberapa cendawan atau bahkan kombinasi dari cendawan, bakteri, dan virus
(Wigenasanta, 2004).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu alat tulis, mikroskop majemuk,kaca
preparat dan tutupnya, jarum pentul, dan pipet tetes. Sedangkan, bahan yang
digunakan yaitu air dan bagian tanaman yang bergejala.

3.2 Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada pengamatan makroskopis adalah sebagai berikut :


1. Gejala penyakit tanaman yang ada diamati dan digambar.
2. Kemudian dikelompokkan jenis gejalanya (nekrosa, hyperplasia,dan
hipoplasia).
3. Ditulis naman penyakit dan patogennya.

Prosedur kerja pada pengamatan mikroskopis yaitu ;


1. Diamati lebih dahulu tanda penyakit yang berasosiasi dengan gejala penyakit
(secara langsung ataupun di bawah mikroskop stereo).
2. Ditetesi air di atas bagian tanaman yang bergejala, lalu dikorek dengan
menggunakan jarum, kemudian air/suspense tersebut diambil menggunakan
pipet tetes.
3. Suspense tersebut diteteskan di atas kaca preparat lalu ditutup dengan cover
glass, lalu diamati di bawah mikroskop majemuk.
4. Diamati bentuk spora atau hifa. Kemudian digambar atau difoto.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan yang diperoleh pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

No Gambar Keterangan
1 Bercak daun cercospora Patogen: Mycosphaerella musicolla
Gejala : Daun menguning, terdapat
bercak holo berwarna coklat

2 Bercak daun cordana Patogen :Cordana musae


Gejala : Timbul bercak besar
berwarna kecoklatan yang semakin
menyebar

3 Kerdil pisang (BBVT) Patogen :Pentalonia negronervosa


Gejala : daun muda lebih tegak,
pendek, sempit dengan tangkai
yang lebih pendek dari biasanya,
menguning sepanjang tepinya, dan
mengering.
4 Busuk krop kubis Patogen : Xanthomonas
campestris
Gejala : Tanaman busuk dan
menyebar berwarna hitam
dan basah

5 Antraknosa cabai Patogen : Colletotrichum


vastatrix
Gejala : bercak cokelat
dengan bintik-bintik
berlekuk. Pada bagian tepi
bintik-bintik tersebut
berwarna kuning membesar
dan memanjang.
6 Layu fusariun pisang Patogen :Fusarium
oxysphorum
Gejala : pisang terlihat pada
tepi daun-daun bawah
berwarna kuning tua, yang
lalu menjadi coklat dan
mengering. Tangkai daun
patah disekeliling batang
palsu.
7 Busuk basah wortel Patogen :Erwinia caratovora
Gejala : timbulnya cairan-
cairan pada bagian luka.
Luka luka itu berkembang
dengan cepat dan
meyebabkan pembusukan.

4.2 Pembahasan

Beberapa penyakit yang menyerang pada tanaman hortikultura sebagai berikut.

1. Bercak Cercospora (Mycosphaerella musicola Mulder)


Penyakit bercak daun cercospora yang dikenal juga dengan naman penyakit
Sigatoka ditemukan pertama kali di Jawa. Gejala yang terlihat saat pengamatan di
praktikum adalah ada bercak cokelat di permukaan daun, daun tidak berwarna
hijau segar melainkan berwarna hijau kekuning-kuningan. Secara jelas gejala
yang ditimbulkan adalah pertama tampak jelas pada daun ke-3 dan daun ke-4 dari
puncak sebagai bintik-bintik memanjang, berwarna kuning pucat atau hijau
kecokelatan, arahnya sejajar dengan tulang daun. Sebagian dari bercak tersebut
menjadi bercak, berwarna cokelat tua sampai hitam, jorong atau bulat panjang.
Pada daun yang lebih tua pusat bercak daun mengering, berwarna kelabu muda
dengan tepi berwarna cokelat gelap, yang dikelilingi oleh halo berwarna kuning
cerah. Pada pusat bercak yang berwarna kelabu sering terdapat titik-titik hitam
yang terdiri atas sporodokium jamur yang menghasilkan banyak konidium
(Setiadi. 2000).

