DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................. 1
BAB 1
PENDAHULUAN
Tindakan dan usaha menghilangkan rasa sakit sudah ada sejak dahulu kala
pada setiap bangsa, etnik dan suku di dunia. Anastesia dan ilmu kedokteran pada
umumnya mengalami loncatan kemajuan pada abad pertengahan. Setelah itu loncatan
kedua perkembangan ilmu kedokteran adalah pada abad ke-19, ketika ditemukan
antibiotika mengikuti berkembangnya bukti tentang jasad renik sebagai penyebab
penyakit. Ilmu bedah, fisiologi dan farmakologi kemudian berkembang pesat,
demikan pula dengan anastesiologi. Perkembangan anastesia selalu selaras dengan
perkembangan dunia bedah. Pada abad ke-20, anastesia umum mengalami
perkembangan pesat dengan diperkenalkannya tindakan intubasi trakea dan
berkembangnya teknik tatalaksana jalan nafas lanjut. Perkembangan teknik
pemantauan dan penemuan agen-agen anastetika baru dengan profil farmakokinetik
dan farmakodinamik yang lebih baik semakin mengeratkan hubungan anastesia umu
dengan pembedahan.3
Penggunaan Laryngeal Mask Airway (LMA) semakin meluas dewasa ini. Hal
ini karena penggunaan LMA memiliki berbagai keuntungan diantaranya mudah dan
cepat diinsersikan tanpa laringoskopi, respon hemodinamik lebih stabil dibandingkan
pemasangan pipa trakeal, serta cedera trakea yang minimal karena posisinya berada di
superior laring. Meskipun demikian, pemasangan LMA tetap dapat menimbulkan
perubahan respon hemodinamik berupa peningkatan tekanan darah dan laju jantung,
akan tetapi peningkatan ini lebih kecil dibandingkan dengan laringoskopi dan intubasi
pipa trakeal.5
Pada laporan kasus ini akan dibahas penggunaan teknik anestesi umum
dengan LMA pada pasien perempuan, berusia 21 tahun, dengan diagnosis bedah
mammae aberrant bilateral dan status fisik pasien ASA 1 (tanpa penyulit airway).
Pada pasien ini direncanakan akan dilakukan tindakan eksisi dengan teknik anastesi
umum dengan LMA. Pada laporan kasus ini, penulis akan membahas mengenai
indikasi, kontraindikasi, aplikasi, agen anestesi, perubahan hemodinamika yang
terjadi hingga efek samping dalam penanganan kasus dengan anestesi umum dengan
LMA.
BAB 2
PERSIAPAN PRA-ANESTESI
I. Identitas Pasien
II. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Terdapat benjolan di ketiak kanan sejak 2 tahun SMRS.
b. Keluhan Tambahan
Hidung tersumbat di pagi hari.
f. Riwayat Kebiasaan
Pasien menyangkal kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol
dan penggunaan obat-obat terlarang. Pasien tidak rutin berolahraga.
h. Lain-lain
i. Sakit gigi : disangkal
19 Agustus 2013
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS=15)
Berat badan : 59 kg
Tinggi Badan : 155 cm
BMI : 24,6
Tanda-tanda vital :
1. Tekanan darah : 90/60 mmHg
2. Nadi : 80 x/menit
3. Pernafasan : 16 x/menit
4. Suhu : 36,4 C
5. Saturasi O2 : 98%
Status Generalis
Kepala : normocephali, distribusi rambut merata, rambut tidak
mudah dicabut
Kulit : sawo matang
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks
cahaya (+/+)
Telinga : bentuk dan daun telinga normal, liang telinga lapang
Hidung : napas cuping hidung, deviasi septum (-), discharge (-)
Mulut : mukosa lembab, lidah bersih, skor Mallampati 1
Gigi geligi : gigi palsu (-), gigi goyang (-), gigi patah (-)
