BAB II
DASAR TEORI
2.1 PENDAHULUAN
Pada bab ini akan menjelaskan teori tentang baja tahan karat (Stainless steel), jenis-
jenis stainless steel , stainless steel 304 , pengertian stainless steel, faktor-faktor
terjadinya korosi, mekanisme korosi, Jenis-Jenis korosi, Dampak korosi, laju korosi,
SEM (Scaning Electron Microscopy)
Stainless steel merupakan baja paduan yang mengandung sedikitnya 11,5% krom
berdasar beratnya. Stainless steel memiliki sifat tidak mudah terkorosi sebagaimana
logam baja yang lain. Stainless steel berbeda dari baja biasa dari kandungan kromnya.
Baja karbon akan terkorosi ketika diekspos pada udara yang lembab. Besi oksida yang
terbentuk bersifat aktif dan akan mempercepat korosi dengan adanya pembentukan
oksida besi yang lebih banyak lagi. Stainless steel memiliki persentase jumlah krom
yang memadai sehingga akan membentuk suatu lapisan pasif kromium oksida yang
akan mencegah terjadinya korosi lebih lanjut (Sumarji, 2011).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
Stainless steel merupakan salah satu logam ferro dari klasifikasi logam baja (Fe+C =
Fe3C) dan dari klasifikasi logam baja paduan tinggi (high alloy) yang unsur paduan
di atas 8-10 %.Sedangkan stainless steel memiliki unsur paduan utamanya adalah
Chromium(Cr) dan Nickel (Ni) sebagian. Terdapat 5 pembagian dari stainless steel
(ASTM committee, 2004) yaitu:
Kelompok ini terkandung paling sedikit 16% chromium dan 6% nickel and range
hingga paduan tinggi ( high alloy) atau super austenitics seperti AISI 904L dan 6%
molybdenum grades. Penambahan elemen paduan lainnya bisa dilakukan terhadap
stainless steel ini seperti molybdenum, titanium atau copper,untuk memodifikasi atau
meningkatkan sifat-sifatnya. Membuat stainless steel ini sangat cocok untuk
pengaplikasian kondisi-kondisi kritis ( critical applications) yang melibatkan
temperatur tnggi dengan performa ketahannan korosi tidak berkurang. Grup ini juga
sangat cocok untuk apllikasi material cryogenic (material yang beroperasi pada
temperatur rendah). Stainless steel austenitic sebenarnya sifat-sifat struktur kristal
FCC di dominasi oleh pengaruh unsur nickel.Sehingga unsur nickel mencegah
kerapuhan (brittleness) pada temperatur rendah membuat stainless steel austenitic
memiliki karakteristik untuk menjadi material cryogenic.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
Stainless steel ini tahan terhadap tegangan retak korosi (stress corrosion
cracking), meskipun tak sebaik baja ferritic. Ketangguhan stainless steel ini di atas
stainless steel ferritic tetapi dibawah stainless steel austenitic, dan kekuatannya lebih
besar di banding stainless steel austenitic. Sebagai tambahan duplex stainIess steel
ini ketahanan korosinya juga sama baik dengan tipe 304 dan 316, dan pada
umummnya ketahan korosi pitting lebih tinggi dibanding AISI 316. Stainless steel
ini kehilangan ketangguhan ketika temperatur berkisar50C dan ulet diatas 300C,
sehingga penngunaannya hanya untuk range temperature tersebut.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Baja paduan SS 304 merupakan jenis baja tahan karat austenitic stainless steel yang
memiliki komposisi 0.042%C, 1.19%Mn, 0.034%P, 0.006%S, 0.049%Si,
18.24%Cr, 8.15%Ni, dan sisanya Fe (Irfan Mardhani, 2013). Beberapa sifat mekanik
yang dimiliki baja karbon tipe 304 ini antara lain: kekuatan tarik 646 Mpa, yield
strength 270 Mpa, elongation 50%, kekerasan 82 HRB. Stainless steel tipe 304
merupakan jenis baja tahan karat yang serbaguna.dan paling banyak digunakan.