Jamur lebih sering membentuk konidium di atas permukaan daun. Konidiofor


membentuk berkas yang rapat, cokelat pucat, lurus atau agak bengkok, jarang
bercabang, tidak bersekat, tidak mempunyai bengkokan seperti lutut, menyipit ke
ujung, tidak memiliki berkas konidium. Konidium cokelat pucat, berbentuk
tabung bengkok, ujungnya tumpul atau membulat, hilum pangkalnya tidak
menebal (Setiadi. 2000).

2. Bercak Daun Cordana (Cordana musae)

Gejala awal berupa bercak berbentuk bulat telur dan terkadang berbentuk berlian
yang membesar dan berwarna cokelat pucat yang dikelilingi oleh halo kuning.
Bercak terkadang terlihat seperti cincin-cincin dan terbentuk di sekeliling bercak
Sigatoka. Bercak yang membesar berbentuk sabit dan dapat memanjang menjadi
coreng berwarna cokelat pucat yang dapat meluas sampai tulang daun utama
(Mulyani, 2008).
Daur hidup penyakit ini yaitu bakteri dapat bertahan dalam tanah paling sedikit
selama satu tahun. Bakteri terbawa tanah yang hanyut oleh air kemudian
menginfeksi akar-akar dan batang pisang melalui luka-luka. Infeksi melalui
parang dapat terjadi pada waktu membersihkan batang, memotong bunga jantan,
dan memotong anakan pisang. Penyakit juga dapat menular dengan bantuan
serangga dan menginfeksi buah (Mulyani, 2008).
Pengendalian bercak daun cordana yaitu tidak menanam pisang di bawah naungan
yang lebat dan tidak menanam pisang terlalu rapat. Jika diperlukan becak daun
Cordana dapat dikendalikan dengan fungisida seperti yang dipakai untuk becak
daun Cercospora (Rukmana, 1997).

3. Layu Fusarium Pisang (Fusarium oxysporum)

Gejala serangan cendawan Fusarium oxysporum pada tanaman pisang terlihat


pada tepi daun-daun bawah berwarna kuning tua, yang lalu menjadi coklat dan
mengering. Tangkai daun patah disekeliling batang palsu. Gejala dalam yang
dimiliki jamur ini adalah jika pangkal batang dibelah membujur, terlihat garis-
garis coklat atau hitam menuju ke semua arah, dari batang ke atas melalui jaringan
pembuluh ke pangkal daun dan tangkai. Perubahan warna pada berkas pembuluh
paling jelas tampak dalam batang (Semangun, 1994).

Daur hidup jamur Fusarium oxysporum dalam perkembangbiakannya membentuk


dua jenis spora aseksual yaitu spora mikrokonidium dan spora makrokonidium.
Spora mikrokonidium bersel tunggal, tidak bersekat, tidak berwarna, berdinding
tipis, bentuknya bulat telur sampai lurus dengan ukuran 2 5 x 2,3 3,5 m.
Spora makrokonidium bentuknya lancip, ujungnya melengkung seperti bulan
sabit, bersekat 35, ukurannya 2046 x 3,28 m. Pada keadaan tertentu
menghasilkan klamidospora berwarna coklat muda, dindingnya tebal, ukuran 6
10 m, dibentuk di ujung terminal atau di tengah. Fusarium oxysporum
merupakan fungi berfilamen yang memiliki 3 macam konidia, yaitu
klamidiospora, makrokonidia yang berbentuk lengkung seperti bulan sabit dengan
kedua ujung yang lancip dan mikronidia yang berbentuk bulat, tidak bersekat dan
tidak berwarna, berdinding tebal dan sangat resisten terhadap keadaan lingkungan
yang buruk. Spora ini terbentuk dari penebalan bagian-bagian tertentu dari suatu
hifa somatik. Inokulum Fusarium oxysporum terdiri atas makrokonidium,
mikrokonidium, klamidospora dan miselia (Semangun, 1994).

Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan penyakit ini
ialah Tidak menanam jenis pisang yang rentan terinfeksi patogen, menanam
bibit yang sehat dari tanaman yang bebas penyakit,pemeliharaan dengan hati-
hati untuk menghindari pelukaan pada tanaman, mengendalikan hama nematoda
yang mampu menyebabkan luka pada tanaman, Penggunaan agen antagonis,
jenis agens antagonis yaitu; Gliocladium sp, Fusarium oxysporium avirulen,
Trichoderma harzianum (Wigenasantana, 1994).

4. Kerdil Pisang (Bunchy top virus)

Penyakit kerdil pada tanaman pisang disebabkan oleh Banana Bunchy Top Virus
yang menyerang pisang melalui vektor. Sampai sekarang sifat virus tersebut
belum diketahui dan belum dapat dimurnikan. Penyakit ini mudah disebarkan
melalui bahan tanaman dan kutu daun. Tidak dapat ditularkan melalui alat
pertanian atau cairan tanaman sakit. Perkembangan pernyakit ini sangat dibantu
oleh hujan, suhu tinggi, kesuburan tanah dan keadaan yang terlindung. Di dataran
tinggi penularan penyakit oleh vektornya lebih baik. Gejala bervariasi dan timbul
pada bermacam-macam umur tanaman. Pada pangkal daun kedua atau ketiga,
apabila dilihat permukaan bawahnya dengan cahaya tembus, akan tampak adanya
garis-garis hijau tua sempit yang terputus-putus. Pada punggung tangkai daun
sering terdapat garir-garis hijau tua, kadang-kadang tulang daun menjadi jernih
sebagai gejala pertama terjadinya infeksi. Selanjutnya daun muda lebih tegak,
pendek, sempit dengan tangkai yang lebih pendek dari biasanya, menguning
sepanjang tepinya, dan mengering. Daun menjadi rapuh dan mudah patah.
Tanaman terhambat pertumbuhannya dan daun-daun membentuk roset pada ujung
batang palsu (Agrios, 2003).
Morfologi dan daur Hidup Bunchy Top Virus atau Banana Virus, sampai sekarang
sifat virus tersebut belum diketahui dan belum dapat dimurnikan. Mudah
disebarkan melalui bahan tanaman dan kutu daun. Tidak dapat ditularkan melalui
alat pertanian atau cairan tanaman sakit.Perkembangan pernyakit dibantu oleh
hujan, suhu tinggi, kesuburan tanah dan keadaan yang terlindung. Pada dataran
tinggi penularan penyakit oleh vektornya lebih baik. Kerdil pisang dipencarkan
oleh bagian tanaman dan kutu daun. Sering anakan tidak menampakan gejala pada
saat di tanama, namun tunas-tunas akan terinfeksi setelah muncul kutu daun yang
sangat menyukai daun muda. Kutu daun terbawa oleh para pekerja atau karena
tertiup angin. Setelah di nokulasi oleh kutu daun, virus mengalir bersama cairan
tanaman turun ke batang (bonggol) kemudian ke anakan. Tanaman inang lainnya;
keladi, bunga tasbih, lengkuas, pacing, temu-temuan, helikonia, dan pisang liar
(Agrios, 2003).

Pengendalian yaitu jangan membawa tanaman pisang atau Heliconia keluar dari
daerah yang terjangkit kerdil pisang. Rumpun yang sakit dibongkar bersih dan
dicincang menjadi potongan-potongan kecil. Hanya menanam bibit yang diambil
dari rumpun yang benar sehat. Menyemprot tanaman pisang dengan insektisida
sistemik untuk memberantas Pentalonia, khusus di pembimbitan (jika ada)
(Rukmana, 1997).

5. Antraknosa Cabai (Colletotricum gleosporeides)

Penyakit patek atau antraknosa sangat ditakuti terutama oleh petani cabai.
Serangan patek atau antraknosa ini mampu membuyarkan impian petani untuk
memetik hasil yang besar, bahkan tidak jarang justru menimbulkan kerugian
meskipun harga cabai sedang tinggi. Tanaman yang terserang penyakit patek atau
antraknosa yang disebabkan oleh infeksi Colletotrichum gloeosporioides
menunjukkan bercak cokelat dengan bintik-bintik berlekuk. Pada bagian tepi
bintik-bintik tersebut berwarna kuning membesar dan memanjang. Jika
kelembaban tinggi, cendawan akan membentuk lingkaran memusat atau
konsentris berwarna merah jambu. Serangan pada buah cabai biasanya diawali
dari bagian ujung buah yang mengakibatkan dieback atau mati ujung
(Martoredjo, 1984).

