Anda di halaman 1dari 16

I.

ANALISIS MASALAH
1. Tuan X, kisaran usia 27 tahun, datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD)
rumah sakit tipe A diantar oleh polisi setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas. Dari saksi di tempat kejadian diketahui mekanisme trauma ialah
pasien yang mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi menabrak tiang
listrik lalu terpelanting dan membentur trotoar. Saat itu pasien tidak
menggunakan helm. Baju dan celana pasien basah karena darah.
a. Apa saja kemungkinan trauma yang terjadi pada Tn. X dari mekanisme
injuri yang dialami?
Tabrakan yang terjadi di muka pengendara motor biasanya mengakibatkan
pengendara motor sepenuhnya terlempar keluar atau terlempar sebagian
melewati stang. Beberapa cedera yang umum terjadi antara lain:
- Cedera kepala dan leher apabila tidak ada helm
- Cedera torakoabdominal akibat benturan dengan stang
- Fraktur pelvis open book, yaitu fraktur pelvis anterior dan posterior
yang membuka seperti buku akibat benturan dengan stang
- Cedera femur bilateral
- Abrasi dan laserasi
Dugaan mekanisme trauma pada kasus:
Pengendara motor melaju dengan kecepatan tinggi dan menabrak tiang listrik
deselerasi pasien terlempar melewati stang kiri membentur trotoar
pada sisi tubuh sebelah kiri
Trauma kepala ringan: benturan dengan trotoar (tanpa pengamanan helm)
trauma deselerasi penurunan kesadaran
Trauma tumpul abdomen: benturan dengan stang trauma abdomen kanan
atas
Fraktur terbuka humerus sinistra: benturan dengan trotoar di tubuh sebelah kiri
trauma deselerasi fraktur
Fraktur terbuka femur sinistra: benturan dengan trotoar di tubuh sebelah kiri
trauma deselerasi fraktur
Fraktur terbuka cruris sinistra: benturan dengan trotoar di tubuh sebelah kiri
trauma deselerasi fraktur

Syok hemoragik : diawali dari Tn. X yang mengendarai motor dengan


kecepatan tinggi disertai dengan tidak menggunakan helm terjadinya
trauma pada tn.X trauma tajam dan trauma tumpul terjadi pendarahan
yang bersifat akut Penurunan pada Venous return penurunan pada
Cardiac Output perfusi ke jaringan mengalami penurunan tubuh akan
kompensasi dengan mengaktivasi saraf simpatis terjadi vasokontriksi
perpindahan darah dari organ non vital ke organ vital terjadinya syok
hemoragik pada Tn. X

b. Apa saja organ yang kemungkinan terkena cedera?


Kemungkinan organ yang terkena adalah organ thoracoabdomen dan tulang.

2. Survey primer
2.1.Breathing = RR 32x/menit, SpO2 95% (dengan udara bebas), gerakan
thorax statis dan dinamis: simetris, auskultasi paru: vesikuler (+) normal,
tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing
a. Bagaimana mekanisme dari hasil pemeriksaan yang abnormal?
Hasil pemeriksaan Interpretasi Mekanisme abnormal
RR: 32x/menit Meningkat Perdarahan hipovolemia
(takipneu) aktivasi sistem saraf simpatis
peningkatan usaha bernafas
SpO2: >95% Menurun Saturasi oksigen perlu selalu dipantau
(dengan udara (ambang untuk menilai perfusi jaringan
bebas) batas) Perdarahan hipovolemia
efektivitas perfusi oksigen di paru-
paru menurun saturasi oksigen
menurun
Gerakan thoraks Normal
statis dan dinamis :
simetris
Auskultasi paru : Normal
vesikuler (+) normal
Tidak ada ronkhi Normal
Tidak ada wheezing Normal

b. Bagaimana tatalaksana awal oksigenasi pada pasien?


Pasien diberikan oksigen dengan nasal kanul yan memiliki aliran 1-6
liter/menit yang menghasilkan konsentrasioksigen 24-44% sampai
saturasi oksigen pasien 99%. Setelah itu pemberian oksigen dihentikan.
2.2. Circulation = nadi 145x/menit (isi dan tegangan kurang), TD: 70/50
mmHg, akral dingin lembab pucat, CRT (capillary refill time) 4 detik.
b. Bagaimana interpretasi, makna klinis dan mekanisme dari hasil
pemeriksaan circulation?
Normal Interpretasi Mekanisme
Nadi 60-100x/menit Takikardi Peningkatan laju jantung dan
145x/menit kontraktilitas adalah respons
homeostasis saat terjadi
hipovolemia.
Peningkatan kecepatan aliran
darah kemikrosirkulasi berfungsi
mengurangi asidosis jaringan
(isi dan Isi dan Abnormal Akibat perdarahan hipovolemia
tegangan tenggangan
kurang) cukup
TD 70/50 120/80 mmHg Hipotensi Fase Dekompensasi :
mmHg Pada fase ini metabolisme anaerob
sudah mulai terjadi dan semakin
meningkat. Akibatnya sistem
kompensasi yang terjadi sudah
tidak lagi efektif untuk
meningkatkan kerja jantung.
Produksi asam laktat meningkat,
produksi asam karbonat
intraseluler juga meningkat
sehingga terjadi asidosis
metabolik. Membran sel
terganggu, akhirnya terjadi
kematian sel. Terjadi juga
pelepasan mediator inflamasi
seperti TNF. Akhirnya sistem
vaskular mulai tidak dapat
mempertahankan vasokonstriksi.
Sehingga terjadi vasodilatasi yang
menyebabkan tekanan darah turun
dibawah nilai normal dan jarak
sistol-diastol menyempit.
akral Akral hangat, Abnormal Syok hemoragik hipoksia
dingin, merah. vasokonstriksi perifer untuk
lembab mempertahankan aliran darah di
pucat otak.
CRT <2 detik Memanjang Hipovolemia
(capillary
refill time)
4 detik

2.5. Exposure = temperatur 35,5C, jejas di abdomen kanan atas, tampak


fraktur terbuka os humerus sinistra dengan perdarahan aktif, fraktur
terbuka os femur sinistra dengan perdarahan aktif, dan fraktur terbuka
os cruris dengan perdarahan aktif.
a. Bagaimana interpretasi dan makna klinis dari hasil pemeriksaan
exposure?
Hasil pemeriksaan Nilai normal Interpretasi
Temperatur 35.50C 36.5-37.50C Hipotermia
Jejas di abdomen Terjadi trauma tumpul
kanan atas
Fraktur terbuka os Trauma tulang
humerus sinistra
dengan perdarahan
aktif
Fraktur terbuka os Trauma tulang
femur sinistra dengan
perdarahan aktif
Fraktur terbuka kruris Trauma tulang
sinistra dengan
perdarahan aktif

b. Bagaimana mekanisme dari hasil pemeriksaan yang abnormal?


Hipotermia
Perdarahan massif penurunan perfusi jaringan penurunan suplai
oksigen dan energi ke sel penurunan metabolisme seluler
penurunan penghasilan energi penurunan panas
Perdarahan massif respon stress: Vasokonstriksi penurunan
pelepasan panas dari pembuluh darah penurunan suhu.
Jejas di abdomen kanan atas
Adanya jejas menandakan terlah terjadinya trauma benda tumpul. Jejas
biasanya berupa memar, perubahan warna, dan perubahan structural
yang tampak secara kasat mata. Regio abdomen kanan atas sebagian
besar diisi oleh hepar. Tumbukan benda tumpul menyebabkan gaya
yang dihantarkan melalui jaringan kulit dan otot abdomen ke organ
internal. Akibat energi tersebut, jaringan organ yang terkena
mengalami kerusakan, contohnya pembuluh darah organ.
Fraktur terbuka os humerus sinistra dengan perdarahan aktif
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana
trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, 2 faktor yang
mempengaruhi terjadinya fraktur :
1. Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai
tulang, arah dan kekuatan trauma.
2. instrisik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma,
kelenturan, kekuatan dan densitas tulang.
Asumsi fraktur terjadi di bagian tengah corpus humerus karena
berdasarkan epidemiologi, paling sering terjadi. Fraktur pada batang
humerus terjadi akibat adanya trauma fisik seperti jatuh atau tumbukan
kuat. Gaya besar dari luar tersebut dihantarkan melalui jaringan padat
mulai dari luar yaitu kulit, jaringan ikat, dan otot, yang kemudian
sampai ke struktur tulang humerus. Fragmen tulang humerus yang
patah bisa mencuat atau merobek kulit sehingga menyebabkan luka.
Hal ini disebut sebagai fraktur terbuka. Fragmen-fragmen patahan
tulang berpotensi merobek arteri arteri kecil maupun besar disekitar
tulang. Pada lengan, arteri besar yang besar kemungkinan rupture
adalah arteri brachialis yang terletak di bagian depan os humerus.
Fraktur terbuka os femur sinistra dengan perdarahan aktif
Asumsi fraktur terjadi di bagian tengah corpus humerus karena
berdasarkan epidemiologi, paling sering terjadi. Fraktur pada batang
femur terjadi akibat adanya trauma fisik seperti jatuh atau tumbukan
kuat. Gaya besar dari luar tersebut dihantarkan melalui jaringan padat
mulai dari luar yaitu kulit, jaringan ikat, dan otot, yang kemudian
sampai ke struktur tulang femur. Fragmen tulang femur yang patah bisa
mencuat atau merobek kulit sehingga menyebabkan luka. Hal ini
disebut sebagai fraktur terbuka. Fragmen-fragmen patahan tulang
berpotensi merobek arteri arteri kecil maupun besar disekitar tulang.
Pada paha, arteri besar yang besar kemungkinan rupture adalah arteri
femoralis yang terletak di bagian depan os femur. Arteri ini terletak
superficial, sangat rentan cedera dan dapat menyebabkan kehilangan
darah yang sangat cepat.

Fraktur terbuka kruris sinistra dengan perdarahan aktif.


Fraktur pada daerah kruris pada kasus ini kemungkinan besar terjadi
pada os. Tibia. Hal ini dikarenakan os tibia hanya dilapisi oleh kulit
dan fascia superficialis. Selain tibia, os fibula biasanya ikut mengalami
fraktur. Fraktur regio kruris terjadi akibat adanya trauma fisik seperti
jatuh atau tumbukan kuat. Gaya besar dari luar tersebut dihantarkan
melalui jaringan padat mulai dari luar yaitu kulit, jaringan ikat, dan
otot, yang kemudian sampai ke struktur tulang tibia. Fragmen tulang
tibia yang patah bisa mencuat atau merobek kulit sehingga
menyebabkan luka. Hal ini disebut sebagai fraktur terbuka. Fragmen-
fragmen patahan tulang berpotensi merobek arteri arteri kecil maupun
besar disekitar tulang. Pada tungkai bawah, arteri besar yang besar
kemungkinan rupture adalah arteri tibialis anterior atau posterior yang
terletak di permukaan depan dan belakang os tibia.

c. Bagaimana prognosis pada kasus?


Prognosis pada kasus ini adalah dubia, bergantung tatalaksana yang cepat
dan sesuai dengan derajat kehilangan darah pada kasus Tn. X.

d. Bagaimana SKDI pada kasus?


SKDI pada kasus ini adalah 3B: Mampu membuat diagnosis klinik
berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan- pemeriksaan tambahan
yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan laboratorium atau x-ray.
Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

II. LEARNING ISSUE

Syok Hipovolemik

1. Definisi

Syok hipovolemik didefinisikan sebagai penurunan perfusi dan oksigenasi jaringan


disertai kolaps sirkulasi yang disebabkan oleh hilangnya volume intravaskular akut
akibat berbagai keadaan bedah atau medis (Greenberg, 2005).

2. Etiologi

Penurunan volume intravaskular yang terjadi pada syok hipovolemik dapat disebabkan
oleh hilangnya darah, plasma atau cairan dan elektrolit (Tierney,

2001). Menurut Sudoyo et al. (2009), penyebab syok hipovolemik, antara lain:

1. Kehilangan darah

a. Hematom subkapsular hati


b. Aneurisma aorta pecah
c. Perdarahan gastrointestinal
d. Trauma

2. Kehilangan plasma

a. Luka bakar luas


b. Pankreatitis
c. Deskuamasi kulit
d. Sindrom Dumping

3. Kehilangan cairan ekstraselular


a. Muntah (vomitus)
b. Dehidrasi
c. Diare
d. Terapi diuretik yang agresif
e. Diabetes insipidus
b. Insufisiensi adrena

3. Patofisiologi
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah mekanisme kompensasi tubuh yang
berupa vasokonstriksi di kulit, otot, dan sirkulasi viseral untuk menjaga aliran
darah yang cukup ke ginjal, jantung, dan otak. Respon terhadap berkurangnya
volume sirkulasi akut yang berkaitan dengan trauma adalah peningkatan detak
jantung sebagai usaha untuk menjaga cardiac output. Dalam banyak kasus, takikardi
adalah tanda syok paling awal yang dapat diukur (American College of Surgeons
Committee on Trauma, 2008).
Pelepasan katekolamin endogen akan meningkatkan tahanan vaskular perifer. Hal ini
akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan menurunkan tekanan nadi tetapi
hanya sedikit meningkatkan perfusi organ. Hormon-hormon lainnya yang bersifat
vasoaktif dilepaskan ke sirkulasi selama kondisi syok, termasuk histamin,
bradikinin, dan sejumlah prostanoid dan sitokin-sitokin lainnya. Substansi-
substansi ini mempunyai pengaruh besar terhadap mikrosirkulasi dan permeabilitas
vaskular (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Pada syok perdarahan yang dini, mekanisme pengembalian darah vena
dilakukan dengan mekanisme kompensasi dari kontraksi volume darah dalam
sistem vena yang tidak berperan dalam pengaturan tekanan vena sistemik. Namun
kompensasi mekanisme ini terbatas. Metode yang paling efektif dalam
mengembalikan cardiac output dan perfusi end-organ adalah dengan menambah
volume cairan tubuh/darah (American College of Surgeons Committee on
Trauma, 2008).

Pada tingkat selular, sel-sel dengan perfusi dan oksigenasi yang tidak memadai
mengalami kekurangan substrat esensial yang diperlukan untuk proses metabolisme
aerobik normal dan produksi energi. Pada tahap awal, terjadi kompensasi dengan
proses pergantian menjadi metabolisme anaerobik yang mengakibatkan pembentukan
asam laktat dan berkembang menjadi asidosis metabolik. Bila syok berkepanjangan
dan pengaliran substrat esensial untuk pembentukan ATP tidak memadai, maka
membran sel akan kehilangan kemampuan untuk mempertahankan kekuatannya
dan gradien elektrik normal pun akan hilang (American College of Surgeons
Committee on Trauma, 2008).

Pembengkakan retikulum endoplasma adalah tanda struktural pertama dari hipoksia


seluler, menyusul segera kerusakan mitokondria, robeknya lisosom, dan lepasnya
enzim-enzim yang mencerna elemen-elemen struktur intraseluler lainnya.
Natrium dan air masuk ke dalam sel dan terjadilah pembengkakan sel. Penumpukan
kalium intraseluler juga terjadi. Bila proses ini tidak membaik, maka akan terjadi
kerusakan seluler yang progresif, penambahan pembengkakan jaringan, dan kematian
sel. Proses ini meningkatkan dampak kehilangan darah dan hipoperfusi jaringan
(American College of Surgeons Committee on Trauma,

2008).

4. Gejala Klinis
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non-
perdarahan serta perdarahan adalah sama meskipun ada sedikit perbedaan dalam
kecepatan timbulnya syok (Baren et al., 2009).
Gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan darah
kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat
dikompensasi oleh tubuh. Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak
mampu lagi mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara
umum, syok hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan
nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek,
ujung-ujung ekstremitas dingin, dan pengisian kapiler lambat (Hardisman, 2013).
Pasien hamil bisa saja menunjukkan tanda dan gejala syok hipovolemik yang
atipikal hingga kehilangan 1500 ml darah tanpa terjadi perubahan tekanan darah
(Strickler, 2010).
Keparahan dari syok hipovolemik tidak hanya tergantung pada jumlah
kehilangan volume dan kecepatan kehilangan volume, tetapi juga usia dan status
kesehatan individu sebelumnya (Kelley, 2005).
Secara klinis, syok hipovolemik diklasifikasikan menjadi ringan, sedang dan berat.
Pada syok ringan, yaitu kehilangan volume darah 20%, vasokonstriksi dimulai dan
distribusi aliran darah mulai terhambat. Pada syok sedang, yaitu kehilangan
volume darah 20-40%, terjadi penurunan perfusi ke beberapa organ seperti ginjal,
limpa, dan pankreas. Pada syok berat, dengan kehilangan volume darah lebih dari
40%, terjadi penurunan perfusi ke otak dan jantung (Kelley, 2005).
Tabel 1. Gejala Klinis Syok Hipovolemik

