Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini hipertensi adalah faktor risiko ketiga terbesar yang menyebabkan

kematian dini. Hipertensi menyebabkan 62% penyakit kardiovaskular dan 49%

penyakit jantung. Penyakit ini telah membunuh 9,4 juta warga dunia setiap tahunnya.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah hipertensi akan terus

meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang membesar. Pada 2025 mendatang,

diproyeksikan sekitar 29% atau sekitar 1,6 miliar orang di seluruh dunia mengalami

hipertensi (Tedjasukmana, 2012). Setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang

meninggal karena Penyakit Tidak Menular (PTM) (63% dari seluruh kematian).

Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular terjadi

sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian dini tersebut terjadi di negara

berpenghasilan rendah dan menengah.

Komplikasi hipertensi menyebabkan sekitar 9,4 kematian di seluruh dunia setiap

tahunnya. Hipertensi menyebabkan setidaknya 45% kematian

Untuk kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya.

Hal ini menandakan satu dari tiga orang menderita tekanan darah tinggi. Menurut

Khancit, pada 2011 WHO mencatat ada satu miliar orang terkena hipertensi. Di

Indonesia, angka penderita hipertensi mencapai 32% pada 2008 dengan kisaran

usia diatas 25 tahun. Jumlah penderita pria mencapai 42,7% , sedangkan 39,2%

adalah wanita (Candra, 2013)

1
Di Indonesia angka kejadian hipertensi berkisar 6-15% dimana masih banyak

penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan terutama daerah

pedesaan. Sementara itu, berdasarkan data NHANES (National Health and

Nutrition Examination Survey) memperlihatkan bahwa risiko hipertensi

meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Data NHANES 2005-2008

memperlihatkan kurang lebih 76,4 juta orang berusia 20 tahun adalah penderita

hipertensi, berarti 1 dari 3 orang dewasa menderita hipertensi (Candra, 2013).

Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa

tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan

kesehatan primer kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan

prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013.

Prevalensi hipertensi pada penduduk berumur 18 tahunke atas di Indonesia tahun

2013 berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4%, dan pengukuran

tekanan darah sebesar 25,8%. Berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan, prevalensi

tertinggi terdapat pada Provinsi Sulawesi Utara, sementara itu berdasarkan

pengukuran, sementara untuk provinsi lampung sendiri berdasarkan diagnosis

tenaga kesehatan ada 7% dan pengukuran tekanan darah sebesar 24,9%.

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler. (Riset

Kesehatan Dasar 2013, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI)

Menurut Data Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, hipertensi termasuk dalam

5 besar penyakit terbanyak. Pada tahun 2011, penderita hipertensi sebanyak 6755

2
orang dan mengalami peningkatan pada tahun 2012 dengan jumlah penderita

sebanyak 20.116 orang (Dinkes, 2011, 2012).

Berdasarkan data di atas maka penulis tertarik untuk melakukan Asuha

Keperawatan Keluarga Pada Keluarga .... Terutama Pada... Secara Komprehensif

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada hubungan penurunan fungsi

kognitif dengan kejadian depresi pada lansia di UPTD Pelayanan Sosial Lanjut

Usia Tresna Werdha Natar Lampung Selatan Tahun 2016?.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan penurunan fungsi kognitif dengan kejadian

depresi pada lansia di UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar

Lampung Selatan Tahun 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penurunan fungsi kognitif pada

lansia di UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar

Lampung Selatan Tahun 2016.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian depresi pada lansia di

UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar Lampung

Selatan Tahun 2016.

3
c. Untuk mengetahui hubungan penurunan fungsi kognitif dengan kejadian

depresi pada lansia di UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha

Natar Lampung Selatan Tahun 2016.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat teoritik

Penelitian ini sebagai bahan pengembangan pengetahuan dalam keilmuan

keperawatan jiwa dan komunitas dalam materi keperawatan gerontik khususnya

tentang penyakit mental pada lansia yaitu depresi

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Praktik Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini menjadi data masukan dan sebagai sumber informasi bagi

perawat dalam memberikan asuhan keperawatan gerontik pada lansia yang

mengalami depresi.

1.4.2.2 Responden

Penelitian ini menjadi sarana lansia untuk mengungkapkan segala

perasaannya (express feeling) tentang berbagai macam masalah yang dihadapi

serta sebagai tambahan pengetahuan bagi lansia mengenai depresi.

1.4.2.3 Peneliti

Penelitian ini menjadi sarana peneliti untuk mengembangkan pengetahuan

dan pengalaman dalam bidang penelitian keperawatan serta mengaplikasikan

materi keperawatan gerontik yang didapatkan saat di bangku perkuliahan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep lanjut usia

2.1.1 Definisi dan Batasan Umur Lanjut Usia (Lansia)

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3),(4)UU No.13

Tahun1998tentangkesehatandikatakanbahwausialanjutadalahseseorangyang

telahmencapaiusialebihdari60tahun(Maryam,2012).

2.1.2Klasifikasi

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan

DepkesRI(2003)dalamMaryam(2012)yangterdiridari:pralansia(prasenilis)

yaitu seseorang yang berusia antara 4559 tahun, lansia ialah seseorang yang

berusia60tahunataulebih,lansiaresikotinggiialahseseorangyangberusia70

tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah

kesehatan,lansiapotensialialahlansiayangmasihmampumelakukanpekerjaan

dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa, lansia tidak potensial

5
ialahlansiayangtidakberdayamencarinafkah,sehinggahidupnyabergantung

padabantuanoranglain.

2.1.3KarakteristikLansia

Lansiamemilikikarakteristiksebagaiberikut:berusialebihdari60tahun

(sesuai dengan pasal 1ayat (2)UU No.13tentang kesehatan), kebutuhan dan

masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan

biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi

8
maladaptif,lingkungantempattinggalbervariasi(Maryam,2012).

2.1.4TipeLansia

Beberapatipepadalansiabergantungpadakarakter,pengalamanhidup,

lingkungan,kodisifisik,mental,sosial,danekonominya(Nugroho2000dalam

Maryam,2012).Tipetersebutdijabarkansebagaiberikut.

1. Tipe arif bijaksana. Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri

denganperubahanzaman,mempunyaikesibukan,bersikapramah,rendahhati,

sederhana,dermawan,memenuhiundangan,danmenjadipanutan.

2. Tipe mandiri. Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif

dalammencaripekerjaan,bergauldenganteman,danmemenuhiundangan.

3. Tipe tidak puas. Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga

menjadipemarah,tidaksabar,mudahtersinggung,sulitdilayani,pengkritik

danbanyakmenuntut.

4. Tipepasrah.Menerimadanmenunggunasibbaik,mengikutikegiatanagama,

danmelakukanpekerjaanapasaja.

6
5. Tipe bingung. Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,

menyesal,pasif,danacuhtakacuh.Tipelaindarilansiaadalahtipeoptimis,

tipekonstruktif,tipeindependen(ketergantungan),tipedefensife(bertahan),

tipemilitandanserius,tipepemarah/frustasi(kecewaakibatkegagalandalam

melakukansesuatu),sertatipeputusasa(bencipadadirisendiri).

2.1.5ProsesPenuaan

Penuaan adalah normal, denganperubahan fisikdan tingkah lakuyang

dapatdiramalkanyangterjadipadasemuaorangpadasaatmerekamencapaiusia

tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang

kompleks multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan

berkembangsampaipadakeseluruhansistem(Stanley,2006).

Tahapdewasamerupakantahaptubuhmencapaititikperkembanganyang

maksimal.Setelahitutubuhmulaimenyusutdikarenakanberkurangnyajumlah

selselyangadadidalamtubuh.Sebagaiakibatnya,tubuhjugaakanmengalami

penurunan fungsi secaraperlahanlahan.Itulah yang dikatakan proses penuaan

(Maryam,2012).

2.1.6TeoriTeoriProsesPenuaan

MenurutMaryam,(2012)adabeberapateoriyangberkaitandenganproses

penuaan,yaitu:teoribiologi,teoripsikologi,teorisosial,danteorispiritual.

7
1. Teoribiologis

Teoribiologimencakupteorigenetikdanmutasi, immunologyslowtheory,

teoristres,teoriradikalbebas,danteorirantaisilang.

a. Teorigenetikdanmutasi.

Menurutteorigenetikdanmutasi,semuaterprogramsecaragenetikuntuk

spesiesspesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan

biokimiayangdiprogramolehmolekulmolekulDNAdansetiapselpada

saatnyaakanmengalamimutasi.

b. Immunologyslowtheory

Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif dengan

bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat

menyebabkankerusakanorgantubuh.

c. Teoristres.

Teoristresmengungkapkanmenuaterjadiakibathilangnyaselselyang

biasadigunakantubuh.Regenerasijaringantidakdapatmempertahankan

kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang

menyebabkanselseltubuhlelahterpakai.

d. Teoriradikalbebas

Radikalbebasdapatterbentukdialambebas,tidakstabilnyaradikalbebas

(kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahanbahan organik

8
seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan selsel tidak

dapatmelakukanregenerasi.

e. Teorirantaisilang

Padateorirantaisilangdiungkapkanbahwareaksikimiaselselyangtua

menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini

menyebabkankurangnyaelastisitaskekacauan,danhilangnyafungsisel.

2. Teoripsikologi

Perubahanpsikologisyangterjadidapatdihubungkanpuladengankeakuratan

mental dan keadaan fungsional yang efektif. Adanya penurunan dan

intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan

belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan

berinteraksi. Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan.

Dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik, maka akan terjadi pula

penurunankemampuanuntukmenerima,memproses,danmeresponsstimulus

sehinggaterkadangakanmunculaksi/reaksiyangberbedadaristimulusyang

ada.

3. Teorisosial

Adabeberapateorisosialyangberkaitandenganprosespenuaan,yaituteori

interaksisosial(socialexchangetheory),teoripenarikandiri(disengagement

theory), teori aktivitas (activity theory), teori kesinambungan (continuity

theory),teoriperkembangan(developmenttheory),danteoristratifikasiusia

(agestratificationtheory).

9
a. Teoriinteraksisosial.

Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu

situasitertentu,yaituatasdasarhalhalyangdihargaimasyarakat.Pada

lansia, kekuasaan dan prestasinya berkurang sehingga menyebabkan

interaksisosialmerekajugaberkurang,yangtersisahanyalahhargadiri

dankemampuanmerekauntukmengikutiperintah.

b. Teoripenarikandiri.

Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang diderita lansia dan

menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara

perlahanlahanmenarikdiridaripergaulandisekitarnya.

c. Teoriaktivitas.

Teoriinimenyatakanbahwapenuaanyangsuksesbergantungbagaimana

seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas serta

mempertahankanaktivitas tersebutlebihpentingdibandingkankuantitas

danaktivitasyangdilakukan.

d. Teorikesinambungan.