Daur hidup penyakit antraknosa melalui miselium dan spora cendawan penyebab
patek atau antraknosa sangat cepat. Biasanya cendawan Colletorichum
gleosporioides menyerang daun muda. Daun daun muda hanya rentan selama
5 hari pada waktu kuncup membuka dan selama 10 hari yang pertama pada waktu
daun berkembang. Setelah itu daun sudah membuka penuh, warnanya sudah
berubah dari warna perunggu menjadi pucat. Pada waktu ini kutikula sudah
terbentuk dan daun menjadi cukup tahan. Jika infeksi terjadi pada awal bagian
dari masa 15 hari tersebut maka daun akan segera layu dan rontok. Tetapi jika
infeksi terjadi pada tingkat yang lebih, kemudian daun sudah mempunyai
ketahanan dalam mencegah terjadinya kerusakan yang meluas, sehingga meskipun
sebagian daun berubah bentuk dan sangat banyak bercak bercak daun daun
tidak akan gugur (Tjahjadi, 1989).

Upaya penanganan untuk mengendalikan serangan antraknosa antara lain yaitu


perlakuan pada bibit atau biji tanaman yang akan dibudidayakan dengan baik dan
benar, secara teknis, bagian tanaman yang terserang harus dimusnahkan dari lahan
atau areal pertanaman, berikan pupuk dengan kandungan P, K, dan Ca tinggi agar
jaringan tanaman lebih kuat. Jangan melakukan pemupukan N berlebihan, karena
akan menyebabkan jaringan tanaman berair sehingga rentan terhadap serangan
cendawan, berikan pupuk organik yang banyak. Pemupukan organik akan
meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan hama maupun penyakit, hindari
adanya genangan air di areal pertanaman, pembersihan lahan termasuk
penyiangan gulma. Perlebar jarak tanam dengan pola tanam zigzag untuk menjaga
sirkulasi udara dan mengurangi kelembaban tinggi saat terjadi hujan
berkepanjangan., jika kelembaban di sekitar areal pertanaman tinggi, misalnya
hujan terus menerus, lakukan pencegahan menggunakan fungisida sistemik
dengan bahan aktif benomil, karbendazim, metil tiofanat, difenokonazol.
Fungisida kontak dengan bahan aktif mankozeb, klorotalonil, dan propineb.
Lakukan penyelingan bahan aktif tersebut setiap kali melakukan penyemprotan
dengan dosis atau konsentrasi sesuai pada kemasan (Tjahjadi, 1989).

6. Busuk Crop Kubis (Erwinia caratovora)

Gejala yang umum pada tanaman kubis-kubisan adalah busuk basah, berwarna
coklat atau kehitaman, pada daun, batang, dan umbi. Pada bagian yang terinfeksi
mula-mula terjadi bercak kebasahan. Bercak-bercak tersebut membesar dan
mengendap (melekuk), bentuknya tidak teratur, berwarna coklat tua kehitaman.
Jika kelembaban tinggi jaringan yang sakit tampak kebasahan, berwarna krem
atau kecoklatan, dan tampak agak berbutir-butir halus. Disekitar bagian yang sakit
terjadi pembentukan pigmen coklat tua atau hitam. Pada serangan lanjut daun
yang terinfeksi melunak berlendir dan mengeluarkan bau yang khas. Jaringan
yang membusuk pada mulanya tidak berbau, tetapi dengan adanya serangan
bakteri sekunder jaringa tersebut menjadi berbau khas yang mencolok hidung.
Bau tersebut merupakan gas yang dikeluarkan dari hasil fermentasi karbohidrat
kubis.

