Oleh:
Khairunnisa Nurul Huda G99152007
Kartika Yuliana Putri G99152012
Martina Dwi Ariandini G99152019
Ria Tustina Hendrayani G99152016
Pembimbing :
dr. Didik Prasetyo, Sp.PD, M.Kes
Oleh:
Khairunnisa Nurul Huda G99152007
Kartika Yuliana Putri G99152012
Martina Dwi Ariandini G99152019
Ria Tustina Hendrayani G99152016
I. ANAMNESIS
A. Identitas penderita
Nama : Tn. S
No. RM : 013xxxxx
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 58 tahun
Alamat : Sragen, Jawa Tengah
Pekerjaan : Pedagang
Status : Menikah
Masuk RS : 7 Agustus 2017
B. Data dasar
Autonamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 8 Agustus 2017.
Keluhan utama:
Batuk darah sejak 1 hari SMRS.
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke RSDM dengan keluhan batuk darah sejak 1 minggu yang
memberat 1 hari SMRS. Batuk darah tidak setiap hari, batuk darah hilang timbul.
Batuk darah sebanyak kurang lebih 1-2 kali sehari dengan volume - gelas
belimbing setiap batuk. Batuk darah berwarna merah segar berbuih, bercampur
dengan lendir dan berbau amis.
Tiga minggu SMRS pasien mengeluhkan mata berwarna kuning. Warna
kuning berawal dari mata kemudian menyebar ke seluruh tubuh, dan terdapat
nyeri perut kanan atas. BAK seperti teh sehari 5-6 kali, tidak ada nyeri saat BAK.
BAB seperti dempul disangkal. Satu minggu SMRS pasien dirawat di RSUD
Gemolong dan dinyatakan menderita Hepatitis B, sejak itu pasien diberikan obat
untuk hepatitis tetapi pasien lupa namanya.
Selain itu pasien juga mengeluhkan lemas sejak 1 bulan SMRS, lemas
dirasakan hilang timbul. Lemas bertambah jika beraktivitas, dan berkurang jika
beristirahat. Pasien mengeluh pusing nggliyer, telinga berdenging disangkal.
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak yang dirasakan hilang timbul
sejak 4 bulan SMRS. Batuk berdahak warna kuning kental. Batuk memberat bila
malam hari dan dada terasa sesak saat batuk. Pasien juga merasakan demam
hilang timbul dan keringat dingin malam hari. Penurunan berat badan kurang
lebih 5 kg sejak 1 bulan SMRS, mual muntah disangkal.
Enam bulan SMRS pasien mengeluhkan nyeri punggung yang menjalar ke
kaki, riwayat jatuh disangkal. Setelah diperiksakan pasien dikatakan menderita
saraf kejepit dan sejak itu lebih banyak berbaring di tempat tidur.
Pohon Keluarga
Keterangan :
: laki laki
: perempuan
: meninggal
: Pasien
Riwayat Kebiasaan
Merokok (+) sejak usia 18 tahun, sehari 3 batang,
sudah berhenti 5 tahun SMRS
Alkohol Disangkal
Obat bebas Anti nyeri, obat herbal
Olahraga Tidak pernah
Minuman berenergi 3x/minggu, 1 sachet per hari
Riwayat transfusi Disangkal
Penggunaan tatto Disangkal
Riwayat seks bebas Disangkal
Riwayat gizi
Makan pasien dengan menu nasi, lauk dan sayur sebanyak 3x sehari dengan porsi 1
piring tiap kali makan. Akhir-akhir ini pasien mengalami penurunan nafsu makan
sehingga makanan sering tidak dihabiskan.
I. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : tampak sakit sedang, composmentis GCS: E4V5M6, gizi kesan
kurang
Tanda Vital
Tensi : 100/70 mmHg
Nadi : 110 x/menit
irama reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi nafas : 26x/menit, thorakoabdominal
Suhu : 38.70C per axilla
Status Gizi
Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan : 165cm
IMT : 16.5kg/m2 (kesan: underweight)
Kulit : kering (-), turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),
teleangiektasis (-),ikterik (+)
Kepala : bentuk mesocephal, rambut mudah rontok (-), luka (-)
Wajah : Moon face (-), atrofi muskulus temporalis (+), malar rash
(-)
Mata : mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik
(+/+), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3 mm/3 mm),
reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-), ptosis (-/-), exoftalmus (-)
Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-) ,gusi
berdarah (-), luka pada sudut bibir (-), oral thrush (-)
Leher : JVP 5+2 cmH2O,trakea di tengah, simetris, pembesaran
kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-), distensi vena-vena leher (-)
Thorax: bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan =
kiri, venektasi (-), retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan
thorakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening axilla (-/-),
atrofi musculus pectoralis (-), ginekomasti (-)
Jantung
Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
Palpasi : ictus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC IV linea
midclavicularis sinistra, thrill(-)
Perkusi :
- Batas jantung kanan atas : SIC IIlinea sternalis dextra
- Batas jantung kanan bawah : SIC IVlinea parasternalisdekstra
- Batas jantung kiri atas : SIC IIlinea parasternalis sinistra
- Batas jantung kiri bawah : SIC IV linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler, bising (-),
gallop (-)
Pulmo
a. Anterior
Inspeksi
- Statis :normochest, simetris
- Dinamis :pengembangan dada simetris kanan = kiri, tidak ada yang
tertinggal, retraksi intercostal (-)
Palpasi
- Statis :simetris
- Dinamis :pergerakan kanan = kiri,fremitus raba kanan =kiri
Perkusi
- Kanan :sonor
- Kiri :sonor
Auskultasi
- Kanan :Suara dasar vesikulernormal. Suara tambahan: wheezing (-),
ronkhi basah kasar (+), ronkhi basah halus (-)
- Kiri : Suara dasar vesikulernormal. Suara tambahan: wheezing (-),
ronkhi basah kasar (+),ronkhi basah halus (-)
b. Posterior
Inspeksi
- Statis : normochest, simetris.
- Dinamis :pengembangan dada simetris kanan=kiri, retraksi intercostal (-)
Palpasi
- Statis : simetris
- Dinamis :pergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba kanan =kiri
Perkusi
o Kanan : sonor
o Kiri : sonor
Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikulernormal. Suara tambahan: wheezing (-),
ronkhi basah kasar (+), ronkhi basah halus (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler normal. Suara tambahan: wheezing (-),
ronkhibasah kasar (+), ronkhi basah halus (-)
Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding thorak, distended (+),venektasi (-),
sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-)
Auskultasi: Bising usus (+) 9x/menit normal, bruit hepar (-), bising epigastrium
(-)
Perkusi : Timpani, area Traube pekak, pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-),hepar teraba 5 cm BACD lunak, tepi
tumpul, permukaan rata, lien teraba di Schuffner II, nyeri ketok
ginjal (-)
Ekstremitas
Akral dingin _ _ Edema
- -
INDEKS ERITROSIT
MCV 66 /um 80-96
MCH 22 pg 28-0,33
MCHC 30 g/dl 33-36
RDW 20,1 % 11,6-19,6
MPV 7,2 fl 7,2-11,1
PDW 15 % 25-65
KIMIA KLINIK
GDS 117 mg/dl 60 140
Creatinine 0,8 mg/dl 0.8 1.3
Ureum 33 mg/dl < 50
Albumin 2,3 g/dl 3.2 4.6
HEMOSTASIS
PT 32.1 detik 55.00 80.00
APTT 47.0 detik 22.00 44.00
INR 3.530
ELEKTROLIT
Natrium 126 mmol/L 136 145
Kalium 3.1 mmol/L 37 5.4
Calcium Ion 1.14 mmol/L 1.17 1.29
B. Foto Thorax PA
Tanggal 7 Agustus 2017
Cor : besar dan bentuk normal
Pulmo : tampak perselubungan inhomogen di paracardial kanan
Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
Hemidiafragma kanan elevasi kiri normal
Trakea di tengah
Sistema tulang baik
Kesimpulan :
1. Pneumonia
2. Hemidiafragma kanan elevasi dapat merupakan proses infradiafragmatica
III. RESUME
1. Keluhan utama:
Batuk darah sejak 1 hari SMRS
2. Anamnesis:
a. 6 bulan SMRS pasien mengeluhkan nyeri punggung yang menjalar ke
kaki, riwayat jatuh (-). Setelah diperiksakan pasien dikatakan menderita
saraf kejepit dan sejak itu lebih banyak berbaring di tempat tidur.
b. Batuk (4 bulan SMRS) hilang timbul, warna kuning kental, memberat
pada malam hari disertai dada terasa sesak saat batuk. Demam hilang
timbul, keringat dingin malam hari, penurunan berat badan kurang lebih
5 kg sejak 1 bulan SMRS.
c. Satu bulan SMRS pasien merasa lemas dirasakan hilang timbul. Lemas
bertambah jika beraktivitas, dan berkurang jika beristirahat. Pasien juga
mengeluh pusing nggliyer.
d. Mata berwarna kuning (3 minggu SMRS) menyebar ke tubuh, nyeri
perut kanan atas
e. Satu minggu SMRS pasien dirawat di RSUD Gemolong dan dinyatakan
menderita Hepatitis B, sejak itu pasien diberikan obat untuk hepatitis
tetapi pasien lupa namanya..
f. Batuk darah sejak 1 minggu yang memberat 1 hari SMRS. Batuk darah
tidak setiap hari, batuk darah hilang timbul. Batuk darah sebanyak
kurang lebih 1-2 kali sehari dengan volume - gelas belimbing setiap
batuk. Batuk darah berwarna merah segar berbuih, tidak mengalir,
bercampur dengan lendir dan berbau amis.
g. BAK seperti teh, 5-6 kali/hari, nyeri saat BAK (-), BAB seperti dempul
(-).
h. Riwayat kebiasaan :
- Merokok sejak usia 18 tahun, 3 batang/hari, sudah berhenti 5 tahun
SMRS
- Konsumsi obat herbal dan minuman berenergi 3x/minggu, 1
sachet/hari
3. Pemeriksaan fisik:
Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 110 x/menit irama reguler, isi dan tegangan
cukup, Frekuensi nafas 26x/menit, thorakoabdominal, Suhu 38,70C per axilla.
Status gizi: IMT 16.5 kg/m2 (kesan: underweight), Kulit ikterik (+), atrofi
muskulus temporalis (+),konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (+/+).
Auskultasi anterior posterior Paru Kiri : ronkhibasah kasar (+),
Perkusi abdomen: area Traube pekak, pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi hepar teraba 5 cm BACD lunak, tepi tumpul, permukaan rata, lien teraba
di schuffner II.
