Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehadiran korporasi dalam era globalisasi dan perekonomian bebas dewasa ini dapat
di ibaratkan seperti pedang bermata dua. Disatu sisi dapat bermanfaat( memberikan
manfaat bagi pertumbuhan ekonomi) sedangkanm disisi lain dapatmengancam(melakukan
kejahatan untuk memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya). Korporasi mempunyai
perananan yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan ekonomi negara.

Sebagai antisipasi dampak negatif dari kehadiran korporasi maka dalam beberapa
produk perundang-undangan belakangan ini menunjukkan adanya kecenderungan untuk
mencantumkan/mengatur korporasi sebagai subjek tindak pidana. Dalam Penjelasan Umum
rancangan KUHP (Baru) 1999-2000 Buku I angka 2 dinyatakan bahwa mengingat kemajuan
yang terjadi dalam bidang ekonomi dan perdagangan, maka subjek hukum pidana tidak dapat
hanya dibatasi pada manusia alamiah (natural person), tetapi mencakup manusia hukum
(juridial person) yang lazim di sebut korporasi karena tindak pidana tertentu dapat pula
dilakukan oleh korporasi.

Dalam studi hukum pidana positif di Indonesia, telah dikenal dengan adanya teori-
teori pertanggungjawaban pidana bagi korporasi. Teori-teori ini memang tidak di atur dalam
KUHP sebagai induk hukum pidana positif di indonesia, akan tetapi dapat di gunakan untuk
menjaring pelaku dari korporasi. Tetapi dalam kenyataannya teori-teori pertanggungjawaban
pidana tidak dapat di implementasikan oleh aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim).

Korporasi sebagai subjek hukum pidana tidak dikenal oleh KUHP, hal ini disebabkan
karena KUHP adalah warisan dari pemerintahan kolonial Belanda yang menganut sistem
Eropa Kontinental (civil law). Negara-negara Eropa Kontinental agak tertinggal dalam hal
mengatur korporasi sebagai subjek hukum pidana, jika dibandingkan dengan negara-negara
Common law, dimana di negara-negara Common Law seperti Inggris, Amerika Serikat dan
Canada perkembangan pertanggungjawaban korporasi sudah dimulai sejak revolusi industri.
Pengadilan di Inggris mengawalinya pada tahun 1842 dimana sebuah korporasi telah dijatuhi
pidana denda karena kegagalannya untuk memenuhi suatu kewajiban hukum.

1 | PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI
Dengan menurut konsep dasar KUHP, bahwa suatu tindak pidana hanya dapat
dilakukan oleh manusia alamiah (natuurlijke persoon). Dalam perkembangan kemudian
timbul kesulitan dalam praktek, sebab di dalam pelbagai tindak pidana khusus timbul
perkembangan yang pada dasarnya menganggap bahwa tindak pidana juga dapat dilakukan
oleh korporasi, mengingat kualitas keadaan yang hanya dimiliki oleh badan hukum atau
korporasi tersebut. Akhirnya berdasarkan Pasal 91 KUHP Belanda, atau Pasal 103 KUHP
Indonesia, diperbolehkan peraturan di luar KUHP untuk menyimpang dari Ketentuan Umum
Buku I KUHP.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas maka lahirlah berbagai peraturan perundang-


undangan di luar KUHP yang mengatur korporasi sebagai subjek hukum pidana yang dapat
melakukan tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan. Subjek Hukum Pidana
Korporasi di Indonesia dikenal sejak tahun 1951, yakni ada pada Undang- Undang
Penimbunan Barang-Barang. Mulai dikenal secara luas sejak muncul Undang-Undang
Tindak Pidana Ekonomi (Pasal 15 ayat (1)), Pasal 49 Undang- Undang No. 9 Tahun 1976
sehingga demikian korporasi sebagai subyek hukum pidana hanya ditemukan dalam
perundang -undangan khusus diluar KUHP yang merupakan pelengkap KUHP, sebab
untuk Hukum Pidana atau KUHP itu sendiri masih menganut subyek hukum pidana secara
umum yaitu manusia (Pasal 59 KUHP).