Daur hidup penyakit busuk basah kubis oleh Erwinia carotovora adalah bakteri
dapat menyerang bermacam-macam tanaman pertanian maupun produksi
hasilnya, khususnya tanaman hortikultura. Pada umumnya iinfeksi terjadi melalui
luka atau lentisel. Infeksi dapat terjadi melalui luka-luka karena gigitan serangga
atau karena alat-alat pertanian. Larva dan imago lalat buah dapat menularkan
bakteri, karena serangga ini membuat luka dan mengandung bakteri dalam
tubuhnya. Di dalam simpanan dan pengangkutan infeksi terjadi melalui luka
karena gesekan, dan sentuhan antara bagian tanaman yang sehat dengan yang
sakit (Soeroto, 1994).

7. Busuk Basah Wortel (Erwinia carotovora )

Daur hidup penyakit busuk basah wortel oleh Erwinia carotovora adalah Bakteri
dapat menyerang bermacam-macam tanaman pertanian maupun produksi
hasilnya, khususnya tanaman hortikultura. Bakteri dapat mempertahankan diri
dalam tanah dan sisa-sisa tanaman lapang. Pada umumnya infeksi terjadi melalui
luka atau lentisel. Infeksi dapat terjadi melalui luka-luka karena gigitan serangga
atau karena alat-alat pertanian. Larva dan Imago lalat buah dapat menularkan
bakteri, karena serangga ini membuat luka danmengandung bakteri dalam
tubuhnya. Sehingga daur penyakit akan tetap mampu menyerang tanaman selama
siklus dari perkembangan bakteri tidak terputus. Di dalam penyimpanan dan
pengangkutan infeksi terjadi melalui luka karena gesekan dan sentuhan antara
bagian tanaman yang sehat dengan yang sakit. Bakteri penyebab busuk lunak ini
merupakan salah satu tipe parasit luka. Oleh karena itu, penyakit ini akan
meningkat ketika tanaman inang terluka oleh alat-alat pertanian, angin,
pertumbuhan tanaman itu sendiri, atau disebabkan oleh serangga atau cacing.

Gejala awal dari busuk lunak yang menyerang sayuran segar ini adalah timbulnya
cairan-cairan pada bagian luka. Luka luka itu berkembang dengan cepat dan
meyebabkan pembusukan/pembekuan yang luas pada jaringan-jaringan yang
diserang/dirusak, sehingga tanaman yang diserang menjadi roboh. Penyakit sering
kali bermula dari bagian tanaman yang dekat dengan permukaan tanah. Pada
wertel biasanya penyakit dapat diketahui karena adanya layu pada bagian-bagian
tanaman yang terdapat atas permukaan tanah (Triharso, 1996).
V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan ari praktikum ini adalah sebagai berikut :


1. Serangan patogen menyebabkan kelainan fungsi fisiologis pada tanaman dan
jenis kelainannya pun berbeda antar tanaman.
2. Pada tanaman hortikultura, gejala yang ditimbulkan umumnya terdapat bercak-
bercak coklat. Sedangkan tanda penyakit yang ditimbulkan berbeda-beda dari
masing-masing penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan. UGM.Yogyakarta.

Hewindati. 2006. Hortikultura. Universitas Terbuka. Jakarta.

Martoredjo, T. 1984. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Bagian dari


Perlindungan Tanaman. Andi Offset. Yogyakarta.

Mulyani, Nina dkk. 2008. Teknologi Budidaya Pisang Seri. Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor.

Prajnanta, F. 1995. Mengatasi Permasalahan Bertanam Cabai. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Rukmana. 1997. Penyakit Tanaman dan Teknik Pengendalian. Kanisius. Jakarta.

Semangun, H. 1994. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University


Press. Yogyakarta.

Setiadi. 2000. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman Umum. Bumi Aksara.


Padang.

Soeroto, dkk. 1994. Pengelolaan Organisme Pengganggu Tumbuhan Secara


Terpadu pada Tanaman Kubis. Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman
Pangan Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. Jakarta.

Tjahjadi, N. 1989. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.

Triharso. 1996. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.

Wigenasantana, M. S. 1994. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Universitas


Terbuka. Jakarta.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai