PENDAHULUAN
1
Eutanasia merupakan upaya untuk mengakhiri hidup orang lain dengan tujuan untuk
menghentikan penderitaan yang dialaminya karena suatu penyakit atau keadaan
tertentu.
Di jaman modern seperti saat ini, tercatat telah banyak sekali kasus-kasus
eutanasia, baik yang ter-ekspose maupun yang tersembunyikan. Terdapat
dua unsur utama yang menjadikan eutanasia menjadi bahan perdebatan yang
sengit di kalangan dokter dan bahkan masyarakat umum. Yang pertama, eutanasia
jelas-jelas suatu tindakan yang dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain,
namun selain itu justru alasan dilakukannya eutanasia adalah untuk menghindarkan
pasien dari rasa sakit atau penderitaan yang dianggap terlalu menyiksa.
2
Di beberapa Negara di dunia, eutanasia merupakan suatu tindakan yang
dilegalkan, sehingga seorang dokter memiliki kewenangan untuk menjalankan prosedur
eutanasia, namun tentu saja dengan seijin pihak keluarga dan melalui prosedur perijinan
yang sangat ketat. Sedangkan di beberapa Negara yang lain, pelaku eutanasia
ditangkap karena dianggap melakukan tindakan yang melanggar hukum.
1.2 Tujuan
Tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami konsep euthanasia
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami definisi Euthanasia
2. Mengetahui dan memahami bagaimana euthanasia menurut hukum di
Indonesia
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi Demam Rematik
4. Mengetahui dan memahami pandangan islam terhadap euthanasia
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
3. Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas
permintaan pasien sendiri & keluarganya.
1. Euthanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara
sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk
mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat
dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral
maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut
adalah tablet sianida.
Contohnya: Seseorang yang sedang menderita kangker ganas atau sakit yang
mematikan, yang sebenarnya dokter sudah tahu bahwa seseorang tersebut tidak
akan hidup lama lagi. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi
(overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi justru
menghentikan pernapasannya sekaligus.
5
pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang
bersangkutan.
3. Euthanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang
tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan
seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian
bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa
contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang
mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada
penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan
guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit
seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan
eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit
(Wikipedia,2010).
1. Ethanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan ethanasia yang bertentangan
dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan ethanasia semacam ini dapat
disamakan dengan pembunuhan.
2. Ethanasia secara tidak sukarela: Ethanasia semacam ini adalah yang seringkali
menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh
siapapun juga. Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak
berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali
dari si pasien (seperti pada kasus Terry schiavo). Kasus ini menjadi
6
sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk
mengambil keputusan bagi si pasien.
3. Ethanasia secara sukarela: dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun
hal ini juga masih merupakan hal kontroversial. Beberapa Negara memberikan
ijin untuk eutanasia tipe yang ketiga ini, misalnya Belanda, namun beberapa yang
lain menganggapnya sebagai tindakan bunuh diri yang dibantu, sehingga tetap
melanggar hukum.
Ditinjau dari segi tujuannya, eutanasia juga dibedakan menjadi 3 (Wikipedia, 2010),
yaitu:
1. Eutanasia berdasarkan belas kasihan (mercy killing) Eutanasia jenis ini,
dilakukan atas dasar rasa kasihan kepada sang pasien, umumnya
eutanasia jenis ini dilakukan kepada pasien yang menderita rasa sakit yang
amat sangat dalam penyakitnya, sehingga membuat orang-orang
disekitarnya menjadi tidak tega dan memutuskan untuk melakukan
eutanasia
2. Eutanasia hewan
Sesuai dengan namanya, eutanasia jenis ini, khusus dilakukan kepada
hewan, biasanya beberapa hewan peliharaan yang sudah tua dan menderit
sakit berkepanjangan, membuat si pemilik tidak tega dan memutuskan untuk
melakukan eutanasia. Pada kasus yang
7
lain, beberapa kepercayaan percaya bahwa, saat seseorang meninggal, maka
barang-barang kesayangannya harus diikutkan ke dalam kubur, termasuk
hewan-hewan kesayangannya, sehingga sebelum hewan tersebut dikuburkan
umumya mereka di suntik mati terlebih dahulu.
3. Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada
eutanasia agresif secara sukarela. Dilakukan atas persetujuan sang pasien
sendiri.
8
Mati itu sendiri sebetulnya dapat didefinisikan secara sederhana sebagai berhentinya
kehidupan secara permanen (permanent cessation of life). Hanya saja, untuk
memahaminya terlebih dahulu perlu memahami apa yang disebut hidup.
Para ahli sependapat jika definisi hidup adalah berfungsinya berbagai organ vital
(paru-p aru,jantung, & otak) sebagai satu kesatuan yang utuh, ditandai oleh adanya
konsumsi oksigen. Dengan demikian definisi mati dapat diperjelas lagi menjadi
berhentinya secara permanen fungsi organ-organ vital sebagai satu kesatuan yang utuh,
ditandai oleh berhentinya konsumsi oksigen.
Meskipun euthanasia bukan merupakan istilah yuridis, namun mempunyai
implikasi hukum yang sangat luas, baik pidana maupun perdata. Pasal-pasal dalam
KUHP menegaskan bahwa euthanasia baik aktif maupun pasif tanpa permintaan adalah
dilarang. Demikian pula dengan euthanasia aktif dengan permintaan. Berikut adalah
bunyi pasal-pasal dalam KUHP tersebut:
Pasal 338: barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain karena
pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas
tahun.
Pasal 340: barang siapa dengan sengaja & direncanakan lebih dahulu menghilangkan
jiwa orang lain, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan
pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya
duapuluh tahun.
Pasal 344: barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri, yang disebutkannya
9
dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya duabelas tahun.
Pasal 345: barang siapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun, kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 359: menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan atau kelalaian, dipidana
dengan pidana penjara selama- lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-
lamanya satu tahun.
Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa tindakan perawatan medis yang tidak
ada gunanya seperti misalnya pada kasus pasien ini, secara yuridis dapat dianggap
sebagai penganiayaan. Tindakan di luar batas ilmu kedokteran dapat dikatakan di luar
kompetensi dokter tersebut untuk melakukan perawatan medis. Dengan kata lain,
apabila suatu tindakan medis dianggap tidak ada manfaatnya, maka dokter tidak lagi
berkompeten melakukan perawatan medis, dan dapat dijerat hukum sesuai KUHP pasal
351 tentang penganiayaan,yang berbunyi:
1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
10
2.4 Euthanasia menurut Hukum di berbagai Negara
1. Belanda
Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang- undang yang mengizinkan
eutanasia. Undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002,
yang menjadikan Belanda menjadi negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik
eutanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan,
diberihak untuk mengakhiri penderitaannya.
Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum
Pidana Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri berbantuan
masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal.
Sebuah karangan berjudul "The Slippery Slope of Dutch
Euthanasia" dalam majalah Human Life International Special Report
Nomor 67, November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun
1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan melakukan eutanasia dan
tidak akan dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur
yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan
konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan
membuat laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.
Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur
11
Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi
tempat pertama di dunia dengan UU yang mengizinkan
euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak
bertahan lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU
yang disebut "Right of the terminally ill bill" (UU tentang hak
pasien terminal). Undang-undang baru ini beberapa kali dipraktikkan,
tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh
keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali.
3. Belgia
12
terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri
hidupnya adalah negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997
melegalisasikan kemungkinan dilakukannya eutanasia
dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon
Death with Dignity Act). Tetapi undang-undang ini hanya
menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia.
Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal
berusia 18 tahun ke atas boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika
mereka diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan keinginan
ini harus diajukan sampai tiga kali pasien, dimana dua kali secara lisan
(dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali secara
tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi
tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan
pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis
penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam
mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan
mental.Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien
untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh
berpengaruh terhadap asuransi yang dimilikinya baik asuransi
kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan hari
tuanya.
Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa
dipertahankan di masa depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha
untuk meniadakan UU negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya
sama dengan UU Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu
sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun
1999.
13
Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup
(Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung
dilakukannya eutanasia.
5. Indonesia
15
Jepang tidak memiliki suatu aturan hukum yang mengatur
tentang eutanasia demikian pula Pengadilan Tertinggi Jepang
(supreme court of Japan) tidak pernah mengatur mengenai
eutanasia tersebut.
Ada 2 kasus eutanasia yang pernah terjadi di Jepang yaitu di
Nagoya pada tahun 1962 yang dapat dikategorikan sebagai "eutanasia
pasif" (, shkyokuteki anrakushi)
Kasus yang satunya lagi terjadi setelah peristiwa insiden di
Tokai university pada tahun 1995[14] yang dikategorikan sebagai
"eutanasia aktif " (, sekkyokuteki
anrakushi)
Keputusan hakim dalam kedua kasus tersebut telah
membentuk suatu kerangka hukum dan suatu alasan pembenar dimana
eutanasia secara aktif dan pasif boleh dilakukan secara legal.
Meskipun demikian eutanasia yang dilakukan selain pada kedua kasus
tersebut adalah tetap dinyatakan melawan hukum, dimana dokter
yang melakukannya akan dianggap bersalah oleh karena merampas
kehidupan pasiennya. Oleh karena keputusan pengadilan ini masih
diajukan banding ke tingkat federal maka keputusan tersebut belum
mempunyai kekuatan hukum sebagai sebuahyurisprudensi,
namun meskipun demikian saat ini Jepang memiliki suatu
kerangka hukum sementara guna melaksanakan eutanasia.
9. Republik Ceko
16
eutanasia dalam rancangan KUHP tersebut sebagai suatu kejahatan
dengan ancaman pidana selama 6 tahun penjara, namun Dewan
Perwakilan Konstitusional dan komite hukum negara tersebut
merekomendasikan agar pasal kontroversial tersebut dihapus dari
rancangan tersebut.
10. India
18
19
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
3. Euthanasi pasif
3. Euthanasia sukarela
21
B. Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
http://fiqih-pangeran377.blogspot.com/2011/04/aspek-hukum-dalam-
pelaksanaan.html
http://gegdiah.student.umm.ac.id/2010/01/29/euthanasia-hak-hidup-atau-
hak-mati-artikel-penerapan-ham-di-indonesia/
http://id.wikipedia.org/wiki/Eutanasia
http://keperawatanreligionnabilah.wordpress.com/materi-2/euthanasia- killing/
23
24