Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN BAGIAN MATA RSAU

Trauma Okuler

DISUSUN OLEH:
Heryawan Chandra
11.2015.222

PEMBIMBING:
Dr. Dian Mulyawarman, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR.ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
JAKARTA
PERIODE 2 OKTOBER 2017- 4 NOVEMBER 2017

1
Halaman Pengesahan

Nama Mahasiswa : Heryawan Chandra

NIM : 11.2015.222

Bagian : Ilmu Penyakit Mata RSAU dr..Esnawan Antariksa (UKRIDA)

Judul Kasus : Trauma Okuler

Pembimbing : dr. Dian Mulyawarman,Sp.M

Jakarta, Oktober 2017


Pembimbing

dr. Dian Mulyawarman,Sp.M

2
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
JL. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk- Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA
Tanda tangan
Nama : Heryawan Chandra
Nim: 11.2015.222 ..........................

Dr. Pembimbing/ penguji : dr. Dian Mulyawarman,Sp.M ...........................

I. IDENTITAS
Nama : Ny.K
Umur : 57 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Jeruk No. 27 RT/RW 002/002, Cililitan, Jak-Tim
Tanggal pemeriksaan : 17 Oktober 2017
Pemeriksa : Heryawan Chandra

II. ANAMNESIS
Auto anamnesis tanggal : 17 Oktober 2017
Keluhan Utama : Mata kanan tidak bisa melihat jelas sejak 2 bulan lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli klinik mata RSAU karena mata kananya tidak bisa
melihat jelas sejak 2 bulan lalu. Sekitar 2 bulan yang lalu, pasien masih terasa
seperti melihat benda samar- samar. Pasien mengatakan lama kelamaan
keluhan penglihatannya semakin mengecil. Pasien tidak merasakan pusing,

3
mual, dan muntah. Pasien tidak mengeluh matanya merah ataupun silau
seperti ada cahaya disekeliling benda. Pada awalnya memang pasien merasa
matanya terasa kencang, namun tidak membuatnya mengeluhkan keluhan
lainnya. Keadaan mata kirinya tidak ada keluhan dan juga tidak kelainan.
Keluhan matanya yang tidak bisa melihat benda secara jelas ini semakin
marah dan membuat dirinya sama sekali tidak melihat apapun di mata
kanannya saja.

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien sebelumnya tidak pernah ada keluhan pada
kedua matanya, pasien memliki riwayat darah tinggi, tetapi tidak memiliki
diabetes mellitus.

Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien tidak memiliki keluarga yang memiliki


keluhan seperti pasien ataupun penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes
mellitus.

III. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Compos Mentis
Tanda - tanda Vital : Tekanan darah 150/100 mmHg, Nadi 89x/menit,
Pernapasan 20x/menit, Suhu 36,30C
Kepala : Simetris, tidak ada massa, tidak ada luka
Mulut : Cavum oral normal, uvula ditengah, faring normal.
THT :Telinga (normal, sekret -, massa-), Hidung (normal,
epistaksis - massa -, sekret-), Tenggorokan (normal)
Thoraks, Jantung : Normal, Bunyi jantung I dan II murni regular
Paru : Suara Napas Vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Bising Usus +, Nyeri tekan -
Ekstremitas : Normal, tidak ada gangguan mobilisasi.

STATUS OPHTALMOLOGIS
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
- Ukuran visus 0 6/7.5 ph tetap
- Axis visus - -
- Koreksi - -
- Addisi + 2.75 +2.75
- Distansia pupil 54 56
- Kacamata lama - -

4
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
- Eksoftalmus - -
- Enoftlamus - -
- Deviasi - -
- Gerakan bola mata Normal Normal
3. SUPERSILIA
- Warna hitam hitam
- Simetris + +
4. PALPEBRA SUPERIOR
- Edema - -
- Nyeri Tekan - -
- Ektropion - -
- Entropion - -
- Blefarospasme - -
- Trikiasis - -
- Sikatriks - -
- Punctum Lakrimal - -
- Fissura Palpebra - -
- Tes Anel - -
5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Hiperemis - -
- Folikel - -
- Papil - -
- Sikatriks - -
- Hordeolum - -
- Kalazion - -
6. KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret - -
- Injeksi Kongjungtiva - -
- Injeksi Siliar - -
- Perdarahan - -
Subkonjungtiva
- Pterigium - -
- Pinguekula - -
- Nevus Pigmentosa - -
- Kista Dermoid - -
7. SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik - -
- Nyeri Tekan - -
8. KORNEA
- Kejernihan Bening Bening
- Permukaan Licin Licin
- Ukuran 12 mm 12 mm
- Sensibilitas + +
- Infiltrat - -
- Keratik Presipitat - -
- Sikatrik - -
- Ulkus - -
- Perforasi - -
- Arcus Senilis - -
- Edema - -

5
- Tes Placido - -
9. BILIK MATA DEPAN
- Kedalaman Dangkal Dalam
- Kejernihan Jernih Jernih
- Hifema - -
- Hipopion - -
- Efek Tyndall - -
10. IRIS
- Warna Hitam Hitam
- Kripta - -
- Sinekia - -
- Koloboma - -
11. PUPIL
- Letak Sentral Sentral
- Bentuk Normal Normal
- Ukuran 5 mm 3 mm
- Reflek Cahaya - +
Langsung
12. LENSA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Letak Sentral Sentral
- Tes Shadow - -

