Anda di halaman 1dari 20

CASE REPORT

DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Bedah
Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Bakri B Hasbullah, Sp.B, FINACS

Diajukan Oleh:

Wisnu Wijayanto, S.Ked J 500100028

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
CASE REPORT

DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM

Diajukan Oleh :

Wisnu Wijayanto, S.ked J 500100028

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari,.

Pembimbing :
dr. Bakri, Sp.B (.................................)

Disahkan Ketua Program Profesi :


dr. Dona Dewi Nirlawati (.................................)
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Bp. J
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Beningrejo 2/5 Gaum Tasikmadu
Tanggal MRS : 23 agustus 2014
No. RM : 00292XXX

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kesemutan dan terdapat luka pada jari ke-3 kaki kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan kaki terasa kesemutan dan terdapat luka
pada jari ke-3 kaki kiri yang tidak kunjung sembuh sejak 10 hari yang lalu.
Pasien juga mengeluhkan merasa cepat lapar, haus dan sering kencing badan
terasa lemas keluhan ini ia rasakan kurang lebih 1 tahun yang lalu.
Pasien mengeluh sedikit pusing, mual (-), muntah (-), BAB dan BAK
dalam batas normal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
b. Riwayat DM : diakui
c. Riwayat Alergi obat : disangkal
d. Riwayat Hipertensi : disangkal
e. Riwayat Trauma : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat Alergi obat : disangkal
d. Riwayat Hipertensi : disangkal

5. Keluhan Sistemik
a. Neuro : Intoleransi panas (-), intoleransi dingin (-), tangan
bergetar (-), sulit tidur (-), mengantuk yang
berlebihan (-)
b. Cardio : Nyeri dada kambuh-kambuhan (-), dada berdebar-
debar (-)
c. Pulmo : Sesak napas (-), batuk (-), batuk berdahak (-)
d. Abdomen : Diare (-), kembung (-), sulit BAB (-)
e. Urologi : BAK lancar
f. Musculoskeletal : Nyeri otot (-), Nyeri sendi (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Vital Sign
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 64x/menit
Respirasi : 16x/menit
Suhu : 36,5oc

2. Status Interna
a. Pemeriksaan Kepala
Normocephal
Pupil isokhor, 2mm
Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikhterik (-/-)
b. Pemeriksaan Leher
KGB : tidak ada pembesaran
JVP : tidak ada peningkatan
c. Pemeriksaan Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, Simetris, tertingal gerak (-),
retraksi intercostae (-)
Palpasi
Ketinggalan gerak

Depan Belakang

- - - -

- - - -

- - - -

Fremitus
Depan Belakang

N N N N

N N N N

N N N N

Perkusi
Depan Belakang

Sonor Sonor Sonor Sonor

Sonor Sonor Sonor Sonor

Sonor Sonor Sonor Sonor


Auskultasi
Suara dasar vesikuler

SDV Depan SDV Belakang

N N N N

N N N N

N N N N

Suara Ronkhi (-/-)


Tambahan
Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak, tidak nampak massa
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat di SIC V LMC sinistra
Perkusi : Batas jantung atas SIC II LPS sinistra, batas jantung
kanan, SIC IV LPS dextra, batas jantung kiri SIC IV LMC sinistra
Auskultasi: Bunyi jantung I-II murni, reguler, bising jantung (-)

d. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Permukaan perut rata, distended (-), massa (-), bekas luka
operasi (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Suara tympani
Palpasi : Nyeri tekan (-), defans muskuler (-)
e. Pemeriksaan Ekstremitas
Superior : Tidak ada kelainan
Inferior : Ulkus DM dengan gangren pada digiti 3 pedis
Akral : Hangat
3. Status Lokalis
Pemeriksaan ekstremitas
Inspeksi : Ulkus DM dengan gangren pada digiti 3 pedis

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah
No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan
1 Leukosit 14.210 uL 5.000-10.000/uL
2 Eritrosit 3,97 jt uL 4,0-5,5 juta/uL
3 Hemoglobin 11,5 Gr/dl 11,5-13,5 g/dl
4 Hematokrit 39,3 % 37-43 %
5 MCV 98,9 Femtoliter 82-92 fl
6 MCH 29,0 Pikograms 27-31 pg
7 MCHC 29,3 g/dl 32-36 g/dl
8 Trombosit 198.000 uL 150.000-400.000/uL
9 Limfosit 13.2 % 20/40%
10 Monosit 5,4 % 2-8%
11 Gran % 80.9 % 50-70
12 Gran # 11.50 uL 2500-7000/uL
13 GDS 116 mg/dl 70 150

E. RESUME
Laki-laki 51 tahun mengeluh kaki terasa kesemutan dan terdapat luka pada
jari ke 3 kaki kiri yang tidak kunjung sembuh. Keluhan dirasakan sejak 1,5 bulan
yang lalu. Ia juga merasa sering lapar, haus dan sering kencing keluhan tersebut
sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat DM (+)
Dari pemeriksaan didapatkan ulkus pada digiti 3 pedis.
F. DIAGNOSIS KERJA
Diabetes melitus dengan ulkus diabetikum digiti 3 pedis
G. PENATALAKSAAN
Operatif : Amputasi
Post Operatif : Antibiotik, analgesik
TINJAUAN PUSTAKA
A. DIABETES MELITUS

1. Definisi
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin
efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang
biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein.
Ulkus merupakan luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan
usus adalah kematian jaringan yang luas disertai invasive kuman saprofit.
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan
mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang
disebabkan oleh infeksi.
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai. Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari diabetes mellitus sebagai
sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita diabetes. Kadar LDL
yang tinggi mempunyai peranan yang penting dalam penyebab ulkus diabetikum,
melalui pembentukan plakatherosklerosis pada dinding pembuluh darah.

2. Klasifikasi Diabetes Melitus


a. Tipe I
Diabetes tipe I ditandai dengan sekresi insulin oleh pankreas tidak ada dan
sering terjadi pada orang muda. Secara normal, insulin bekerja untuk menurunkan
kadar glukosa darah dengan membolehkan glukosa masuk kedalam sel untuk
dimetabolisme. Caranya dengan mengikat dirinya secara kuat pada tempat reseptor
pada membran sel. Efek utama metabolik insulin adalah di otot dan jaringan
adiposa. Pada orang diabetes, kekurangan atau ketiadaan insulin menimbulkan
kelaparan pada jaringan ini dan ini menjelaskan mengapa pasien menjadi lelah dan
berat badan menurun. Karena insulin tidak digunakan, terjadi penumpukan
didalam darah pada orang diabet dan meluap kedalam urine yang menyebabkan
haus dan keluarnya urine dalam jumlah yang banyak. Lebih lanjut masalah ini
akan menimbulkan komplikasi physiologic, kecuali kalau diberikan penggantian
insulin. Sehingga orang yang menderita DM Tipe I perlu injeksi insulin secara
teratur dalam hidupnya untuk mencegah ketosis. Suatu komplikasi yang
muncul,akibat gangguan metabolisme lemak. Untuk alasan ini, DM tipe I dikenal
sebagai IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus).
b. Tipe II
Diabetes Type II akibat dari tidak sensitifnya reseptor insulin terhadap insulin
yang sudah tersedia. Pada kelompok ini diit khususdiajurkan untuk menurunkan
BB dan diberikan tablet untuk merangsang pancreas untuk mensekresi lebih
banyak insulin. Karena tidak dibutuhkan insulin maka diabetes tipe II dikenal
sebagai NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes melitus).
3. Etiologi
a. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang
peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai
kemungkinan etiologi DM yaitu :
1) Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan
sel beta melepas insulin.
2) Faktor faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen
yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula
yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3) Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang
disertai pembentukan sel sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan
kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel
beta oleh virus.
4) Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran
sel yang responsir terhadap insulin.
b. Gangren Kaki Diabetik
Faktor faktor yang berpengaruh atas
Faktor endogen :
a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
4. Komplikasi
a.Komplikasi Akut : Ulkus Diabetikum, Amputasi, Nekrosis Permanen, Cacat
b.Komplikasi Kronis : Ketoasidosis, neuropati, angiopati, rentan infeksi, kaki diabetic
(Mansjoer, Arif ;2000).

5. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan
salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1) Berkurangnya pemakaian glukosa oleh selsel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl.
2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan
endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3) Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasienpasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah
makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal
(konsentrasi glukosa darah sebesar 160 180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria
karena tubulustubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri
disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama
urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan
menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan
arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini
akan memudahkan terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat
hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan
tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini
tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian
dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol
akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan
perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua
protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada
protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun
mikro vaskular. Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktorfaktor
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk
terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan
sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa
yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulserasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya
aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih
besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak
tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki
terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila
dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan
asupan nutrisi, oksigen ( zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit
sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD
akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan
infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan adalah rencana tindakan yang telah ditetapkan untuk
perawat bersama pasien seperti perawatan luka pasien, perawatan utuk mengurangi
rasa nyeri, menganjurkan pasien latihan gerak, latihan berjalan serta personal hygiene
pasien dijaga agar tidak muncul komplikasi lain Implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan
ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan
psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi
intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien. Kemudian dilakukan
perawtan kaki yang bersifat preventif mencakup tindakan ganti balut minimal satu
hari sekali untuk mencegah invasi kuman lebih lanjut, serta membuang pus dari luka.
b. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Medis pada pasien dengan ulkus diabetikum meliputi:
1. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
a. Pemicu sekresi insulin.
b. Penambah sensitivitas terhadap insulin.
c. Penghambat glukoneogenesis.
d. Penghambat glukosidase alfa.
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
a. Penurunan berat badan yang cepat.
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c. Ketoasidosis diabetik.
d. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah,
4. Antibiotik
Antibiotic sangat diperlukan bagi penderita ulkus diabetikum untuk
mencegah kerusakan jaringan lebih parah dengan mengurangi resiko amputasi.
5. Analgesic
Mengurasi rasa sakit yang di timbulkan dari ulkus diabetikum.
6. Debridement
7. Nekrotomi
8. Amputasi
Amputasi dilakukan bila luka sudah menyebar menjadi jaringan nekrosis
pada area kaki.

B. AMPUTASI
1. Pengertian

Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan


pancung. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas, atau dengan kata lain suatu tindakan
pembedahan dengan membuang bagian tubuh. Tindakan ini merupakan tindakan
yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang
terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan
menggunakan teknik lain, atau pada kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh pasien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain, seperti
menimbulkan komplikasi infeksi.
Amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh
seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten
cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi
pasien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

2. Etiologi

Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :


1. Iskemia
Iskemia karena penyakit reskulanisasi perifer, bisanya pada oang tua, seperti
pasien dengan arteriosklerosis, diabetes mellitus.

2. Trauma amputasi
Bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan kendaraan bermotor, thermal
injury seperti (terbakar) , infeksi, gangguan metabolism seperti pagets deases
dan kelainan congenital.
3. Gas ganggren
Keadaan nyeri akut dan dimana otot dan jaringan subkutan menjadi terisi
dengan gas dan eksudat serosangiunosa; disebabkan infeksi luka oleh bakteri
anaerob, yang diantaranya adalah berbagai spesies clostridium.
4. Osteomielitis
Peradangan pada tulang (bisa menyebabkan lumpuh) dan bias juga terjadi
assending infection.
5. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
6. Keganasan
Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.

3. Jenis Amputasi

Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :


1. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat
penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi
dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi
amputasi serta memperbaiki kondisi umum pasien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma
dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

4. Metode Pelaksanaan Amputasi

Amputasi dilakukan dengan 2 metode yaitu :


1. Metode terbuka (guillotine amputasi)
Metode ini digunakan pada pasien dengan infeksi yang mengemban.
Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan
luka dapa ditutup setelah tidak terinfeksi, dan dilakukan pada kondisi infeksi
yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama
2. Metode tertutup
Pada metode ini kulit tepi
ditarik pada atas ujung tulang
dan dijahit pada daerah yang
diamputasi. Dilakukan dalam
kondisi yang lebih
memungkinkan dimana dibuat
skaif kulit untuk menutup luka
yang dibuat dengan memotong
kurang lebih 5 sentimeter
dibawah potongan otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan pemotongan,
maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah
terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur,
mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese
(mungkin). Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada pasien yang
mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan pada pasien sesuai
dengan kompetensinya.

