ANALISIS MASALAH
1. Tuan X, kisaran usia 27 tahun, datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD)
rumah sakit tipe A diantar oleh polisi setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas. Dari saksi di tempat kejadian diketahui mekanisme trauma ialah
pasien yang mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi menabrak tiang
listrik lalu terpelanting dan membentur trotoar. Saat itu pasien tidak
menggunakan helm. Baju dan celana pasien basah karena darah.
a. Apa saja kemungkinan trauma yang terjadi pada Tn. X dari mekanisme
injuri yang dialami?
Tabrakan yang terjadi di muka pengendara motor biasanya mengakibatkan
pengendara motor sepenuhnya terlempar keluar atau terlempar sebagian
melewati stang. Beberapa cedera yang umum terjadi antara lain:
- Cedera kepala dan leher apabila tidak ada helm
- Cedera torakoabdominal akibat benturan dengan stang
- Fraktur pelvis open book, yaitu fraktur pelvis anterior dan posterior
yang membuka seperti buku akibat benturan dengan stang
- Cedera femur bilateral
- Abrasi dan laserasi
Dugaan mekanisme trauma pada kasus:
Pengendara motor melaju dengan kecepatan tinggi dan menabrak tiang listrik
deselerasi pasien terlempar melewati stang kiri membentur trotoar
pada sisi tubuh sebelah kiri
Trauma kepala ringan: benturan dengan trotoar (tanpa pengamanan helm)
trauma deselerasi penurunan kesadaran
Trauma tumpul abdomen: benturan dengan stang trauma abdomen kanan
atas
Fraktur terbuka humerus sinistra: benturan dengan trotoar di tubuh sebelah kiri
trauma deselerasi fraktur
Fraktur terbuka femur sinistra: benturan dengan trotoar di tubuh sebelah kiri
trauma deselerasi fraktur
Fraktur terbuka cruris sinistra: benturan dengan trotoar di tubuh sebelah kiri
trauma deselerasi fraktur
2. Survey primer
2.1.Breathing = RR 32x/menit, SpO2 95% (dengan udara bebas), gerakan
thorax statis dan dinamis: simetris, auskultasi paru: vesikuler (+) normal,
tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing
a. Bagaimana mekanisme dari hasil pemeriksaan yang abnormal?
Hasil pemeriksaan Interpretasi Mekanisme abnormal
RR: 32x/menit Meningkat Perdarahan hipovolemia
(takipneu) aktivasi sistem saraf simpatis
peningkatan usaha bernafas
SpO2: >95% Menurun Saturasi oksigen perlu selalu dipantau
(dengan udara (ambang untuk menilai perfusi jaringan
bebas) batas) Perdarahan hipovolemia
efektivitas perfusi oksigen di paru-
paru menurun saturasi oksigen
menurun
Gerakan thoraks Normal
statis dan dinamis :
simetris
Auskultasi paru : Normal
vesikuler (+) normal
Tidak ada ronkhi Normal
Tidak ada wheezing Normal
Syok Hipovolemik
1. Definisi
2. Etiologi
Penurunan volume intravaskular yang terjadi pada syok hipovolemik dapat disebabkan
oleh hilangnya darah, plasma atau cairan dan elektrolit (Tierney,
2001). Menurut Sudoyo et al. (2009), penyebab syok hipovolemik, antara lain:
1. Kehilangan darah
2. Kehilangan plasma
3. Patofisiologi
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah mekanisme kompensasi tubuh yang
berupa vasokonstriksi di kulit, otot, dan sirkulasi viseral untuk menjaga aliran
darah yang cukup ke ginjal, jantung, dan otak. Respon terhadap berkurangnya
volume sirkulasi akut yang berkaitan dengan trauma adalah peningkatan detak
jantung sebagai usaha untuk menjaga cardiac output. Dalam banyak kasus, takikardi
adalah tanda syok paling awal yang dapat diukur (American College of Surgeons
Committee on Trauma, 2008).
Pelepasan katekolamin endogen akan meningkatkan tahanan vaskular perifer. Hal ini
akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan menurunkan tekanan nadi tetapi
hanya sedikit meningkatkan perfusi organ. Hormon-hormon lainnya yang bersifat
vasoaktif dilepaskan ke sirkulasi selama kondisi syok, termasuk histamin,
bradikinin, dan sejumlah prostanoid dan sitokin-sitokin lainnya. Substansi-
substansi ini mempunyai pengaruh besar terhadap mikrosirkulasi dan permeabilitas
vaskular (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Pada syok perdarahan yang dini, mekanisme pengembalian darah vena
dilakukan dengan mekanisme kompensasi dari kontraksi volume darah dalam
sistem vena yang tidak berperan dalam pengaturan tekanan vena sistemik. Namun
kompensasi mekanisme ini terbatas. Metode yang paling efektif dalam
mengembalikan cardiac output dan perfusi end-organ adalah dengan menambah
volume cairan tubuh/darah (American College of Surgeons Committee on
Trauma, 2008).