13. BADAN KACA


- Kejernihan Jernih Jernih
14. FUNDUS OCCULI
- Batas Jelas Jelas
- Warna Merah kekuningan Merah kekuningan
- Ekskavasio Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Rasio Arteri : Vena 2:3 2:3
- C/D Rasio 0.8,0.9 0.4,0.5
- Makula Lutea
- Retina Baik Baik
- Eksudat - -
- Perdarahan - -
- Sikatriks - -
- Ablasio - -
15. PALPASI
- Nyeri Tekan - -
- Massa Tumor - -
- Tensimeter Occuli 60 18
- Tonometri Schiotz - -
16. KAMPUS VISI
- Tes konfrontasi Tidakada Jelas keseluruh arah
pandangan

6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien ini belum dilakukan pengecekan pemeriksaan penunjang, namun
ada pemeriksaan penunjang anjuran seperti:
1. Gonioskopi
Gonioskopi ini adalah alat pemeriksaan yang berguna untuk menegakkan
diagnosis kerja yaitu melihat sudut dari bilik mata depan apakah terjadi
penyempitan atau tidak seperti pada glaukoma.
2. Funduskopi
Melihat fundus okuli secara teliti dan nyata, serta melihat bagian- bagian
lainnya seperti retina, makula,dll , sehingga bisa menyingkirkan diagnosis
banding yang dipilih sesuai kelainan pasien.

V. RESUME
Pasien perempuan berumur 57 tahun datang dengan keluhan mata kanannya
tidak bisa melihat dengan jelas sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengatakan
bahwa awalnya hanya melihat secara samar- samar serta terasa kencang
pada mata kanannya dan pandangannya semakin mengecil sehingga saat ini
ia tidak bisa melihat sama sekali. Pasien memiliki riwayat darah tinggi, namun
keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit sama sekali. Dari pemeriksaan
fisik ditemukan, pasien dalam keadaan compos mentis, tekanan darah 150/100
mmHg, visus mata kanan O dan visus mata kiri 6/7.5 ph tetap. Pada visus
pasien ditambahkan addisi +2.75 untuk membaca dan distansia pupil 54-56
mm. Bilik mata depan kanan dangkal, sedangkan bilik mata depan kiri dalam.
Pemeriksaan C/D rasio fundus occuli nampak mata kanan 0.8-0.9, sedangkan
mata kiri 0.4-0.5. Pemeriksaan tonometri occuli ditemukan bahwa mata kanan
60 dan mata kiri 18.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Glaukoma Absolut
Pada pasien ini nampak jelas adanya beberapa gejala klinis pada glaucoma
seperti defek lapang pandang, peningkatan tekanan intraokuler (60mmHg),
dan neuropaty optikus. Sesuai dengan keluhan pasien tersebut bahwa
penglihatannya yang semakin tidak jelas dan bahkan saat ini pasien tidak bisa
melihat sama sekali. Pada pemeriksaan pasien ini memiliki hipertensi,
kemudian dari pemeriksaan visus sangat menonjolkan gejala glaucoma absolut
yaitu terjadi kebutaaan total pada mata kanan pasien dimana visusnya O dan

7
tidak adanya tanda- tanda untuk kembalinya penglihatan. Pada pemeriksaan
fundus occuli nampak C/D ratio yang sudah jauh melewati ukuran normalnya
yaitu 0.8-0.9, sehingga kemungkinan sudah menuju kerusakan nervus
optikusnya.

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Retinopati hipertensi
Faktor yang mendukung: kelainan matanya perlahan- lahan, visusnya bisa
menurun atau bisa terjadi kehilangan penglihatan, penglihatan menyempit,
mata tenang tanpa adanya rasa nyeri dan merah, pasien memiliki riwayat
darah tinggi tidak terkontrol.
Faktor yang tidak mendukung: kelainan mata tidak terdapat kenaikan
tekanan intraocular, tidak adanya gambaran- gambaran pada retinopati
hipertensi yaitu penyempitan atau spasme dan sklerose pembuluh darah.
2. Retinoblastoma
Faktor yang mendukung: kelainan mata yang hilang perlahan, visusnya
bisa menurun atau hilang sama sekali, tidak disertai tanda-tanda akut mata
(merah, nyeri, gatal, pusing,dll), bisa dicurigai bila ada riwayat yang lain
seperti glaucoma salah satunya, bisa mengenai satu atau kedua bola mata)
Faktor yang tidak mendukung: kelainan mata harus ada faktor herediter
dari orang tua, tidak adanya peningkatan tekanan intraokuler, tidak ada
gambaran khas adanya neoplasma pada neuroretina, banyakan pasiennya
anak kecil namun bisa pada orang diatas umur 40 tahun.