Ringan Sedang Berat

Ekstremitas dingin Sama, Sama, ditambah:


ditambah: Hemodinamik tidak
Takikardia stabil Takikardia
Waktu pengisian kapiler
Takipnea bergejala Hipotensi
meningkat
Oliguria
Perubahan kesadaran
Diaporesis
Hipotensi
Vena kolaps
ortostatik
Cemas

Sumber: Baren et al., 2009.


Perubahan dari syok hipovolemik ringan menjadi berat dapat terjadi bertahap atau
malah sangat cepat, terutama pada pasien lanjut dan yang memiliki penyakit berat
(Baren et al., 2009).

5. Diagnosa
Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidakstabilan
hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan (Baren et al., 2009).
Ketidakstabilan hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok hipovolemik berupa
penurunan curah jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan tahanan pembuluh
darah, dan penurunan tekanan vena sentral (Leksana, 2015).
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis adanya syok
hipovolemik tersebut dapat berupa pemeriksaan pengisian dan frekuensi nadi,
tekanan darah, pengisian kapiler yang dilakukan pada ujung-ujung jari, suhu dan
turgor kulit (Hardisman, 2013).

Berdasarkan persentase volume kehilangan darah, syok hipovolemik dapat


dibedakan menjadi 4 tingkatan atau stadium:

Tabel 2. Klasifikasi Syok Hipovolemik

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV


Kehilangan darah (ml) <750 750-1500 1500-2000 >2000

Kehilangan darah
(%EBV) <15% 15-30% 30-40% >40%
Denyut nadi (x/menit) <100 >100 >120 >140
Tekanan darah N N
Tekanan nadi N/
Frekuensi napas 14-20 20-30 30-35 >35
Produksi urin (ml/jam) >30 20-30 5-15 sangat sedikit
Status mental sedikit agak cemas, bingung,
cemas cemas bingung letargi
Sumber: American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008.

Penurunan tekanan darah sistolik lebih lambat terjadi karena adanya mekanisme
kompensasi tubuh terhadap terjadinya hipovolemia. Pada awal-awal terjadinya
kehilangan darah, terjadi respon sistem saraf simpatis yang mengakibatkan
peningkatan kontraktilitas dan frekuensi jantung. Dengan demikian, pada tahap
awal tekanan darah sistolik dapat dipertahankan. Namun kompensasi yang terjadi tidak
banyak pada pembuluh perifer sehingga terjadi penurunan diastolik dan penurunan
tekanan nadi. Oleh sebab itu, pemeriksaan klinis yang seksama sangat penting
dilakukan karena pemeriksaan yang hanya berdasarkan pada perubahan tekanan darah
sistolik dan frekuensi nadi dapat menyebabkan kesalahan atau keterlambatan diagnosa
dan penatalaksanaan (Harisman, 2013).

Setelah pemeriksaan fisik dilakukan, langkah diagnosis selanjutnya tergantung pada


penyebab yang mungkin pada hipovolemik dan stabilitas dari kondisi pasien itu
sendiri. Pemeriksaan laboratorium awal yang mungkin ditemukan pada keadaan
syok hipovolemik, antara lain (Schub dan March, 2014):

1. Complete Blood Count (CBC), mungkin terjadi penurunan hemoglobin,


hematokrit dan platelet.
2. Blood Urea Nitrogen (BUN), mungkin meningkat menandakan adanya
disfungsi ginjal.
3. Kadar elektrolit dalam serum mungkin menunjukkan abnormalitas.