Komposisi kimia, kekuatan mekanik, kemampuan las dan ketahanan korosinya sangat
baik dengan harga yang relative terjangkau. Stainless steel tipe 304 ini banyak
digunakan dalam dunia industri maupun skala kecil. Penggunaannya antara lain untuk:
tanki dan container untuk berbagai macam cairan dan padatan, peralatan
pertambangan, kimia, makanan, industri farmasi dan yang terbaru juga sebagai stack
PEM fuel cell.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
suhu 500 sampai 800 derajat celcius. Akibat pemakaian ini hanya ketahanan
baja yang kurang terhadap korosi.
4. Sifat Pengelasan
Stainless steel 304 ini bisa dilas tanpa menggunakan material logam campuran.
Selain itu perlakuan las memerlukan sistem panas setelah proses pengelasan
untuk mencegah kerusakan pada bagian dalam stainless steel.
Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan
berlangsung dengan sendirinya pada logam yang berada dalam suatu lingkungan
korosif baik itu berbentuk gas maupun cairan atau elektrolit. Oleh karena itu korosi
tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali, tetapi proses korosi dapat
dikendalikan, sehingga akan memperlambat proses perusakannya. Korosi
didefinisikan sebagai perusakan atau penurunan kualitas material karena bereaksi
dengan lingkungannya (Fontana, 1986).
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat adanya reaksi oksidasi-
reduksi antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya dan menghasilkan
senyawa-senyawa/residu yang tidak dikehendaki yaitu karat, sehingga dalam bahasa
sehari-hari proses korosi biasa disebut perkaratan. Contoh korosi yang paling umum
adalah perkaratan pada logam besi atau baja (Chemberlain,1998).. Korosi dapat juga
diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi secara kimia
dengan lingkungannya. Ada definisi lain mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan
proses ekstraksi logam dari bijih materialnya. Contohnya, bijih material logam besi
di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida (FeO) atau besi sulfida (FeSO),
setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan
baja atau besi paduan. Selama pemakaian, besi atau baja tersebut akan bereaksi
dengan lingkungan yang menyebabkan korosi dan kembali menjadi senyawa besi
oksida.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi proses korosi antara lain
(Chemberlain, 1998), yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
Hampir semua logam mengalami korosi yang meliputi perpindahan atau serangan
elektron dalam larutan. Semua reaksi korosi dalam air melibatkan reaksi anodik,
potensial yang menyertai kelebihan elektron selalu berkurang pada laju korosi. Ini
merupakan dasar dari proteksi katodik untuk mengurangi laju korosi pada pipa,
tangki baja air panas, dan lain-lain. Semua reaksi korosi larutan merupakan reaksi
elektrokimia. Banyak reaksi korosi melibatkan air dan juga fasa uap kondensat,
reaksi korosi kering tanpa melibatkan perpindahan elektron dalam zat padat pada
keadaan elektrolit dan dianggap sebagai elektrokimia.
M M n+ + ne
Sebagai contoh:
Fe Fe 2+ + 2e
Reaksi reduksi dari oksidasi ion dalam larutan disebut reaksi redoks sebagai contoh:
Fe 3+ + e- Fe 2+
Reduksi dari oksigen terlarut selalu diamati dalam larutan netral dan asam. Reaksi
reduksi oksidasi
2H2O + 2e H2 + 2OH
Dari reaksi diatas diasumsikan peruraian air menjadi H+ dan air mengurangi OH-
dari kedua sisi reaksi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
Korosi ini terjadi akibat dua logam atau lebih yang memiliki potensial reduksi (Eored)
yang berbeda baik dihubungkan atau terhubung. Berdasarkan deret volta / deret
galvanik, material yang memiliki potensial reduksi yang lebih kecil akan mengalami
korosi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
Korosi ini terjadi karena terdapat celah antara 2 logam sejenis yang digabungkan.
Sehingga terbentuk kadar oksigen yang berbeda diantara area di dalam celah dan
diluarnya, sehingga akan menyebabkan korosi.