Leher : tampak simetris, deviasi trakea (-), limfonodi tidak
teraba, jarak thyromental > 3 cm
Thoraks : deformitas (-), retraksi (-)
Jantung
MCHC 34 32 36 g/dL
Faal Hemostasis
Waktu Protrombin (PT)
Kontrol 12.3 detik
Pasien 11.4 9.8 12.6
APTT
Kontrol 32.4 Detik
Pasien 40.2* 27 39 detik
Kimia Klinik
SGOT (AST) 16 < 35 U/L
SGPT (ALT) 22 < 40 U/L
Ureum 14* 20 50 mg/dL
Kreatinin 0.9 0.5 1.5 mg/dL
Glukosa Darah (Sewaktu) 78 < 140 mg/dL
Natrium (Na) 147 135 147 mmol/L
Kalium (K) 4.6 3.5 5 mmol/L
Klorida (Cl) 106* 95 105 mmol/L
V. Diagnosa
n. Operasi : eksisi
o. Anestesi : anastesi umum dengan Laryngeal Mask Airway (LMA)
BAB 3
PELAKSANAAN ANESTESI
PRE-OPERATIF
Untuk Pembiusan
Spuit 3 ml
Spuit 5 ml
Spuit 10 ml
Spuit 25 ml
Mesin anestesi
Sfigmomanometer digital
Pulse oxymetry
Monitor EKG
Laryngeal Mask Airway (LMA) No. 3
Laringoskop
Suction
Kateter urin
Micropore/plester
Untuk Emergency
Stetoskop
Sfigmomanometer
Mesin anestesi
Monitor EKG
Pulse oxymetry
Face mask adult
Pipa Y-piece
Laringoskop
Oropharyngeal Airway
Laryngeal Mask Airway (LMA) No. 3
Endotracheal Tube 3 ukuran, yaitu No. 6.5; 7; 7.5
Stylet/mandrain
Lubricating Gel
Spuit 20 ml
Micropore/plester
Magill
Suction
Kassa steril
Persiapan Obat
Obat-obat Anestesi
Midazolam (Fortanest) 2,5 mg IV
Fentanyl 100 mcg IV
Propofol (Lipuro)100 mg IV
Atracurium (Notrixum) 30 mg IV
Antibiotik
Ceftriaxone 1 gram IV
Anti-emetik
Ondansentron (Narfoz) 4 mg IV
Cairan :
Ringer Laktat
Obat Emergensi:
Metocloperamide dosis 10 mg IV
Isoflurane
N2O
Oksigen
Persiapan Pasien
Informed consent : bertujuan untuk memberitahukan kepada pasien tindakan
medis apa yang akan dilakukan kepada pasien, bagaimana pelaksanaannya,
kemungkinan hasilnya, dan resiko tindakan yang akan dilakukan.
Surat persetujuan operasi : bukti tertulis dari pasien atau keluarga pasien yang
menunjukkan persetujuan akan tindakan medis yang akan dilakukan sehingga
bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, keluarga pasien tidak akan mengjaukan
tuntutan.
Pasien dipuasakan sejak pukul 22.00 WIB pada tanggal 04 Juli 2013. Puasa ini
bertujuan untuk pengosongan lambung pasien sebelum operasi sehingga dapat
menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung yang dapat
membahayakan pasien.
Pembersihan wajah dan kuku pasien dari kosmetik agar tidak menganggu
pemeriksaan selama anestesi, misalnya ada sianosis. Bila ada gigi palsu,
sebaiknya dilepaskan agar tidak mengganggu kelancaran proses intubasi dan bila
ada perhiasan sebaiknya diberikan kepada keluarga pasien.
Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan.
PELAKSANAAN ANESTESI
Tekanan darah 83/40 mmHg, Nadi 68 x/menit, saturasi O2 99% dan laju
pernapasan 12 x/menit.
Terapi Cairan
Berat badan : 59 kg (dianggap 60 kg)
Lama puasa : 6 jam
Pengawasan Anestesi
Anestesi dilakukan mulai pukul 08.40 WIB dan selesai pada pukul 10.30 WIB.
Pembedahan dimulai pada pukul 08.50 WIB dan selesai pada pukul 10.25 WIB. EKG
ritme jantung dalam batas normal, saturasi oksigen 99%.
POST OPERATIF
Setelah pasien dibawa ke ruang pemulihan pada pukul 10.35 WIB, lalu dilakukan
penilaian terhadap tanda-tanda vital, yaitu tekanan darah 107/60 mmHg, nadi 99
x/menit, saturasi oksigen 99%. laju pernafasan 14 x/menit.
