B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang
dijelaskan oleh Tousend (Purba, dkk, 2008) adalah :
- Teori biologik, terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1. Neurobiologik, ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap
proses impuls agresif yaitu sisitem limbik, lobus frontal, dan
hipotalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam
memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif.
2. Biokimia, sebagai neurotransmitter (ephineprine, norephineprine,
dopamin,aseticolin, dan serotinin) sangat berperan dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.
3. Genetik, penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4. Gangguan otak, sindrom otak organik terbukti sebagai faktor
predisposisi perilaku agresif dan tindakan kekerasan. Tumor otak
khususnya, yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal, trauma
otak yang menimbulkan perubahan sereral, dan penyakit seperti
ensephalitis, dan epilepsy khususnya lobus temporal terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
- Teori psikologi
1. Teori psikoanalitik, menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan
untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Perilaku agresif
dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2. Teori pembelajaran, anak belajar melalui perilaku meniru dari
contoh peran mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Individu
yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua
yangmendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan
cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
3. Teori sosiokultural, pakar sosiolog lebih menekakan pengaruh
faktor budaya dan struktur sosial terhadap perilaku agresif. Adanya
ketrebatasan sosial dapat menimbulkan kekeasan dalam hidup
individu.
2. Faktor presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali
berkaitan dengan (Yosep, 2009) :
- Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri
- Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
- Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah.
- Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme
- Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan.
F. Proses marah
Respon marah dapat diungkapkan melalui 3 cara, yaitu : mengungkapkan
secara verbal, menekan dan menantang. Dari ketiga cara ini, cara yang
pertama adalah konstruktif sedang 2 cara yang lain adalah destruktif. Dengan
melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila
cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri
sendiri dan lingkungan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik.
G. Perilaku
- Menyerang atau menghindar (Fight of flight), respon fisiologis timbul
karena jeguatan sistem saraf otonom bereaksi tergadap sekresi ephineprin
yang menyebabkan TD meningkat, takikardia, wajah merah.
- Menyatakan secara asertif, dengan perilaku mengekspresikan kemarahanya
dengan perilaku pasif agresif tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun
psikologis.
- Memberontak (acting out), perilaku yang muncuk biasanya disertai akibat
konflik perilaku memberontak untuk menarik perhatian orang lain.
- Perilaku kekerasan, tindak kekerasan yang ditujukkan kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan.
H. Mekanisme kopping
Mekanisme kopping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme
pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart dan Sunndeen,
1998).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karna adanya
ancaman. Beberapa mekanisme kopping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
- Sublimasi, misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada objek lain seperti meremas adonan kue, meninju
tembok, dsb untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
- Proyeksi, menyalakan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik.
- Represi, mencegah pikiran menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar.
- Reaksi formasi, mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakan sebagai rentangan.
- Displacement, melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada objek yang tidak berbahaya seperti yang pada mulanya membangkitkan
emosi.
L. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku kekerasan
J. Pohon Masalah
Risiko Mencederai diri, orang lain, dan lingkungan
Akibat