VIII. PENATALAKSANAAN
Menurunkan tekanan intraokuler
- Timolol 0.5% (sehari 2 kali dengan1 tetesan pada mata kanan)
- Latanoprost 0.05mg (sehari 1 kali dengan 1 tetesan pada mata kanan)
- Acetozolamide 250 mg (sehari 2 kali 1 tablet)
- Kalium klorida 600 mg (sehari 2 kali 1 tablet salut enterik)

IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam Malam Bonam
Ad Fungsionam Malam Bonam
Ad Sanationam Malam Bonam

8
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Trauma Okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata
atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola
mata,kelopak mata,saraf mata dan rongga orbita,kerusakan ini akan memberikan penyulit
sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat.Trauma mata merupakan kasus
gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.(6)

2. Epidemiologi
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada
golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular
dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data WHO tahun 1998
trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami
penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata.
Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai
16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-
laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.(7)
United States Eye Injury Registry (USEIR) merupakan sumber informasi epidemiologi
yang digunakan secara umum di AS. Menurut data dari USEIR, rata-rata umur orang yang
terkena trauma okuli perforans adalah 29 tahun, dan laki-laki lebih sering terkena disbanding
dengan perempuan. Menurut studi epidemiologi international, kebanyakan orang yang
terkana trauma okuli perforans adalah laki-laki umur 25 sampai 30 tahun, sering
mnegkonsumsi alcohol, trauma terjadi di rumah. Selain itu cedera akibat olah raga dan
kekerasan merupakan keadaan yang paling sering menyebabkan trauma. Pada studi yang
lain, di simpulkan bahwa olahraga dihubungkan dengan trauma pada pemakai kacamata
umumnya terjadi pada usia di bawah 18 tahun dan jatuh dihubungkan dengan trauma pada
pemakai kaca mata umumnya terjadi pada usia 65 tahun atau lebih. Meskipun kacamata
dihubungkan dengan trauma yang terjadi, resep kacamata dan non resep kacamata hitam telah
ditemukan untuk memberikan perlingdungan yang menghasilkan insidens yang rendah pada
trauma serius mata bagi penggunannya.(6,8)

9
3. Patofisiologi
Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu coup,
countercoup, equatorial, dan global reposititioning. Cuop adalah kekuatan yang disebabkan
langsung oleh trauma. Countercoup merupakan gelombang getaran yang diberikan oleh cuop,
dan diteruskan melalui okuler dan struktur orbuta. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari
bola mata cenderung mengambang dan merupah arsitektur dari okuli normal. Pada akhirnya,
bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini tidak selalu seprti yang
diharapkan.(7)

4. Klasifikasi
Trauma pada mata dapat digolongkan atas : (2,9,10)
1. Trauma tumpul, yang terdiri atas :
Konkusio, yaitu trauma tumpul pada mata yang masih reversibel, dapat sembuh dan
normal kembali.
Kontusio, yaitu trauma tumpul yang biasanya menyebabkan kelainan vaskuler dan
kelainan jaringan/ robekan.
Berdasarkan letak traumanya dapat menyebabkan :
- Perdarahan palpebra
- Emfisema palpebra
- Luka laserasi palpebra
- Hiperemis konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva
- Edema kornea
- Hifema ( perdarahan dalam bilik mata depan )
- Iridoplegia dan iridodialisa
- Kelainan lensa,berupa : Subluksasi,luksasi maupun katarak traumatik.
- Perdarahan badan kaca.
- Kelainan retina,berupa: Edema retina,ruptur retina,( dapat menyebabkan ablasio
retina traumatik),maupun perdarahan retina.
- Robekan/laserasi sklera
- Glaukoma sekunder
- Kelainan gerakan bola mata
-

2. Trauma tembus ( luka akibat benda tajam ), dimana strutur okular mengalami kerusakan
akibat benda asing yang menembus lapisan okular, yang terdiri atas :
Non perforasi.

10
Dengan perforasi, meliputi :
i. Perforasi tanpa benda asing intra okuler
ii. Perforasi dengan benda asing intra okuler,yang menurut sifat benda asingnya
terbagi atas :
a. Berdaraskan sifat fisisnya,terdiri atas :
- Benda logam.
E.g. Emas,perak,platina,timah,seng,tembaga,besi,dll
- Benda non logam
E.g. Kaca,bahan tumbuh-tumbuhan,bahan pakaian,dll
b. Berdasarkan keaktifan ( potensi menyebabkan reaksi inflamasi ) terdiri atas :
- Benda inert,merupakan bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi
jaringan mata,kalaupun terjadi hanya reaksi ringan saja dan tidak mengganggu
fungsi mata,seperti : Emas,perak,platina,bath,kaca,porselin,dll.
- Benda reaktif yang merupakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan
reaksi jaringan sehingga mengganggu fungsi mata,seperti : seng,timah
hitam,nikel,alumunium,besi,kuningan,tumbuh-tumbuhan,bulu ulat.

Luka akibat benda tajam dapat menyebabkan :


- Luka pada palpebra (laserasi palpebra)
- Laserasi konjungtiva
- Abrasi,perforasi,laserasi kornea
- Laserasi sklera
-Robeknya pembuluh darah,otot-otot okular,maupun serabut saraf okular.

3. Trauma fisis, yang dapat disebabkan oleh :


a.Sinar dan tenaga listrik, yang meliputi sinar ultraviolet,sinar inframerah,sinar
rontgen dan radioaktif,dan tenaga listrik.
b.Luka bakar
c.Luka akibat bahan kimia,baik yang bersifat asam maupun basa,dimana luka
akibat bahan kimia basa lebih berbahaya dibanding bahan kimia asam.

11
TRAUMA TUMPUL(4,5)
Trauma tumpul sendiri dapat berupa:
a) Trauma tumpul palpebra.
Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang sehingga kemungkinan
merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea dan lensa) dan
struktur mata bagian belakang (retina dan persarafan). Karena palpebra merupakan pelindung
bola mata maka saat terjadi trauma akan melakukan reefleks menutup. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya hematoma palpebra. Hematoma ini terjadi karena keluarnya darah
dari pembuluh darah yang rusak pada trauma tersebut.
b) Trauma tumpul lensa:

Gbr.2.4.1.1 Kelainan lensa


Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:
Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI
Dislokasi lensa oleh karena ruptur di zonula zinni. Dapat sebagian (subluksasi), dapat
pula total (luksasi). Lepasnya dapat ke depan dapat pula ke belakang.(9)
Dislokasi Lensa. Dislokasi lensa terjadi pada putusnya zonula zinn yang akan
mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.
Subluksasi Lensa. Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinn sehingga lensa berpindah
tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada
zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan
berkurang. Subluksasi lensa akan memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis.
Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastic akan menjadi cembung,
dan maata akan menjadi lebih miopik. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris
ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata menjadi sempit pada mata
ini mudha terjadi glaucoma sekunder.
Luksasi Lensa Anterior. Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma
maka lensa dapat masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak dalam bilik mata
depan ini maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan

12
timbul glaucoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya. Pasien akan mengeluh penglihatan
menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan
blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema korne, lensa di dalam bilik mata
depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi.
Luksasi Lensa Posterior. Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi
lensa posterior akibat putusnya zonula zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa
jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli.
Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa mengganggu
kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan melihat
normal dengan lensa +12.0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans.
Lensa yang terlalu lama berada dalam polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat
degenerasi lensa, berupa glaucoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik.
Katarak Trauma. Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun
posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk
katarak tercetak yang disebut cincin Vossius. Cincin Vossius merupakan cincin berpigmen
yang terletak tepat di belakang pupil yang dapat terjadi segera setelah trauma, yang
merupakan deposit pigmen iris pada dataran depan lensa sesudah suatu trauma, seperti suatu
stempel jari.
c) Trauma tumpul kornea.
Abrasi Kornea adalah keadaan dimana epitel dari kornea terlepas yang bisa
diakibatkan oleh trauma tumpul, trauma tajam dan trauma kimia dan juga benda asing
subtarsal. Abrasi kornea bisa berulang dan menyebabkan rasa sakit yang hebat, dimana abrasi
kornea merupakan suatu kegawatdaruratan pada mata yang bisa menyebabkan ulserasi dan
oedema kornea yang akan menganggu visus. Diagnosis bisa ditunjang dengan uji flourosensi
dimana akan terlihat warna hijau bila terjadi kerusakan pada epitel kornea. Penatalaksanaan
yang dapat dilakukan adalah pemberian antibiotik topikal dan midriatikum untuk merelaksasi
iris dan mengurangi rasa sakit. Pastikan juga tidak terdapat benda asing yang dapat
menganggu proses penyembuhan. Masa penyembuhan tergantung pada luasnya kerusakan,
dan juga adakah infeksi, benda asing dan mata kering yang bisa menyebabkan kegagalan
terapi. Mata kemudian di tutup dengan penutup yang membuat pasien merasa lebih nyaman.

13
d) Trauma fundus oculi.
Trauma tumpul yang mengenai mata dapat mengakibatkan kelainan pada retina,
koroid, dan saraf optik. Perubahan yang terjadi dapat berupa edema retina, perdarahan retina,
ablasi retina, maupun atrofi saraf optik. Jika dijumpai penderita dengan trauma tumpul dan
penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian kacamata,
sedangkan keadaan media mata jernih, maka dapat diperkirakan adanya kelainan di fundus
atau di belakang bola mata . Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cedera mata
adalah trauma retina, perdarahan corpus vitreous, dan trauma yang mengakibatkan kerusakan
pada kiasma optikus.
Fundus harus diperiksa dengan oftalmoskopi direk setelah midriasis penuh dilakukan.
Jika tidak terlihat detil struktur mata, maka hal ini menunjukkan terjadinya perdarahan
vitreous. Perdarahan vitreous terabsosrbsi dalam waktu beberapa minggu atau mungkin
diperlukan pengangkatan dengan virektomi. Daerah perdarahan retina dan daerah berwarna
putih (edema) dapat dilihat. Koroid juga bisa robek dan menyebabkan perdarahan subretina
yang kemudian diikuti oleh parut subretina.(9)
Trauma pada mata dapat menyebabkan munculnya beberapa gejala klinis yaitu :
a) Perdarahan di palpebra (echymosis, black eye) (9)

Gbr.2.4.1.2 Perdarahan di palpebra


Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:
Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI
Pada perdarahan yang berat, palpebra menjadi bengkak, kebiru-biruan, karena
jaringan ikat palpebra halus. Perdarahan dapat menjalar ke bagian lain di muka, juga dapat
menyeberang ke mata yang lain menimbulkan hematoma kacamata atau menjalar ke
belakang menyebabkan eksoftalmus.

14
b) Emfisema palpebra (9)
Emfisema palpebra teraba sebagai pembengkakan dengan krepitasi, disebabkan
adanya udara di dalam jaringan palpebra yang longgar. Hal ini menunjukkan adanya fraktura
dari dinding orbita, sehingga menimbulkan hubungan langsung antara rongga orbita dengan
ruang hidung atau sinus-sinus sekeliling orbita. Sering mengenai lamina papyricea os
etmoidalis, yang merupakan dinding medial dari rongga orbita, karena dinding ini tipis.
c) Luka laserasi di palpebra (9)

Gbr.2.4.1.3 Luka laserasi di palpebra


Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:
Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI
Trauma tumpul dapat pula menimbulkan luka laserasi pada palpebra. Bila luka ini
hebat dan disertai dengan edema yang hebat pula, jangan segera dijahit, tapi bersihkanlah
lukanya dan tutup dengan pembalut basah yang steril. Bila bengkaknya berkurang, baru
dijahit.
d) Kelainan gerakan mata (9)
- Kelopak mata tak dapat menutup dengan sempurna (lagoftalmus), yang dapat
disebabkan lumpuhnya N.VII
- Kelopak mata tak dapat membuka dengan sempurna (ptosis), yang mungkin
disebabkan edema atau perdarahan pada palpebra. Ptosis dapat juga terjadi akibat lumpuhnya
m.levator palpebra.

Gbr.2.4.1.3 Ptosis
Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:
Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

15
- Pada trauma tumpul dapat juga terlihat gangguan gerak bola mata, karena perdarahan
di rongga orbita atau adanya kerusakan di otot-otot mata luar.
Dapat terjadi oleh karena :
- parese atau paralise dari m. Levator palpebra (N.III)
- Pseudoptosis, oleh karena edema palpebra
e) Hiperemia konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva (9)

Gbr.2.4.1.4 Hiperemia konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva


Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:
Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI
f) Timbulnya lipatan-lipatan pada M. Descement dan M. Bowman (9)
Hal ini disebabkan menurunnya tekanan intra okuler pada waktu terjadinya trauma
yang kemudian disusul dengan naiknya tonus menjadi normal kembali. Lipatan-lipatan ini
akan hilang bila tonus normal kembali. Keluhannya visus menurun, yang menjadi baik lagi
bila tonus normal kembali.
g) Perdarahan di dalam bilik mata depan (hifema) (9,10)

Gbr.2.4.1.5 Perdarahan di dalam bilik mata depan (hifema)


Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:
Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI
Hifema adalah terkumpulnya darah dalam bilik depan bola mata (camera oculi
anterior). Perdarahan bilik mata depan akibat ruda paksa ini merupakan akibat yang paling
sering dijumpai karena trauma. Perdarahan bilik depan bola mata ini terutama berasal dari
pembuluh darah corpus ciliare dan sebagian kecil dari pembuluh darah iris, sedang

16
penyerapan darahnya sebagian besar akan diserap melalui trabekular meshwork dan
selanjutnya ke kanal schlemm, sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris.(10)
h) Pupil midriasis (9)
Disebabkan iridoplegia, akibat serabut saraf yang mengatur otot sfingter pupil.
Iridoplegia ini dapat terjadi temporer 2-3 minggu, dapat juga permanen, tergantung adanya
parese atau paralise dari otot tersebut. Dalam waktu itu mata terasa silau.
i) Iridodialise/iridoreksis/robekan iris (9)

Gbr.2.4.1.6 iridodialisis
Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:
Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI
Merupakan robekan pada akar iris, sehingga pupil agak ke pinggir letaknya, pada
pemeriksaan biasa terdapat warna gelap selain pada pupil, tetapi juga pada dasar iris terdapat
iridodialisa. Pada pemeriksaan oftalmoskopi terdapat warna merah pada pupil dan juga pada
tempat iridodialisa, yang merupakan refleks fundus.
j) Perdarahan badan kaca (9)
Dapat berasal dari badan siliar, koroid dan retina. Karenanya bila terdapat perdarahan
di dalam badan kaca, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi, untuk mengetahui
keadaan di bagian posterior mata.
k) Kelainan retina berupa edema dan ruptur retina (9)
Edema retina biasanya di daerah polus anterior dekat makula atau di perifer. Tampak
seolah-olah retina dilapisi susu. Bila terjadi di makula, visus sentral sangat terganggu dengan
skotoma sentralis.
l) Perdarahan retina (9)
Dapat timbul bila trauma menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Bentuk
perdarahan tergantung dari lokalisasinya. Bila terdapat di lapisan serabut saraf tampak
sebagai bulu ayam, bila letak lebih keluar tampak sebagai bercak yang berbatas tegas,
perdarahan di depan retina (preretina) mempunyai permukaan datar di bagian atas dan
cembung di bagian bawah. Darahnya dapat pula masuk ke dalam badan kaca. Penderita

17
mengeluh terdapat bayangan-bayangan hitam di lapangan penglihatannya, kalau banyak dan
masuk ke dalam badan kaca dapat menutupi jalannya cahaya, sehingga visus terganggu.
m) Robekan sklera (9)