Teoriinimengemukakanadanyakesinambungandalamsikluskehidupan

lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan

gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat terlihat

10
bahwagayahidup,perilaku,danharapanseseorangternyatatidakberubah

meskipuniatelahmenjadilansia.

e. Teoriperkembangan.

Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua

merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap

berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupun negatif.

Akantetapi,teoriinitidakmenggariskanbagaimanacaramenjadituayang

diinginkanatauyangseharusnyaditerapkanolehlansiatersebut.

f. Teoristratifikasiusia

Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan yang

dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan untuk

mempelajari sifat lansia secara kelompok dan bersifat makro. Setiap

kelompokdapatditinjaudarisudutpandangdemografidanketerkaitannya

dengankelompokusialainnya.Kelemahannyaadalahteoriinitidakdapat

dipergunakanuntukmenilailansiasecaraperorangan,mengingatbahwa

stratifikasisangatkompleksdandinamissertaterkaitdenganklasifikasi

kelasdankelompoketnik.

4. Teorispiritual

Komponenspiritualdantumbuhkembangmerujukpadapengertianhubungan

individudenganalamsemestadanpersepsiindividutentangartikehidupan

2.2 FungsiKognitif

2.2.1 Definisi

11
Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar seperti

berpikir, mengingat, belajar dan menggunakan bahasa. Fungsi kognitif juga

merupakankemampuanatensi,memori,pertimbangan,pemecahanmasalah,serta

kemampuaneksekutifsepertimerencanakan,menilai,mengawasidanmelakukan

evaluasi(PERDOSSI,2009).

Kemampuankognitifterusberkembangselamamasadewasa,tetapitidak

semuaperubahankognitifpadamasadewasamengarahpadapeningkatanpotensi.

Bahkan kadangkadang beberapa kemampuan kognitif mengalami kemerosotan

seiringdenganpertambahanusia.Meskipundemikian,sejumlahahliberpendapat

bahwa kemunduran keterampilan kognitif yang terjadi terutama pada masa

dewasaakhir,dapatditingkatkankembalimelaluiserangkaianpelatihan(Desmita,

2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Yuniati & Riza (2004), bahwa faktor

faktoryangberhubungandengankeluhansubyektifgangguankognitifpadalansia

antara lain adalah faktor umur, faktor kesulitan merawat diri, factor perasaan

sedih,rendahdiridantertekan,factorkesulitanmelaksanakanfungsisosial,factor

pendidikan,faktorstatusperkawinandanfaktorkonsumsibuahdansayur

2.2.2.DomainFungsiKognitif

Fungsikognitifterdiridari:

1. Atensi

Atensi adalah kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu

stimulus dengan mampu mengabaikan stimulus lain yang tidak

12
dibutuhkan. Atensi merupakan hasil hubungan antara batang otak,

aktivitaslimbikdanaktivitaskortekssehinggamampuuntukfokuspada

stimulus spesifik dan mengabaikan stimulus lain yang tidak relevan.

Konsentrasimerupakankemampuanuntukmempertahankanatensidalam

periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan

mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa dan fungsi

eksekutif.

2. Bahasa

Bahasamerupakanperangkatdasarkomunikasidanmodalitasdasaryang

membangunkemampuanfungsikognitif.Jikaterdapatgangguanbahasa,

pemeriksaan kognitif seperti memori verbal dan fungsi eksekutif akan

mengalamikesulitanatautidakdapatdilakukan.Fungsibahasameliputi4

parameter,yaitu:

a. Kelancaran

Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat

denganpanjang,ritmedanmelodiyangnormal.Metodeyangdapat

membantumenilaikelancaranpasienadalahdenganmemintapasien

menulisatauberbicarasecaraspontan.

b. Pemahaman

Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk memahami suatu

perkataan atau perintah, dibuktikan dengan kemampuan seseorang

untukmelakukanperintahtersebut.

13
c. Pengulangan

Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau

kalimatyangdiucapkanseseorang.

d. Penamaan

Merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek

besertabagianbagiannya.Gangguanbahasaseringterlihatpadalesi

otak fokalmaupun difus,sehingga merupakan gejala patognomonik

disfungsiotak.Pentingbagiklinikusuntukmengenalgangguanbahasa

karena hubungan yang spesifik antara sindroma afasia dengan lesi

neuroanatomi.

e. Memori

Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyandian

informasi, proses penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal

yangberpengaruhdalam ketiga proses tersebutakanmempengaruhi

fungsimemori.Fungsimemoridibagidalamtigatingkatanbergantung

padalamanyarentangwaktuantarastimulusdenganrecall,yaitu:

1) Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara

stimulus dengan recall hanya beberapa detik. Disini hanya

dibutuhkanpemusatanperhatianuntukmengingat(attention)

2) Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama yaitu

beberapamenit,jam,bulanbahkantahun.

14
3) Memorilama(remotememory),rentangwaktunyabertahuntahun

bahkanseusiahidup.

Gangguan memori merupakan gejala yang paling sering

dikeluhkanpasien.Istilah amnesia secaraumummerupakanefek

fungsimemori.Ketidakmampuanmempelajarimateribarusetelah

brain insult disebut amnesia anterograd. Sedangkan amnesia

retrogradmerujukpadaamnesiapadayangterjadisebelumbrain

insult. Hampir semua pasien demensia menunjukkan masalah

memoripadaawalperjalananpenyakitnya.Tidaksemuagangguan

memorimerupakangangguanorganik.Pasiendepresidanansietas

sering mengalami kesulitan memori. Istilah amnesia psikogenik

jika amnesia hanya pada satu periode tertentu, dan pada

pemeriksaantidakdijumpaidefekpadarecentmemory.

4) Visuospasial

Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan konstruksional

sepertimenggambarataumeniruberbagaimacamgambar(misal:

lingkaran, kubus) dan menyusun balokbalok. Semua lobus

berperandalamkemampuankonstruksidanlobusparietalterutama

hemisferkananberperanpalingdominan.Menggambarjamsering

digunakan untuk skrining kemampuan visuospasial dan fungsi

eksekutifdimanaberkaitandengangangguandilobusfrontaldan

parietal.

15
5) Fungsieksekutif

Fungsieksekutifdariotakdapatdidefenisikansebagaisuatuproses

kompleksseseorangdalammemecahkanmasalah/persoalanbaru.

Proses ini meliputi kesadaran akan keberadaan suatu masalah,

mengevaluasinya,menganalisasertamemecahkan/mencarijalan

keluarsuatupersoalan.

2.2.3. AnatomiFungsiKognitif

Masingmasingdomainkognitiftidakdapatberjalansendirisendiridalam

menjalankanfungsinya,tetapisebagaisatukesatuan,yangdisebutsistem

limbik.Sistemlimbikterdiridariamygdala,hipokampus,nucleustalamik

anterior,girussubkalosus,giruscinguli,girusparahipokampus,formasio

hipokampus dan korpus mamilare. Alveus, fimbria, forniks, traktus

mammilotalmikus dan striae terminalis membentuk jarasjaras

penghubungsistemini(Waxman,2007).

Peran sentral sistem limbik meliputi memori, pembelajaran, motivasi,

emosi,fungsineuroendokrindanaktivitasotonom.Strukturotakberikut

inimerupakanbagiandarisistemlimbik

1. Amygdala, terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada hemisfer

kananpredominanuntukbelajaremosidalamkeadaantidaksadar,dan

padahemisferkiripredominanuntukbelajaremosipadasaatsadar.

2. Hipokampus, terlibat dalam pembentukan memori jangka panjang,

pemeliharaanfungsikognitifyaituprosespembelajaran.

16
3. Girusparahipokampus,berperandalampembentukanmemorispasial.

4. Giruscinguli,mengaturfungsiotonomsepertidenyutjantung,tekanan

darahdankognitifyaituatensi.

5. Forniks,membawasinyaldarihipokampuskemammillarybodiesdan

septal nuclei. Adapun forniks berperan dalam memori dan

pembelajaran.

6. Hipothalamus, berfungsi mengatur sistem saraf otonom melalui

produksidanpelepasanhormon,tekanandarah,denyutjantung,lapar,

haus,libidodansiklustidur/bangun,perubahanmemoribarumenjadi

memorijangkapanjang.

7. Thalamus ialah kumpulan badan sel saraf di dalam diensefalon

membentuk dinding lateral ventrikel tiga. Fungsi thalamus sebagai

pusathantaranrangsangindradariperiferke korteks serebri. Dengan

katalain,thalamusmerupakanpusatpengaturanfungsikognitifdiotak

/sebagaistasiunrelaykekorteksserebri.

8. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan

pembelajaran.

9. Girusdentatus,berperandalammemoribaru.

10. Korteksenthorinal, pentingdalammemoridanmerupakankomponen

asosiasi.

Sedangkanlobusotakyangberperandalamfungsikognitifantaralain:

17
1. Lobusfrontalis

Padalobusfrontalismengaturmotorik,prilaku,kepribadian,bahasa,

memori,orientasispasial,belajarasosiatif,dayaanalisadansintesis.

Sebagian korteks medial lobus frontalis dikaitkan sebagai bagian

sistem limbik, karena banyaknya koneksi anatomik dengan struktur

limbikdanadanyaperubahanemosibilaterjadikerusakan.

2. Lobusparietalis

Lobus ini berfungsi dalam membaca, persepsi, memori dan

visuospasial. Korteks ini menerima stimuli sensorik (input visual,

auditori,taktil)dariareasosiasisekunder.Karenamenerimainputdari

berbagai modalitas sensori sering disebut korteks heteromodal dan

mampu membentuk asosiasi sensorik (cross modal association).

Sehingga manusia dapat menghubungkan input visual dan

menggambarkanapayangmerekalihatataupegang.

3. Lobustemporalis

Lobustemporalisberfungsimengaturpendengaran,penglihatan,emosi,

memori, kategorisasi bendabenda dan seleksi rangsangan auditorik

danvisual.

4. Lobusoksipitalis

Lobusoksipitalisberfungsimengaturpenglihatanprimer,visuospasial,

memoridanbahasa(Markam,2003).

18
2.2.4 Tes Untuk Menilai Fungsi Kognitif (Mini Mental State Examination

(MMSE)

2.2.4.1Pengertian

Pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE) ini awalnya

dikembangkanuntukskriningdemensia,namunsekarangdigunakansecaraluas

untukpengukuranfungsikogntifsecaraumum.Pemeriksaan MMSE kiniadalah

instrumenskriningyangpalingluasdigunakanuntukmenilaistatuskognitifdan

statusmentalpadausialanjut(Kochhanndkk.2009,Burnsdkk.2002).

Sebagaisatupenilaianawal,pemeriksaan MMSE adalahtesyangpaling

banyakdipakai.PemeriksaanstatusmentalMMSEFolsteinadalahtesyangpaling

seringdipakaisaatini.