IV. DIAGNOSIS ATAU PROBLEM
1. Hemoptisis e.c presumptive TB
2. Anemia Mikrositik Hipokromik
3. Sirosis Hepatis Decompensata
4. Hipoalbumin berat
5. Imbalance elektrolit (hiponatremia, hipokalemi, hipokalsemi)
6. Spondilosis lumbalis
Rencana Awal
MCH: 22 pg jantung.
Menjelaskan tatalaksana
anemia kepada pasien..
3. Sirosis Hepatis Anamnesis: HbeAg,HBV Curcuma 1 tab/8 jam po Penjelasan kepada pasien
Tiga minggu SMRS
Decompensata DNA, USG Inj Vit K I ampul/ 8 jam mengenai penyakit yang
pasien mengeluhkan
Abdomen, dialami, rencana
mata berwarna kuning,
lacak hasil lab pemeriksaan, terapi yang
demam disangkal.
diberikan dan prognosis
Warna kuning berawal
penyakit.
dari mata kemudian
menyebar ke tubuh,
nyeri perut kanan atas
disangkal.
Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 10 x/menit
P: timpani, PS (-), PA (-), undulasi (-),
area Traube pekak
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 5
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien membesar
Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- -
Laboratorium 8/8/2017
KIMIA KLINIK
Bilirubin Total 23.90 mg/dL 0.00 1.00
Bilirubin Di
23.60 mg/dL 0.00 0.30
rek
Bilirubin Indirek 0.30 mg/dL 0.00 0.70
SEROLOGI
HEPATITIS
HbeAg Non reactive Non reactive
9/8/2017 Boyok KU: CM 1. Hemoptisis ec presumtive Bedrest tidak total
DPH-1 pegal Tensi: 130/80 mmHg TB O2 2-3 lpm NK
Nadi: 88 x/menit, isi cukup, reguler 2. Ikterik ec extrahepatal dd Diet lunak TKTP tidak
intrahepatal merangsang lambung 1.700
RR: 18 x/menit
3. Anemia hipokromik kkal
Suhu: 36,6 C mikrositik ec OCD dd Inf NaCl 0,9% 20 tpm
perdarahan Inj Cefoperazone sulbactam 1
Kepala: Mesocephal, rambut mudah 4. Hepatitis B fase inactive gram/12 jam
rontok (-) carrier Inj Metoclopramide 10 mg/8
Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sclera 5. Hipoalbuminemia berat jam
ikterik (+/+) 6. Imbalance elektrolit
Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
7. Spondilosis lumbalis
Hidung: Sekret (-/-) Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
8. Suspek HNP lumbalis
Telinga: Sekret (-/-) NAC 200 mg
Mulut: Mukosa basah (+) Curcuma 1 tab/8 jam po
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran KSR 1 tab/8 jam po
kelenjar getah bening (-) Plan :
Thorak: Simetris, retraksi (-) - DR3 post transfusi
- GDS/hari
Cor: - Kultur sputum, gene expert
I: IC tampak
P: IC kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-),
gallop (-)
Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/+)
Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 10 x/menit
P: timpani, PS (-), PA (-), undulasi (-)
P: supel, area Traube pekak, nyeri tekan
(-), hepar teraba 4 cm BACD lunak,
tepi tumpul, permukaan rata, lien
membesar
Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- -
Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/+)
Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 10 x/menit
P: timpani, PS (-), PA (-), undulasi (-)
P: supel, area Traube pekak, nyeri tekan
(-), hepar teraba 4 cm BACD lunak,
tepi tumpul, permukaan rata, lien
membesar
Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- -
Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/+)
Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 10 x/menit
P: timpani, PS (-), PA (-), undulasi (-)
P: supel, area Traube pekak, nyeri tekan
(-), hepar teraba 4 cm BACD lunak,
tepi tumpul, permukaan rata, lien
membesar
Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- -
Laboratorium 11/08/2017
KIMIA KLINIK
Albumin 2.0 g/dl 3.2 4.6
SGOT 95 u/l <35
SGPT 32 u/l <45
HEMOSTASIS
PT 14.5 detik 10.0 15.00
APTT 33.0 detik 20.00 40.00
INR 1.100
ELEKTROLIT
Natrium 130 mmol/L 136 145
Kalium 2.2 mmol/L 3.7 5.4
Calcium Ion 1.17 mmol/L 1.17 1.29
Alignment baik
Tampak osteofit pada vertebrae L 1-5
Trabekulasi tulang kasar
Tak tampak erosi/destruksi tulang
Tak tampak paravertebral soft tissue mass/swelling
Pergeseran sendi (-)
Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/+)
Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 10 x/menit
P: timpani, PS (-), PA (-), undulasi (-)
P: supel, area Traube pekak, nyeri tekan
(-), hepar teraba 4 cm BACD lunak, tepi
tumpul, permukaan rata, lien membesar
Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -
14/8/2017 Batuk KU: CM, tampak sakit sedang 1. Presumtive TB Bedrest tidak total
DPH-6 Tensi: 120/80 mmHg 2. Ikterik ec extrahepatal dd O2 2-3 lpm NK
Nadi: 86 x/menit, isi cukup, reguler intrahepatal Diet lunak TKTP tidak
3. Anemia hipokromik merangsang lambung 2100
RR: 18 x/menit
mikrositik ec OCD dd kkal
Suhu: 36,5C perdarahan Inf NaCl 0,9% 20 tpm
4. Hepatitis B fase inactive Inj Cefoperazone sulbactam 1
Kepala: Mesocephal, rambut mudah carrier gram/12 jam
rontok (-) 5. Suspek HNP lumbalisdd Inj Metoclopramide 10 mg/8
Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sclera muscle spasm jam
ikterik (+/+) 6. Hipoalbuminemia berat (2)
Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
7. Hiponatremia ringan (130)
Hidung: Sekret (-/-) Inj Asam Tranexamat 500
8. Hipokalemia sedang (2,9)
Telinga: Sekret (-/-) mg/8 jam
Mulut: Mukosa basah (+) Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran NAC 200 mg
kelenjar getah bening (-) Curcuma 1 tab/8 jam po
Paracetamol 500mg/8 jam po
Thorak: Simetris, retraksi (-)
KSR 1 tab/8 jam po
Cor:
I: IC tampak
Plan :
P: IC kuat angkat - Elektrolit post koreksi
P: batas jantung kesan tidak melebar - Elektrolit urin
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-), - USG abdomen
gallop (-)
Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH(-/-), RBK (-/-)
Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 12x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien kesan membesar
Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -
Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)
Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 14 x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata
Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- -
ELEKTROLIT
Natrium darah 129 mmol/L 136 145
Kalium darah 2.8 mmol/L 3.7 5.4
Calcium Ion 1.23 mmol/L 1.17 1.29
Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)
Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 12 x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien kesan membesar
Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -
Hasil pemeriksaan USG Abdomen (16 Agustus 2017)
Hepar
Bentuk dan ukuran membesar, permukaan tidak rata, tepi tumpul, echogenitas normoechoic, parenkim hepar kasar inhomogen, vena
hepatika tidak melebar dan vena porta melebar, thrombus vena porta (-), duktus bilier melebar, massa/nodul (+) multiple sebagian
hiperechoic sebagian hipoechoic
Gall blader
Bentuk dan ukuran normal, permukaan rata, dinding tidak menebal, sludge (+), batu (-)
Pankreas
Bentuk dan ukuran normal
Lien
Bentuk dan ukuran normal, permukaan rata, dinding tidak menebal, parenkim homogen, vena lienalis tidak melebar
Ginjal
Ren kanan ukuran normal, SPC tdk melebar, batas korteks danmedulla jelas, tidak ada batu dan massa
Ren kiri ukuran normal, SPC tdk melebar, batas korteks danmedulla jelas, tidak ada batu dan massa
Lain-lain
Ascites (+) minima, efusi pleura (+) dekstra
Kesan : Nodul Liver Multiple Cholestasis
Saran : Cek AFP, Ca 19 9, Bila perlu MRCP
16 Agustus 2017
ELEKTROLIT
Natrium darah 136 mmol/L 136 145
Kalium darah 2.6 mmol/L 3.7 5.4
Calcium Ion 1.26 mmol/L 1.17 1.29
Magnesium 0.47 mmol/L 0.46 0.60
Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)
Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 12 x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien kesan membesar
Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -
Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)
Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 12 x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak,
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien kesan membesar
Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -
Laboratorium 18 Agustus 2017
Cor:
I: IC tampak
P: IC kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-),
gallop (-)
Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)
Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 12 x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak,
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien kesan membesar
Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -
Kesan :
Suspek bone metastase tipe osteolitik pada os ileum, ischium, dan femur kanan
Cor:
I: IC tampak
P: IC kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-),
gallop (-)
Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)
Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 12 x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak,
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien kesan membesar
Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -
21/8/2017 Lemas KU: CM 1. Susp Ca caput pankreas Bedrest tidak total
DPH-13 Tensi: 130/80 mmHg 2. Multiple nodul hepar ec O2 2-3 lpm NK
Nadi: 84 x/menit, isi cukup, reguler THP Diet lunak TKTP tidak
3. Anemia hipokromik merangsang lambung 2.100
RR: 20 x/menit
mikrositik ec OCD dd kkal
Suhu: 36,5C perdarahan Inf NaCl 0,9% 20 tpm
4. Hepatitis B fase inactive Inj Metoclopramide 10 mg/8
Kepala: Mesocephal, rambut mudah carrier jam
rontok (-) 5. Suspek HNP lumbalis Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sclera 6. Hipoalbuminemia sedang
Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
ikterik (+/+) (2,7)
NAC 200 mg
7. Hipokalemia sedang (2,6)
Hidung: Sekret (-/-) Curcuma 1 tab/8 jam po
Telinga: Sekret (-/-) KSR 1 tab/8 jam po
Mulut: Mukosa basah (+)
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran
kelenjar getah bening (-) Plan :
Thorak: Simetris, retraksi (-) - MRI Lumbal
Cor:
I: IC tampak
P: IC kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-),
gallop (-)
Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)
Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 12 x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak,
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien kesan membesar
Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -
Kesimpulan :
1. Multiple bone metastasis pada corpus Vth 10, VTh 12, VL 1, VL 3, VL 5, S1 dan destruksi pedicle VTh 12, VL1, VL2, VL3 dextra
dan VL 4 sinistra
2. Soft tissue mass metastase setinggi level VTh 12-VL 1 yang menginfiltrasi myelum, ligamentum longitudinal anterior sampai ke
ligamentum longitudinal posterior serta menyebabkan hambatan aliran liquor cerebrospinalis
3. Incidental finding : multiple nodul hepar, ascites
Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)
Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 12 x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak,
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien kesan membesar
Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HEMOPTISIS
Definisi
Klasifikasi
Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya
pada kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.