Dengan diterimanya korporasi sebagai pelaku tindak pidana dan dapat dipidana, maka
hal yang menarik untuk dikaji adalah masalah pertanggungjawaban pidana korporasi dan
pidana yang dijatuhkan pada korporasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari korporasi serta bagaimana sejarah korporasi menjadi subjek
hukum pidana ?
2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana korporasi?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk lebih memahami apa yang dimaksudkan dari korporasi serta bagaimana
pertanggungjawaban pidana korporasi.
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum pidana

2 | PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korporasi serta Sejarah Korporasi Menjadi Subjek Hukum Pidana

Batasan pengertian atau defenisi korporasi tidak bisa dilepaskan dengan bidang
hukum perdata. Istilah ini digunakan oleh para ahli hukum dan kriminologi untuk
menyebutkan apa yang dalam bidang hukum perdata disebut dengan badan hukum atau
dalam Bahasa Belanda disebut Rechts Persoon atau dalam Bahasa Inggris dengan istilah legal
person atau legal body.
Secara etimologis kata korporasi (corporatie,Belanda), corporation (Inggris),
korporation (Jerman) berasal dari kata corporatio dalam bahasa Latin, seperti halnya
dengan kata lain yang berakhir dengan tio maka corporatio sebagai kata benda
(substantivum), berasal dari kata kerja corporare yang banyak dipakai orang pada jaman
abad pertengahan atau sesudah itu . Corporare sendiri berasal dari kata corpus
(Indonesia=badan), yang berarti memberikan badan atau membadankan. Dengan demikian
maka akhirnya corporatio itu berarti hasil pekerjaan membadankan, dengan lain perkataan
badan yang dijadikan orang, badan yang diperoleh dengan perbuatan manusia sebagai lawan
terhadap badan manusia, yang terjadi menurut alam.
Menurut Chidir Ali arti badan hukum atau korporasi bisa diketahui dari jawaban atas
pertanyaan apakah subjek hukum itu ?. Pengertian subjek hukum pada pokoknya adalah
manusia dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat yang oleh
hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban. Pengertian yang kedua inilah yang
dinamakan badan hukum.
Berbicara mengenai konsep badan hukum sebenarnya konsep ini bermula timbul
sekedar dalam konsep hukum perdata sebagai kebutuhan untuk menjalankan kegiatan yang
diharapkan lebih berhasil. Apa yang dinamakan dengan badan hukum itu sebenarnya tiada
lain sekedar suatu ciptaan hukum, yaitu dengan menunjuk kepada adanya suatu badan yang
diberi status sebagai subjek hukum, disamping subjek hukum yang berwujud manusia
alamiah (natuurlijke persoon). Diciptakan pengakuan adanya suatu badan, yang sekalipun
badan ini sekedar suatu badan, namun badan ini dianggap bisa menjalankan segala tindakan
hukum dengan segala harta kekayaan yang timbul dari perbuatan itu.

3 | PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI
Pengertian korporasi yang di kemukakan oleh beberapa sarjana berikut :

a. Pada intinya, Utrecht menyatakan bahwa badan hukum (korporasi) adalah badan yang
menurut hukum berwenang menjadi pendukung hak, atau setiap pendukung hak yang
tidak berjiwa.
b. Rochmat Soemitro, badan hukum (korporasi) adalah suatu badan yang dapat
mempunyai harta, hak, serta berkewajiban seperti orang pribadi.
c. Wirjono Prodjodikoro, badan hukum (korporasi) adalah badan yang disamping
manusia perseorangan, juga dapat dianggap bertindak dalam hukum dan mempunyai
hak hak, kewajiban, dan berhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain.

Dan perkembangan korporasi menjadi subyek hukum dari pidana, korporasi sebagai
subjek hukum pidana tidak dikenal oleh KUHP. Hal ini disebabkan karena KUHP adalah
warisan dari pemerintahan kolonial Belanda yang menganut sistem Eropa Kontinental (civil
law). Negara-negara Eropa Kontinental agak tertinggal dalam hal mengatur korporasi sebagai
subjek hukum pidana, jika dibandingkan dengan negara-negara Common law, dimana di
negara-negara Common Law seperti Inggris, Amerika Serikat dan Canada perkembangan
pertanggungjawaban korporasi sudah dimulai sejak revolusi industri. Pengadilan di Inggris
mengawalinya pada tahun 1842 dimana sebuah korporasi telah dijatuhi pidana denda karena
kegagalannya untuk memenuhi suatu kewajiban hukum.

