Anda di halaman 1dari 23

BAB 4

ANALISIS DAN BAHASAN

4.1 Perencanaan Agegat yang diterapkan Perusahaan saat ini


Sebelum mengetahui perencanaan agregat yang diterapkan oleh perusahaan,
perlu dijelaskan dahulu mengenai proses produksinya. PT. Winkarya Bersaudara
memiliki tahap-tahap pelaksanaan proses produksi Shopping Bag sebagai berikut:
1. Proses Design
Pada tahap ini, dilakukan perancangan untuk motif, bentuk, dan pilihan warna
yang akan digunakan dalam produk. Perusahaan mempunyai setidaknya 3
orang karyawan untuk proses ini. Proses ini dilakukan dengan menggunakan
komputer terprogram yang sudah diisi dengan program-program ataupun
aplikasi yang diperlukan dalam merancang produk.
2. Proses Pra Cetak dan Cetak
Pra cetak dilakukan sebelum cetak benar-benar berjalan. Pra cetak adalah
proses penyatuan warna yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum
melakukan proses cetak. Penyatuan warna ini lumayan sulit dilakukan, karena
harus disesuaikan dengan kontrol kualitas di dalam perusahaan.
Kemudian proses cetak dilakukan setelah penyatuan warna selesai dilakukan.
Cetak ini juga harus selalu diawasi oleh pekerja agar kualitasnya tetap
terkontrol.
Berikut contoh mesin cetak yang digunakan untuk memproduksi Shopping Bag, yaitu
mesin cetak besar :

46
Gambar 4.1 Mesin Cetak Besar
Sumber : PT. Winkarya Bersaudara

Berikut di bawah penulis sertakan contoh mesin cetak yang berukuran kecil :

Gambar 4.2 Mesin Cetak Kecil


Sumber : PT. Winkarya Bersaudara

3. Proses Finishing
Yang terakhir adalah finishing. Sesuai dengan produk yang akan di produksi
yaitu Shopping Bag, Dalam tahap ini dilakukan laminating atau pelapisan
plastik pada sisi luar kertas. Hal ini dilakkan agar Shopping Bag tahan lama
dan tidak cepat robek.
Berikut gambar dari mesin finishing yang digunakan oleh perusahaan :

Gambar 4.3 Mesin Finishing


Sumber : PT. Winkarya Bersaudara

Kemudian selanjutnya pemberian lubang pada bagian atas Bag untuk meletakan tali
sebagai pegangan tas.
Setelah semua selesai baru terakhir pengepakan produk. Dan produk siap untuk
dikirim.
Dengan melihat proses produksi yang dilakukan, sesuai dengan kebijakan
perusahaan akan dijelaskan mengenai perencanaan agregat yang diterapkan oleh PT.
Winkarya Bersaudara saat ini.
Pada saat permintaan bulanan normal, perencanaan produksi pada bulan-bulan yang
permintaannya normal, perusahaan menggunakan waktu kerja reguler 8 jam dalam
tiap harinya. Hal ini dilakukan karena pada bulan-bulan biasa kapasitas perusahaan
mencukupi permintaan yang diminta pada bulan tersebut. Sedangkan jika pada
musim puncak yaitu pada bulan-bulan Hari Raya Besar seperti Lebaran, Natal,
Tahun Baru, dan Tahun Baru China perusahaan melakukan Subkontrak kepada
perusahaan lain. Subkontrak ini dilakukan karena perusahaan tidak mampu
memenuhi permintaan yang lebih dari kapasitasnya. Produksi yang disubkontrakan
adalah produksi dari kelebihan permintaan yang tidak sanggup perusahaan tangani
atau lebih tepatnya over kapasitas. Kebijakan perusahaan ini dilakukan atas berbagai
macam pertimbangan seperti biaya produksi, waktu produksi dan kualitas produk
serta produktifitas pekerja.
Dilihat dari perbandingan total biaya yang muncul jika perusahaan
melakukan subkontrak dan tidak melakukan subkontrak sangat jauh. Karena
perusahaan menerapkan sistem barang jadi pada subkontraknya, sehingga
perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk bahan baku maupun
tenaga kerja.
Kemudian dari waktu sudah dapat diprediksi karena perusahaan akan
membuang lebih banyak waktu. Produktifitas tenaga kerjanya juga berpengaruh
terhadap kualitas produknya jika perusahaan melakukan jam kerja tambahan atau
lembur.

4.2 Merancang Perencanaan Agregat PT. Winkarya Bersaudara agar


Optimal
Di dalam merancang perencanaan agregatnya, PT. Winkarya Bersaudara
memerlukan beberapa data yang dibutuhkan, yaitu :
- Data Perkiraan Permintaan
- Data Biaya
- Data Jumlah Hari dan Jam Kerja
- Data Kapasitas Waktu Reguler
- Data Jumlah Tenaga Kerja Langsung
- Data Waktu Produksi perOutput

Berikut di bawah penjelasan mengenai data-data yang dibutuhkan oleh perusahaan :


1. Data Perkiraan Permintaan
Data pertama yang dibutuhkan untuk merancang perencanaan agregat adalah
data peramalan permintaan PT Winkarya Bersaudara yang diambil dari
bulan Januari sampai Desember tahun 2014. Data peramalan permintaan
yang diperoleh dari perusahaan adalah data jumlah peramalan permintaan
yang dilakukan oleh ShangRi- La Hotel Jakarta untuk 1 jenis barang yaitu
Shopping Bag dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.1 Tabel Permintaan
Shopping Bag
Bulan
2014
Januari 18.229

Februari 22.878

Maret 19.483

April 14.612

Mei 9.742

Juni 16.365

Juli 19.483

Agustus 24.446

September 17.528

Oktober 19.483

November 11.679

Desember 27.860

TOTAL 221.788

Sumber data: PT Winkarya Bersaudara, 2014


30,000

25,000

20,000

15,000

10,000

5,000

Gambar 4.4 Grafik Permintaan


Sumber : Diolah Penulis

2. Data Biaya
Kedua, data yang diperlukan adalah data biaya-biaya yang digunakan dalam
proses produksi. Pada tabel di bawah ini merupakan biaya yang akan
digunakan dalam perhitungan, yaitu :
Tabel 4.2 Tabel Biaya
No Jenis Biaya Nilai Biaya

1. Inventory cost @ Rp 500 / unit

2. Reguler time cost @ Rp 3.021 / unit

Subcontract cost @ Rp 2.500 / unit


3.
4. Overtime cost @ Rp 3.590 / unit

5. Shortage Cost @ Rp 500 / unit

6. Unit increase cost @ Rp 500 / unit

7. Unit decrease cost @ Rp 1.293 / unit

8. Tingkat upah rata-rata waktu reguler @ Rp 90.000 / hari

Sumber: PT Winkarya Bersaudara

Keterangan kebijakan biaya yang ada dalam perusahaan:


Inventory cost : Biaya penanganan persediaan adalah sebesar Rp 500 / unit
produksi dari kebijakan perusahaan.
Reguler time cost : Biaya produksi waktu reguler sebesar Rp 3.021 / unit
diperoleh dari total :
-bahan baku = 1.500 / unit
-tenaga kerja = 931 / unit
-listrik = 228 / unit
-mesin+bangunan = 362 / unit
Subkontrak cost : Biaya subkontrak adalah sebesar Rp 2.500 / unit produksi
ditentukan oleh perusahaan subkontrak (biaya sudah termasuk biaya bahan baku
dan biaya tenaga kerja) artinya sudah biaya produk.
Overtime cost : Biaya untuk lembur yang dilakukan adalah Rp 3.590 / unit
diperoleh dari total:
- bahan baku = 1.500 / unit
-tenaga kerja = 1.862 / unit (931/unit x 2)
-listrik = 228 / unit
Shortage cost : Biaya yang dikeluarkan perusahaan apabila permintaan tidak
dapat dipenuhi adalah sebesar Rp 500 / unit didapat dari kebijakan perusahaan.
Unit increase cost : biaya kelebihan produksi sebesar Rp 500 / unit
Unit decrease cost : biaya kekurangan produksi sebesar Rp 1.293 / unit (931/unit
+ 362/unit)

Keterangan:
-Biaya Tenaga Kerja = Rp 90.000 x 16
1082
= 1.330 x 70% = Rp 931/unit
Tingkat upah rata-rata hari kerja reguler: Rp 90.000 / hari
-Mesin + bangunan = 80.000.000
12
= 6.666.667
18.394 (1.082unit x 17hari)
= Rp 362/unit
-Listrik = 4.200.000 (6jt x 70%)
18.394
= Rp 228/unit
Tingkat upah rata-rata waktu reguler : Upah pada waktu reguler adalah Rp
90.000 / hari untuk setiap orang.

3. Data Jumlah Hari dan Jam Kerja


Ketiga, data jumlah hari dan jam kerja. Jam kerja reguler yang ditetapkan PT.
Winkarya Bersaudara dalam sehari adalah 8 jam. Pada tahun 2013 terdapat 6
hari kerja yaitu Senin sampai dengan Sabtu, sedangkan pada tahun 2014
diberlakukan kebijakan baru dimana terdapat 5 hari kerja yaitu Senin sampai
dengan Jumat. Jam kerja per bulan diperoleh dari 70% hari kerja tiap bulan
dikalikan dengan 8 jam kerja. Hal ini dilakukan karena perusahaan dalam 1
harinya mampu mengerjakan 3 pekerjaan dan 70%nya pengerjaan untuk
Shopping Bag. Berikut dibawah adalah tabel data jumlah hari kerja dan jam
kerja untuk Shopping Bag :
Tabel 4.3 Tabel Jumlah Hari Kerja
Bulan Jumlah (70%) Jumlah hari Jumlah Jam
hari kerja kerja untuk kerja
Shopping Bag
Januari 24 17 136
Februari 24 17 136
Maret 25 18 144
April 25 18 144
Mei 23 16 128
Juni 25 18 144
Juli 23 16 128
Agustus 20 14 112
September 26 18 144
Oktober 26 18 144
November 25 18 144
Desember 24 17 136
TOTAL 205 1.640

Sumber : PT Winkarya Bersaudara

Data tersebut di atas menjelaskan bahwa kebijakan perusahaan dalam jumlah jam
kerja untuk hari Senin sampai Jumat adalah 8 jam kerja. Jadi perusahaan
mempekerjakan pekerjanya 5 hari dalam satu minggu. Kebijakan tersebut dilakukan
berdasarkan peraturan dari Dinas Ketenagakerjaan yang mengharuskan
memperkerjakan karyawan 40 jam kerja dalam 1 hari.
Jika karyawan melebihi jam kerja dari 40 jam dalam 1 hari maka perusahaan harus
dikenakan biaya overtime atau lembur yang sejumlah dua kali lipat dari waktu
reguler.
Dari data jumlah hari kerja selama 1 bulan yang diberikan oleh perusahaan, penulis
mengolah untuk menentukan jumlah hari kerja selama 1 bulan untuk produksi
Shopping Bag saja. Sehingga diperoleh 70% hari kerja untuk produksi Shopping Bag
dari hari kerja keseluruhan selama 1 bulan. Kemudian penulis juga menentukan
jumlah atau total dari jam kerja tiap bulannya, yang diperoleh dari jumlah hari kerja
untuk produksi Shopping Bag selama 1 bulan dikalikan dengan jumlah jam kerja
Senin sampai Jumat yaitu 8 jam kerja.

4. Data Kapasitas Waktu Reguler


Kebutuhan rata-rata = Total Permintaan yang diharapkan
Jumlah hari produksi
= 221.788
205
= 1.082 unit / hari
Tabel 4.4 Tabel Kapasitas Reguler
Bulan Jumlah jam kerja Produksi 1.082 unit
per hari
Januari 17 18.394
Februari 17 18.394
Maret 18 19.476
April 18 19.476
Mei 16 17.312
Juni 18 19.476
Juli 16 17.312
Agustus 14 15.148
September 18 19.476
Oktober 18 19.476
November 18 19.476
Desember 17 18.394
TOTAL 205
Sumber: Diolah Penulis

4. Data Jumlah Tenaga Kerja Langsung


Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam melakukan
perhitungan perencanaan agregat dibutuhkan data-data k e b i j a k a n
y a n g a d a d a l a m p e r u s a h a a n yang mendukung, salah satunya
adalah data mengenai sumber daya perusahaan, yang terdiri dari tenaga
kerja. Data sumber daya yang diigunakan dalam skripsi ini adalah yang
berkaitan langsung dengan proses produksi dari 1 jenis barang yang
digunakan sebagai sampel. Berikut akan ditampilkan dalam tabel 4.5
mengenai data tenaga kerja yang dimiliki PT Winkarya Bersaudara, yaitu :
Tabel 4.5 Tabel Tenaga Kerja
No Jenis Jumlah

1. Cetak 8 orang
2. Finishing I 4 orang

3. Finishing II 3 orang

4. Tukang Potong 1 orang

TOTAL 16 orang

Sumber : PT Winkarya Bersaudara

5. Data Waktu Produksi perOutput


Karena dalam skripsi ini penulis menggunakan 1 jenis produk saja untuk
dijadikan sebagai sampel yaitu Shopping Bag, maka Penulis hanya
menggunakan 1 mesin saja yang akan dijadikan patokan untuk memproduksi
sampel produk tersebut, yaitu mesin cetak besar karena ukuran mesin yang
digunakan untuk produksi sesuai dengan ukuran produk yang diminta
konsumen.
Berikut jumlah output yang dapat diproduksi oleh perusahaan menggunakan 1 mesin
cetak besar dan 1 mesin finishing :
Jam kerja 1 unit = (60 menit x 8 jam) = 480 menit
1.082 unit
= 0,44 menit / unit

Jadi, perusahaan mampu memproduksi kira-kira 0,44 menit / unit produksi.

4.3 Analisa Alternatif untuk Mengatasi Masalah Kapasitas pada Musim


Puncak
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah ketika musim puncak
yaitu bulan Juli, Agustus, Desember, dan Februari karena pada bulan-bulan tersebut
terjadi kelebihan permintaan daripada kapasitas, apalagi di kota Jakarta yang
apabila tidak segera diatasi akan berakibat hilangnya penjualan, hal ini didukung
oleh faktor berikut :
Permintaan pada musim puncak memiliki proporsi 33% dari jumlah
permintaan tahunan, sehingga permintaan pada 4 bulan di musim puncak
merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dan jangan sampai terjadi
loss sales.
Dalam penyusunan skripsi ditawarkan 4 alternatif solusi perencanaan
agregat untuk mengatasi masalah kurangnya kapasitas pada musim puncak
untuk menyerap seluruh permintaan barang tersebut, di mana 4 alternatif
tersebut adalah :
 Melakukan overtime atau lembur menggunakan strategi Average
Gross Demand, dengan konsekuensi upah lembur menjadi lebih
tinggi bahkan 2x lipat dari pada upah reguler, dan tentu terdapat
kemungkinan menurunnya stamina pekerja, dikarenakan penambahan
jam kerja lembur.
 Melakukan overtime atau lembur menggunakan strategi Chase
Current Demand, memiliki resiko yang sama hanya berbeda strategi
yang nantinya berpengaruh pada total biaya.
 Melakukan subkontrak menggunakan strategi Average Gross
Demand, yaitu menyerahkan tanggung jawab keseluruhan
produksi kepada pihak lain. Dalam alternatif ini tanggung jawab
produksi yang diserahkan ke pihak lain hanya merupakan kelebihan
atas kapasitas reguler. Dan resikonya adalah biaya yang lebih
tinggi, kualitas yang tidak bisa dikontrol oleh PT Winkarya, karena
tanggung jawab produksi telah diserahkan kepada pihak lain.
 Melakukan subkontrak menggunakan strategi Chase Current
Demand, memiliki resiko yang sama hanya berbeda strategi yang
nantinya berpengaruh pada total biaya.

4.4 Evaluasi Biaya Produksi dengan Dua Strategi Agregat


Evaluasi biaya produksi dilakukan dengan dua strategi agregat, yaitu Smooth
Production (Average GROSS Demand) dan Chase CURRENT Demand. Perhitungan
kedua strategi tersebut ditunjukkan secara berurutan pada gambar 4.5, 4.6, 4.7, dan
4.8. Berdasarkan perhitungan tersebut diketahui total biaya produksi untuk masing-
masing strategi dengan 2 pilihan alternatif yaitu Lembur (Overtime) dan Subkontrak :
1. Average Gross Demand untuk Overtime
Total biaya Average Gross Demand untuk Overtime = Biaya waktu reguler +
Biaya produksi overtime + Biaya Inventory + Biaya Shortage + Biaya unit
increase + Biaya unit Decrease
2. Chase Current Demand untuk Overtime
Total biaya Average Gross Demand untuk Overtime = Biaya waktu reguler +
Biaya produksi overtime + Biaya unit increase + Biaya unit decrease
3. Average Gross Demand untuk Subkontrak
Total biaya Average Gross Demand untuk Subkontrak= Biaya waktu reguler
+ Biaya produksi subkontrak + Biaya Inventory + Biaya Shortage + Biaya
unit increase + Biaya unit Decrease
4. Chase Current Demand untuk Subkontrak
Total biaya Average Gross Demand untuk Subkontrak = Biaya waktu reguler
+ Biaya produksi subkontrak + Biaya unit increase + Biaya unit decrease
4.5 Perhitungan Biaya menggunakan Alternatif Strategi Agregat

Smooth Production (Average GROSS Demand) untuk Overtime

Gambar 4.5 Average Gross Demand untuk Overtime


Sumber : Diolah Penulis
Dari data diatas dapat diketahui biaya-biaya yang diperoleh menggunakan strategi
Smooth Production (Average Gross Demand) untuk overtime, yaitu total cost yang
harus dikeluarkan oleh perusahaan adalah Rp 700.728.800,- . Biaya ini dikelurkan
berdasarkan total dari biaya-biaya tersebut : Untuk produksi reguler dikeluarkan
biaya sebesar Rp. 652.076.800,-. Untuk overtime production dikeluarkan biaya
sebesar Rp 16.804.790,-. Untuk biaya penyimpanan yg harus dikeluarkan (holding
cost inventory) sebesar Rp 17.573.000,-. Dan diketahui pula bahwa terdapat 12078
unit permintaan yang tidak dapat dipenuhi sehingga produsen harus mengeluarkan
cost sebesar Rp 6.039.000,-. Dan terdapat juga biaya peningkatan produksi sebanyak
4.593 unit sebesar Rp 2.296.500,- dan biaya penurunan produksi sebanyak 4.593 unit
sebesar Rp 5.938.749,-
Chase CURRENT Demand untuk Overtime

Gambar 4.6 Chase Current Demand untuk Overtime


Sumber : Diolah Penulis
Dari data diatas dapat diketahui biaya-biaya yang diperoleh menggunakan strategi
Chase Current Demand untuk overtime, yaitu total cost yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan adalah Rp 719.888.600,- . Biaya ini dikelurkan berdasarkan total dari
biaya-biaya tersebut : Untuk produksi reguler dikeluarkan biaya sebesar Rp.
593.188.500,-. Untuk overtime production dikeluarkan biaya sebesar Rp 91304470
Dan untuk biaya peningkatan produksi sebanyak 19.860 unit sebesar Rp 9.930.000,-
dan biaya penurunan produksi sebanyak 19.695 unit sebesar Rp 25.465.640,-
Smooth Production (Average GROSS Demand) untuk Subkontrak

Gambar 4.7 Average Gross Demand untuk Subkontrak


Sumber : Diolah Penulis

Dari data diatas dapat diketahui biaya-biaya yang diperoleh menggunakan


strategi Smooth Production (Average Gross Demand) untuk subkontrak, yaitu
total cost yang harus dikeluarkan oleh perusahaan adalah Rp 695.626.600,- .
Biaya ini dikelurkan berdasarkan total dari biaya-biaya tersebut : Untuk
produksi reguler dikeluarkan biaya sebesar Rp. 652.076.800,-. Untuk
subkontrak production dikeluarkan biaya sebesar Rp 11.702.500,-. Untuk
biaya penyimpanan yg harus dikeluarkan (holding cost inventory) sebesar Rp
17.573.000,-. Dan diketahui pula bahwa terdapat 12.078 unit permintaan yang
tidak dapat dipenuhi sehingga produsen harus mengeluarkan cost sebesar Rp
6.039.000,-. Dan terdapat juga biaya peningkatan produksi sebanyak 4.593
unit sebesar Rp 2.296.500,- dan biaya penurunan produksi sebanyak 4.593
unit sebesar Rp 5.938.749,-
Chase CURRENT Demand untuk Subkontrak

Gambar 4.8 Chase Current Demand untuk Subkontrak


Sumber : Diolah Penulis

Dari data diatas dapat diketahui biaya-biaya yang diperoleh menggunakan strategi
Chase Current Demand untuk subkontrak, yaitu total cost yang harus dikeluarkan
oleh perusahaan adalah Rp 692.181.900,- . Biaya ini dikeluarkan berdasarkan total
dari biaya-biaya tersebut : Untuk produksi reguler dikeluarkan biaya sebesar Rp.
593.188.500,-. Untuk overtime production sebanyak 14 unit sebesar Rp 50.260,-
Untuk subkontrak production dikeluarkan biaya sebesar Rp 63.547.500,- Dan untuk
biaya peningkatan produksi sebanyak 19.860 unit sebesar Rp 9.930.000,- dan biaya
penurunan produksi sebanyak 19.695 unit sebesar Rp 25.465.640,-

4.6 Perencanaan Agregat dengan Strategi Terpilih


Setelah dilakukan perhitungan pada masing-masing alternatif strategi yang
ditawarkan untuk mengatasi masalah kekurangan kapasitas di musim puncak
agar semua permintaan terpenuhi, maka selanjutnya adalah membandingkan
total biaya antar alternatif strategi yang satu dengan yang lainnya. Adapun tabel di
bawah ini menunjukkan perbandingan antara total biaya dari masing-masing
alternatif strategi yang digunakan, yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.6 Tabel Perbandingan Total Biaya
Strategi Overtime Subkontrak
Alternatif
Gross Demand Rp 700.728.800,- Rp 695.626.600,-
Chase Demand Rp 719.888.600,- Rp 692.181.900,-
Sumber : Diolah Penulis
Berdasarkan dari hasil perhitungan diatas, maka diperoleh biaya dari keempat
masing-masing alternatif strategi tersebut. Dan dapat dilihat bahwa biaya paling
rendah didapat dengan menggunakan alternatif strategi Chase Demand untuk
Subkontrak sebesar Rp 692.181.900,- dan biaya tertinggi didapat dengan
menggunakan alternatif strategi Chase Demand untuk Overtime.
Sehingga dengan melihat hasil dari perolehan biaya tersebut, perusahaan sudah dapat
memperkirakan alternatif strategi mana yang nantinya akan digunakan dalam
perencanaan produksinya. Namun, dikarenakan faktor pertimbangan yang dilakukan
oleh pihak dari PT. Winkarya Bersaudara tidak hanya melihat dari segi biaya
s a j a tetapi juga dengan mempertimbangkan kelebihan serta kekurangan masing-
masing alternatif strategi, maka perusahaan belum bisa begitu saja mengambil
keputusan pemilihan alternatif strategi tersebut. Oleh karena itu, penulis akan
membantu perusahaan menganalisis lebih dalam lagi mengenai perbandingan
penghematan pada proses produksi yang berhubungan dengan biaya persediaan
(inventory cost). Dan juga kita nanti akan melihat perbandingan keuntungan dari
keempat alternatif strategi tersebut.

