Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman kelor (Moringa oleifera) merupakan tanaman khas daerah tropis yang juga
mudah tumbuh. Di Indonesia tanaman kelor sudah banyak dijumpai di Aceh, Kalimantan,
Ujung Pandang dan Kupang. Di luar negeri, tanaman kelor sudah menyebar di daerah Afrika
dan seluruh Asia yang sebagian besar memiliki iklim tropis seperti di Indonesia.
Pohon kelor sudah dikenal luas di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan, tetapi
belum dimanfaatkan secara maksimal dalam kehidupan. Di Indonesia pohon kelor banyak
ditanam sebagai pagar hidup, ditanam di sepanjang ladang atau tepi sawah, berfungsi sebagai
tanaman penghijau. Selain itu tanaman kelor juga dikenal sebagai tanaman obat berkhasiat
dengan memanfaatkan seluruh bagian dari tanaman kelor mulai dari daun, kulit batang, biji,
hingga akarnya (Simbolan, Mangatur & Nelly 2007).
Di dunia internasional budidaya daun kelor merupakan suatu program yang sedang
digalakan. Terdapat beberapa julukan untuk pohon kelor, diantaranya The Miracle Tree, Tree
for Life, dan Amazing Tree. Julukan tersebut muncul karena bagian pohon kelor mulai dari
daun, buah, biji, bunga, kulit batang, hingga akar memiliki manfaat yang luar biasa. Tanaman
kelor mampu hidup di berbagai jenis tanah, tidak memerlukan perawatan yang intensif, tahan
terhadap musim kemarau, dan mudah dikembangbiakan (Simbolan et al. 2007).
Potensi yang terkandung dalam daun kelor diantaranya adalah tinggi kandungan
protein, -karoten, vitamin C, mineral terutama zat besi dan kalsium. Menurut Fuglie (2001),
di Afrika dan Asia daun kelor direkomendasikan sebagai suplemen yang kaya zat gizi untuk
ibu menyusui dan anak pada masa pertumbuhan. Produk-produk yang berasal dari daun kelor
yang kini sudah beredar di pasaran diantaranya; teh moringa, minyak, sayuran kaleng dan
minuman suplemen moringa (Anonim 2007). Daun kelor adalah bagian yang mengandung
banyak manfaat. Daun kelor mengandung mineral, Vitamin A, Vitamin C, Vitamin E,
Vitamin K, Vitamin B (Kolin), Vitamin B1 (Thiamin), Vitamin B2 (Riboflavin), Vitamin B3
(Niacin), Vitamin B6, Alanin, Alpha-carotene, Arginine, Beta-carotene , Beta-sitosterol,
Caffeoylquinic Asam, Campesterol, Karotenoid, Klorofil, Chromium, Delta-5-Avenasterol,
Delta-7-Avenasterol, Glutathione, Histidine, Asam Indole Acetic, Indoleacetonitrile,
Kaempferal, Leusin, Lutein, Metionin, miristat-Asam, palmitat-Asam, Prolamine, Proline,
Quercetin, Rutin, Selenium, Treonin, Triptofan, Xanthins, Xanthophyll, Zeatin, zeaxanthin,
Zinc. (Dolcas Biotech, 2008; Becker et al., 2003).
Menurut penelitian daun kelor mempunyai 7 kali lebih banyak dibanding vitamin C
(Fuglie, 2001). Berdasarkan uji fitokimia daun kelor (Moringa Oliefera) mengandung,
tannin, steroid dan triterpenoid, flavonoid, saponin, antarquinon, dan alkoloid dimana semua
merukan antioksidan (kasolo et al., 2010).
Antioksidan merupakan senyawa yang membantu melindungi tubuh dari kerusakan sel-
sel radikal bebas. Selain itu, antioksidan juga berperan memperlambat proses penuaan dengan
membantu menggantikan sel-sel tubuh pada tingkat yang lebih cepat dari usianya. Msalah
antioksidan tersebut salah satunya sangat cocok untuk diaplikasikan pada sedian kosmetik
untuk melindungi kulit dari bahaya radikal bebas. Dengan mengkonsumsi kelor, kita
membentengi tubuh dengan 46 senyawa antioksidan yang menangkal dan menetralisir radikal
bebas sehingga terhindar dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh radikal bebas tersebut.
Kulit sehat yaitu kulit yang tidak mengandung penyakit baik yang secara langsung
maupun tidak langsung penampilan kulit yang dilihat merupakan struktur kulit yang berupa
warna, kelembvapan, kelenturan, dan tekstur kulit (Wasitaadmadja, 1997). Salah satu
pelindung kulit dari bahaya lingkungan dari poila hidup yang tidak sehat yaitu dengan
menggunakan produk kecantikan atau kosmetik.
Kebutuhan kosmetik hampir dianggap penting bagi sebagian orang. Berbagai jenis
kosmetika digunakan sebagai perawatan agar tampil menarik. Facial foam adalah sediaan
kosmetika digunakan untuk melindungi kuliat supayta tetap halus dan lembut, tidak kering,
tidak bersisik dan tidak mudah pecah (Ditjen POM, 1985).
Berdasarkan hal diatas, peneliti tertarik untuk memformulasikan kandungan antioksidan
didalam daun kelor sebagai bahan aktif dalam sediaan facial cream yang kemudian
dilanjutkan uji organoleptik dan uji karakteristik facial cream (analisis pH, stabilitas emulsi,
bobot jenis dan total cemaran mikroba) sesuai dengan syarat mutu facial cream menuruit
Dewan Standar Nasional.

1.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana aktivitas anti oksidan pada daun kelor (Moringa Oleifera)
2. Apakah ekstrak daun kelor (Moringa Oleifera) dapat diformulasikan dalam sediaan
facial cream?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Menentukan nilai aktivitas antioksidan dari daun kelor (Moringa Oleifera)
2. Mendapatkan sediaan produk facial cream yang memanfaatkan aktifitas dari daun
kelor (Moringa Oleifera)
3. Menentukan nilai aktivitas dari facial cream kelor
4. Menentukan karakterisasi (nilai pH, stabilitas emulsi, bobot jenis dan total cemaran
mikroba) facial cream kelor (Moringa Oleifera)

1.4 Manfaat Penelitian


1. Mengobtimalkan pemanfaatan sumber daya alam yang ada dilingkungan sekitar
2. Mengetahui manfaat lain daun kelor (Moringa Oleifera) yaitu sebagai sediaan facial
cream
3. Memberi pengetahuan kepada masyarakat terkait daun kelor (Moringa Oleifera)
sebagai bahan pembuatan facial cream
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelor (Moringa oleifera)


Kelor awalnya banyak tumbuh di India, namun kini kelor banyak ditemukan di daerah
beriklim tropis (Grubben, 2004). Pada beberapa Negara kelor dikenal dengan sebutan
benzolive, drumstick tree, kelor, marango, mlonge,mulangay, nebeday, sajihan, dan sajna
(Fahey, 2005).
Budidaya daun kelor di dunia internasional merupakan program yang sedang
digalakan. Terdapat beberapa julukan untuk pohon kelor, diantaranya The Miracle Tree, Tree
for Life, dan Amazing Tree. Julukan tersebut muncul karena bagian pohon kelor mulai dari
daun, buah, biji, bunga, kulit batang, hingga akar memiliki manfaat yang luar biasa. Tanaman
kelor mampu hidup di berbagai jenis tanah, tidak memerlukan perawatan yang intensif, tahan
teradap musim kemarau, dan mudah dikembangbiakan (Simbolan et al., 2007).
Tanaman kelor di Indonesia dikenal dengan berbagai nama. Masyarakat Sulawesi
menyebutnya kero, wori, kelo, atau keloro. Orang-orang Madura menyebutnya maronggih.
Di Sunda dan Melayu disebut kelor. Di Aceh disebut murong. Di Ternate dikenal sebagai
kelo. Di Sumbawa disebut kawona. Sedangkan orang-orang Minang mengenalnya dengan
nama munggai (Krisnadi, 2010).

2.1.1. klasifikasi
Tanaman kelor dapat tumbuh pada lingkungan yang berbeda. Tanaman kelor dapat tumbuh
dengan baik pada suhu 25-35oC, tetapi mampu mentoleransi lingkungan dengan suhu 28oC
(Palada, 2003).
Klasifikasi
Regnum : Plantae (Tumbuhan)
Division : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledone
Subclassis : Dialypetalae
Ordo : Rhoeadales (Brassicales)
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera
(Rollof et al, 2009)

2.1.2. Manfaat
Beberapa jurnal ilmiah menyebutkan tanaman kelor memiliki manfaat sebagai
antibiotik, antitripanosomal, antispasmodic, antiulkus, aktivitas hipotensif, antiinflamasi dan
dapat menurunkan kolesterol (Fahey, 2005 ; Chumark et al., 2007). Pada penelitian yang
dilakukan di Bangladesh, ekstrak daun kelor memberikan efek hipolipidemik dan
hipokolesterol pada tikus yang diinduksi dengan adrenaline. Tanaman kelor juga memiliki
kandungan fenolik yang terbukti efektif berperan sebagai antioksidan. Efek antioksidan yang
dimiliki tanaman kelor memiliki efek yang lebih baik daripada Vitamin E secara in vitro dan
menghambat peroksidasi lemak dengan cara memecah rantai peroxyl radical. Fenolik juga
secara langsung menghapus reactive oxygen species (ROS) seperti hidroksil, superoksida dan
peroksinitrit (Chumark et al., 2007).

2.1.3. Daun Kelor


2.1.3.1. Morfologi
Morfologi daun kelor adalah berupa daun majemuk menyirip ganda 2-3 posisinya
tersebar, tanpa daun penumpu, atau daun penumpu telah mengalami metamorfosis sebagai
kelenjar-kelenjar pada pangkal tangkai daun. Bunga banci, zigomorf, tersusun dalam malai
yang terdapat dalam ketiak daun, dasar bangun mangkuk, kelopak terdiri atas lima daun
kelopak, mahkotapun terdiri atas lima daun mahkota, lima benang sari, bakal buah, bakal biji
banyak, buahnya buah kendaga yang membuka dengan tiga katup dengan panjang sekitar 30
cm, biji besar, bersayap, tanpa endosperm, lembaga lurus. Dari segi anatomi mempunyai sifat
yang khas yaitu terdapat sel-sel mirosin dan buluh-buluh gom dalam kulit batang dan cabang.
Dalam musim-musim tertentu dapat menggugurkan daunnya (meranggas) (Rollaf, 2009).
Penampakan pohon kelor disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Pohon kelor (Dokumentasi Pribadi, 2014)

Daun sebesar ujung jari berbentuk bulat telur, tersusun majemuk dan gugur di musim
kemarau, tinggi pohon mencapai 5-12 m, bagian ujung membentuk payung, batang lurus
(diameter 10-30 cm) menggarpu, berbunga sepanjang tahun berwarna putih/krem, buah
berwarna hijau muda, tipis dan lunak. Tumbuh subur mulai dataran rendah sampai ketinggian
700 m di atas permukaan laut (Schwarz, 2000).
2.1.3.2. Kandungan senyawa daun kelor
Menurut hasil penelitian, daun kelor ternyata mengandung vitamin A, vitamin C,
vitamin B, kalsium, kalium, besi, dan protein, dalam jumlah sangat tinggi yang mudah
dicerna dan diasimilasi oleh tubuh manusia. Bahkan Perbandingan nutrisi daun kelor segar
dan serbuk, dengan beberapa sumber nutrisi lainnya yang tersaji pada Gambar 2, jumlahnya
berlipat-lipat dari sumber makanan yang selama ini digunakan sebagai sumber nutrisi untuk
perbaikan gizi di banyak belahan Negara. Tidak hanya itu, kelor pun diketahui mengandung
lebih dari 40 antioksidan dalam pengobatan tradisional Afrika dan India serta telah digunakan
dalam pengobatan tradisional untuk mencegah lebih dari 300 penyakit (Krisnadi, 2010).
Gambar 2. Perbandingan Nutrisi Daun Kelor Segar dan Serbuk, dengan Beberapa
Sumber Nutrisi (Fuglie, 2001)

Dr. Gary Bracey mempublikasikan bahwa serbuk daun kelor mengandung vitamin A
10 kali lebih banyak dibanding wortel, vitamin B1 4 kali lebih banyak dibanding daging babi,
vitamin B2 50 kali lebih banyak dibanding sardines, vitamin B3 50 kali lebih banyak
dibanding kacang, vitamin E 4 kali lebih banyak dibanding minyak jagung, beta carotene 4
kali lebih banyak dibanding wortel, zat besi 25 kali lebih banyak dibanding bayam, zinc 6
kali lebi banyak dibanding almond, kalium 15 kali lebih banyak dibanding pisang, kalsium 17
kali dan 2 kali lebih banyak dibanding susu, protein 9 kali lebih banyak dibanding yogurt,
asam amino 6 kali lebih banyak dibanding bawang putih, poly phenol 2 kali lebih banyak
dibanding red wine, serat (dietary fiber) 5 kali lebih banyak dibanding sayuran pada
umumnya, GABA (gamma-aminobutyric acid) 100 kali lebih banyak dibanding beras merah
(Kurniasih, 2013). Kandungan nutrisi yang dimiliki kelor yang diambil dari buah, daun segar,
daun kering per 100 grams meliputi kandungan air, mineral, vitamin, dan metabolit sekunder
dapat dilihat pada lampiran 13.
Daun kelor mengandung sejumlah asam amino. Asam amino yang terkandung diduga
mampu meningkatkan sistem imun. Asam amino dalam tubuh akan mengalami biosintesa
protein, dari 20 macam asam amino yang ada yakni 19 asam -L-amino dan satu asam L
imino (Montgomery et al., 1993) dapat disintesa menjadi 50.000 lebih protein yang bersama
dengan enzim berperan dalam mengontrol aktivitas kimia antibodi untuk mencegah berbagai
macam penyakit (Wynsberghe et al., 1995). Komposisi daun kelor menurut Becker et al.
(2003) tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Senyawa Daun Kelor (Becker et al., 2003)


2.2. Antioksidan
Dalam pengertian kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron
(electron donors). Secara biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu
menangkal atau meredam dampak negatif antioksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja
dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat antioksidan
sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat. Senyawa ini memiliki berat
molekul kecil, tetapi mampu menginaktifkan berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara
mencegah terbentuknya radikal (Winarsi, 2007).
Berdasarkan fungsinya, antioksidan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu
antioksidan primer, sekunder dan tersier. Antioksidan primer berfungsi untuk mencegah
terbentuknya radikal bebas baru. Antioksidan yang ada dalam tubuh yang sangat terkenal
adalah enzim superoksida dismutase (SOD) yang dapat melindungi hancurnya sel-sel dalam
tubuh akibat serangan radikal bebas. Antioksidan sekunder berfungsi untuk menangkal
radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang
lebih besar, misalnya vitamin C, vitamin E, Cod Liver Oil, Virgin Coconut Oil dan
betakaroten.Antioksidan tersier berfungsi untuk memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak
karena serangan radikal bebas, yang termasuk dalam kelompok ini adalah jenis enzim,
misalnya metionin sulfoksida reduktase yang dapat memperbaiki DNA pada penderita kanker
(Winarsi, 2007).
Antioksidan dikelompokkan menjadi dua berdasarkan sumbernya, yaitu antioksidan
sintetik yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia dan antioksidan alami yang diperoleh
dari hasil ekstraksi bahan alami. Butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT),
tert butil hidroksi quinon (TBHQ), propil galat dan tokoferol merupakan antioksidan sintetik
yang penggunaannya sudah sangat luas dan tersebar di seluruh dunia (Buck 1991).
Antioksidan alami banyak terdapat dalam tanaman pada seluruh bagian dari tanaman
seperti akar, daun, bunga, biji, batang, dsb. Menurut pratt dan Hudson (1990), senyawa-
senyawa yang umum terkandung dalam antioksidan alami adalah fenol, polifenol, dan yang
paling umum adalah flavonoid (flavanol, isoflavon, flavon, katekin, dan flavanon), turunan
asam sinamat, tokoferol dan asam organik polifungsi. Tokoferol merupakan antioksidan
alami yang telah diproduksi secara sintesis untuk tujuan komersil.
Empat kelompok senyawa yang tergolong antioksidan alami yang sangat penting
adalah vitamin E, vitamin C, senyawa tiol dan flavanoid. Vitamin merupakan antioksidan
yang paling banyak diaplikasikan pada produk-produk topikal (Weber et al., 2001).
Formulasi antioksidan tersebut dalam produk kosmetik dinyatakan dapat memberikan
perlindungan, melembabkan dan dapat melawan penuaan kulit (Burke, 2006).
Antioksidan adalah zat kimia yang membantu melindungi tubuh dari kerusakan sel-sel
oleh radikal bebas. Radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor
eksternal lainnya seperti polusi udara. Antioksidan merupakan nutrisi alami yang ditemukan
dalam buah-buahan dan sayuran tertentu, dan telah terbukti dapat melindungi sel-sel manusia
dari kerusakan oksidatif dan memberikan keuntungan lainnya, seperti menguatkan kekebalan
tubuh agar tahan terhadap flu, virus, dan infeksi, mengurangi kejadian semua jenis kanker,
mencegah terjadinya glukoma dan degenerasi macular, mengurangi resiko terhadap oksidasi
kolesterol dan penyakit jantung, serta antipenuaan dari sel dan keseluruhan tubuh (Kurniasih,
2013).
Faktor radikal bebas merupakan faktor utama yang mempengaruhi atau mempercepat
terjadinya proses penuaan dini. Radikal bebas menyebabkan kerusakan pada kulit, seperti
menurunkan kinerja zat-zat dalam tubuh, misalnya enzim yang bekerja mempertahankan
fungsi sel (enzim protektif); menimbulkan kerusakan protein dan asam amino yang
merupakan struktur utama kolagen dan jaringan elastin, kerusakan pembuluh darah kulit; dan
mengganggu distribusi melanin. Kerusakan-kerusakan tersebut menyebabkan kulit menebal,
kaku, dan tidak elastis, keriput, pucat dan kering, serta timbulnya bercak kehitaman atau
kecoklatan. Kerusakan pada berbagai struktur kulit ini memberikan gambaran klinis yang
khas pada kulit di daerah terpajan matahari terutama di daerah wajah dengan gambaran wajah
terlihat lebih tua dari usianya (Fisher, 2002).
2.2.1. Antioksidan Kelor
Daun kelor mengandung berbagai zat kimia yang bermanfaat. Fitokimia dalam kelor
adalah tannin, steroid dan triterpenoid, flavonoid, saponin, antarquinon, dan alkaloid, dimana
semuanya merupakan antioksidan (Kasolo et al., 2010). Antioksidan di dalam daun kelor
mempunyai aktivitas menetralkan radikal bebas sehingga mencegah kerusakan oksidatif pada
sebagian besar biomolekul dan menghasilkan proteksi terhadap kerusakan oksidatif secara
signifikan (Sreelatha dan Padma, 2012).
Kelor (Moringa oleifera), terutama daunnya, mengandung antioksidan yang tinggi.
Beberapa senyawa bioaktif utama fenoliknya merupakan grup flavonoid seperti kuersetin,
kaempferol, dan lain-lain. Kuersetin merupakan antioksidan kuat, dengan kekuatan 4-5 kali
lebih tinggi dibandingkan vitamin C dan vitamin E yang dikenal sebagai antioksidan
potensial (Sutrisno, 2011).
Salah satu antioksidan dalam kelor juga yaitu zeatin. Zeatin merupakan antioksidan
kuat tertinggi dengan sifat antipenuaan. Zeatin memperlambat proses penuaan dengan
membantu menggantikan sel-sel tubuh pada tingkat yang lebih cepat daripada usianya,
sehingga memberikan penampilan yang lebih muda pada kulit. Berdasarkan penelitian juga
diketahui bahwa zeatin meningkatkan antioksidan yang bertindak melawan kerusakan yang
disebabkan oleh radikal bebas selama proses penuaan sel dan melindungi sel-sel jahat dari
stress kehidupan sehari-hari (Kurniasih, 2013).
Kelor juga mengandung 46 antioksidan kuat lainnya, antara lain : vitamin A, vitamin
C, vitamin E, vitamin K, vitamin B (Cholin), vitamin B1 (Thiamin), vitamin B2 (Riboflavin),
vitamin B3 (Niacin), vitamin B6, alanin, alfa-karoten, arginin, beta-karoten, beta-sitosterol,
asam kafeoilkuinat, kampesterol, karotenoid, klorofil, kromium, delta-5-avenasterol, delta-7-
avenasterol, glutation, histidin, asam asetat indol, indoleasetonitril, kaempferal, leucine,
lutein, metionin, asam miristat, asam palmitat, prolamin, prolin, kuersetin, rutin, selenium,
treonin, triptofan, xantin, xantofil, zeatin, zeasantin, zinc (Kurniasih, 2013).
2.3. DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil)
DPPH merupakan singkatan umum untuk senyawa kimia organik yaitu 1,1-diphenyl-
2-picrylhydrazil. DPPH adalah bubuk kristal berwarna gelap terdiri dari molekul radikal
bebas yang stabil. DPPH mempunyai berat molekul 394,32 dengan rumus molekul
C18H12N5O6, larut dalam air. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik pada suhu -20oC
(Molyneux, 2004). Metode DPPH adalah salah satu uji kuantatif untuk mengetahui aktivitas
antioksidan dan merupakan metode yang konvensional dan telah lama digunakan untuk
penetapan aktivitas senyawa antioksidan (Talapessy et al., 2013).
Uji aktivitas antioksidan DPPH berdasarkan reaksi penangkapan radikal DPPH oleh
senyawa antioksidan melalui mekanisme donasi atom hidrogen sehingga akan dihasilkan
DPPH-H (bentuk non radikal) dan menyebabkan terjadinya penurunan intensitas warna ungu
dari DPPH (Windono et al., 2004).
2.4. Spektrofotometer UV Vis
Spektofotometri UV-Vis adalah teknik analisa spektroskopi yang memakai sumber
radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm)
dengan memakai instrumen spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995). Prinsip
spektrofotometri UV-Vis yakni radiasi pada rentang panjang gelombang 200-800 nm
dilewatkan melalui suatu larutan senyawa. Komponen spektrofotometer UV Vis dapat dilihat
dalam Gambar 4. Elektronelektron pada ikatan didalam molekul menjadi tereksitasi sehingga
menempati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah energi
yang melewati larutan tersebut. Dua hukum empiris telah diformulasikan tentang intensitas
serapan. Hukum Lamberts menyatakan bahwa fraksi sinar yang diserap tidak tergantung
terhadap intensitas sumber sinar. Hukum Beers menyatakan bahwa serapan tergantung
jumlah molekul yang terserap. Kedua hukum tersebut dapat disajikan ke dalam persamaan
berikut (Supratman, 2010):

A = log = kcb

Dimana :
A = absorbansi Io = intensitas sinar awal
I = intensitas sinar yang diteruskan c = konsentrasi sampel
b = tebal selyang dilalui sampel k = koefisien ekstingsi
Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi :
1. Sumber tenaga radiasi yang stabil, sumber yang biasa digunakan adalah lampu
wolfram.
2. Monokromaor untuk memperoleh sinar yang monokromatis.
3. Sel absorpsi, pada pengukuran di daerah visibel menggunakan kuvet kaca atau kuvet
kaca corex, tetapi untuk pengukuran pada UV menggunakan sel kuarsa karena gelas
tidak tembus cahaya pada daerah ini.
4. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat. Peranan
detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang
gelombang (Khopkar, 1990).
2.5. Kulit Manusia
Kulit merupakan lapisan yang menutupi dan melindungi seluruh tubuh dari berbagai
macam gangguan dari luar tubuh yang menyebabkan hilangnya kelembaban sehingga kulit
menjadi kering. Kulit kering mempunyai karakter kasar dan keras, tidak fleksibel, dan pecah-
pecah akibat kekurangan air di stratum corneum dan kelembaban yang rendah (Mitsui, 1997).
Kulit merupakan salah satu pancaindera. Kulit lapisan atas berfungsi sebagai
penghubung antara lapisan tubuh dengan lingkungan luar, dapat melindungi tubuh dan
mencegah kekeringan. Selain itu, kulit juga berfungsi memelihara tubuh dari radiasi
ultraviolet dengan menggunakan melanin (Balsam et al., 1972).
Terdapat 2 struktur kulit manusia, yaitu epidermis, strukturnya agak tipis, terletak
sebelah luar dan sensitif, dan lapisan dermis. Lapisan epidermis tebalnya berbeda-beda pada
bagian tubuh dan memiliki 5 lapisan (dari luar ke dalam) yaitu: stratum corneum merupakan
lapisan paling luar dan terdiri dari sel-sel mati ; stratum lucidum ; stratum granulosum
merupakan lapisan paling dalam, terdapat butir-butir pigmen yang disebut pigmen melanin ;
stratum Malpighi ; serta stratum germinativum merupakan lapisan dimana terjadinya mitosis
dan sel ini akan menghasilkan atau melindungi pigmen melanin (Wilkinson et al., 1982).
Lapisan dermis merupakan lapisan kulit di bawah lapisan epidermis. Ketebalan
dermis sebagai kulit yang sesungguhnya pada berbagai bagian tubuh sangat bervariasi dengan
kisaran 1-2 mm. lapisan kulit ini tersusun dari jaringan ikat, serabut otot, kelenjar sebaseus
dan keringat, elastin, kolagen, serabut retikulum, pembuluh darah, sel/serabut saraf, dan sel
fibrolast (Schottelius and Schottelius, 1973). Serat-serat kolagen dapat membentuk matriks
ekstraselular yang terdiri atas 90 persen berat dermis. Peranan fisiologis dari serat-serat
kolagen di dalam kulit adalah untuk memberikan sifat regang dan elastis dari kulit (Uitto
et al., 2008).
Kolagen tersusun dari tiga polipeptida yang membentuk ikatan triplehelix. Struktur
triple-helix ini tersusun dari ikatan Gly-X-Y berulang, dengan Gly merupakan asam amino
glisin, X merupakan asam amino prolin dan Y tersusun oleh hidroksiprolin. Glisin merupakan
asam amino yang tersusun pada rantai ketiga struktur kolagen yang didahului oleh prolin dan
hidroksiprolin karena asam amino ini merupakan asam amino terkecil yang dapat mengisi
tempat tersisa pada bagian tengah struktur triple-helix (Carrin et al., 2005 dan Murray et al.,
2003).
Secara alamiah kulit dapat melindungi diri dari berbagai faktor yang menyebabkan
kulit menjadi kering yaitu dengan adanya Natural Moisturizing Factor (NMF) yang
merupakan tabir lemak pada lapisan stratum corneum atau disebut dengan mantel asam.
Namun dalam kondisi tertentu NMF tersebut tidak mencukupi oleh karenanya dibutuhkan
perlindungan tambahan non alamiah yaitu dengan memberikan kosmetika pelembab kulit
(Wasitaatmadja, 1997).
Mantel asam merupakan lapisan yang halus pada permukaan kulit dengan pH sedikit
asam yang terdiri dari asam laktat dan asam amino yang berasal dari keringat, asam lemak
bebas yang berasal dari kelenjar sebaceous dan sebum, dan asam amino dan asam karbosiklik
pyrolidine yang berasal dari proses cornification pada kulit (Levin dan Maibach, 2007).
Lapisan mantel terdiri dari zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan dalam melawan kuman
dan bakteri, salah satunya garam yang berasal dari kelenjar keringat. Garam yang terdapat
pada mantel asam menyebabkan kondisi yang hiperosmosis sehingga dapat memusnahkan
bakteri karena konsentrasi garam yang tinggi menyebabkan air dari dalam bakteri tertarik dan
bakteri mengalami dehidrasi (Bawan dan Fridberg, 2004).
2.5 Proses Penuaan Kulit
Proses penuaan antara lain tampak dari kerutan dan keriput pada kulit atau
kemunduran lain ketika masih muda. Ada dua teori yang dapat menjelaskan proses penuaan
yakni, penuaan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari oleh semua mhluk hidup,
dan penuaan adalah akibat kerusakan anatomi maupun fisiologi pada semua organ tubuh,
mulai dari pembuluh darah dan organ tubuh lainnya sampai kulit.
Perubahan akibat proses penuaan yang terjdi pada kulit dapat dibagai atas perubahan
anatomi, fisiologis, serta kimiawi. Beberapa perubahan anatomi dapat terlihat langsung,
seperti hilangnya elastisitas kulit dan fleksibilitas kulit yang menyebabkan timbulnya kerut
dan keriput, berkurangnya jumlah rambut dikepala walaupun pada wanita justru sering
tumbuh kumis atau rambut panjang di leher tau pipi, hiperpigmentasi dan tumor kulit
terutama diusia 40 tahun ke atas akibat terlalu lama terpapar sinar matahari, penebalan kulit,
epidermis kering dan pecahpecah, , perubahan bentuk kuku dan rambut dan sebagainya.
Banyak faktor yang mempengaruhi penuaan kulit, tetapi yang terkuat adalah sinar
matahari (photoaging), khususnya sinar UV yang terdapat di dalam sinar matahari. Knox et
al. Menemukan perbedaan yang nyata antara kulit yang tidak tertutup pakaian sehingga
sering terpapar sinar matahari dan kulit yang sering tertutup pakaian. Kulit yang terbuka
cepar kering, keriput, kasar, dan menderita kerusakan lain akibat sinar UV matahari.
2.5.1 Mekanisme Photoaging
Ketika kulit terpapar oleh sinar matahari, radiasi UV yang terserap oleh kulit yang
dapat menghasilkan komponen yang berbahaya yaitu Reactive Oxygen Species (ROS) yang
dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada komponen selular seperti dinding sel, membran
lipid, mitokondria, dan DNA. Radiasi UV menyebabkan pembentukan ROS dan menginduksi
activator protein (AP)-1 yang merupakan faktor transkripsi yang menghambat produksi
kolagen dan meningkatkan penghancuran kolagen dengan memperbanyak enzim yang
disebut matrix metalloproteinase (MMPs). Selain itu, radiasi UV juga menyebabkan
penurunan transforming growth factor (TGF)- yang merangsang pembentukkan kolagen,
sehingga pembentukkan kolagen menurun. Peningkatan penghancuran kolagen dan
penurunan produksi kolagen akibat radiasi sinar UV inilah penyebab dari terjadinya
photoaging (Helfrich, Sachs, & Voorhees, 2008).
2.6 Radikal Bebas
Oksigen adalah atom yang sangat reaktif yang mampu menjadi bagian dari molekul
yang berpotensi merusak yang biasa disebut "radikal bebas." Radikal bebas mampu
menyerang sel-sel sehat tubuh, menyebabkan mereka kehilangan struktur dan fungsi mereka
(Percival, 1998). Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang sangat reaktif dengan
elektron yang tidak memiliki pasangan (Corwin, 2007). Radikal bebas mencari reaksi-reaksi
agar dapat memperoleh kembali elektron pasangannya.
Radikal bebas sangat reaktif, secara kimiawi tidak stabil, umumnya terdapat hanya
dalam kadar yang kecil, dan cenderung ikut serta atau mengawali reaksi rantai (Underwood,
1994). Serangkaian reaksi dapat terjadi, yang menghasilkan serangkaian radikal bebas.
Setelah itu, radikal bebas dapat mengalami tubrukan kaya energi dengan molekul lain, yang
merusak ikatan dalam molekul (Corwin, 2007). Ketika hal tersebut terjadi di dalam tubuh,
maka dapat terjadi kerusakan pada sel, asam nukleat, protein dan lemak dikarenakan serangan
terhadap molekul biologi akan menyebabkan kerusakan jaringan sistem imun. Radikal bebas
menyebabkan lipid peroksidase yang dapat mempermudah proses penuaan (Vimala, et al,
2003).
Radikal bebas dapat timbul melalui dua mekanisme utama yaitu, penimbunan energi
(ionisasi air oleh radiasi, elektron terepas, dan terjadi radikal bebas) , dan interaksi antara
oksigen (substansi lain, dan elektron bebas dengan reaksi oksidasi-reduksi) Dalam hal ini
akan terbentuk radikal superoksid (Underwood., 1994).
Para ahli biokimia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan salah satu bentuk
senyawa oksigen reaktif. Senyawa ini terbentuk di dalam tubuh, dipicu oleh bermacam-
macam faktor. Radikal bebas bisa terbentuk misalnya ketika komponen makanan diubah
menjadi bentuk energi melalui proses metabolisme. Pada proses metabolisme ini, seringkali
terjadi kebocoran elektron dan mudah terbentuknya radikal bebas. Misalnya hidrogen
peroksida (Winarsi, 2007).
Radikal bebas merupakan Reaktive Oxygen species (ROS) yang akan menyerang
molekul lain disekitarnya sehingga menyebabkan reaksi berantai terjadi dan menghasilkan
radikal bebas yang beragam, seperti anion peroksida (O2 - ), dan hidrogen peroksida (H2O2)
yang sudah dijelaskan sebelumnya, hidrogen bebas (OH), asam hipoklorous (HOCl), dan
peroksinitrat (ONOO- ) (Vimala, et al., 2003).
2.7 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang mampu menghilangkan, membersihkan,
menahan pembentukkan ataupun memasdukan efek spesies oksigen reaktif. Antioksidan
merupakan senyawa pemberi donor (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki
berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan
cara mencegah terbentuknya radikal. Penggunaan senyawa antioksidan juga anti radikal saat
ini semakin meluas seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang
peranannya dalam menghambat penyakit generatif seperti penyakit jantung, arteriosclerosis,
kanker, serta gejala penuaan. Masalah-masalah ini berkaitan dengan kemampuan antioksidan
untuk bekerja sebagai inhibitor (penghambat) reaksi oksidasi oleh radikal bebas reaktif yang
menjadi salah satu pencetus penyakit-penyakit diatas
Antioksidan terbagi menjadi dua yakni antioksidan enzim (superoksida dismutase
(SOD), katalase dan glutation peroksidase (GSH.Prx)) dan antioksidan vitamin (alfa
tokoferol/ vitamin E, beta karoten dan asam askorbat/vitamin C) yang banyak didapatkan dari
tanaman dan hewan .
Tubuh mengasilkan senyawa antioksidan, tetapi jmlahnya sering kali tidak cukup
untuk menetralkan radikal bebas yang masuk kedalam tubuh. Sebagai contoh tubuh dapat
menghasilkan glutathione, salah satu antioksidan yang sangat kuat, hanya tubuh memerlukan
asupan vitamin C sebesar 100 mg untuk memicu tubuh mengasilkan glutathione ini.
Kekurangan antioksidan dalam tubuh yakni memerlukan asupan dari luar (Kuncahyo &
Sunardi., 2007; Winarsi 2007).
2.8 Cream
merupakan sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari
60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (FI III). Menurut Moh. Anief, cream adalah
sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60% air,
dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe cream ada 2, yaitu tipe air minyak (w/o) dan tipe
minyak air (o/w). Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV cream adalah sediaan
semi solid yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam
bahan dasar yang sesuai. Ukuran partikel emulsi sekitar >1000 nm.
Cream merupakan bentuk kosmetik perawatan klasik karena range stabilitasnya yang
lebar. Bentuk ini diformulasikan dengan minyak, humectan, air, dan komponen lainnya.
Kualitas dasar krim, yaitu:
1. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim harus bebas dari inkopatibilitas,
stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada dalam kamar.
2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan
homogen.
3. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.
4. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair
pada penggunaan
2.8.1. Klasifikasi cream
1. Tipe O/W Pada cream tipe O/W fase minyak dan fase air disiapkan secara terpisah
kemudian dicampur. Cream O/W (moisturizing cream) yang digunakan akan hilang
tanpa bekas. Pembuatan cream O/W sering menggunakan zat pengemulsi campuran
dari surfaktan (non ionik) yang umumnya merupakan rantai panjang alcohol
walaupun untuk beberapa kosmetik pemakaian asam lemak lebih popular. Cream ini
menggunakan surfaktan non inonik (setil alcohol) dan surfaktan ampifilik (stearil
alcohol) agar menjadikan cream lebih stabil.
2. Tipe W/O Berbeda dengan tipe W/O, cream jenis ini membutuhkan pengemulsi
dengan HLB (Hydrophile/Lipophile Balance) sekitar 5-7. Prinsip cream ini sama
dengan tipe O/W, kecuali fase air ditambahkan ke dalam fase minyak. Cream
berminyak mengandung zat pengemulsi W/O yang spesifik seperti adeps lanae, wool
alcohol atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam
bervalensi 2, misal Ca. Cream W/O dan O/W membutuhkan emulgator yang berbeda.
Jika emulgator tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fase.

2.8.2. Setil Alkohol


Setil alkohol (C16H34O) adalah alkohol lemak yang berbentuk serpihan putih licin,
granul, atau kubus yang mengandung gugusan kelompok hidroksil (Depkes, 1995). Setil
alkohol banyak digunakan sebagai bahan pengemulsi dan pengeras dalam sediaan cream.
Setil alkohol memiliki titik leleh 45-52oC. Bahan ini sangat mudah larut dalam etanol 95%
dan eter. Kelarutannya akan meningkat bila suhunya dinaikkan. Setil alkohol tidak larut
dalam air. Konsentrasi umum yang digunakan sebagai bahan pengeras adalah 2-10% dan
sebagai bahan pengemulsi maupun emolien adalah 2-5%. Semakin besar konsentrasi setil
alkohol yang digunakan dalam formulasi, emulsi yang terbentuk akan semakin padat (Kibbe,
2000 ; Rowe et al., 2009). Bahan ini berfungsi sebagai pengemulsi, penstabil, dan pengental
(Depkes RI, 1993).
2.8.3. Asam Stearat
Asam stearat (C18H36O2) merupakan asam lemak jenuh yang secara luas digunakan
untuk formulasi oral dan topikal pada sediaan farmasi. Pada sediaan topikal, asam stearat
digunakan sebagai bahan pengemulsi dan agen pelarut. Asam stearat memiliki titik lebur 69-
70oC. Bahan ini mudah larut dalam benzena, kloroform, eter dan etanol 95%, serta tidak larut
dalam air. Asam stearat tidak dapat bercampur dengan hidroksida logam dan agen
pengoksidasi. Konsentrasi yang umum digunakan dalam sediaan cream adalah 1-20%
(Kibbe, 2000 ; Roweet al., 2009).
2.8.3. Komponen cream anti aging
Komponen sediaan cream anti aging terdiri atas :
1. Fase minyak (hidrokarbon, lilin, asam lemak dll);
2. Fase air (humektan, alkohol, pengental dan air murni);
3. Surfaktan/emulgator
a. nonionic : gliserin stearat, PEG sorbitan sabun asam lemak, dll;
b. anionic : sabun asam lemak, sodium alkil sulfat, dll.
4. Tambahan
antioksidan (BHT, BHA, Vitamin C, Vitamin E, Hormon pertumbuhan
(growth hormone), dll.
pengawet (asam sorbat, golongan paraben, dll)
antikelat (EDTA)
anti mikroba
parfum, pewarna dan lain-lain.
Dalam sediaan anti aging terdapat beberapa zat tambahan yang dapat menambah
aktivitas sediaan anti penuaan diantaranya adalah
2.8.3.1. Pelembab
mengatasi keringnya kulit dengan memakai bahan-bahan yang dapat menarik, menahan
atau mengikat air dalam lapisan stratum korneum). Kerja dari pelembab ini bukanlah
menambah kelembaban pada kulit, tetapi ia mencegah hilangnya kelembaban yang telah ada.
2.8.3.2 Antioksidan
Antioksidan merupakan salah satu bahan yang terdapat pada kosmetik antipenuaan.
Antioksidan dapat menghentikan, menghambat, atau memperbaiki serangan radikal bebas
yang mempercepat penuaan maka sangat masuk akal bila tubuh mengkonsumsi banyak
antioksidan. Semakin banyak antioksidan yang berguna untuk melindungi membran
membran lemak sel sel, protein protein dan DNA genetik dalam batas batas yang tidak
berbahaya maka semakin berkurang kemampuan radikal bebas untuk menyerang dan
menimbulkan kerusakan. Bila semakin kecil kerusakannya maka semakin kecil kemungkinan
adanya tanda- tanda proses penuaan pada tubuh.
2.8.3.3. Ekstrak dari Tumbuhan
Beberapa ekstrak tumbuhan yang sering digunakan pada kosmetik anti penuaan
diantaranya adalah Sesamum indicum, Theobroma, Uncaria Gambir, Mangifera indica,
Centella asiatica, Echinacea purpurea, Camelia sinensis, Thea sinensis dan lain lain. Setiap
ekstrak tumbuhan tersebut mengandung kandungan zat aktif yang berperan dalam proses anti
penuaan dini pada kulit.
2.8.3.4. Tabir Surya
Tabir Surya bertujuan perlindungan kulit terhadap sinar matahari dengan penyerapan
radiasi sinar UV dan pantulan cahaya. Banyak kosmetik krim dan losion anti penuaan
mengandung campuran tabir surya UV A dan UV B dengan SPF 15 sampai 20
2.9. Kosmetik
Kosmetik menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MenKes/1998 adalah
sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis,
rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk
membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya tetap dalam
keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengibati atau
menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono dan Latifah, 2007).
Dalam definisi kosmetik di atas, yang dimaksudkan dengan tidak dimaksudkan untuk
mengobati atau menyembuhkan penyakit adalah sediaan tersebut seharusnya tidak
mempengaruhi struktur dan faal kulit. Namun bila bahan kosmetik tersebut adalah bahan
kimia meskipun berasal dari alam dan organ tubuh yang dikenai (ditempeli) adalah kulit,
maka dalam hal tertentu kosmetik itu akan mengakibatkan reaksi-reaksi dan perubahan faal
kulit tersebut (Tranggono dan Latifah, 2007).
Tujuan penggunaan kosmetik pada masyarakat adalah untuk kebersihan pribadi,
meningkatkan daya tarik melalui riasan, meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan tenang,
melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar UV, polusi dan faktor lingkungan yang
lain, mencegah penuaan dini dan secara umum, membantu seseorang lebih menikmati dan
menghargai hidup (Mitsui, 1997).
Skin care cosmetics berperan dalam menjaga fungsi dan mekanisme perlindungan
kulit agar berjalan dengan baik. Pada dasarnya skin care cosmetics dapat melindungi kulit
dari efek kekeringan, radiasi ultraviolet, dan oksidasi sehingga kulit tetap indah dan sehat
(Mitsui, 1997).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Alat

Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-


pycrilhidrazyl). Metode aktivitas antiradikal bebas DPPH merupakan metode terpilih untuk
menapis aktivitas antioksidan bahan alam. Hasil pengujian menggunakan spektrofotometer
UV-Vis berupa absorbansi. Hasil tersebut lalu digunakan untuk penentuan nilai persen
inhibisi atau persen peredaman senyawa antioksidan (sampel) terhadap DPPH.
3.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam peneliti ini adalah tanaman kelor (moringa oliefera).
Bagian tanaman yang digunakan yaitu daun kelor yang mengandung banyak antioksidan.
Sediaan cream wajah yang telah dibuat dengan berbagai bahan untuk cream wajah.

3.3. Prosedur Penelitian.

Secara umum langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah


pengeringan daun kelor mengunkan metode diangin-anginkan atau didiamkan didalam suhu
ruangan, kemudian setelah tidak terdapat kandungan air pada daun tersebt kemuadian tumbuk
daun hingga menjadi serbuk. Setelah itu daun di uji aktivitas antioksidannya dengan
menggunakan spektofotometer UV-Vis setelah itu tentukan nilai persen peredam senyawa
antioksidan terhadap DPPH. Setelah itu campurkan cream yang telah diracik dengan 50%
senyawa antioksidan yang terdapat pada daun kelor.
PROPOSAL MATA KULIAH METODE PENENELITIAN
Dosen : Indah Hartati ST., MT
PEMANFAATAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRA DAUN
KELOR(Moringa Oliefera) DALAM KESEDIAAN FACIAL CREAM

Disusun Oleh:
Nama : Fadilla Kurnia R.
NIM : 143020028

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIS
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2017
Abstrak

Tanaman kelor (Moringa oleifera) merupakan tanaman yang memiliki banyak


manfaat. Salah satu yang paling menonjol dari kandungan tanaman kelor adalah antioksidan,
terutama pada daunnya. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai
aktivitas antioksidan dalam ekstrak kasar daun kelor dengan variasi pengeringan dan variasi
pelarut maserasi, dan mengaplikasikannya dalam sediaan facial cream serta mengetahui
karakterisasinya berdasarkan syarat mutu pelembab kulit. Uji aktivitas antioksidan dilakukan
dengan metode DPPH yang kemudian serapannya diukur dengan spektrofotometer UV-Vis.
Dan menggunkan metode pengeringan tanpa freeze dry dan pelarut maserasi metanol.
PEMANFAATAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRA DAUN
KELOR(Moringa Oliefera) DALAM KESEDIAAN FACIAL CREAM

AbstrakTanaman kelor (Moringa musim kemarau, dan mudah


oleifera) merupakan tanaman yang dikembangbiakan (Simbolan et al. 2007).
memiliki banyak manfaat. Salah satu yang Potensi yang terkandung dalam daun
paling menonjol dari kandungan tanaman kelor diantaranya adalah tinggi kandungan
kelor adalah antioksidan, terutama pada protein, -karoten, vitamin C, mineral
daunnya. Tujuan dilakukannya penelitian terutama zat besi dan kalsium. Menurut
ini adalah untuk mengetahui nilai aktivitas Fuglie (2001), di Afrika dan Asia daun
antioksidan dalam ekstrak kasar daun kelor kelor direkomendasikan sebagai suplemen
dengan variasi pengeringan dan variasi yang kaya zat gizi untuk ibu menyusui dan
pelarut maserasi, dan mengaplikasikannya anak pada masa pertumbuhan. 2007).Daun
dalam sediaan facial cream serta kelor mengandung mineral, Vitamin A,
mengetahui karakterisasinya berdasarkan Vitamin C, Vitamin E, Vitamin K,
syarat mutu pelembab kulit. Uji aktivitas Vitamin B (Kolin), Vitamin B1 (Thiamin),
antioksidan dilakukan dengan metode Vitamin B2 (Riboflavin), Vitamin B3
DPPH yang kemudian serapannya diukur (Niacin), Vitamin B6, Alanin, Alpha-
dengan spektrofotometer UV-Vis. Dan carotene, Arginine, Beta-carotene , Beta-
menggunkan metode pengeringan tanpa sitosterol, Caffeoylquinic Asam,
freeze dry dan pelarut maserasi metanol. Campesterol, Karotenoid, Klorofil,
Chromium, Delta-5-Avenasterol, Delta-7-
Kata Kunci kelor (Moringa Avenasterol, Glutathione, Histidine, Asam
oleifera),spektrofotometer UV-Vis,DPPH. Indole Acetic, Indoleacetonitrile,
Kaempferal, Leusin, Lutein, Metionin,
I. PENDAHULUAN miristat-Asam, palmitat-Asam, Prolamine,
Proline, Quercetin, Rutin, Selenium,
Tanaman kelor (Moringa oleifera) Treonin, Triptofan, Xanthins, Xanthophyll,
merupakan tanaman khas daerah tropis Zeatin, zeaxanthin, Zinc. (Dolcas Biotech,
yang juga mudah tumbuh. Di Indonesia 2008; Becker et al., 2003).
tanaman kelor sudah banyak dijumpai di Menurut penelitian daun kelor
Aceh, Kalimantan, Ujung Pandang dan mempunyai 7 kali lebih banyak dibanding
Kupang. Di luar negeri, tanaman kelor vitamin C (Fuglie, 2001). Berdasarkan uji
sudah menyebar di daerah Afrika dan fitokimia daun kelor (Moringa Oliefera)
seluruh Asia yang sebagian besar memiliki mengandung, tannin, steroid dan
iklim tropis seperti di Indonesia. triterpenoid, flavonoid, saponin,
Di dunia internasional budidaya antarquinon, dan alkoloid dimana semua
daun kelor merupakan suatu program yang merukan antioksidan (kasolo et al., 2010).
sedang digalakan. Terdapat beberapa Antioksidan merupakan senyawa
julukan untuk pohon kelor, diantaranya yang membantu melindungi tubuh dari
The Miracle Tree, Tree for Life, dan kerusakan sel-sel radikal bebas. Selain itu,
Amazing Tree. Julukan tersebut muncul antioksidan juga berperan memperlambat
karena bagian pohon kelor mulai dari proses penuaan dengan membantu
daun, buah, biji, bunga, kulit batang, menggantikan sel-sel tubuh pada tingkat
hingga akar memiliki manfaat yang luar yang lebih cepat dari usianya. Msalah
biasa. Tanaman kelor mampu hidup di antioksidan tersebut salah satunya sangat
berbagai jenis tanah, tidak memerlukan cocok untuk diaplikasikan pada sedian
perawatan yang intensif, tahan terhadap kosmetik untuk melindungi kulit dari
bahaya radikal bebas. Dengan biasa. Tanaman kelor mampu hidup di
mengkonsumsi kelor, kita membentengi berbagai jenis tanah, tidak memerlukan
tubuh dengan 46 senyawa antioksidan perawatan yang intensif, tahan teradap
yang menangkal dan menetralisir radikal musim kemarau, dan mudah
bebas sehingga terhindar dari dampak dikembangbiakan (Simbolan et al., 2007).
negatif yang ditimbulkan oleh radikal Tanaman kelor di Indonesia dikenal
bebas tersebut. dengan berbagai nama. Masyarakat
Kulit sehat yaitu kulit yang tidak Sulawesi menyebutnya kero, wori, kelo,
mengandung penyakit baik yang secara atau keloro. Orang-orang Madura
langsung maupun tidak langsung menyebutnya maronggih. Di Sunda dan
penampilan kulit yang dilihat merupakan Melayu disebut kelor. Di Aceh disebut
struktur kulit yang berupa warna, murong. Di Ternate dikenal sebagai kelo.
kelembvapan, kelenturan, dan tekstur kulit Di Sumbawa disebut kawona. Sedangkan
(Wasitaadmadja, 1997). Salah satu orang-orang Minang mengenalnya dengan
pelindung kulit dari bahaya lingkungan nama munggai (Krisnadi, 2010)
dari poila hidup yang tidak sehat yaitu
dengan menggunakan produk kecantikan B. Daun Kelor
atau kosmetik. Morfologi daun kelor adalah
Kebutuhan kosmetik hampir berupa daun majemuk menyirip ganda 2-3
dianggap penting bagi sebagian orang. posisinya tersebar, tanpa daun penumpu,
Berbagai jenis kosmetika digunakan atau daun penumpu telah mengalami
sebagai perawatan agar tampil menarik. metamorfosis sebagai kelenjar-kelenjar
Facial foam adalah sediaan kosmetika pada pangkal tangkai daun. Bunga banci,
digunakan untuk melindungi kuliat zigomorf, tersusun dalam malai yang
supayta tetap halus dan lembut, tidak terdapat dalam ketiak daun, dasar bangun
kering, tidak bersisik dan tidak mudah mangkuk, kelopak terdiri atas lima daun
pecah (Ditjen POM, 1985). kelopak, mahkotapun terdiri atas lima daun
Berdasarkan hal diatas, peneliti mahkota, lima benang sari, bakal buah,
tertarik untuk memformulasikan bakal biji banyak, buahnya buah kendaga
kandungan antioksidan didalam daun kelor yang membuka dengan tiga katup dengan
sebagai bahan aktif dalam sediaan facial panjang sekitar 30 cm, biji besar, bersayap,
cream yang kemudian dilanjutkan uji tanpa endosperm, lembaga lurus. Dari segi
organoleptik dan uji karakteristik facial anatomi mempunyai sifat yang khas yaitu
cream (analisis pH, stabilitas emulsi, bobot terdapat sel-sel mirosin dan buluh-buluh
jenis dan total cemaran mikroba) sesuai gom dalam kulit batang dan cabang.
dengan syarat mutu facial cream menuruit Dalam musim-musim tertentu dapat
Dewan Standar Nasional. menggugurkan daunnya (meranggas)
(Rollaf, 2009). Penampakan pohon kelor
II. TEORI PENUNJANG disajikan dalam
Daun sebesar ujung jari berbentuk
A. Kelor (Moringa oleifera) bulat telur, tersusun majemuk dan gugur di
Budidaya daun kelor di dunia musim kemarau, tinggi pohon mencapai 5-
internasional merupakan program yang 12 m, bagian ujung membentuk payung,
sedang digalakan. Terdapat beberapa batang lurus (diameter 10-30 cm)
julukan untuk pohon kelor, diantaranya menggarpu, berbunga sepanjang tahun
The Miracle Tree, Tree for Life, dan berwarna putih/krem, buah berwarna hijau
Amazing Tree. Julukan tersebut muncul muda, tipis dan lunak. Tumbuh subur
karena bagian pohon kelor mulai dari mulai dataran rendah sampai ketinggian
daun, buah, biji, bunga, kulit batang, 700 m di atas permukaan laut (Schwarz,
hingga akar memiliki manfaat yang luar 2000).
sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet
C. Kandungan senyawa daun kelor dekat (190-380 nm) dan sinar tampak
Menurut hasil penelitian, daun (380-780 nm) dengan memakai instrumen
kelor ternyata mengandung vitamin A, spektrofotometer (Mulja dan Suharman,
vitamin C, vitamin B, kalsium, kalium, 1995). Prinsip spektrofotometri UV-Vis
besi, dan protein, dalam jumlah sangat yakni radiasi pada rentang panjang
tinggi yang mudah dicerna dan diasimilasi gelombang 200-800 nm dilewatkan
oleh tubuh manusia. Bahkan Perbandingan melalui suatu larutan senyawa. Komponen
nutrisi daun kelor segar dan serbuk, spektrofotometer UV Vis dapat dilihat
dengan beberapa sumber nutrisi lainnya dalam Gambar 4. Elektronelektron pada
yang tersaji pada Gambar 2, jumlahnya ikatan didalam molekul menjadi tereksitasi
berlipat-lipat dari sumber makanan yang sehingga menempati keadaan kuantum
selama ini digunakan sebagai sumber yang lebih tinggi dan dalam proses
nutrisi untuk perbaikan gizi di banyak menyerap sejumlah energi yang melewati
belahan Negara. Tidak hanya itu, kelor pun larutan tersebut. Dua hukum empiris telah
diketahui mengandung lebih dari 40 diformulasikan tentang intensitas serapan.
antioksidan dalam pengobatan tradisional Hukum Lamberts menyatakan bahwa
Afrika dan India serta telah digunakan fraksi sinar yang diserap tidak tergantung
dalam pengobatan tradisional untuk terhadap intensitas sumber sinar. Hukum
mencegah lebih dari 300 penyakit Beers menyatakan bahwa serapan
(Krisnadi, 2010). tergantung jumlah molekul yang terserap.
F. Cream
D. DPPH (1,1-diphenyl-2- merupakan sediaan setengah padat,
picrylhydrazil) berupa emulsi mengandung air tidak
DPPH merupakan singkatan umum kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk
untuk senyawa kimia organik yaitu 1,1- pemakaian luar (FI III). Menurut Moh.
diphenyl-2-picrylhydrazil. DPPH adalah Anief, cream adalah sediaan setengah
bubuk kristal berwarna gelap terdiri dari padat berupa emulsi kental mengandung
molekul radikal bebas yang stabil. DPPH tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan
mempunyai berat molekul 394,32 dengan untuk pemakaian luar. Tipe cream ada 2,
rumus molekul C18H12N5O6, larut dalam yaitu tipe air minyak (w/o) dan tipe
air. Penyimpanan dalam wadah tertutup minyak air (o/w). Sedangkan menurut
baik pada suhu -20oC (Molyneux, 2004). Farmakope Indonesia Edisi IV cream
Metode DPPH adalah salah satu uji adalah sediaan semi solid yang
kuantatif untuk mengetahui aktivitas mengandung satu atau lebih bahan obat
antioksidan dan merupakan metode yang yang terlarut atau terdispersi dalam bahan
konvensional dan telah lama digunakan dasar yang sesuai. Ukuran partikel emulsi
untuk penetapan aktivitas senyawa sekitar >1000 nm.
antioksidan (Talapessy et al., 2013). G. Kosmetik
Uji aktivitas antioksidan DPPH Kosmetik menurut Peraturan
berdasarkan reaksi penangkapan radikal Menteri Kesehatan RI
DPPH oleh senyawa antioksidan melalui No.445/MenKes/1998 adalah sediaan atau
mekanisme donasi atom hidrogen sehingga paduan bahan yang siap untuk digunakan
akan dihasilkan DPPH-H (bentuk non pada bagian luar badan (epidermis,
radikal) dan menyebabkan terjadinya rambut, kuku, bibir dan organ kelamin
penurunan intensitas warna ungu dari bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk
DPPH (Windono et al., 2004). membersihkan, menambah daya tarik,
E. Spektrofotometer UV Vis mengubah penampilan, melindungi supaya
Spektofotometri UV-Vis adalah tetap dalam keadaan baik, memperbaiki
teknik analisa spektroskopi yang memakai bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk
mengibati atau menyembuhkan suatu Methanol Extracted Residues and
penyakit (Tranggono dan Latifah, 2007). Methanol Extracs Of Moringa
Dalam definisi kosmetik di atas, (Moringa oleifera Lam.) Leaves on
yang dimaksudkan dengan tidak Growth Performance and
dimaksudkan untuk mengobati atau FeedUtilization in Nile Tilapia
menyembuhkan penyakit adalah sediaan (Oreochromis niloticus L.).
tersebut seharusnya tidak mempengaruhi AquacultureResearch. 34 (13),
struktur dan faal kulit. Namun bila bahan 1147-1159.
kosmetik tersebut adalah bahan kimia
meskipun berasal dari alam dan organ Ditjen POM. 1985. Formularium
tubuh yang dikenai (ditempeli) adalah Kosmetika Indonesia. Jakarta:
kulit, maka dalam hal tertentu kosmetik itu Penerbit Departemen
akan mengakibatkan reaksi-reaksi dan Kesehatan RI.
perubahan faal kulit tersebut (Tranggono Dolcas Biotech. 2008. Moringa
dan Latifah, 2007). Oleifera.http://info@dolcas-
biotech.com
DAFTAR PUSTAKA Dwikarya, Maria. 2003. Merawat Kulit
dan Wajah. Jakarta: Kawan Pustaka.
Becker, K., Afuang, W., Siddhuraju, P.
2003. Comparative Nutritional
Evaluation of Raw,

Anda mungkin juga menyukai