Dengan menurut konsep dasar KUHP, bahwa suatu tindak pidana hanya dapat
dilakukan oleh manusia alamiah (natuurlijke persoon). Dalam perkembangan kemudian
timbul kesulitan dalam praktek, sebab di dalam pelbagai tindak pidana khusus timbul
perkembangan yang pada dasarnya menganggap bahwa tindak pidana juga dapat dilakukan
oleh korporasi, mengingat kualitas keadaan yang hanya dimiliki oleh badan hukum atau
korporasi tersebut. Akhirnya berdasarkan Pasal 91 KUHP Belanda, atau Pasal 103 KUHP
Indonesia, diperbolehkan peraturan di luar KUHP untuk menyimpang dari Ketentuan Umum
Buku I KUHP.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas maka lahirlah berbagai peraturan perundang-


undangan di luar KUHP yang mengatur korporasi sebagai subjek hukum pidana yang dapat
melakukan tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan. Subjek Hukum Pidana
Korporasi di Indonesia dikenal sejak tahun 1951, yakni ada pada Undang- Undang
Penimbunan Barang-Barang.

4 | PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI
Mulai dikenal secara luas sejak muncul Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi
(Pasal 15 ayat (1)), Pasal 49 Undang- Undang No. 9 Tahun 1976 sehingga demikian
korporasi sebagai subyek hukum pidana hanya ditemukan dalam perundang -undangan
khusus diluar KUHP yang merupakan pelengkap KUHP, sebab untuk Hukum Pidana
atau KUHP itu sendiri masih menganut subyek hukum pidana secara umum yaitu manusia
(Pasal 59 KUHP).

Korporasi tidak hanya bergerak di bidang kegiatan ekonomi saja, akan tetapi
sekarang ini ruang lingkupnya sudah mulai luas dan mencakup bidang pendidikan,
kesehatan, lingkungan, pemerintah dan perkembangan teknologi itu sendiri. Hal inilah
yang membuat pengaturan korporasi terus berkembang. Terutama pengaturan hukumnya,
harus terus berkembang karena perkembangan korporasi dari waktu ke waktu sifatnnya
dinamis.

2.2 Pertanggungjawaban pidana korporasi

Korporasi merupakan subjek hukum dan dapat dikenai pertanggungjawaban atas


perbuatan yang dilakukan oleh korporasi. Hal ini terjadi ketika sebuah korporasi terbukti
melakukan kesalahan.Kesalahan merupakan hal yang fundamental dalam pemidanaan. Orang
yang melakukan tindak pidana dapat dijatuhi pidana apabila orang tersebut dapat
dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana atau orang tersebut melakukan kesalahan.
Kesalahan tersebut kemudian menimbulkan akibat yang harus dipertanggungjawabkan oleh
korporasi layaknya seorang manusia. Ketika korporasi melakukan perbuatan pidana yang
mana mengakibatkan kerugian untuk masyarakat luas, maka korporasi dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana pula layaknya subjek hukum yang lainnya.

Menurut hukum pidana, pada umumnya yang dapat di pertanggungjawabkan adalah


pelaku (offender), yaitu orang yang telah melakukan suatu tindak pidana tertentu. Dengan
ketentuan, harus memenuhi persyaratan seperti berikut :
1. Cara atau sistem perumusan pertanggung jawaban yang ditentukan oleh pembentuk
undang undang (leguslatif);
2. Keadaan batin pelaku dan hubungan batinnya dengan perbuatan yang telah di lakukan
atau kesalahannya (Moeljatno, 1980:39).

5 | PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI
Ada beberapa teori pertanggungjawaban pidana oleh korporasi yakni;

1. Doktrin Identifikasi

Negara Anglo Saxon mengenal konsep direct corporate criminal liabilityatau doktrin
pertanggungjawaban pidana langsung.Hal ini ada dalam rangka pertanggungjawaban
korporasi secara pidana. Menurut doktrin ini, perusahaan dapat melakukan delik secara
langsung melalui orang yang sangat berhubungan erat dengan perusahaan dan dipandang
sebagai perusahaan itu sendiri. Mereka tidak sebagai pengganti dan oleh sebab itu
pertanggungjawaban perusahaan tidak bersifat pertanggungjawaban pribadi. Doktrin ini
dikenal dengan istilah The Identification doctrine atau doktrin identifikasi.