3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam
4. Pseudohemoptisis
Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas
laring) atau dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan
buatan (factitious).
Sputum examination
Laboratory
Alkaline pH Acidic pH
Patofisiologi Hemoptisis
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi
dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi
pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan
fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna
tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih
diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen
ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa
terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri
bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe. (4)
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah
menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk
menimbulkan batuk darah.
2. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada
pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar
seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.
4. Kelainan membran alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti
padaGoodpastures syndrome.
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal
dengan aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari
cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis
disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini
terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan
pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan
hemoptisis masif.
6. Invasi tumor ganas
7. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami
transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk
darah.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya dikenal berbagai macam batuk darah :
1. Batuk darah idiopatik atau esensial dimana penyebabnya tidak diketahui
Angka kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung fasilitas
penegakan diagnosis. Pria terdapat dua kali lebih banyak daripada wanita,
berumur sekitar 30 tahun, biasanya perdarahan dapat berhenti sendiri
sehingga prognosis baik. Teori perdarahan ini adalah sebagai berikut :
a. Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkoskopi.
b. Bronkiektasis yang tidak dapat ditemukan.
c. Infark paru yang minimal.
d. Menstruasi vikariensis.
e. Hipertensi pulmonal.
2. Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat di pastikan
a. Pada prinsipnya berasal dari :
b. Saluran napas
i. Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru,
pneumonia dan abses paru.
ii. Menurut Bannet, 82 86% batuk darah disebabkan oleh
tuberkulosis paru, karsinoma paru dan bronkiektasis.
iii. Yang jarang dijumpai adalah penyakit jamur (aspergilosis),
silikosis, penyakit oleh karena cacing.
c. Sistem kardiovaskuler
i. Yang sering adalah stenosis mitral, hipertensi.
ii. Yang jarang adalah kegagalan jantung, infark paru,
aneurisma aorta.
d. Lain-lain
i. Disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah
seperti hemofilia, hemosiderosis, sindrom Goodpasture,
eritematosus lupus sistemik, diatesis hemoragik dan
pengobatan dengan obat-obat antikoagulan
Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi
atas :
1. Hemoptisis massif
Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam.
2. Kriteria yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta :
Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam
Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24
jam, akan tetapi Hb kurang dari 10 g%.
Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari
10 g%, tetapi dalam pengamatan 48 jam ternyata darah tidak
berhenti.
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada
hemoptoe selain terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi
mobilisasi dari depot darah, sehingga kadar Hb tidak selalu
memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi.
Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe
juga mempunyai kelemahan oleh karena :
o Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan
sputum dan kadang-kadang dengan cairan lambung,
sehinga sukar untuk menentukan jumlah darah yang
hilang sesungguhnya.
o Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-
sama dengan tinja, sehingga tidak ikut terhitung
o Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.
Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh :
Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan
hipovolemik (hypovolemik shock).
Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat
dinilai dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan aritmia,
gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran darah serebral. Dalam hal
kedua ini dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping
menentukan fungsi-fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan
hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa
asfiksia, sedangkan bentuk yang lain berupa renjatan hipovolemik.
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis
sedang, positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.
Diagnosis
Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar
bukan dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung. Hemoptisis
sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada hematemesis
darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam. Darah dari
epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan yang disadari
penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung.
Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu
dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik
maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.
1) Anamnesis
Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan
untuk mendapatkan data-data :
- Jumlah dan warna darah
- Lamanya perdarahan
- Batuknya produktif atau tidak
- Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan
- Sakit dada, substernal atau pleuritik
- Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi
badan dan batuk
- Wheezing
- Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.
- Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah
- Perokok berat dan telah berlangsung lama
- Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
- Hematuria yang disertai dengan batuk darah.
Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat
digunakan petunjuk sebagai berikut :
Keadaan Hemoptoe Hematemesis
1. Prodromal Rasa tidak enak diMual, stomach distress
tenggorokan, ingin batuk
2. Onset Darah dibatukkan, dapatDarah dimuntahkan
disertai batuk dapat disertai batuk
3. Penampilan Berbuih Tidak berbuih
darah
4. Warna Merah segar Merah tua
5. Isi Lekosit, mikroorganisme,Sisa makanan
makrofag, hemosiderin
6. Reaksi Alkalis (pH tinggi) Asam (pH rendah)
7. Riwayat Penyakit Menderita kelainan paru Gangguan lambung,
Dahulu kelainan hepar
8. Anemi Kadang-kadang Selalu
9. Tinja Warna tinja normal Tinja bisa berwarna
Guaiac test (-) hitam, Guaiac test (-)
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang
dapat mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising
sistolik dan opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum
nasalis, teleangiektasi.
3. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada
setiap penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat
menunjukkan tempat perdarahannya.
4. Pemeriksaan bronkoskopi
Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan
demikian sumber perdarahan dapat diketahui.
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
1. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
2. Batuk darah yang berulang ulang
3. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan
diagnosis, lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu
yang tepat untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih
kontroversial, mengingat bahwa selama masa perdarahan,
bronkoskopi akan menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga
dapat memperhebat perdarahan disamping memperburuk fungsi
pernapasan. Lavase dengan bronkoskop fiberoptic dapat menilai
bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk menentukan lokasi
perdarahan.
Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior,
bronkoskop serat optik jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal
sangat bermanfaat dalam membersihkan jalan napas dari bekuan darah
serta mengambil benda asing, disamping itu dapat melakukan
penamponan dengan balon khusus di tempat terjadinya perdarahan.
Penanganan
Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan
biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang
masif.
Tujuan pokok terapi ialah :
1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku
2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
3. Menghentikan perdarahan
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport
kardiopulmaner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang
merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif.
Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam
saluran napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan
hemoptoe paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel.
Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat
menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan renjatan
hipovolemik.
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
-
Terapi konservatif
-
Terapi definitif atau pembedahan.
1. Terapi konservatif
Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral
decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk
mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat.
Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
Batuk secara perlahan lahan untuk mengeluarkan darah di dalam
saluran saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
Dada dikompres dengan es kap, hal ini biasanya menenangkan
penderita.
Pemberian obat obat penghenti perdarahan (obat obat hemostasis),
misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan
yang terjadi.
Pemberian oksigen
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : terjadi penurunan kadar
hemoglobin mulai dari ringan sampai berat.MCV, MCHC, dan MCH
menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi
danthalassemia mayor. RDW meningkat yang menandakan anisositosis.
Kadar hemoglobin sring turun sangatrendah, tanpa menimbulkan gejala
anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-lahan.
Apusandarah menunjukkan hipokromik mikrositer; anisositosis,
poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadangsel target. Leukosit
dan trombosit normal. Retikulosit redah.
2) Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, TIBC meningkat >350 mg/dl,
dan saturasi transferin <15 g/dl, ada juga <12 g/dl.
3) Kadar serum ferritin <20g/dl.
4) Protoporferitin eritrosit meningkat
5) Sumsum tulang : menunjukkan heperplasia normoblastik.
6) Kadar reseptor transferin meningkat pada defisiensi besi, normal pada
anemia akibat penyakit kronik danthalassemia.
7) Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia manunjukkan
cadangan besi yang negatif.
e. Diagnosis
3. Anemia Sideroblastik
Anemia sideroblastik adalah anemia dengan sideroblastik cincin (ring
sideroblastik) dalam sumsum tulang.
a. Klasifikasi
a. Anemia sideroblastik b. Anemia sideroblastik c. Pyridoxine
primera. sekunder responsif anemia
a. Hereditary sex a. Akibat obat :
linked sideroblastic INH, pirasinamid
anemia dansikloserin
b. Primary acquired b. Akibat alcohol.
c. Akibat keracunan
sideroblasticanemia
timah hitam
(PASA)
b. Patofisiologi
Pada dasarnya terjadi perubahan terjadi kegagalan inkorporasi
besidalam senyawa hem pada mitokondriayang mengakibatkan besi
mengendap pada mitokondria sehingga jika dicat dengan cat besi akan
kelihatan sebagai bintik-bintik yang mengelilingi inti yang disebut
sideroblas cincin. Hal ini menyebabkan kegagalan pembentukan
hemoglobin yang disertai seritropoesis inefektif dan menimbulkan anemia
hipokromik mikrositik.
HEPATITIS B
Definisi Hepatitis B
Anatomi Hati
Hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gram atau 2,5 % berat orang
badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena
kaya akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan
yang dipisahkan oleh ligamen falsiformis. Lobus kanan hati lebih besar dari
lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus
kaudatus, dan lobus kuadratus.
Gambar 1. Anatomi
Hati
a. Vena porta hepatika yang berasal dari lambung dan usus, yang
kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang
larut dalam air, dan mineral.
b. Arteri hepatika, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Fungsi Hati
c. Fungsi Metabolik
d. Fungsi Vaskuler
Pada orang dewasa, jumlah aliran darah ke hati diperkirakan sekitar 1.200-1.500
cc per menit. Darah tersebut berasal dari vena porta sekitar 1.200 cc dan dari
arteri hepatica sekitar 300 cc. Bila terjadi kelemahan fungsi jantung kanan
dalam memompa darah, maka darah dari hati yang dialirkan ke jantung melalui
vena hepatica dan selanjutnya masuk ke dalam vena kava inferior. Akibatnya
terjadi pembesaran hati karena bendungan pasif oleh darah yang jumlahnya
sangat besar.
Etiologi Hepatitis B
Penularan Hepatitis B
Patofisiologi Hepatitis B
Asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel
pada DNA hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Proses selanjutnya
adalah DNA VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus
baru. Virus Hepatitis B dilepaskan ke peredaran darah, terjadi mekanisme
kerusakan hati yang kronis disebabkan karena respon imunologik penderita
terhadap infeksi.1
Gejala Klinis
Hepatitis B Akut
Perjalanan hepatitis B akut terjadi dalam empat (4) tahap yang timbul
3,6
sebagai akibat dari proses peradangan pada hati yaitu :
1. Masa Inkubasi
3. Fase Ikterus
Hepatitis B Kronis
1. Fase Imunotoleransi
Pada masa anak-anak atau pada dewasa muda, sistem imun tubuh
toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus dalam darah tinggi,
tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Pada fase ini, VHB ada
dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi.
3. Fase Residual
Hepatitis B Carrier
Pemeriksaan Laboratorium
a.4. HBeAg
Antibodi yang timbul terhadap HBeAg pada infeksi VHB. Positifnya anti
HBe menunjukkan bahwa VHB ada dalam fase non-replikatif. a.6. DNA
VHB. Positifnya DNA VHB dalam serum menunjukkan adanya partikel
VHB yang utuh dalam tubuh penderita. DNA VHB adalah petanda jumlah
virus yang paling peka.
Pengobatan
Komplikasi Hepatitis B
1. Definisi Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/dibawah nilai normal
atau keadaan dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL. Hipoalbuminemia
mencerminkan pasokan asam amino yang tidak memadai dari protein, sehingga
mengganggu sintesis albumin serta protein lain oleh hati (Murray, dkk, 2003).
Di Indonesia, data hospital malnutrition menunjukkan 40-50% pasien
mengalami hipoalbuminemia atau berisiko hipoalbuminemia, 12% diantaranya
hipoalbuminemia berat, serta masa rawat inap pasien dengan hospital
malnutrition menunjukkan 90% lebih lama daripada pasien dengan gizi baik
(Tri Widyastuti dan M. Dawan Jamil, 2005).
2. Klasifikasi Hipoalbuminemia
Defisiensi albumin atau hipoalbuminemia dibedakan berdasarkan selisih
atau jarak dari nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,55 g/dl atau total
kandungan albumin dalam tubuh adalah 300-500 gram. Klasifikasi
hipoalbuminemia adalah sebagai berikut:
1. Hipoalbuminemia ringan : 3,53,9 g/dl
2. Hipoalbuminemia sedang : 2,53,5 g/dl
3. Hipoalbuminemia berat : < 2,5 g/dl
3. Penyebab Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia adalah suatu masalah umum yang terjadi pada pasien.
Hipoalbuminemia dapat disebabkan olehmasukan protein yang rendah,
pencernaan atau absorbsi protein yang tak adekuat dan peningkatan kehilangan
protein yang dapat ditemukan pada pasien dengan kondisi medis kronis dan
akut, seperti kurang energi protein, kanker, peritonitis, luka bakar, sepsis, luka
akibat Pre dan Post pembedahan (penurunan albumin plasma yang terjadi
setelah trauma), penyakit hati akut yang berat atau penyakit hati kronis (sintesa
albumin menurun), penyakit ginjal (hemodialisa), penyakit saluran cerna
kronik, radang atau infeksi tertentu (akut dan kronis), diabetes mellitus dengan
gangren, dan TBC paru.
4. Koreksi Hipoalbumin
Koreksi defisit
5. Terapi Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia dikoreksi dengan albumin intravena dan diet tinggi
albumin, dapat dilakukan dengan pemberian diet ekstra putih telur, ekstrak ikan
lele, ekstrak ikan gabus, tempe kedelai atau ekstrak albumin dari bahan
makanan yang mengandung albumin dalam kadar yang cukup tinggi. Albumin
intravena dengan menggunakan rumus koreksi albumin (jika albumin < 2,5
g/dl).
IMBALANCE ELEKTROLIT
1. Hiponatremi
a) Definisi
Hiponatremia adalah penurunan konsentrasi natrium serum <136 mEq/L
disebabkan oleh kelebihan air relative terhadap zat terlarut.
b) Etiologi
- Hiperglikemia
- Defisit natrium yang berhubungan dengan hipovelimia: kehilangan
melalui renal, gastrointestinal, keringat berlebih, penyakit Addison.
- Defisit natrium yang berhubungan normovelemia/euvolemic: insufisiensi
adrenal, hipotiroidisme, syndrome of inappropriate ADH secretion
(SIADH), polidipsi psikogenik.
- Defisit natrium yang berhubungan hipervelemia: gagal jantung kongestif,
sirosis hepatis, sindrom nefrotik, gagal ginjal.
c) Klasifikasi
- Hiponatremia ringan : 130 135 mEq / L
- Hiponatremia sedang : 125 130 mEq / L
- Hiponatremia berat : <125 mEq / L
d) Koreksi Kelainan Laboratorium
Keterangan:
Total BodyWater : Pria : 0,6
Wanita : 0,5
e) Tatalaksana
- Penanganan disesuaikan status volume pasien
- Pasien hiponatremia memerlukan asupan oral maupun intravena.
- Pasien dengan euvolemik mapupun hipervolemik biasanya ditangani
dengan restriksi cairan. Jika terjadi overload cairan yang signifikan
dapat diberikan obat golongan diuretik.
2. Hipokalemia
a. Definisi
- Hipokalemia adalah kadar kalium yang rendah atau dibawah nilai
normal atau keadaan dimana kadar kalium serum < 3,5 mEq/L.
b. Etiologi
- Asupan kalium yang rendah
- Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna (muntah),
ginjal (pemakain diuretik, hiperaldosteronisme primer), serta keringat
yang berlebihan.
- Influks kalium ke dalam sel, dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel,
pemberian insulin, peningkatan aktivitas beta-adrenergik, hipotermia.
c. Klasifikasi
- Hipokalemia ringan : 3,0 3,4 mEq/l
- Hipokalemia moderat : 2,5 2,9 mEq/l
- Hipokalemia berat : < 2,5 mEq/l
d. Tatalaksana
- Hipokalemia ringan dapat diberikan Kalium oral 20-40 mEq tiap 4-6
jam
- Hipokalemia moderate dan berat dapat diberikan kalium intravena
dengan menggunakan rumus koreksi kalium.
e. Koreksi Kalium:
(D-A) x BB x 0,4) + maintenance (1-2 mEq/KgBB/24 jam) =
Keterangan:
D : kal ium yang di inginkan
A : kal ium saat ini
BB : berat badan
- Jika kadar kalium serum >2 mEq/l maka diberikan KCl dengan
kecepatan 10-20 mEq tiap jam.