Gbr.2.4.1.7 Robekan sklera


Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:
Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI
Kalau robekannya kecil, sekitar robekan didiatermi dan robekannya dijahit. Pada
robekan yang besar, lebih baik dilakukan enukleasi bulbi, untuk hindarkan oftalmia
simpatika. Robekan ini biasanya terletak dibagian atas.
n) Eksoftalmus (9)
Biasanya disebabkan perdarahan retrobulber, berasal dari a.optalmika beserta cabang-
cabangnya. Dengan istirahat di tempat tidur, perdarahan diserap kembali, juga diberi
koagulansia. Bila eksoftalmus disertai pulsasi dan souffles, berarti ada aneurisma
arteriovena antara arteri karotis interna dan sinus kavernosa.
o) Enoftalmus (9)
Disebabkan robekan besar pada kapsula tenon, yang menyelubungi bola mata di luar
sklera atau disebabkan fraktur dasar orbita. Seringkali enoftalmus tidak terlihat selama masih
terdapat edema.Pada pemeriksaan funduskopi mungkin terlihat atrofi saraf optik yang
menyebabkan visus sangat menurun. Hal ini disebabkan adanya perdarahan retrobulber,
fraktura dinding orbita bagian posterior, fraktura basis kranii. Untuk menentukannya
diperlukan foto tulang tengkorak.

18
TRAUMA TEMBUS ( LUKA AKIBAT BENDA TAJAM )
Luka akibat benda tajam dapat mengakibatkan : (9)
1. Luka pada palpebra
Kalau Kalau pinggiran palpebra luka dan tak dapat diperbaiki, dapat menimbulkan
koloboma palpebra akuisita. Bila besar dapat mengakibatkan kerusakan kornea oleh karena
mata tak dapat menutup dengan sempurna.
2. Luka pada orbita
Luka tajam yang mengenai orbita dapat merusak bola mata, merusak saraf optik,
menyebabkan kebutaan atau merobek otot luar mata sehingga timbul paralise dari otot dan
diplopia. Mudah terkena infeksi, menimbulkan selulitis orbita (orbital phlegmon), karena
adanya benda asing atau adanya hubungan terbuka dengan rongga-rongga di sekitar orbita.
3. Luka mengenai bola mata
Harus dihentikan : - luka dengan atau tanpa perforasi
- luka dengan atau tanpa benda asing
Kalau ada perforasi di bagian depan (kornea) : bilik mata depan dangkal, kadang-
kadang iris melekat atau menonjol pada luka perforasi di kornea, tensi intra okuler merendah,
tes fistel positif. Bila perforasinya mengenai bagian posterior (sklera) : bilik mata depan
dalam, perdarahan di dalam sklera, koroid, retina, mungkin ada ablasi retina, tensi intra
okuler rendah.
a) Luka mengenai konjungtiva (9)
Bila kecil dapat sembuh dengan spontan, biloa besar perlu dijahit,disamping
pemberian antibiotik lokal dan sistemik untuk mencegah infeksi sekunder.
b) Luka di kornea (9)
Bila tanpa perforasi : erosi atau benda asing tersangkut di kornea. Tes fluoresin (+).
Jaga jangan sampai terkena infeksi, sehingga dapat timbul ulkus serpens akut atau herpes
kornea, dengan pemberian antibiotika atau kemoterapeutika yang berspektrum luas, lokal dan
sistemik. Benda asing di kornea di angkat, setelah diberi anastesi lokal dengan pantokain 1
%. Kalau mulai ada neovaskularisasi dari limbus, berikanlah kortison lokal atau
subkonjungtiva. Tetapi jangan diberikan kortison pada luka yang baru atau bila ada herpes
kornea.
Bila ada perforasi : bila luka kecil, lepaskan konjungtiva di limbus yang berdekatan,
kemudian di tarik supaya menutupi luka kornea tersebut (flap konjungtiva). Bila luka di
kornea luas, maka luka itu harus dijahit. Kemudian ditutup dengan flap konjungtiva. Jika luka
di kornea itu disertai dengan prolaps iris, iris yang keluar harus dipotong dan sisanya di

19
reposisi, robekan di kornea dijahit dan ditutup denganh flap konjungtiva. Kalau luka telah
berlangsung beberapa jam, sebaiknya bilik mata depan dibilas terlebih dahulu dengan larutan
penisilin 10.000 U/cc, sebelum kornea dijahit. Sesudah selesai seluruhnya, berikan antibiotika
dengan spektrum luas lokal dan sistemik, juga subkonjungtiva. (9)
c) Luka di sklera (9)
Luka yang mengenai sklera berbahaya karena dapat mengakibatkan perdarahan badan
kaca, keluarnya isi bola mata, infeksi dari bagian dalam bola mata, ablasi retina. Luka kecil,
tanpa infeksi sekunder pada waktu terkena trauma, dibersihkan, tutup dengan konjungtiva,
beri antibiotik lokal dan sistemik, mata ditutup. Luka dapat sembuh. Luka yang besar, sering
disertai dengan perdarahan badan kaca, prolaps badan kaca, koroid atau badan siliar,
mungkin terdapat di dalam luka tersebut. Bila masih ada kemungkinan, bahwa mata itu masih
dapat melihat, maka luka dibersihkan, jaringan yang keluar dipotong, luka sklera dijahit,
konjungtiva dijahit, beri atropin, kedua mata ditutup. Sekitar luka didiatermi. Bila luka cukup
besar dan diragukan bahwa mata tersebut masih dapat melihat, maka sebaiknya di enukleasi,
untuk menghindarkan timbulnya optalmia simpatika pada mata yang sehat.
d) Luka pada corpus siliar (9)
Luka disini mempunyai prognosis yang buruk, karena kemungkinan besar dapat
menimbulkan endoftalmitis, panoftalmitis yang dapat berakhir dengan ptisis bulbi pada mata
yang terkena trauma, sedang pada mata yang sehat dapat timbul oftalmia simpatika. Karena
itu bila lukanya besar, disertai prolaps dari isi bola mata, sehingga mata mungkin tak dapat
melihat lagi, sebaiknya di enukleasi bulbi, supaya mata yang sehat tetap baik.
Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata ,
maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti ;
- Mata merah, nyeri, fotofobia, blepharospasme dan lakrimasi
- Tajam penglihatan yang menurun akibat tedapatnya kekeruhan media refrakta secara
langsung atau tidak langsung akibat ruma tembus tersebut
- Tekanan bola mata rendah akibat keluarnya cairan bola mata
- Bilik mata dangkal akibat perforasi kornea
- Bentuk dan letak pupil berubah.
- Terlihatnya rupture pada kornea atau sclera
- Adanya hifema pada bilik mata depan
- Terdapat jaringan yang di prolaps seperti cairan mata, irirs lensa, badan kaca atau
retina.