4.6.1 Penentuan Alternatif Produksi yang Layak


Berikut di bawah adalah tabel mengenai perbandingan penghematan pada
proses produksi dari dua strategi yang digunakan yaitu strategi Average Gross
Demand dan Chase Current Demand, sebagai berikut:
Tabel 4.7 Tabel Perbandingan Penghematan Proses Produksi
Bulan Produksi Produksi Produksi Penghe Penghe
1.082 unit waktu waktu matan matan
per hari reguler reguler gross chase
berdasarkan berdasarkan demand demand
strategi strategi
gross chase
demand demand
Januari 18.394 18.394 18.229 0 165
Februari 18.394 18.394 18.394 0 0
Maret 19.476 18.483 19.476 993 0
April 19.476 18.483 14.612 993 4.864
Mei 17.312 17.312 9.742 0 7.570
Juni 19.476 18.482 16.365 994 3.111
Juli 17.312 17.312 17.312 0 0
Agustus 15.148 15.148 15.148 0 0
September 19.476 18.482 17.528 994 1.948
Oktober 19.476 18.482 19.476 994 0
November 19.476 18.482 11.679 994 7.797
Desember 18.394 18.394 18.394 0 0
TOTAL 221.810 215.848 196.355 5.962 25.455
Sumber : Diolah Penulis
Berdasarkan tabel 4.7 di atas antara produksi kebijakan perusahaan dibandingkan
dengan produksi reguler yang dihasilkan oleh sistem yang ada yaitu gross demand
dengan chase demand menghasilkan selisih sebesar 19.493 unit, sehingga kita
memilih strategi chase demand sebagai alternatif produksi yang layak untuk
perencanaan agregat pada perusahaan tersebut karena strategi chase demand
memiliki penghematan lebih besar dibandingkan dengan gross demand yaitu
sebanyak 25.455 unit dan untuk gross demand hanya sebanyak 5.962 unit.