Korosi terjadi karena adanya tegangan beban tarik pada suatu material di lingkungan
korosif. Logam pertama-tama akan terkena korosi pada suatu titik, dan kemudian akan
terbentuk retakan. Retakan ini akan menjalar dan dapat menyebabkan kegagalan pada
komponen tersebut. Sifat yang khas dari korosi ini adalah crack yang berbentuk akar
serabut.
Korosi terjadi karena adanya tegangan beban fatik pada suatu material di lingkungan
korosif. Hal ini sewaktu-waktu akan menyebabkan material tersebut akan terkena
korosi pada satu titik yang menyebabkan crack yang menjalar berbentuk tidak serabut.
Korosi ini terjadi karena adanya fluida korosif yang mengalir pada permukaan
material. Fluida tersebut dapat berupa liquid (Erosion Corrosion) maupun gas
(Fretting Corrosion) dengan kecepatan tinggi. Karena kecepatan tinggi dari fluida
korosif yang mengalir, terjadi efek keausan mekanis atau abrasi. Lapisan pasif atau
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
pun coating pada permukaan material akan terkikis, sehingga kemungkinan terjadinya
korosi semakin besar.
Korosi terjadi karena adanya tegangan internal pada suatu material karena adanya
molekul-molekul gas hidrogen yang berdifusi ke dalam struktur atom logam.
Hidrogen dapat terbentuk akibat reduksi H2O ataupun dari asam. Penetrasi hidrogen
ini akan menyebabkan korosi pada material, dan kemudian terjadi perpatahan getas.
Korosi terjadi akibat adanya chrome pada sekitar batas butir yang membentuk
presipitat kromium karbida di batas butir. Kemudian akan terjadi crack yang menjalar
sepanjang batas butir.
Korosi yang terjadi akibat rusaknya lapisan pasif di satu titik karena pengaruh dari
lingkungan korosif. Contoh lingkungan korosif tersebut seperti pada air laut. Air laut
yang mengandung Ion Cl-akan menyerang lapisan pasif dari logam. Ketika terjadi
permulaan pitting pada satu titik di permukaan lapisan pasif, maka ion Cl- akan
terkonsentrasi menyerang pada permukaan lapisan pasif yang terjadi pitting terlebih
dahulu sehingga pitting akan menjadi dalam. Pecahnya lapisan pasif mengakibatkan
gas hidrogen dan oksigen mudah masuk dan mengkorosikan material tersebut.
Material yang biasa mengalami pitting corrosion salah satunya adalah stainless steel.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Korosi yang terjadi pada logam tidak dapat dihindari, tetapi hanya dapat dicegah dan
dikendalikan sehingga struktur atau komponen mempunyai masa pakai yang lebih
lama. Setiap komponen atau struktur mengalami tiga tahapan utama yaitu
perancangan, pembuatan dan pemakaian. Ketidakberhasilan salah satu aspek seperti
korosi menyebabkan komponen akan mengalami kegagalan. Kerugian yang akan
dialami dengan adanya korosi meliputi finansial dan safety, diantaranya:
1 Penurunan kekuatan material
2 Penipisan
3 Downtime dari equipment
4 Retak & Pitting
5 Kebocoran fluida
6 Embrittlement
7 Penurunan sifat permukaan material
8 Penurunan nilai / hasil produksi
9 Modification
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
(2.1)
Keterangan:
CR = laju korosi (mpy)
K = konstanta laju korosi = 5,44 x 10-2
W = massa yang hilang (g)
T = waktu perendaman (jam)
A = luas permukaan spesimen (cm2)
D = densitas spesimen (g/cm3)
Metode ini adalah mengukur kembali berat awal dari benda uji (objek yang
ingin diketahui laju korosi yang terjadi padanya), kekurangan berat dari pada berat
awal merupakan nilai kehilangan berat. Kekurangan berat dikembalikan kedalam
rumus untuk mendapatkan laju kehilangan beratnya. Pada penelitian yang dilakukan
(Ornelasari, 2015) dijelaskan dari hasil perhitungan dengan metode kehilangan berat