Penilaian pulih sadar menurut Aldrette Score :
Kesadaran :2
Pernafasan :2
Tekanan darah :2
Aktivitas :1
Warna kulit :2
Total :9
Pasien diperbolehkan pindah ke ruang perawatan
BAB 4
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Anestesi berasal dari kata Yunani, an- yang berarti tidak atau hilang dan
aesthetos yang berarti persepsi, kemampuan untuk merasa, secara umum berarti
suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anatomi, fisiologi dan
farmakologi adalah ilmu kedokteran dasar yang merupakan basis ilmiah
anestesialogi.3
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan rasa nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen dalam
anesthesia umum adalah : hypnosis (hilangnya kesadaran), analgesia (hilangnya rasa
sakit) dan relaksasi otot. Adapun indikasi dari dilakukannya anastesia umum ialah
bayi atau anak usia muda, dewasa yang memilih anestesi umum, pembedahan yang
luas/ekstensif, pembedahan lama, pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis
atau tidak memuaskan, penderita sakit mental, pasien dengan riwayat penderita toksik
atau alergi obat anestesi lokal.3
2.1 Anamnesis
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6 8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi.
Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat
air putih dalam jumlah tebatas diperbolehkan 1 jam sebelum induksi anestesi. 2
2.6 Premedikasi
Premedikasi adalah pemberiaan obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesi, diantaranya :
Teknik anestesi umum dapat dibagi menjadi 2 yaitu napas spontan dan napas
terkendali. Teknik-teknik tersebut dapat menggunakan alat berupa pipa trakeal
(intubasi), sungkup muka, LMA (laryngeral mask airway), COPA (cuffed oro
pharyngeal airway) dan LSA (laryngeal seal airway).
3.1 Indikasi7
- Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi pipa trakeal untuk airway
management. LMA bukan suatu penggantian pipa trakeal, ketika pemakaian pipa
trakeal menjadi suatu indikasi.
- Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang tidak
diperkirakan.
- Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadar.
3.2 Kontraindikasi7
LMA terdiri dari pipa dengan lubang lebar yang pada bagian proksimal
berhubungan dengan sirkuit bernapas dengan penghubung berstandar 15 mm dan
bagian distal terpasang pada balon berbentuk bulat panjang yang dapat digembungkan
melalui pipa kendali. Balon yang telah dikempiskan dilumasi dan diinsersikan menuju
hipofaring sehingga saat digembungkan, balon akan membentuk segel bertekanan
rendah mengitari jalan masuk ke laring. Hal ini membutuhkan kedalaman anastesi
yang sedikit lebih besar dibandingkan yang dibutuhkan untuk memasukkan
oropharyngeal airway (OPA). Meskipun insersi relatif mudah, perhatian khusus
mengenai perincian akan meningkatkan tingkat kesuksesan. 1
2. Ujung yang masuk terlebih dahulu dari balon yang telah dikempiskan harus bebas
dari kerutan dan menjauhi pembukaan.
4. Pastikan anastesi yang cukup (blok saraf regional atau umum) sebelum
melakukan insersi. Propofol dan opioid menghasilkan kondisi yang lebih superior
dibandingkan dengan pemberian thiopental.
6. Gunakan jari telunjuk untuk memandu balon sepanjang langit-langit mulut dan
menuruni hipofaring sampai terasa adanya tahanan yang meningkat. Garis hitam
melintang harus selalu menunjuk langsung ke arah kepala (menghadap ke arah
bibir atas pasien).
9. Obstruksi setelah insersi biasanya akibat dari lipatan bawah epiglotis atau
laringospasme sementara.
10. Hindari suction faring, pengempisan balon, atau melepaskan LMA hingga pasien
bangun (pada saat pasien dapat membuka mulut saat diperintahkan).
Posisi balon yang ideal dibatasi oleh dasar lidah sebagai batas superior, sinus
piriformis sebagai batas lateral, dan sfingter esofagus atas sebagai batas inferior.
Apabila esofagus terletak melingkari balon, distensi lambung dan regurgitasi menjadi
suatu kemungkinan yang besar. Variasi anatomi mencegah berfungsinya LMA pada
beberapa pasien. Namun, apabila LMA tidak berfungsi baik setelah beberapa kali
usaha untuk memperbaiki posisi dari LMA, kebanyakan praktisi akan mencoba LMA
yang berukuran 1 ukuran lebih besar atau kecil. Karena lipatan bawah epiglotis atau
bagian distal balon menyebabkan banyak kegagalan, insersi LMA dibawah
penglihatan langsung dengan laringoskop atau bronkoskop fiberoptik (FOB) terbukti
menguntungkan pada kasus-kasus sulit. Penggembungan sebagian balon sebelum
insersi juga terbukti dapat membantu. LMA kemudian difiksasi dengan menggunakan
plester seperti pada halnya pipa trakea. LMA melindungi sebagian laring dari sekret
faring (tetapi tidak dari regurgitasi gaster), dan harus tetap pada tempatnya sampai
pasien mendapatkan kembali refleks jalan napasnya. Hal ini biasanya ditandai dengan
batuk dan dilakukannya perintah untuk membuka mulut. Efek samping yang paling
sering ditemukan dari penggunaan LMA adalah nyeri tenggorok, dengan insidensi
10% dan sering berhubungan dengan over inflasi cuff LMA.1
LMA yang dapat digunakan kembali, terbuat dari karet silikon (terbebas dari
lateks) dan tersedia dalam berbagai ukuran.
Variasi Laryngeal Mask Airway (LMA) dengan Volume Balon Berbeda Tersedia
untuk Pasien dengan Berbagai Ukuran
Ukuran Mask Ukuran Pasien Berat Badan (kg) Volume Balon (mL)
1 Bayi < 6.5 24
2 Anak-anak 6.5 - 20 Sampai dengan 10
2.5 Anak-anak 20 30 Sampai dengan 15
3 Dewasa kecil > 30 Sampai dengan 20
4 Dewasa normal < 70 Sampai dengan 30
5 Dewasa besar > 70 Sampai dengan 30
Propofol merupakan agen induksi yang paling tepat karena dapat menekan
refleks jalan napas dan mampu melakukan insersi cLMA tanpa batuk atau terjadinya
gerakan. Insersi LMA ke supraglotis dan cuff akan menstimulasi dinding faring yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah dan nadi. Perubahan kardiovaskuler setelah
insersi LMA dapat diturunkan dengan menggunakan dosis besar propofol yang
berpengaruh pada tonus simpatis jantung. Jika propofol tidak tersedia, insersi dapat
dilakukan setelah pemberian induksi thiopental yang ditambahkan agen volatil untuk
mendalamkan anestesi atau dengan penambahan anestesi lokal bersifat topikal ke
orofaring. Untuk memperbaiki insersi mask, sebelum induksi dapat diberikan opioid
beronset cepat (seperti fentanyl atau alfentanyl). Jika diperlukan, LMA dapat di
insersi dibawah anestesi topikal. Insersi dilakukan dengan posisi seperti akan
dilakukan laringoskopi (sniffing position) dan akan lebih mudah jika dilakukan jaw
thrust oleh asisten selama dilakukan insersi. Cuff LMA harus secara penuh di deflasi
dan permukaan posterior diberikan lubrikasi dengan lubrikasi berbasis air sebelum
dilakukan insersi. Meskipun metode standar meliputi deflasi total cuff, beberapa
dokter lebih menyukai insersi LMA dengan cuff setengah mengembang. Teknik ini
akan menurunkan risiko terjadinya nyeri tenggorokan dan perdarahan mukosa faring.
Dokter anestesi berdiri dibelakang pasien yang berbaring supine dengan satu
tangan menstabilisasi kepala dan leher pasien, sementara tangan yang lain memegang
LMA. Tindakan ini terbaik dilakukan dengan cara menaruh tangan dibawah occiput
pasien dan dilakukan ekstensi ringan pada tulang belakang leher bagian atas. LMA
dipegang seperti memegang pensil pada perbatasan mask dan tube. Rute insersi LMA
harus menyerupai rute masuknya makanan. Selama insersi, LMA dimajukan ke arah
posterior sepanjang palatum durum kemudian dilanjutkan mengikuti posterior-
superior dari jalan napas. Saat LMA berhenti selama insersi, ujungnya telah mencapai
sfingter esofagus bagian atas dan harus sudah berada pada posisi yang tepat. Insersi
harus dilakukan dengan satu gerakan yang lembut untuk meyakinkan titik akhir
teridentifikasi. Cuff harus di inflasi sebelum dilakukan koneksi dengan sirkuit
pernapasan. Lima tes sederhana dapat dilakukan untuk meyakinkan ketepatan posisi
LMA:
2. Posisi LMA menjadi naik keluar sedikit dari mulut saat cuff di inflasi.
Saat ventilasi kendali digunakan, puncak tekanan jalan napas pada orang
dewasa sedang dan juga pada anak-anak biasanya tidak lebih dari 10 -14 cmH2O.
Tekanan diatas 20 cmH2O harus dihindari karena tidak hanya menyebabkan
kebocoran gas dari LMA tetapi juga melebihi tekanan sfingter esofagus. Pada tekanan
jalan napas yang rendah, tekanan gas keluar lewat mulut, tetapi pada tekanan yang
lebih tinggi, gas akan masuk ke esofagus dan lambung yang akan meningkatkan risiko
regurgitasi dan aspirasi. Untuk anak kecil dan bayi, napas spontan lewat LMA dengan
waktu yang lama kemungkinan tidak dianjurkan karena LMA meningkatkan resistensi
dan akses ke jalan napas untuk membersihkan sekret, tidak sebaik lewat pipa trakea.
Akan tetapi, ventilasi kendali sering lebih mudah pada anak-anak yang mempunyai
paru dengan compliance tinggi dan sekat jalan napas dengan LMA secara umum
sedikit lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Selama fase
maintenance anestesi, LMA biasanya memberikan jalan napas yang bebas dan
penyesuaian posisi jarang diperlukan. Biasanya pergeseran dapat terjadi jika anestesi
kurang dalam atau pasien bergerak. Kantung reservoir sirkuit anestesi harus tampak
dan dipantau dengan alarm yang tepat harus digunakan selama tindakan anestesi
untuk memastikan kejadian ini terdeteksi. 7
Pada akhir pembedahan, LMA tetap pada posisinya sampai pasien bangun dan
mampu untuk membuka mulut sesuai perintah, dimana refleks proteksi jalan napas
telah normal pulih kembali. Melakukan penghisapan pada faring secara umum tidak
diperlukan dan malah dapat menstimulasi dan meningkatkan komplikasi jalan napas
seperti laryngospasm. Saat pasien dapat membuka mulut, LMA dapat ditarik.
Kebanyakan sekresi akan terjadi pada saat-saat ini dan adanya sekresi tambahan atau
darah dapat dihisap saat LMA ditarik jika pasien tidak dapat menelan sekret tersebut.
Beberapa kajian menyebutkan tingkat komplikasi akan lebih tinggi jika LMA ditarik
saat sadar. Jika cLMA ditarik dalam kondisi masih dalam, perhatikan mengenai
obstruksi jalan napas dan hipoksia. Jika ditarik dalam keadaan sadar, bersiap untuk
batuk dan terjadinya laryngospasm. 7
3.8 Komplikasi
LMA menyediakan ventilasi alternatif melalui sungkup muka atau pipa trakea.
Kontraindikasi dari LMA adalah pasien-pasien dengan keadaan patologis pada faring
(contohnya abses), obstruksi faring, abdomen penuh (contohnya kehamilan, hernia
hiatus), atau low pulmonary compliance (contohnya penyakit jalan napas restriktif)
dengan puncak tekanan inspirasi lebih dari 30 cm H2O. LMA telah dihindari pada
pasien dengan bronkospasme atau high airway resistance, tetapi bukti baru
menyatakan bahwa karena LMA tidak diletakkan pada trakea, penggunaan LMA
memiliki resiko bronkospasme yang lenih sedikit dibandingkan dengan pipa trakea.
Meskipun LMA bukan pengganti untuk intubasi trakea, LMA terbukti membantu
pada pasien dengan kesulitan jalan napas (pasien-pasien yang tidak dapat diberikan
ventilasi atau diintubasi) dikarenakan kemudahan insersi dan tingkat keberhasilan
relatif yang tinggi (95-99%). LMA telah banyak digunakan sebagai pipa untuk stylet
intubasi, ventilating jet stylet, FOB fleksibel atau pipa trakea berdiameter kecil (6.0
mm). Beberapa LMA yang telah dimodifikasi untuk memudahkan pemasangan pipa
trakea yang lebih besar dengan atau tanpa penggunaan FOB telah tersedia. Insersi
dapat dilakukan dibawah anastesi topikal dan blok saraf laring superior bilateral
apabila jalan napas harus diamankan sementara pasien dalam keadaan bangun.1
Keuntungan Kerugian
THT baru
berada di fossa pyriformis, dan cuff bagian atas berlawanan dengan dasar
lidah. Dengan posisi seperti ini akan menyebabkan ventilasi yang efektif
dengan inflasi yang minimal dari lambung.
pasien dengan cedera tulang belakang bagian cervical. Dan dapat dipakai
selama resusitasi cardiopulmonal.
4. Flexible LMA
Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan airway tube
terdapat gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya meningkat yang
memungkinkan posisi proximal end menjauhi lapang bedah tanpa
menyebabkan pergeseran mask. Berguna pada pembedahan kepala dan leher,
maxillo facial dan THT. fLMA memberikan perlindungan yang baik terhadap
laryng dari sekresi dan darah yang ada diatas fLMA. Populer digunakan untuk
BAB 5
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien perempuan berusia 21 tahun dengan diagnosis bedah
mammae aberrant bilateral akan dilakukan rencana pembedahan eksisi . Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ditemukan dalam keadaan baik, tidak tampak
cemas dengan operasi yang akan dilakukan dan memiliki harapan tinggi untuk
sembuh dari sakit yang dideritanya. Pada pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang lain seperti EKG dan foto toraks tidak ditemukan adanya kelainan.
Diagnosis anastesi atau status fisik pasien adalah ASA 1 (tanpa penyulit airway).
Pada kasus ini teknik anestesi yang dilakukan berupa anestesi umum dengan LMA.
Alasan memilih teknik anestesi ini adalah karena waktu yang diperlukan untuk
melakukan pembedahan relatif singkat (kurang dari 2 jam), faktor risiko operasinya
lebih rendah, tidak adanya manipulasi posisi kepala, posisi pasien saat pembedahan
terlentang, lambung dalam keadaan kosong dan tidak ditemukan adanya
kontraindikasi pada pasien untuk dilakukan anestesi umum dengan LMA.
Pada pasien ini tidak didapatkan komplikasi atau efek samping dari anestesi
umum. Untuk mencegah terjadinya efek samping seperti mual dan muntah pada post
operatif diberikan Ondansteron dengan dosis 4 mg melalui IV. Selama proses
pembedahan, kondisi tanda-tanda vital pasien stabil. Tekanan darah stabil dan saturasi
O2 yang berkisar antara 92-100%.
Pada monitoring pasca pembedahan pada pukul 10.35 WIB, pasien keluar
dengan keadaan stabil yaitu dengan tekanan darah : 107/60 mmHg, nadi 99 x/menit,
dan laju pernafasan 14 x/menit. Pasien kemudian diperbolehkan untuk meninggalkan
Terdapat instruksi post operatif untuk pasien ini, yaitu pasien membutuhkan
pemantauan tanda-tanda vital setiap 5 menit selama 15 menit, kemudian dipantai
setiap jam selama 24 jam hingga stabil. Untuk pengelolaan nyeri di ruangan,
diberikan injeksi tramadol 2 x 100 mg melalui intravena. Untuk penanganan mual
atau muntah, dapat diberikan injeksi injeksi Metoclopramide 2 x 4 mg melalui
intravena. Pasien diberikan asupan cairan Ringer Lactate 10 tetes per menit. Pasien
juga dianjurkan untuk makan dan minum bertahap apabila sudah sadar penuh.
DAFTAR PUSTAKA
8. Tim Cook, Ben Walton. The Laryngeal Mask Airway. In : Update inAnaesthe
sia : 32 42
9. Devitt JH, Wenstone R, Noel AG, ODonnell MP. The laryngeal mask
airwayand positive-pressure ventilation. Anesthesiology 1994 ; 80 : 550 555
10. Ehrenfeld JM, Urman RD. Pocket Anesthesia. Philadelphia: LWW; 2009.