4. Produksi urin, mungkin <400 ml/hari atau tidak ada sama sekali.

5. Pulse oximetry, mungkin menunjukkan penurunan saturasi oksigen.

6. AGDA, mungkin mengidentifikasi adanya asidosis metabolik.

7. Tes koagulasi, mungkin menunjukkan pemanjangan PT dan APTT.

Untuk pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain


(Kolecki dan Menckhoff, 2014):

1. Ultrasonografi, jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis.

2. Endoskopi dan gastric lavage, jika dicuriga adanya perdarahan gastrointestinal.

3. Pemeriksaan FAST, jika dicurigai terjadi cedera abdomen.

4. Pemeriksaan radiologi, jika dicuriga terjadi fraktur.


6. Komplikasi
Komplikasi dari syok hipovolemik meliputi sepsis, sindrom gawat napas akut,
koagulasi intravaskular diseminata, kegagalan multiorgan, hingga kematian
(Greenberg, 2005).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada syok hipovolemik meliputi penilaian ABC, yaitu
pada airway dan breathing, pastikan jalan napas paten dengan ventilasi dan
oksigenasi yang adekuat. Pemberian oksigen tambahan dapat diberikan untuk
mempertahankan saturasi oksigen di atas 95%. Pada circulation, hal utama yang
perlu diperhatikan adalah kontrol perdarahan yang terlihat, lakukan akses
intravena, dan nilai perfusi jaringan (American College of Surgeons Committee
on Trauma, 2008).
Akses intravena dilakukan dengan memasang 2 kateter intravena ukuran besar
(minimal nomor 16) pada vena perifer. Lokasi terbaik untuk intravena perifer
pada orang dewasa adalah vena di lengan bawah atau kubiti. Namun, bila keadaan
tidak memungkinkan pada pembuluh darah perifer, maka dapat digunakan
pembuluh darah sentral. Bila kaketer intravena sudah terpasang, contoh darah diambil
untuk pemeriksaan golongan darah dan crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang
sesuai, dan tes kehamilan pada semua wanita usia subur. (American College of
Surgeons Committee on Trauma, 2008).

Setelah akses intravena terpasang, selanjutnya dilakukan resusitasi cairan. Tujuan


resusitasi cairan adalah untuk mengganti volume darah yang hilang dan
mengembalikan perfusi organ (Kelley, 2005). Tahap awal terapi dilakukan dengan
memberikan bolus cairan secepatnya. Dosis umumnya 1-2 liter untuk dewasa. Cairan
resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik NaCl 0,9% atau Ringer Laktat.
Pemberian cairan terus dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda vital dan
hemodinamik (Hardisman, 2013).

Jumlah darah dan cairan yang diperlukan untuk resusitasi sulit diprediksi dalam
evaluasi awal pasien. Namun, Tabel 2.2 dapat menjadi panduan untuk menentukan
kehilangan volume darah yang harus digantikan. Adalah sangat penting untuk menilai
respon pasien terhadap resusitasi cairan dengan adanya bukti perfusi dan oksigenasi
yang adekuat, yaitu produksi urin, tingkat kesadaran, dan perfusi perifer serta
kembalinya tekanan darah yang normal (American College of Surgeons Committee
on Trauma, 2008).

Jika setelah pemberian cairan tidak terjadi perbaikan tanda-tanda hemodinamik, maka
dapat dipersiapkan untuk memberi transfusi darah (Harisman, 2013). Tujuan
utama transfusi darah adalah untuk mengembalikan kapasitas angkut oksigen di dalam
intravaskular (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Untuk melakukan transfusi, harus didasari dengan jumlah kehilangan perdarahan,
kemampuan kompensasi pasien, dan ketersediaan darah. Jika pasien sampai di IGD
dengan derajat syok yang berat dan golongan darah spesifik tidak
tersedia, maka dapat diberikan tranfusi darah dengan golongan O. Golongan darah
spesifik biasanya dapat tersedia dalam waktu 10-15 menit (Kelley, 2005).

Evaluasi harus dilakukan untuk melihat perbaikan pasien syok hipovolemik.


Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif dari perfusi ginjal karena
menandakan aliran darah ke ginjal yang adekuat. Jumlah produksi urin yang normal
sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa (American College of Surgeons
Committee on Trauma, 2008). Defisit basa juga dapat digunakan untuk evaluasi
resusitasi, prediksi morbiditas serta mortalitas pada pasien syok hipovolemik (Privette
dan Dicker, 2013).

Anda mungkin juga menyukai