2.2.4.2Teknik pemakaian dan penilaian MMSE

MMSE menggunakan instrumen berbentuk berbagai pertanyaan. Cara

penggunaannya adalah sebagai berikut (Folstein, 1975; Setiati,2007):

1. Penilaian Orientasi (10 poin)

Pemeriksa menanyakan tanggal, kemudian pertanyaan dapat lebih spesifik jika

ada bagian yang lupa (misalnya :Dapatkah anda juga memberitahukan

sekarang musim apa?). Tiap pertanyaan yang benar mendapatkan 1 (satu)

poin. Pertanyaan kemudian diganti dengan ,Dapatkah anda menyebutkan

nama rumah sakit ini (kota, kabupaten, dll) ?. Tiap pertanyaan yang benar

mendapatkan 1 (satu poin).

19
2. Penilaian Registrasi (3 poin).

Pemeriksa menyebutkan 3 nama benda yang tidak berhubungan dengan jelas

dan lambat. Setelah itu pasien diperintahkan untuk mengulanginya. Jumlah

benda yang dapat disebutkan pasien pada kesempatan pertama dicatat dan

diberikan skor (0-3). Jika pasien tidak dapat menyebutkan ketiga nama benda

tersebut pada kesempatan pertama, lanjutkan dengan mengucapkan namanya

sampai pasien dapat mengulang semuanya, sampai 6 kali percobaan. Catat

jumlah percobaan yang digunakan pasien untuk mempelajari kata-kata

tersebut. Jika pasien tetap tidak dapat mengulangi ketiga kata tersebut, berarti

pemeriksa harus menguji ingatan pasien tersebut. Setelah menyelesaikan tugas

tersebut, pemeriksa memberitahukan kepada pasien agar mengingat ketiga

kata tersebut, karena akan ditanyakan sebentar lagi.

3. Perhatian dan kalkulasi (5 poin)

Pasien diperintahkan untuk menghitung mundur dari 100 dengan selisih 7.

hentikan setelah 5 angka. Skor berdasarkan jumlah angka yang benar. Jika

pasien tidak dapat atau tidak dapat mengerjakan tugas tersebut, maka dapat

digantikan dengan mengeja kata DUNIA dari belakang. Cara menilainya

adalah menghitung kata yang benar. Contohnya jika menjawab AINUD

maka diberi nilai 5, tetapi jika menjawab AINDU diberi nilai 3.

4. Ingatan (3 poin)

20
Pasien diperintahkan untuk mengucapkan 3 kata yang diberikan sebelumnya

kepada pasien dan disuruh mengingatnya. Pemberian skor dihitung

berdasarkan jumlah jawaban yang benar.

5. Bahasa dan praktek (9 poin)

Penamaan : Pasien ditunjukkan arloji dan diminta menyebutkannya. Ulangi

dengan menggunakan pensil. Skor 1 poin setiap nama benda yang benar (0-2).

Repetisi (pengulangan) : Pasien diminta untuk mengulangi sebuah kalimat

yang diucapkan oleh penguji pada hanya sekali kesempatan. Skor 0 atau 1.

Perintah 3 tahap : pasien diberikan selembar kertas kosong, dan diperintahkan,

Taruh kertas ini pada tangan kanan anda, lipat menjadi 2 bagian, dan taruh di

lantai. Skor 1 poin diberikan pada setiap perintah yang dapat dikerjakan

dengan baik (0-3).

Membaca : Pasien diberikan kertas yang bertuliskan Tutup mata anda

(hurufnya harus cukup besar dan terbaca jelas oleh pasien. Pasien diminta

untuk membaca dan melakukan apa yang tertulis. Skor 1 diberikan jika pasien

dapat melakukan apa yang diperintahkan. Tes ini bukan penilaian memori,

sehingga penguji dapat mendorong pasien dengan mengatakan silakan

melakukan apa yang tertulis setelah pasien membaca kalimat tersebut.

Menulis : Pasien diberikan kertas kosong dan diminta menuliskan suatu

kalimat. Jangan mendikte kalimat tersebut, biarkan pasien menulis spontan.

Kalimat yang ditulis harus mengandung subjek, kata kerja dan membentuk

suatu kalimat. Tata bahasa dan tanda baca dapat diabaikan.

21
Menirukan : pasien ditunjukkan gambar segilima yang berpotongan, dan

diminta untuk menggambarnya semirip mungkin. Kesepuluh sudut harus ada

dan ada 2 sudut yang berpotongan unruk mendapatkan skor 1 poin. Tremor

dan rotasi dapat diabaikan.

2.2.4.3 Interpretasi penilaian MMSE

Setelah dilakukan penilaian, skor dijumlahkan dan didapatkan hasil akhir. Hasil

yang didapatkan diintrepetasikan sebagai dasar diagnosis.

Penilaian dengan nilai maksimal 30, cukup baik dalam mendeteksi

gangguan kognitif, menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognitif

dalamkurunwaktutertentu.SkorMMSEnormal2430.Bilaskorkurangdari24

mengindikasikan gangguan fungsi kognitif (Folstein dkk. 1975, Asosiasi

AlzheimerIndonesia,2003).