4.7 Analisis Hasil


Masalah kapasitas yang terjadi di periode puncak sangat penting dilakukan,
karena apabila perusahaan mengabaikan hal ini akibatnya adalah resiko
kehilangan penjualan dan juga profit. Selain itu dampak lainnya adalah makin
menurunnya tingkat kepercayaan konsumen terhadap PT. Winkarya Bersaudara,
dan muncul opportunity cost lainnya yang tidak dapat dihitung secara materi
yaitu hilangnya loyalitas dan kepercayaan konsumen, mungkin hal ini tidak
berdampak langsung terhadap profit perusahaan saat itu, namun efek dari hal
tersebut bersifat jangka panjang. Konsumen yang tidak puas akan meninggalkan
PT. Winkarya dan beralih ke pesaing, sehingga pangsa pasar PT. Winkraya
Bersaudara menjadi lebih sedikit, ditambah lagi tiap tahunnya jumlah perusahaan
jasa sejenis terus muncul. Walaupun tingkat pertumbuhan industri ekspedisi barang
ini sendiri tumbuh sebesar 11% tiap tahunnya, namun apabila PT. Winkarya
Bersaudara tidak mengantisipasi masalah yang terjadi, maka kesempatan PT.
Winkarya Bersaudara untuk menaikkan pangsa pasar akan semakin kecil atau
bahkan hilang.
Masing-masing alternatif strategi yang telah dihitung sebelumnya akan dianalisa
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Berikut adalah penjelasan dari masing-
masing alternatif strategi:
1. Average Gross Demand untuk Overtime
Alternatif strategi ini memiliki total biaya sebesar Rp 700.728.800,-
Alternatif ini memiliki biaya produksi waktu reguler yang mahal karena
dilihat dari tingkat upah rata-rata tenaga kerja dan bahan baku produksinya
lebih besar dibandingkan dengan biaya yang disubkontrakan. Selain itu juga
kekurangan yang terdapat pada alternatif ini adalah kemungkinan
turunnya produktifitas tenaga kerja dikarenakan mereka telah bekerja
seharian selama 8 jam sehingga apabila menyuruh mereka untuk bekerja di
atas jam kerja reguler tentu stamina mereka sudah tidak optimal lagi karena
sudah terlalu lelah, akibat yang bisa ditimbulkan adalah konsentrasi pekerja
yang menurun akan memberikan dampak biaya tambahan bagi perusahaan.
Alternatif ini juga memberikan total biaya tambahan untuk penyimpanan
(inventory) sebesar Rp 17.573.000,- dan timbul biaya apabila permintaan
tidak dapat terpenuhi sebesar Rp 6.039.000,- Namun ada satu kelebihan yaitu
biaya yang ditimbulkan akibat unit yang lebih dan kurang mempunyai total
biaya terendah.
2. Chase Current Demand untuk Overtime
Alternatif ini merupakan alternatif strategi yang menghasilkan total biaya
paling tinggi yaitu sebesar Rp 719.888.600,-.
Kekurangannya lagi, alternatif ini memiliki biaya kelebihan unit produksi dan
kekurangan unit produksi lebih besar yang disebabkan karena unit yang
produksi lebih dan kurang lebih banyak dibanding dengan alternatif gross
demand.
Alternatif ini memiliki kelebihan biaya produksi reguler lebih murah
dibandingkan dengan alternatif gross demand untuk overtime walaupun
sama-sama melakukan overtime dikarenakan jumlah kapasitas produksi
reguler yang dihasilkan sistem alternatif ini lebih kecil. Namun, biaya
produksi overtimenya lebih besar dibanding dengan gross demand
disebabkan oleh kapasitas produksi regulernya yang kecil, sehingga
permintaan banyak yang disubkontrakan.
Alternatif ini tidak memiliki biaya penyimpanan (inventory) dan biaya yang
timbul akibat tidak terpenuhinya permintaan.
3. Average Gross Demand untuk Subkontrak
Alternatif ini memliki biaya produksi reguler sama dengan gross demand
overtime. Hampir keseluruhan biaya yang didapat sama dengan alternatif
gross demand untuk overtime. Kelebihannya adalah biaya produksi yang
disubkontrakan memiliki biaya paling kecil dibanding alternatif lain yaitu
sebesar Rp 11.702.500,- Hal ini disebabkan karena perusahaan tidak perlu
repot-repot untuk mengeluarkan biaya tenaga kerja reguler apalagi dua kali
untuk produksi dan juga biaya bahan baku, karena perusahaan subkontrak
sudah memberikan harga produk jadi untuk PT. Winkarya Bersaudara,
bahkan lebih murah dari produksi regulernya.
4. Chase Current Demand untuk Subkontrak
Kelebihan dari alternatif ini adalah total biaya yang termurah di antara
alternatif lainnya yaitu sebesar Rp 692.181.900,- Biaya produksi yang
disubkontrakan kebih besar dibanding dengan biaya subkontrak pada
alternatif gross demand karena unit produksi yang dikontrakan lebih banyak
dibanding dengan unit produksi yang dikontrakan pada alternatif gross
demand. Hal ini disebabkan kapasitas produksi reguler yang dihasilkan
sistem lebih kecil.
Pada alternatif ini juga dilakukan produksi overtime untuk 14 unit karena
dirasa perusahaan mampu melemburkan 14 unit tersebut tanpa harus
mensubkontrakan kepada pesaing.
Alternatif yang dipilih sebagai rekomendasi adalah chase current untuk
subkontrak karena alternatif ini memiliki total biaya terendah yang
dikeluarkan perusahaan dalam memproduksi barang dalam musim puncak.
Walaupun alternatif ini memiliki sedikit kekurangan.
Untuk menekankan pentingnya pelaksanaan alternatif solusi guna
mengatasi masalah kapasitas selama periode musim puncak, maka dilakukan
juga perbandingan keuntungan pada beberapa kondisi, yaitu yang pertama
ketika perusahaan tidak mengambil langkah penyelesaian dan hanya
menerima permintaan sebatas kapasitas yang tersedia, dan kondisi lainnya
ketika musim puncak di tiap bulannya selama 1 tahun berdasarkan
perhitungan peramalan dengan melakukan alternatif solusi yang ditawarkan
yaitu alternatif strategi gross demand untuk overtime, chase demand untuk
overtime, gross demand untuk subkontrak, dan chase demand untuk
subkontrak.

Anda mungkin juga menyukai