- Pada aritmia dapat diberikan KCl 20-30 mEq tiap jam melalui CVC
dalam 100 ml cairan sambil dilakukan monitoring.
- Anak-anak dapat diberikan 0,5-1 mEq/KgBB/dosis dewasa dalam 1
jam.
3. Hipokalsemia
a. Definisi
i. Hipokalsemia adalah kadar kalsium terkoreksi yang rendah atau di
bawah nilai normal (<1,9mmol/L).
b. Etiologi
i. Hipoalbumin
ii. Kekurangan Vitamin D aktual
- Asupan makanan
- Kurang terpapar sinar matahari
- Malabsorpsi, khususnya pada penyakit pankreas dan coeliac
iii. Kekurangan Vitamin D fungsional
- Penyakit ginjal (Kekurangan enzim 1-Hidroksilasi)
- Penyakit hepar (Kekurangan enzim 25-Hidroksilasi)
- Kekurangan magnesium
iv. Hipoparatiroid
- Autoimmune
- Setelah operasi tiroidektomi
c. Tanda dan Gejala
- Parestesi peri-oral dan digital
- Tanda Trousseau dan Chvostek positif
- Tetani dan carpopedal spasme
- Laringospasme
- Perubahan gambaran EKG (interval QT memanjang) dan aritmia
- Kejang
d. Klasifikasi
- Hipokalsemia ringan : Asimptomatik, kadar kalsium >1,9 mmol/L.
- Hipokalsemia berat : Kadar kalsium<1.9 mmol/L dan / atau
simptomatik pada kadar berapapun di bawah harga normal.
e. Tatalaksana
i. Hipokalsemia ringan
- Mulailah berikan suplemen kalsium oral CaCO3 1250 mg tablet 3-4
kali sehari
- Pada kasus post tiroidektomi dan pasien asimptomatik, ulangi
pemberian kalsium 24 jam kemudian
- Ketika kadar kalsium terkoreksi >2.1 mmol/L, pasien dapat
dipulangkan dan dicek ulang kadar kalsium pada 1 minggu ke depan.
- Jika kadar kalsium terkoreksi tetap di antara 1.9 dan 2.1 mmol/L
tingkatkan Sandocal 1000 to three BD.
- Jika pasien tetap hipokalsemia ringan dalam kurun waktu lebih dari
72 jam post operatif meskipun diberikan suplementasi kalsium,
mulai berikan 1-alfa calcidol 0.25 mcg/hari (calcitriol juga dapat
digunakan) dengan monitoring ketat.
- Jika defisiensi vitamin D merupakan penyebabnya, dapat diberikan
suplementasi vitamin D: Dimulai dengan ~300,000 unit cole atau
ergocalciferol selama 6-10 minggu.
- Jika terkait hipomagnesemia, stop obat presipitat apapun dan berikan
Mg2+IV, 24 mmol/24 jam, terdiri dari 6 gram MgSO4 (30 ml dari
20%, 800 mmol/L, MgSO4) pada 500 ml Normal saline atau
dextrose 5%. Monitor serum Mg2+ hingga tercapai kadar serum
magnesium normal.
- Jika terdapat penyebab hypocalcaemia yang lain, obati penyebab
yang mendasari
ii. Hipokalsemia berat
- Hal ini merupakan kegawatdaruratan, segera lakukan infuse Kalsium
glukonat
- Awalnya, beri 10-20 ml 10% kalsium glukonat pada 50-100 ml dari
Dextrose 5% IV selama 10 menit dengan terpasang EKG untuk
monitoring. Hal tersebut dapat diulangi sampai pasien tidak
menunjukkan gejala asymptomatic. Selanjutnya dilakukan tindak
lanjut dengan pemberian infuse kalsium glukonat dengan ketentuan:
- Encerkan 100ml dari 10% kalsium glukonat (10 vial) pada 1 liter
Normal salin atau 5% dextrose daninfusdengankecepatan 50 100
ml/jam. (Kalsium klorida dapat digunakan sebagai alternative
kalsium glukonat, akan tetapi lebih iri tanpada vena dans
eharusnyahanya diberikan via jalur sentral.
- Titrasi laju infuse sampai mencapai normokalsemia dan lanjutkan
pengobatan penyebab yang mendasari telah menimbulkan efek
- Obati penyebab yang mendasari; padah ipokalsemia post operatif
dan pada hipoparatiroidism, yaitu dengan terapi1-alfacalcidol atau
calcitriol. Dosis per bulan sekitar 0.25 0.5 mcg perhari.
- Metabolit vitamin D 1-alpha hidroksilasi merupakan penyebab poten
hiperkalsemia. Cek darah rutin diperlukan pada fase stabilisasi dari
pengobatan ini.
- 1-alfa calcidol dapat diberikan (pada dosis yang setara) secara
intravena , jika terdapat kekhawatiran pada absorpsi atau kesulitan
pada pemberian obat oral.
BAB III
ANALISA KASUS
DAFTAR PUSTAKA
Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit,
edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm. 472-500.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata S, Setiati S. 2010. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid 1, edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Hardjoeno UL. 2007. Kapita selekta hepatitis virus dan interpretasi hasil
laboratorium. Makassar: Cahya Dinan Rucitra: hlm. 5-14.