Pada tingkat selular, sel-sel dengan perfusi dan oksigenasi yang tidak memadai
mengalami kekurangan substrat esensial yang diperlukan untuk proses metabolisme
aerobik normal dan produksi energi. Pada tahap awal, terjadi kompensasi dengan
proses pergantian menjadi metabolisme anaerobik yang mengakibatkan pembentukan
asam laktat dan berkembang menjadi asidosis metabolik. Bila syok berkepanjangan
dan pengaliran substrat esensial untuk pembentukan ATP tidak memadai, maka
membran sel akan kehilangan kemampuan untuk mempertahankan kekuatannya
dan gradien elektrik normal pun akan hilang (American College of Surgeons
Committee on Trauma, 2008).
2008).
4. Gejala Klinis
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non-
perdarahan serta perdarahan adalah sama meskipun ada sedikit perbedaan dalam
kecepatan timbulnya syok (Baren et al., 2009).
Gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan darah
kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat
dikompensasi oleh tubuh. Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak
mampu lagi mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara
umum, syok hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan
nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek,
ujung-ujung ekstremitas dingin, dan pengisian kapiler lambat (Hardisman, 2013).
Pasien hamil bisa saja menunjukkan tanda dan gejala syok hipovolemik yang
atipikal hingga kehilangan 1500 ml darah tanpa terjadi perubahan tekanan darah
(Strickler, 2010).
Keparahan dari syok hipovolemik tidak hanya tergantung pada jumlah
kehilangan volume dan kecepatan kehilangan volume, tetapi juga usia dan status
kesehatan individu sebelumnya (Kelley, 2005).
Secara klinis, syok hipovolemik diklasifikasikan menjadi ringan, sedang dan berat.
Pada syok ringan, yaitu kehilangan volume darah 20%, vasokonstriksi dimulai dan
distribusi aliran darah mulai terhambat. Pada syok sedang, yaitu kehilangan
volume darah 20-40%, terjadi penurunan perfusi ke beberapa organ seperti ginjal,
limpa, dan pankreas. Pada syok berat, dengan kehilangan volume darah lebih dari
40%, terjadi penurunan perfusi ke otak dan jantung (Kelley, 2005).
Tabel 1. Gejala Klinis Syok Hipovolemik
5. Diagnosa
Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidakstabilan
hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan (Baren et al., 2009).
Ketidakstabilan hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok hipovolemik berupa
penurunan curah jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan tahanan pembuluh
darah, dan penurunan tekanan vena sentral (Leksana, 2015).
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis adanya syok
hipovolemik tersebut dapat berupa pemeriksaan pengisian dan frekuensi nadi,
tekanan darah, pengisian kapiler yang dilakukan pada ujung-ujung jari, suhu dan
turgor kulit (Hardisman, 2013).
Kehilangan darah
(%EBV) <15% 15-30% 30-40% >40%
Denyut nadi (x/menit) <100 >100 >120 >140
Tekanan darah N N
Tekanan nadi N/
Frekuensi napas 14-20 20-30 30-35 >35
Produksi urin (ml/jam) >30 20-30 5-15 sangat sedikit
Status mental sedikit agak cemas, bingung,
cemas cemas bingung letargi
Sumber: American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008.
Penurunan tekanan darah sistolik lebih lambat terjadi karena adanya mekanisme
kompensasi tubuh terhadap terjadinya hipovolemia. Pada awal-awal terjadinya
kehilangan darah, terjadi respon sistem saraf simpatis yang mengakibatkan
peningkatan kontraktilitas dan frekuensi jantung. Dengan demikian, pada tahap
awal tekanan darah sistolik dapat dipertahankan. Namun kompensasi yang terjadi tidak
banyak pada pembuluh perifer sehingga terjadi penurunan diastolik dan penurunan
tekanan nadi. Oleh sebab itu, pemeriksaan klinis yang seksama sangat penting
dilakukan karena pemeriksaan yang hanya berdasarkan pada perubahan tekanan darah
sistolik dan frekuensi nadi dapat menyebabkan kesalahan atau keterlambatan diagnosa
dan penatalaksanaan (Harisman, 2013).
4. Produksi urin, mungkin <400 ml/hari atau tidak ada sama sekali.
Jumlah darah dan cairan yang diperlukan untuk resusitasi sulit diprediksi dalam
evaluasi awal pasien. Namun, Tabel 2.2 dapat menjadi panduan untuk menentukan
kehilangan volume darah yang harus digantikan. Adalah sangat penting untuk menilai
respon pasien terhadap resusitasi cairan dengan adanya bukti perfusi dan oksigenasi
yang adekuat, yaitu produksi urin, tingkat kesadaran, dan perfusi perifer serta
kembalinya tekanan darah yang normal (American College of Surgeons Committee
on Trauma, 2008).
Jika setelah pemberian cairan tidak terjadi perbaikan tanda-tanda hemodinamik, maka
dapat dipersiapkan untuk memberi transfusi darah (Harisman, 2013). Tujuan
utama transfusi darah adalah untuk mengembalikan kapasitas angkut oksigen di dalam
intravaskular (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Untuk melakukan transfusi, harus didasari dengan jumlah kehilangan perdarahan,
kemampuan kompensasi pasien, dan ketersediaan darah. Jika pasien sampai di IGD
dengan derajat syok yang berat dan golongan darah spesifik tidak
tersedia, maka dapat diberikan tranfusi darah dengan golongan O. Golongan darah
spesifik biasanya dapat tersedia dalam waktu 10-15 menit (Kelley, 2005).