5. Batas dan Tingkatan Amputasi


a) Tingkatan amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit.
Pada cedera, ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat.
Pada tumor, ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko
kekambuhan lokal.
Pada penyakit pembuluh darah, ditentukan oleh vaskularisasi sisa ekstremitas
dan daya sembuh luka puntung
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal
ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi,
berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-
jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua
letak amputasi yaitu :
Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb
dan inschemic limb. Hal ini dibedakan erhubungan dengan cara menutup flap
yang berbeda. Pada amputasi jenis ini dikenal tension myodesis dan
myoplasty. Tension myodesis adala mengikatkan group otot tuang dengan
tulang, sedangkan myoplasty adalah menjahitkan otot dengan jaringan lunak
pada sisi yang lain yaitu pada otot atau fasia sebelahnya. Cara ini berguan
untuk menstabilkan stump dan sangat ditekankan untuk penderita yang masih
aktif dan masih muda.
Amputasi diatas lutut (above knee amputation)
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan
penyakit vaskuler perifer. Amputasi jenis ini merupkan tebanyak kedua stelah
amputasi bawah lutut. Pada amputasi jenis ini persendian lutut hilang, maka
harus dipikirkan yang terbaik yang dapat menyangga berat badan. Prosthesis
yang konvensional membutuhkan jarak 9-10 cm dari distal stump sehingga
bisa berfungsi seperti sendi lutut. Amputasi tulang setinggi 5 cm atau kurang
dari distal trochanter minor akan mempunyai fungsi dan kekuatan
penggunaan postesis sama dengan hip disarticulation.
3. Nekrosis
Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak
berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur
Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta
melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi
terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan
5. Neuroma
Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga
melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan
memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom sentation
Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas
tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan,
stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.

b) Batas dan Lokasi Amputasi

Pada ekstremitas atas, tidak dipakai batas amputasi tertentu, sedangkan pada
ekstremitas bawah lazim dipakai Batas Amputasi Klasik
Penilaian batas amputasi :
1. Jari dan kaki
Pada amputasi jari tangan dan kaki penting untuk mempertahankan falanx
dasar. Amputasi transmetatarsal memberi puntung yang baik. Amputasi di
sendi tarso-metatarsus lisfranc mengakibatkan per ekuinus dengan
pembebanan berlebih pada kulit ujung puntung yang sukar ditanggulangi.
2. Proksimal sendi pergelangan kaki
Amputasi transmaleolar baik sekali bila kulit tumit utuh dan sehat sehingga
dapat menutup ujung puntung.
3. Tungkai bawah
Panjang puntung tungkai bawah paling baik antara 12 dan 18 cm dari sendi
lutut, tergantung keadaan setempat, usia penderita dan tinggi badan. Bila
jarak dari sendi lutut kurang dari 5 cm, protesis mustahil dapat dikendalikan.
4. Eksartikulasi kulit
Eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik sekali. Amputasi ini
dapat dilakukan pada penderita geriatrik.
5. Tungkai atas
Puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10cm dibawah sendi
panggul, karena bisa menyebabkan kontraktur fleksi-abduksi-eksorotasi.
Puntung juga tidak boleh kurang dari 10 cm diatas sendi lutut karena ujung
puntung sepanjang ini sukar dibebani. Eksartikulasi dapat menahan
pembebanan.
6. Sendi panggul dan hemipelvektomi
Eksartikulasi sendi panggul kadang dilakukan pada tumor ganas. Protesis
akan lebih sukar dipasang. Protesis untuk hemipelvektomi tersedia, tetapi
memerlukan kemauan dan motivasi kuat dari penderita.
7. Tangan
Amputasi parsial jari atau tangan harus sehemat mungkin setiap jari dengan
sensitibilitas kulit dan lingkup gerak utuh berguna sekali sebab dapat
digunakan untuk fungsi menggenggam atau fungi oposisi ibu jari.
8. Pergelangan tangan
Dipertahankan fungsi pronasi dan supinasinya. Tangan mioelektrik maupun
kosmetik dapat dipakai tanpa kesulitan.

9. Lengan bawah
Batas amputasi di pertengahan lengan bawah paling baik untuk memasang
protesis. Puntung harus sekurang-kurangnya distal insersi M. Biseps dan M.
Brakhialis untuk fleksi siku.
10. Siku dan lengan atas
Ekssartikulasi siku mempunyai keuntungan karena protesis dapat dipasang
tanpa fiksasi sekitar bahu. Pada amputasi di diafisis humerus, protesis harus
dipertahankan dengan ikatan dan fiksasi pada bahu. Eksartikulasi bahu dan
amputasi intertorakoskapular , yang merupakan amputasi termausk gelang
bahu, ditangani dengan protesis yang biasanya hanya merupakan protesis
kosmetik.
DAFTAR PUSTAKA

De jong. W, sjamsuhidayat. R., 1998.; Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC:Jakarta
Brunner & suddart.2001. Kep.Medikal Bedah,Jakarta:EGC

Guyton hall.2002.Fisiologi kedokteran.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai