Anda di halaman 1dari 15

PRESENTASI KASUS

TONSILITIS KRONIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu THT
Rumah Umum Daerah Kota Jogja

Diajukan kepada :
dr. Indera Istiadi, Sp.THT

Disusun oleh :
Ajeng Wijayanti Rubiyanto
2008 0310 0048

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M
Umur : 9 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : BangunharjoYogyakarta
Tanggal periksa : 26 Maret 2014
No. RM : 629666

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pasien dan alloanamnesis Ibu pasien tanggal 26 Maret 2014
A. Keluhan Utama:
Nyeri telan
B. Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun dibawa oleh ibunya ke poli THT RS Jogja
dengan keluhan nyeri telan dan batuk. Tidak ada pilek dan demam. Makan dan minum biasa.
Dua minggu sebelum datang ke poli, pasien telah berobat ke dokter umum karena nyeri untuk
menelan dan disertai demam, akan tetapi keluhan tersebut saat ini sudah hilang. Menurut
keterangan ibunya, pasien mempunyai riwayat sering mengalami nyeri menelan sejak 2 tahun
yang lalu. Jika kambuh, nyeri telan biasanya disertai dengan demam, terutama jika anak
mengalami kecapekan, kambuh-kambuhan setahun bisa sampai 5x.

C. Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien belum pernah mengalami penyakit serupa.
Tidak memiliki Riwayat alergi

D. Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada yang mengalami penyakit serupa.
Tidak memiliki Riwayat alergi
III. PEMERIKSAAN
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign :
Tekanan Darah : - mmHg
Suhu : 36 0C
Nadi : 90 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Respirasi Rate : 16 x/menit

1. Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Bibir : Sianosis (-), stomatitis (-)
Telinga: lnn. Retroaulicular tak membesar, tragus pain (-)
Mandibula : lnn submandibular dan submentalis tidak membesar

2. Leher
lnn cervicalis lateralis tak membesar , JVP tidak meningkat, massa(-)

3. Thoraks

Pulmo (Paru) Cor (Jantung)


Inspeksi Gerakan respirasi simetris
Palpasi Ketinggalan gerak (-)
Perkusi Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Suara dasar (SD) vesikuler, S1-S2 reguler, bising (-)
suara tambahan (ST) (-)

4. Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba

5. Ekstremitas
Superior : Akral hangat, edema (-/-)
Inferior : Akral hangat, edema (-/-)

Status Lokalis THT:


1. Telinga
Inspeksi, Palpasi
AD/AS :hematom (-/-), edema (-/-), othorea (-/-), tragus pain
(-/-), mastoid pain (-/-), lnn. tak teraba.
Otoskopi

AD/AS :CAE hiperemis (-/-), othorea (-/-), cerumen (+/+) sedikit,


membrana timpani utuh, mukosa tidak hiperemis, cone of
light (+/+)

Fungsional (Test Pendengaran : Garpu Tala)


- Rinne : tidak dilakukan
- Webber : tidak dilakukan
- Swabach : tidak dilakukan

2. Hidung dan Paranasal


Inspeksi, Palpasi
Deviasi nasal (-), massa (-), obstruksi nasal (-), rhinorrea (-),
darah (-), nyeri tekan (-)

SPN : NT pipi/kelopak bawah (-/-), NT pangkal hidung(-).

Rhinoskopi Anterior
Septum letak sentral, deformitas os nasal (-).
ND/NS : vimbrissae (+/+), mukosa hiperemis (-/-), edema
concha (-/-), massa (-/-), discharge (-/-).

Rhinskopi Posterior
Tidak dilakukan
3. Tenggorokan dan Laring (Leher)
Inspeksi, Palpasi
Trakhea letak sentral, gld. Thyroid tak teraba, lnn cervicalis
tak teraba, massa (-), NT (-), retraksi (-)

Cavum oris : Karies (-), gigi tanggal (-) ,mukosa mulut dalam
batas normal, papil lidah dalam batas normal, lidah
mobile, uvula sentral, massa (-)

Faring :mukosa tidak hiperemis, edema (-), massa (-)

Tonsil : hipertropy (T2-T3), cripta melebar, detritus (+),


hiperemis (-/-), abses peritonsiler (-)

Arcus palatoglossus : tidak hiperemis, massa (-)

Arcus palatopharingeus : tidak hiperemis, massa (-)

Laringoskopi Indirek
Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan

V. DIAGNOSIS
Tonsillitis kronis

VI. TERAPI
a. Simtomatik :
Analgetik : Tremenza 3x tab

VIII. PROGNOSIS
Que ad vitam : dubia ad bonam
Que ad sanam : dubia ad bonam
Que ad fungsionam : dubia ad bonam
PEMBAHASAN
TONSILITIS

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan
kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine dan
tonsil lingual yang ketiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldayer. Tonsila palatina
yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil biasanya
ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil
biasanya melekat pada kutub dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan
mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel squamosal yang
juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas,
bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering disebut
juga kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi
pada tonsilektomi. Tonsil mendapat darah dari a.palatine ascenden, cabang tonsil a.maksila
eksterna, a.faring ascenden dan a.lingual dorsal.
Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin waldayer.
Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan, dan ciuman. Dapat terjadi pada
semua umur terutama pada anak. Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam tonsillitis, yaitu
tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronis.

1. TONSILITIS AKUT
Etiologi
Tonsillitis akut ini bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Virus yang sering adalah
ebstein Barr virus, human influenza, dan coxschakie. Sedangkan bakteri yang sering yaitu
bakteri grup A Streptokokus beta hemolitikus (strept throat), pneumokokus, Streptokokus
viridan dan Streptokokus piogenes. Tonsillitis ini seringkali terjadi mendadak pada anak-anak
dengan peningkatan suhu 1-4 derajat celcius.

Patofisiologi
Penularan penyakit ini terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel,
kemudian bila kuman ini terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi, terjadi
pembendunagn radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.
Manifestasi Klinik
Tonsillitis Streotokokus grup A harus dibedakan dari difteri, faringitis non bakterial,
faringitis bakteri bentuk lain dan mononucleosis infeksiosa. Gejala dan tanda-tanda yang
ditemukan dalam tonsillitis akut ini meliputi suhu tubuh naik hingga 40 0 C, nyeri tenggorok dan
nyeri sewaktu menelan, nafas yang berbau (halitosis), suara akan menjadi serak, demam dengan
suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di persendian, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di
telinga. Pada pemeriksaan juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat
detritus berbentuk folikel, lakuna akan tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula
membengkak dan nyeri tekan.

Komplikasi
Otitis media akut (pada anak-anak), abses peritonsiler (Quincy throat), abses parafaring,
toksemia, septicemia, bronchitis, nefritis akut, miokarditis, dan arthritis.

Pemeriksaan
1) Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh
pasien merupkan bakteri grup A, karena grup ini sering disertai dengan demam reumatik
dan glomerulonephritis.
2) Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
3) Terapi
Dengan menggunakan antibiotik spectrum luas, antipiretik, antiradang, dan obat kumur
yang mengandung desinfektan.

Perawatan
Perawatan yang dilakukan pada penderita tonsillitis biasanya dengan perawatan sendiri
dan dengan menggunakan antibiotik. Tindakan operasi hanya dilakukan jika sudah mencapai
tonsillitis yang tidak dapat ditangani sendiri.
1) Perawatan sendiri
Apabila penderita tonsillitis diserang karena virus sebaiknya biarkan virus itu hilang
dengan sendirinya. Selama satu atau dua minggu sebaiknya penderita banyak istirahat, makan
yang teratur, dan minum-minuman hangat.
2) Antibiotik
Jika tonsillitis disebabkan oleh bakteri maka antibiotik yang akan berperan dalam proses
penyembuhan. Antibiotik oral perlu selama setidaknya 10 hari.
3) Tindakan operasi
Tonsillektomi biasanya dilakukan pada anak-anak jika anak mengalami tonsillitis selama
tujuh kali atau lebih dalam setahun, anak mengalami tonsillitis lima kali atau lebih dalam dua
tahun, amandel membengkak dan berakibat sulit bernafas dan adanya abses.

2. TONSILITIS MEMBRANOSA
Ada beberapa macam penyakit yang termasuk dalam tonsillitis membranosa beberapa
diantaranya yaitu tonsilitis difteri, tonsilitis septic, serta Angina Plaut Vincent.

2.1 Tonsilitis Difteri


Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium diphteriae yaitu suatu bakteri gram positif dan
hidup di saluran nafas bagian atas yaitu hidung, faring, dan laring. Tonsillitis difteri sering
ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun
walaupun pada orang dewasa masih mungkin terkena penyakit ini.