2.3 Teori dan konsep depresi pada lansia

2.2.1 Pengertian depresi

Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan

denganalamperasaanyangsedihdangejalapenyertanya,termasukperubahan

padapolatidurdannafsumakan,psikomotor,konsentrasi,anhedonia,kelelahan,

rasaputusasadantidakberdaya,sertabunuhdiri(Kaplan,2010)

Depresi adalah suatu jenis gangguan alam perasaan atau emosi yang

disertai komponen psikologik; rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak

bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa

dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun. Depresi disebabkan oleh

22
banyak faktor antara lain: faktor heriditer dan genetik, faktor konstitusi, faktor

kepribadian pramorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor neurologik, faktor

biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan sebagainya. Depresi

biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi, pembedahan,

kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti kehilangan kasih

sayang atau harga diri dan akibat kerja keras. Depresi merupakan reaksi yang

normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus

yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi

merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi

dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang

lain (Yosep, 2011).

2.2.2 Tanda dan Gejala

Data subjektif menunjukkan bahwa klien tidak mampu mengutarakan

pendapat dan malas berbicara. Sering mengemukakan keluhan somatik seperti:

nyeri abdomen dan dada, anoreksia, sakit punggung,pusing. Merasa dirinya sudah

tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan

cenderung bunuh diri. Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk

konsentrasi. Data obyektif: gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang

melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung,

gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret.Kadang-kadang dapat terjadi

stupor. Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering

menangis. Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi

terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya

23
khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam,

tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi.

Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah

tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga

mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan psikomotor (Yosep,

2011).

Menurut Tedy Hidayat (2008) dalam Yosep (2011), depresi ditandai

dengan gejala berikut:

1. Kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah hidup, tidak ada

semangat dan merasa tidak berdaya.

2. Perasaan bersalah atau berdosa, tidak berguna dan putus asa

3. Nafsu makan menurun.

4. Berat badan menurun.

5. Konsentrasi dan daya ingat menuruun.

6. Gangguan tidur : insomnia (sukar atau tidak dapat tidur) atau sebaliknya

hipersomnia (terlalu banyak tidur). Gangguan ini sering kali disertai dengan

mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan, misalnya mimpi orang yang telah

meninggal.

7. Agitasi atau retardasi psikomotor (gaduh gembira atau lemah tak berdaya).

8. Hilangnya rasa senang, semangat dan minat, tidak suka lagi melakukan hobi,

9. Kreativitas menurun, produktivitas juga menurun.

10. Gangguan seksual (libido menurun).

11. Pikiran-pikiran tentang kematian, bunuh diri.

24
Menurut Stanley & Beare (2006), gejala-gejala depresi, yang tetap sama

selama rentang kehidupan, dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, sering

disebut triad depresif.

1. Gangguan alam perasaan pervasive

Diantaranya adalah adanya kesedihan, kehilangan semangat, menangis,

ansietas, serangan panik, murung, iritabilitas, pernyataan merasa sedih,

tertekan, rendah atau susah dan paranoid.

2. Gangguan persepsi diri, lingkungan, masa depan

Meliputi menarik diri dari aktivitas biasa, penurunan gairah seks,

ketidakmampuan mengekspresikan kesenangan, perasan tidak berharga,

ketakutan yang tidak beralasan, pendekatan diri kembali pada kegagalan kecil,

delusi, halusinasi, kritik yang ditujukan pada diri sendiri dan orang lain, pasif.

3. Vegetatif

Berupa peningkatan atau penurunan gerakan tubuh, mondar-mandir, meremas-

remas tangan, menarik atau mengusap rambut, tubuh atau pakaian, sulit tidur,

terus terjaga, terbangun dini hari, penurunan atau peningkatan nafsu makan,

penurunan atau terkadang peningkatan berat badan, keletihan, terpaku pada

kesehatan fisik, ketidakmampuan berkonsentrasi, bicara lambat, berpikir

tentang kematian, bunuh diri atau upaya bunuh diri, konstipasi, takikardia.

Menurut Maryam, et al., (2008) depresi dapat timbul secara spontan ataupun

sebagai reaksi terhadap perubahan-perubahan dalam kehidupan seperti; cacat fisik

25
atau mental (stroke atau demensia) sehingga menjadi sangat bergantung pada

orang lain, suasana duka cita, meninggalnya pasangan hidup.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi depresi pada lansia

Kaplan (2010) menyatakan bahwa faktor penyebab depresi dapat secara

buatan dibagi menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psiko sosial.

1. Faktor biologi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin

biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic

acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan

cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang

terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan

serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa

pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori

bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2010).

Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut

tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti

Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti

parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi

dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala

depresi (Kaplan, 2010).

Disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan

aksis neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung

neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya

26
disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi

neuron yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang

mengaktivasi aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat

menimbulkan perubahan pada amin biogenik sentral. Aksis neuroendokrin

yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon

pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak diteliti

(Landefeld et al, 2004).

Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis HPA yang sangat

fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat

adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limpik atau adanya

kelainan pada sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur

CRH (Kaplan, 2010). Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti

perasaan takut dan marah berhubungan dengan Paraventriculer nucleus

(PVN), yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya

diatur oleh sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang

menyebabkan peningkatan sekresi CRH (Landefeld, 2004).

Pada orang lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen.

Estrogen berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal terhadap

neurotoksin seperti MPTP, 6 OHDA dan methamphetamin. Estrogen bersama

dengan antioksidan juga merusak monoamine oxidase.

Kehilangan saraf atau penurunan neurotransmiter. Sistem saraf pusat

mengalami kehilangan secara selektif pada sel sel saraf selama proses

menua. Walaupun ada kehilangan sel saraf yang konstan pada seluruh otak

27
selama rentang hidup, degenerasi neuronal korteks dan kehilangan yang lebih

besar pada sel-sel di dalam lokus seroleus, substansia nigra, serebelum dan

bulbus olfaktorius. Bukti menunjukkan bahwa ada ketergantungan dengan

umur tentang penurunan aktivitas dari noradrenergik, serotonergik, dan

dopaminergik di dalam otak. Khususnya untuk fungsi aktivitas menurun

menjadi setengah pada umur 80-an tahun dibandingkan dengan umur 60-an

tahun.

2. Faktor Genetik

Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di

antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi

berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi

umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada

kembar monozigot.

Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya

disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan kemampuan

dalam menanggapi stres. Proses menua bersifat individual, sehingga

dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah genetik.

3. Faktor Psikososial

Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah

kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor

psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut

usia yang pada umumnya berhubungan dengan kehilangan. Faktor psikososial

tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman

28
atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri,

keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif (Kaplan, 2010)

Sedangkan menurut Kane, faktor psikososial meliputi penurunan percaya

diri, kemampuan untuk mengadakan hubungan intim, penurunan jaringan

sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan penyakit fisik. Faktor psikososial

yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor

lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori

kognitif dan dukungan sosial (Kaplan, 2010).

Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang

menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood

dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan

memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa

peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi.

Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode

depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010).

Stressor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang

dicintai, atau stressor kronis misalnya kekurangan finansial yang berlangsung

lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat

menimbulkan depresi. Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu

yang terdapat pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik,

histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi.

Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid (kepribadian yang memakai

29
proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai resiko yang rendah

(Kaplan, 2010).

Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan

bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi (Kaplan,

2010). Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmud Freud sebagaimana

dikutip Kaplan (2010) mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan objek

dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien

depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang

hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya

bagi ego untuk melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau

depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan

penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah

dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian.

Kegagalan yang berulang. Dalam percobaan binatang yang dipapari

kejutan listrik yang tidak bisa dihindari, secara berulang-ulang, binatang

akhirnya menyerah tidak melakukan usaha lagi untuk menghindari. Disini

terjadi proses belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang

menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang mirip (Kaplan,

2010).

Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu,

menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup,

penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang

negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi (Kaplan, 2010).

30
2.4 Skrining depresi pada lansia

Geriatric Depression Scale

Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi

adalah mendeteksi atau mengidentifikasi. Jika dicurigai terjadi depresi, perawat

harus melakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang terstandardisasi dan

dapat dipercaya serta valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada lansia.

Salah satu alat yang paling mudah digunakan dan diinterpretasikan di berbagai

tempat adalah Geriatric Depression Scale (GDS) (Stanley & Beare, 2006).

Geriatric Depression Scale (GDS), pertama kali diciptakan oleh Yesavage

dkk, telah diuji dan digunakan secara luas dengan populasi yang lebih tua.

Geriatric Depression Scale tersebut menggunakan format laporan sederhana yang

diisi sendiri dengan ya atau tidak atau dapat dibacakan untuk orang dengan

gangguan penglihatan, serta memerlukan waktu sekitar 10 menit untuk

menyelesaikannya (Stanley & Beare, 2006).

Skor total 0 - 9 dianggap normal, 10-19 mengindikasikan depresi ringan

dan 20-30 mengindikasikan depresi berat. GDS ini dapat dimampatkan menjadi

hanya 15 pertanyaan saja dan mungkin lebih sesuai untuk dipergunakan dalam

praktek umum sebagai alat penapis depresi pada usia lanjut. Dalam penelitian ini

nantinya, GDS yang akan dipergunakan adalah GDS yang telah mengalami

pemampatan dalam bentuk 15 pertanyaan. Skor total adalah 0-5 dianggap

31
normal/tidak depresi, sedangkan lebih dari 5 mengindikasikan depresi (Sheikh &

Yesavage, 1986 dalam Mauk, 2010).

2.5 Penelitian Terkait

Rosita (2012) tentang Hubungan antara Fungsi Kognitif dengan

Kemampuan Interaksi Sosial Pada Lansia di Kelurahan Mandan Wilayah Kerja

Puskesmas Sukoharjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi kognitif

sebagian besar lansia mempunyai fungsi kognitif baik yaitu sejumlah 43

responden (53,8%), sedangkan kemampuan interaksi sosial sebagian besar lansia

mempunyai kemampuan interaksi social baik yaitu sejumlah 47 responden

(58,8%). Hasil uji Chi Square diperoleh X2 = 6,830 dan p = 0,009, maka H0

ditolak. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan

antara fungsi kognitif dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia di

Kelurahan Mandan wilayah kerja Puskesmas Sukoharjo.

Penelitian Wulansari (2015) tentang Hubungan antara Gangguan Kognitif

Dengan Depresi Pada Lanjut Usia Demensia di Posyandu Lansia, Berdasarkan

hasil analisis statistik didapatkan hubungan antara gangguan kognitif dengan

depresi pada lanjut usia demensia tidak signifikan (p= 0,247>0,05). Tidak ada

hubungan antara gangguan kognitif dengan depresi pada lanjut usia demensia di

posyandu lansia.