2. Doktrin Pertanggungjawaban Pengganti (Vicarious Liability)

Pertanggungjawaban pidana korporasi mengenal sistem pertanggungjawaban


pidana pengganti,yakni pertanggungjawaban seseorang tanpa kesalahan pribadi namun
bertanggungjawab atas perbuatan orang lain. Common Law mempunyai ketentuan umum
bahwa seseorang tidak dapat mempertanggungjawabkan secara vicarious tindak pidana
yang dilakukan oleh orang lain. Hal ini juga dianut dalam sistem hukum Indonesia. Jadi
jika seseorang melakukan kesalahan, tidak dapat digantikan oleh orang lain dalam hal
pertanggungjawabannya.

3 .Doktrin Pertanggungjawaban Yang Ketat Menurut Undang-Undang (Strict Liability)

Teori ini disebut juga teori pertanggungjawaban mutlak (absolute liability).Strict


Liability merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada korporasi atas tindak pidana yang
dilakukan oleh seseorang yang bekerja pada korporasi tersebut. Suatu pertanggungjawaban
pidana dapat dibebankan kepada pelaku tindak pidana tertentu, tanpa perlu dibuktikan ada
tidaknya unsur kesalahan.

Lalu sehubungan dengan pembebanan pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi,


terdapat tiga model pertanggungjawaban pidana korporasi yang dikemukakan oleh Mardjono
Reksodiputro (Dwidja Priyanto,2004 : 53), yaitu :
1. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan penguruslah yang bertanggungjawab;
2. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus bertangungjawab;
3. Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggung jawab.

6 | PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kehadiran korporasi dalam era globalisasi dan perekonomian bebas dewasa ini dapat
di ibaratkan seperti pedang bermata dua. Disatu sisi dapat bermanfaat( memberikan
manfaat bagi pertumbuhan ekonomi) sedangkanm disisi lain dapatmengancam(melakukan
kejahatan untuk memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya). Korporasi mempunyai
perananan yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan ekonomi negara.

Korporasi sudah dianggap sudah di anggap sebagai subjek hukum pidana. Bahkan
dalam Rancangan KUHP baru, Buku 1 pasal 45, bahwa korporasi merupakan subjek hukum
pidana. Peranan korporasi dalam pertumbuhan ekonomi negara sangatlah besar, maka
tidaklah menutup kemungkinan terjadinya kejahatan kejahatan yang dilakukan oleh
korporasi di berbagai bidang. Demikian pertanggungjawaban pidana dari korporasi, terdapat
kemungkinan kemungkinan sebagai berikut :

1. Pengurus korporasi sebagai pelaku, maka pengurusnyalah yang bertanggung jawab;


2. Korporasi sebagai pelaku dan pengurusnya yang bertanggung jawab;
3. Korporasi sebagai pelaku dan sekaligus sebagai yang bertanggung jawab.

3.2 Saran

Korporasi tidak hanya bergerak di bidang kegiatan ekonomi saja, akan tetapi
sekarang ini ruang lingkupnya sudah mulai luas dan mencakup bidang pendidikan,
kesehatan, lingkungan, pemerintah dan perkembangan teknologi itu sendiri. Terutama
pengaturan hukumnya, harus terus berkembang karena perkembangan korporasi dari
waktu ke waktu sifatnnya dinamis. Maka dari itu harus lah dibuat suatu aturan yang jelas
karena dalam KUHP Indonesia yang sekarang korporasi tidak dikenal sebagai subjek hukum
pidana. Dan dalam Hal ini merupakan masalah yang harus dipertimbangkan dalam
merumuskan sanksi pidana untuk korporasi dalam peraturan pidana yang tersebar di luar
KUHP.

7 | PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/59765/Chapter
%20II.pdf?sequence=3

http://raypratama.blogspot.co.id/2012/02/pertanggungjawaban-
pidana-korporasi.html

http://www.pkh.komisiyudisial.go.id/id/files/Materi/TINGGI01/TING
GI01_GUNAWAN_KK.pdf

https://id.wikipedia.org/wiki/Pertanggungjawaban_korporasi

8 | PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI

Anda mungkin juga menyukai