Patologi
Bakteri masuk melalui mukosa, melekat, serta berkembang biak pada permukaan mukosa
saluran pernapasan atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekelilingnya.
Selanjutnya toksin menyebar ke seluruh tubuh melalu pembuluh darah dan limfe. Toksin ini
merupakan suatu protein yang mempunyai 2 fragmen yaitu aminoterminal sebagai fragmen A dan
carboxyterminal sebagai fragmen B, yang disatukan melalui ikatan disulfide.

Manifestasi Klinis
Tonsillitis difteri ini lebih sering terjadi pada anak-anak pada usia 2-5 tahun. Penularan melalui
udara, benda atau makanan uang terkontaminasai dengan masa inkubasi 2-7 hari. Gejala umum dari
penyaki ini adalah terjadi kenaikan suhu subfebris, nyeri tenggorok, nyeri kepala, tidak nafsu
makan, badan lemah, dan nadi lambat. Gejala lokal berupa nyeri tenggorok, tonsil membengkak
ditutupi bercak putih kotor makin lama makin meluas dan menyatu membentuk membran semu
(pseudomembran). Membran ini melekat erat pada dasar dan bila diangkat akan timbul
pendarahan. Jika menutupi laring akan menimbulkan serak dan stridor inspirasi, bila menghebat
akan terjadi sesak nafas. Bila infeksi tidak terbendung kelenjar limfa leher akan membengkak
menyerupai leher sapi. Gejala eksotoksin akan menimbulkan kerusakan pada jantung berupa
miokarditis sampai decompensatio cordis.

KOMPLIKASI
Laringitis difteri, miokarditis, kelumpuhan otot palatum mole, kelumpuhan otot mata, otot
faring laring sehingga suara parau, kelumpuhan otot pernapasan, dan albuminuria.

DIAGNOSIS
Diagnosis tonsillitis difteri harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis karena penundaan
pengobatan akan membahayakan jiwa penderita. Pemeriksaan preparat langsung diidentifikasi
secara fluorescent antibody technique yang memerlukan seorang ahli. Diagnosis pasti dengan
isolasi C, diphteriae dengan pembiakan pada media Loffler, dilanjutkan tes toksinogenesitas secara
invivo dan invitro. Cara PCR (Polymerase Chain Reaction) dapat membantu menegakkan
diagnosis, akan tetapi pemeriksaan ini mahal dan masih memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk
menggunakan secara luas.

PEMERIKSAAN
1) Tes Laboratorium
Dilakukan dengan cara preparat langsung kuman (dari permukaan bawah membrane semu).
Medium transport yang dapat dipaki adalah agar Mac conkey atau Loffler.
2) Tes Schick (tes kerentanan terhadap diphteria)
3) Terapi
Anti difteri serum diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis 20.000-100.000
unit tergantung dari umur dan beratnya penyakit itu. 6

PENGOBATAN
Tujuan dari pengobatan penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat
secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi C.
Diphteria untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit diphtheria.
Secara umum dapat dilakukan dengan cara istirahat selama kurang lebih 2 minggu serta pemberian
cairan.
Secara khusus dapat dilakukakan dengan pemberian:
1) Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS)
2) Anti mikrobial : untuk menghentikan produksi toksin, yaitu penisilin prokain 50.000-100.000
KI/BB/hariselama 7-10 hari, bila alergi diberikan eritromisin 40 mg/kg/hari.
3) Kortikosteroid : diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas
dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik.
4) Pengobatan penyulit : untuk menjaga agar hemodinamika penderita tetap baik oleh karena
penyulit yang disebabkan oleh toksin umumnya reversible.
5) Pengobatan carrier : ditujukan bagi penderita yang tidak mempunyai keluhan.

PENCEGAHAN
Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan pada diri anak serta
memberikan penyuluhan tentang penyakit ini pada anak-anak. Selain itu juga diberikan imunisasi
yang terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier.

TES KEKEBALAN
1) Kekebalan aktif diperoleh dengan cara inapparent infection dan imunisasi dengan toksoid
diphtheria.
2) Kekebalan pasif diperoleh secara transplasental dari ibu yang kebal terhadap diphtheria
(sampai 6 bulan) dan suntikan antitoksin (2-3 minggu).

2.2 TONSILITIS SEPTIK


Penyebab dari tonsillitis ini adalah Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi
sehingga dapat timbul epidemic. Oleh karena itu perlu adanya pasteurisasi sebelum
mengkonsumsi susu sapi tersebut.

2.3 ANGINA PLAUT VINCENT


Etiologi
Penyakit ini disebabkan karena kurangnya hygiene mulut, defisiensi vitamin C serta
kuman spirilum dan basil fusiform.

Manifstasi Klinis
Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam sampai 39o celcius, nuyeri kepala, badan
lemah, dan terkadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi,
dan gusi berdarah.

Pemeriksaan
Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membrane putih keabuan di atas tonsil,
uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau dan kelenjar submandibula
membesar.

Pengobatan
Memperbaiki hygiene mulut, antibiotika spektrum luas selama 1 minggu, juga
pemberian vitamin C dan B kompleks.

3. TONSILITIS KRONIS
Etiologi
Bakteri penyebab tonsillitis kronis sama halnya dengan tonsillitis akut, namun terkadang
bakteri berubah menjadi bakteri golongan Gram negatif.

Faktor Predisposisi
Mulut yang tidak hygiene, pengobatan radang akut yang tidak adekuat, rangsangan
kronik karena rokok maupun makanan.

Patologi
Karena proses yang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis,
sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut. Jaringan ini
akan mengerut sehingga ruang antara kripta melebar yang akan diisi oleh detritus, proses ini
meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
Manifestasi Klinis
Adanya keluhan pasien di tenggorokan seperti ada penghalang, tenggorokan terasa
kering, pernapasan berbau. Saat pemeriksaan ditemukan tonsil membesar dengan permukaan
tidak rata, kriptus membesar dan terisi detritus.

Komplikasi
Timbul rhinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum, endokarditis,
arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitus, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.

Pemeriksaan
1) Terapi
Terapi mulut (terapi lokal) ditujukan kepada hygiene mulut dengan berkumur atau obat
isap. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa tidak berhasil.
2) Faktor penunjang
Kultur dan uji resistensi kuman dari sedian apus tonsil.

Terapi
1. Terapi medikamentosa yaitu dengan pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian
antibiotika yang bermanfaat pada penderita Tonsilitis Kronis, Cephaleksin ditambah
metronidazole, klindamisin (terutama jika disebabkan mononukleosis atau abses),
amoksisilin dengan asam klavulanat (jika bukan disebabkan mononucleosis).
2. Tonsilektomi
Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi
sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada
keadaan non-emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan.
Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan
tonsilektomi.

Indikasi absolut:
a) Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat,
gangguan tidur, gangguan bicara dan komplikasi kardio-pulmoner.
b) Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase.
c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.
d) Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi terutama untuk
hipertrofi unilateral.
e) tonsillitis kronik atau berulang sebagai fokal infeksi penyakit-penyakit yang lain.

Indikasi Relatif:
a) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat.
b) Halitosis akibat Tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis.
c) Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan
pemberian antibiotik -laktamase resisten.

INDIKASI TONSILEKTOMI
1) Sumbatan
1.1) Hiperplasia tonsil dengan sumbatan jalan nafas
1.2) Gangguan menelan
1.3) Gangguan berbicara

2) Infeksi
2.1) Infeksi telinga tengah berulang
2.2) Rinitis dan sinusitis yang kronis
2.3) Peritonsiler abses
2.4) Tonsilitis kronis dengan gejala nyeri tenggorok yang menetap

3) Kecurigaan adanya tumor jinak atau ganas


DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, E.A., Iskandar, N.I., Bashirudin, J., Restuti, R.D. 2007. Nyeri tenggorok dan
tonsillitis. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi
Keenam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

2. Burton, M.J., Towler, B., Glasziou, P. 2004. Tonsillectomy Versus Non-surgical Treatment
for Chronic/recurrent Acute Tonsillitis. Cochrane Review, in the Cochrane library, Issue 3.
Chichester: United Kingdom

3. Baugh, R.F., Archer, S.M., Mitchell, R.B., et al. 2011. Clinical Practice Guideline:
Tonsillectomy in Children. Otolaryngologi Head & Neck Surgical 144:S1-30

4. Adams, G.L., Boeis, L.R., Higler, P.A. 1997. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring.
Boeis Buku Ajar Penyakit THT. EGC: Jakarta

Yogyakarta, 1 April 2014


Pembimbing

dr. Indera Istiadi, Sp.THT

Anda mungkin juga menyukai