pada media air nira aren dan asam asetat bahwa ada beberapa hal yang bisa
mempengaruhi dari laju korosi yaitu dari pengaruh waktu perendaman dan kadar
dari keasaman larutan pH di penelitian ini di jelaskan bahwa untuk perendaman
dalam air nira aren dengan pH 4,6 laju korosi terbesarnya adalah 48,669 mpy dengan
waktu perendaman selama 4 hari. Sedangkan untuk laju korosi terkecil sebesar 14,36
mpy dengan waktu perendaman selama 7 hari. Untuk perendaman dalam larutan
asam asetat dengan pH 2,5 laju korosi terbesarnya adalah 69,574 mpy juga terjadi
pada waktu perendaman 4 hari, sedangkan untuk laju korosi terkecil sebesar 13,936
mpy dialami oleh sample dengan waktu perendaman selama 7 hari. Berdasarkan
data bahwa semakin lama perendaman laju korosi yang terjadi akan semakin
menurun dan laju korosi terbesar terjadi pada diawal proses perendaman yaitu pada
waktu 4 hari. Hal ini berkaitan dengan permukaan logam yang masih telanjang
belum terselimuti oleh lapisan hasil korosi. Pada rentang waktu 4 sampai 7 hari laju
korosi menurun, hal ini dikarenakan terbentuknya lapisan hasil korosi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
Metode elektrokimia adalah metode mengukur laju korosi dengan mengukur beda
potensial objek hingga didapat laju korosi yang terjadi, metode ini mengukur laju
korosi pada saat diukur saja dimana memperkirakan laju tersebut dengan waktu yang
panjang (memperkirakan walaupun hasil yang terjadi antara satu waktu dengan
waktu lainya berbeda).
Kelemahan metode ini adalah tidak dapat menggambarkan secara pasti laju
korosi hanya pada waktu tertentu saja, hingga secara umur pemakaian maupun
kondisi untuk dapat di treatmen tidak dapat diketahui.
Kelebihan dari metode ini adalah kita bisa langsung mengetahui laju korosi
pada saat di ukur, hingga waktu pengukuran tidak memakan waktu yang lama dan
salah satu contoh alat dari metode elektrokimia yang dipakai untuk penelitian ini
adalah potensiostat.
1. Potensiostat
Teknik elektrokimia untuk keperluan analisis kuantitatif instrumental
membutuhkan pengetahuan dan alat-alat tambahan untuk pengolahan data .
Hal ini berkenaan dengan kenyataan bahwa pembangkit sinyal analitik yang
dihasilkan dalam komponen instrumen memerlukan pengolahan agar dapat
memberikan data yang mudah dibaca dan diolah untuk bahan informasi.
Potensiostat merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur arus
yang melewati pasangan elektroda kerja dan elektroda kounter dan selalu
menjaga keseimbangan beda potensial antara elektroda kerja dan elektroda
pembanding. Potensiostat mengukur arus yang mengalir antara elektroda kerja
dan elektroda pembanding. Variabel yang dikontrol oleh potensiostat adalah
potensial sel, sedangkan variabel yang diukur adalah arus sel. Bentuk dari
potensiostat dapat dilihat pada gambar yang terdiri dari lima komponen yaitu:
sinyal generator, power amplifier, elektrometer, I/E converter dan perekam.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
SEM terdiri dari sebuah senapan elektron yang memproduksi berkas elektron pada
tegangan dipercepat sebesar 2 30 kV. Berkas elektron tersebut dilewatkan pada
beberapa lensa elektromagnetik untuk menghasilkan image berukuran <~10nm pada
sampel yang ditampilkan dalam bentuk film fotografi atau ke dalam tabung layar.
Diagram skematik dan cara kerja SEM digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.6 Diagram skematik fungsi dasar dan cara kerja SEM
(Sumber: Anggraeni, 2008)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
http://digilib.mercubuana.ac.id/