32
2.6 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

1. Faktor biologi
2. Faktor genetic
3. Faktor psiko sosial
a. Hilangnya peranan social
Depresi Lansia
b. Hilangnya otonomi
c. Kematian teman atau sanak saudara
d. Penurunan kesehatan
e. Peningkatan isolasi diri
f. Keterbatasan finansial
g. Penurunan fungsi kognitif

Sumber: Kaplan (2010) dan PERDOSSI(2009)

2.7 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Penurunan fungsi Depresi


kognitif

2.8 Hipotesis

Ha: Ada hubungan penurunan fungsi kognitif dengan kejadian depresi pada lansia

di UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar Lampung Selatan

Tahun 2016.

33
Ho: Tidak ada hubungan penurunan fungsi kognitif dengan kejadian depresi pada

lansia di UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar Lampung

Selatan Tahun 2016.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, yaitu metode penelitian

kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang analisis data

bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang

telah ditetapkan (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna

Werdha Natar Lampung Selatan pada bulan April Tahun 2016.

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian analitik observasional

dengan pendekatan cross sectional. Penelitian cross sectional (Potong

lintang) adalah suatu penelitian dengan cara pendekatan, observasi atau

pengumpulan data sekaligus pada saat itu (point time approach). Artinya

setiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran

dilakukan terhadap status karakter subjek pada saat penelitian.

34
3.4 Subyek Penelitian

3.4.1 Populasi Penelitian 36

Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal UPTD Pelayanan

Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar Lampung Selatan berjumlah 90

orang.

3.4.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek peneliti yang

dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel yang digunakan menggunakan

Purposivesampling yaitu teknikpengambilan sampel sumberdata dengan

pertimbangantertentu, dengan kriteria inklusi:

a. Lansia yang tinggal UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha

Natar Lampung Selatan.

b. Responden kooperatif/Kapabel

c. Bersedia menjadi responden

Sehingga dalam penelitian ini jumlah responden yang diperoleh sebanyak 45

orang. Hal tersebut dikarenakan sebanyak 41 responden tidak kooperatif dan

berada di ruang isolasi, 2 orang melarikan diri dan 2 orang meninggal dunia.

3.5 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas atau variabel independen dalam penelitian ini adalah

penurunan fungsi kognitif.

35
2. Variabel terikat atau variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian

depresi.

3.6 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Alat ukur Cara Hasil Ukur Skala


Ukur ukur
Variabel Dependen
Merupakan kumpulan 0: 0 - 9 =
1 Depresi gejala berkaitan Geriatric Test normal Ordinal
dengan alam perasaan Depressio
yang sedih dan gejala n Scale 1: > 9 =
penyertanya, termasuk (GDS), depresi
perubahan pada pola
tidur dan nafsu makan,
psikomotor,
konsentrasi,
anhedonia, kelelahan,
rasa putus asa dan
tidak berdaya, serta
bunuh diri

Variabel Independen
2 Penurunan Suatu proses mental MMSE Test 0: Ordinal
fungsi manusia yang meliputi Gangguan
kognitif perhatian persepsi, (<24)
proses berpikir, 1 : Normal
pengetahuan dan (24-30)
memori

3.7 Instrumen Penelitian

a. Identitas responden (lansia).

b. Kuesioner Geriatric Depression Scale (GDS), untuk pengukuran depresi

pada pernyataan positif yaitu pertanyaan no 1, 5, 7, 11, 13 jika jawaban Ya

diberi nilai 0 dan jawaban tidak diberi nilai 1, sedangkan untuk pertanyaan

negative yaitu pertanyaan no 2,3,4,6,8,9,10,12,14,15 jika jawaban Ya

diberi nilai 1 dan jawaban tidak diberi nilai 0, sehingga skor terendah 0

36
dan tertinggi 15. Dan MMSE untuk pengukuran fungsi kognitif nilai

terendah adalah 0 dan tertinggi adalah 30.

3.8 Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data. Pengolahan

data dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

1. Editing

Dilakukan setelah mendapatkan data yang dikumpulkan dengan tujuan untuk

mengoreksi data bila terjadi kesalahan atau kekurangan data dapat diteliti.

2. Coding

Pemberian kode pada data sehingga memudahkan pengelompokan.

3. Processing

Memasukkan data yang telah dilakukan koding kedalam program SPSS versi

22.0.

4. Cleaning

Mengelompokkan data sesuai dengan variabel. Data diolah dan dianalisis dengan

teknik analisis kuantitatif. Untuk pengolahan data kuantitatif dapat dilakukan

dengan manual atau melalui proses komputerisasi.

3.9 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tenik sebagai

berikut:

1. Uji Univariat

37
Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi variabel

dependen dan variabel independent. Data yang terkumpul dalam penelitian ini

akan diolah dengan menggunakan komputer. Pada data kategorik peringkasan

data hanya menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persentase atau

proporsi (Hastono, 2007).

2. Uji Bivariat

Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square dengan menggunakan

bantuan komputer. Berdasarkan hasil perhitungan statistik dapat dilihat

kemaknaan hubungan antara 2 variabel, yaitu:

a. Jika p value 0.05 maka bermakna/signifikan, berarti ada hubungan yang

bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen atau

hipotesis (Ho) ditolak

b. Jika p value > 0.05 maka tidak bermakna/signifikan, berarti tidak ada

hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel

dependen, atau hipotesis (Ho) diterima.

Dalam bidang kesehatan untuk mengetahui derajat hubungan yang beresiko

relatif (RR) dan Odds ratio (OR). Nilai OR digunakan untuk jenis penelitian

cross sectional. Nilai OR terdapat pada baris Odds Ratio. OR untuk

membandingkan Odds pada kelompok terekspose dengan Odds kelompok

tidak terekspose.

38

Anda mungkin juga menyukai