20
Gambar 4. Lokasi-lokasi cedera pada mata.
Ket: A) Tampak dari depan.
B) Tampak dari samping
Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam: Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama.
Jakarta: FKUI

5. Diagnosis
Diagnosis trauma okuli dapat di tegakkan berdasarkan anamnesis, pemerksaan fisis
dan pemeriksaan penunjang jika tersedia. Pada anamnesis informasi yang di peroleh dapat
berupa mekanisme dan onset terjadinya trauma., bahan penyebab truma dan pekrjaan untuk
mengetahui objek penyebabnya. Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman

21
penglihatan sebelum dan segera sesudah cedera. Harus di catat apakah gangguan penglihatan
bersifat prograsif lambat atau berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing
intraokuler apabila terdapat riwayat me-malu, mengasah atau kedakan. Cedera pada anak
dengan riwayat yang tidak sesuai dengan cedera yang diderita, harus di curigai akan adanya
penganiayaan anak. Riwayat kejadian harus diarah secara khusus pada detail terjadinya
trauma, riwayat pembedahan okuler sebelumnya, riwayat penyakit, pengobatan sebelumnnya
dan elergi.(3)
Pada anamnesis perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau
saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi
secara tiba-tiba. Harus dicurigai adanya benda asing apabila ada riwayat pemakaian palu,
pahat, ataupun ledakan, dan harus dipertimbangkan untuk melakukan pencitraan. Pemakaian
palu dan pahat dapat melepaskan serpihan-serpihan logam yang akan menembus bola mata,
dan hanya meninggalkan petunjuk perdarahan subkonjungtiva yang mengindikasikan adanya
penetrasi sklera dan benda asing yang tertingal. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur
merupakan gambaran umum trauma, namun gejala ringan dapat menyamarkan benda asing
(4)
intraokular yang berpotensi membutakan.
Pemeriksaan struktur eksternal mata termasuk didalamnya palpasi, inspeksi dengan
penlight, pemeriksaan kelopak mata, pewarnaan dengan fluoresensi, dan anestesi topikal.
Palpasi rima orbita harus dilakukan bila dicurigai terjadi cedera tumpul atau fraktur. Penlight
digunakan untuk memeriksa mata akan adanya tanda-tanda perforasi, seperti dangkalnya
kamera anterior atau prolaps uvea. Hifema dapat timbul tanpa perforasi dan, pada
kenyataanya, sering ada pada trauma tumpul. Pemeriksaan kelopak mata (retraksi dan eversi
kelopak mata atas dan bawah) akan membantu inspeksi benda asing atau luka bakar kimiawi.
Apabila pasien merasakan adanya benda asing atau bila ada riwayat trauma tumpul dan
trauma tajam, dapat dilakukan pemeriksaan dengan fluoresensi, dengan memberi pewarnaan
pada kornea untuk mengidentifikasi adanya defek epitel kornea.(4)
Bagian anterior mata harus diperiksa dengan memakai lup atau slit lamp yang
bertujuan untuk mengetahui lokasi luka atau celah tembus. Pemeriksaan oftalmoskopi direk
dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri
untuk mengatahui tekanan intraokular, dimana trauma yang menyebabkan rupture bola mata
(10)
dapat menyebabkan tekanan intraokular yang menurun.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara hati-hati dan manipulasi sedapat mungkin
diminimalisir. Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman

22
penglihatan. Apabila gangguan penglihatannya parah, maka periksa proyeksi cahaya,
diskriminasi dua titik, dan adanya defek pupil eferan. Periksa motilitas mata dan sensasi kulit
perorbita dan lakukan palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang orbita. Pada
pemeriksaan kornea dan konjungtiva bila luka tidak menyebabkan rupture bola mata, maka
dilakukan eversi kelopak mata untuk mengetahui lokasi benda tersebut sejelas-jelasnya.
Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat. Ukuran bentuk dan reaksi terhadap
cahaya dari pupil harus dibandingkan dengan mata yang lain untuk memastikan apakah
terdapat defek pupil di mata yang cedera. Bila dalam inspeksi terlihat rupture bola mata atau
adanya kecenderungan rupture bola mata, maka tidak dilakukan pemeriksaan lagi. Mata
dilindungi dengan pelindung tanpa bebat, kemudian dirujuk ke spesialis mata. Dokumentasi
foto bermanfaat untuk tujuan-tujuan medikolegal pada semua kasus trauma eksternal.(4,8)
Pemeriksaan slit lamp juga dapat dilakukan untuk melihat kedalam cedera di segmen
anterior bola mata. Tes fluoresisn dapat digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera
kelihatan dengan jelas. Pemeriksaan tonometri perlu dilakukan untuk mnegetahui tekanan
bola mata. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek penting untuk
dilakukan untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler. Bila benda asing yang masuk
cukup dalam, dapat dilakukan tes seidel untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari
mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi anestesi pada mata yang akan di periksa,
kemusian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter
kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada
pengeluaran cairan mata.(4)
CT-Scan merupakan pemeriksaan pilihan untuk mengetahui benda asing intraokular.
X-Ray dapat dilakukan apabila CT-Scan tidak memungkinkan. MRI tidak direkomendasikan
untuk pemeriksaan benda asing jenis metal, karena medan magnet yang diproduksi saat
pemeriksaan dilakukan dapat menyebabkan benda asing menjadi proyektil berkecepatan
tinggi dan menyebabkan kerusakan okular. Ultrasound biomikroskop juga bermanfaat dalam
menentukan lokasi dari benda asing intraokular. Electroretinography (ERG) berguna untuk
mengetahui ada tidaknya degenarasi pada retina dan sering digunakan pada pasien yang tidak
berkomunikasi dengan pemeriksa.(4,8)

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun
jenis trauma itu sendiri.

23
Penatalaksanaan Segera Trauma Mata
Apabila jelas tampak ruptur bola mata,maka manipulasi lebih lanjut lebih lanjut untuk
dihindari sampai pasien tersebut mendapat anastesia umum.Sebelum pembedahan jangan
diberi obat sikloplegik atau antibiotika topikal karena kemungkinan toksisitas pada jaringan
intraokuler yang terpajan.Berikan antibiotika parenteral spektrum luas dan pakaian pelindung
Fox ( atau sepertiga bagian bawah corong kertas ) pada mata.Analgetik,antiemetik,dan
antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan,dengan restriksi makan dan minum.Induksi
anestesi umum jangan menggunakan obat-obatan penghambat depolarisasi
neomuskular,karena dapat meningkatkan secara transien di dalam bola mata sehingga
meningkatkan kecenderungan herniasi isi intra okuler.Anak juga lebih baik diperiksa awal
dengan bantuan anestetik umum yang bekerja singkat.

Pengobatan Trauma Tembus Bola Mata


Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja.Bila robekan pada
konjungtiva ini tidak melebihi 1 cm,maka tidak perlu dilakukan penjahitan.Bila robekan
konjungtiva lebih dari 1 cm diperlukan tindakan penjahitan untuk mencegah terjadinya
granuloma.Pada setiap robekan konjungtiva perlu diperhatikan terdapatnya robekan sclera
bersama-sama dengan robekan konjungtiva tersebut.
Pada pasien dengan luka tembus bola mata maka kepadanya diberikan antibiotika
sistemik atau intravena dan pasien dipuasakan untuk tindakan pembedahan.Pasien juga diberi
antitetanus profilaksis,analgetik,dan kalau perlu penenang.Sebelum dirujuk,mata tidak boleh
diberi salep,karena salep dapat masuk ke dalam mata.Pasien tidak boleh diberikan steroid
local,dan beban yang diberikan pada mata tidak menekan bola mata.Pada penutupan luka
segmen anterior,harus digunakan teknik-teknik bedah mikro.Laserasi kornea diperbaiki
dengan jahitan nilon10-0 untuk menghasilkan penutupan yang kedap air.Iris atau korpus
siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan <24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola
mata dengan viskoelastik atau dengan memasukkan suatu spatula sikiodialisis melalui insisi
tusuk di limbus dan menyapu jaringan keluar dari luka. Apabila hal ini tidak dapat
dilakukan,apabila jaringan telah terpajanlebih dari 24 jam,atau apabila jaringan tersebut
mengalami iskemia dan kerusakan berat,maka jaringan yang prolaps harus dieksisi setinggi
bibir luka.Setiap jaringan yang dipotong harus dikirim ke laboratorium patologik untuk
diperiksa.Dilakukan pembiakan untuk memeriksa kemungkinan infeksi bakteri atau

24
jamur.Sisa-sisa lensa dan darah dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau
virektomi atau peralatan virektomi.Reformasi kamera anterior selama tindakan perbaikan
dapat dicapai dengan cairan intraokuler fisiologis,udara atau viskoelastik.
Luka sclera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interupted yang tidak dapat
diserap.Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dan insersinya agar tindakan lebih
mudah dilakukan.Luka keluar di bagian posterior sclera, pada cidera tembus ganda dapat
sembuh sendiri,dan biasanya tidak dilakukan usaha penetupan.Bedah vitreoretinal,bila ada
luka kornea yang besar,dapat dilakukan melalui keratoprostesis Landers Foulks temporer
sebelum melakukan penanaman kornea.Enukleasi dan Eviserasi primer hanya boleh
dipikirkan bila bola mata mengalami kerusakan total.

25

Anda mungkin juga menyukai