Anda di halaman 1dari 88

Presentasi Kasus Besar

PRIA 58 TAHUN DENGAN HEMOPTISIS, ANEMIA MIKROSITIK


HIPOKROMIK, SIROSIS HEPATIS DECOMPENSATA, HIPOALBUMIN
BERAT, IMBALANCE ELEKTROLIT, SPONDILOSIS LUMBALIS

Oleh:
Khairunnisa Nurul Huda G99152007
Kartika Yuliana Putri G99152012
Martina Dwi Ariandini G99152019
Ria Tustina Hendrayani G99152016

Pembimbing :
dr. Didik Prasetyo, Sp.PD, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Kecil Ilmu Penyakit Dalam dengan judul:

PRIA 58 TAHUN DENGAN HEMOPTISIS, ANEMIA MIKROSITIK


HIPOKROMIK, SIROSIS HEPATIS DECOMPENSATA, HIPOALBUMIN
BERAT, IMBALANCE ELEKTROLIT, SPONDILOSIS LUMBALIS

Oleh:
Khairunnisa Nurul Huda G99152007
Kartika Yuliana Putri G99152012
Martina Dwi Ariandini G99152019
Ria Tustina Hendrayani G99152016

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal:

dr. Didik Prasetyo, Sp.PD, M.Kes


BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas penderita
Nama : Tn. S
No. RM : 013xxxxx
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 58 tahun
Alamat : Sragen, Jawa Tengah
Pekerjaan : Pedagang
Status : Menikah
Masuk RS : 7 Agustus 2017
B. Data dasar
Autonamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 8 Agustus 2017.
Keluhan utama:
Batuk darah sejak 1 hari SMRS.
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke RSDM dengan keluhan batuk darah sejak 1 minggu yang
memberat 1 hari SMRS. Batuk darah tidak setiap hari, batuk darah hilang timbul.
Batuk darah sebanyak kurang lebih 1-2 kali sehari dengan volume - gelas
belimbing setiap batuk. Batuk darah berwarna merah segar berbuih, bercampur
dengan lendir dan berbau amis.
Tiga minggu SMRS pasien mengeluhkan mata berwarna kuning. Warna
kuning berawal dari mata kemudian menyebar ke seluruh tubuh, dan terdapat
nyeri perut kanan atas. BAK seperti teh sehari 5-6 kali, tidak ada nyeri saat BAK.
BAB seperti dempul disangkal. Satu minggu SMRS pasien dirawat di RSUD
Gemolong dan dinyatakan menderita Hepatitis B, sejak itu pasien diberikan obat
untuk hepatitis tetapi pasien lupa namanya.
Selain itu pasien juga mengeluhkan lemas sejak 1 bulan SMRS, lemas
dirasakan hilang timbul. Lemas bertambah jika beraktivitas, dan berkurang jika
beristirahat. Pasien mengeluh pusing nggliyer, telinga berdenging disangkal.
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak yang dirasakan hilang timbul
sejak 4 bulan SMRS. Batuk berdahak warna kuning kental. Batuk memberat bila
malam hari dan dada terasa sesak saat batuk. Pasien juga merasakan demam
hilang timbul dan keringat dingin malam hari. Penurunan berat badan kurang
lebih 5 kg sejak 1 bulan SMRS, mual muntah disangkal.
Enam bulan SMRS pasien mengeluhkan nyeri punggung yang menjalar ke
kaki, riwayat jatuh disangkal. Setelah diperiksakan pasien dikatakan menderita
saraf kejepit dan sejak itu lebih banyak berbaring di tempat tidur.

Riwayat penyakit dahulu :


Penyakit Keterangan
Riwayat sakit jantung Disangkal
Riwayat sakit paru Disangkal
Riwayat alergi Disangkal
Riwayat mondok Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit Keterangan
DM Disangkal
Hipertensi Disangkal
Penyakit jantung Disangkal
Riwayat sakit ginjal Disangkal

Pohon Keluarga

Keterangan :

: laki laki
: perempuan
: meninggal

: Pasien


Riwayat Kebiasaan
Merokok (+) sejak usia 18 tahun, sehari 3 batang,
sudah berhenti 5 tahun SMRS
Alkohol Disangkal
Obat bebas Anti nyeri, obat herbal
Olahraga Tidak pernah
Minuman berenergi 3x/minggu, 1 sachet per hari
Riwayat transfusi Disangkal
Penggunaan tatto Disangkal
Riwayat seks bebas Disangkal

Riwayat gizi
Makan pasien dengan menu nasi, lauk dan sayur sebanyak 3x sehari dengan porsi 1
piring tiap kali makan. Akhir-akhir ini pasien mengalami penurunan nafsu makan
sehingga makanan sering tidak dihabiskan.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berobat di RSDM menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan.Pasien seorang
pedagang baju di Pasar Cengklik.

I. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : tampak sakit sedang, composmentis GCS: E4V5M6, gizi kesan
kurang
Tanda Vital
Tensi : 100/70 mmHg
Nadi : 110 x/menit
irama reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi nafas : 26x/menit, thorakoabdominal
Suhu : 38.70C per axilla

Status Gizi
Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan : 165cm
IMT : 16.5kg/m2 (kesan: underweight)
Kulit : kering (-), turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),
teleangiektasis (-),ikterik (+)
Kepala : bentuk mesocephal, rambut mudah rontok (-), luka (-)
Wajah : Moon face (-), atrofi muskulus temporalis (+), malar rash
(-)
Mata : mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik
(+/+), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3 mm/3 mm),
reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-), ptosis (-/-), exoftalmus (-)
Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-) ,gusi
berdarah (-), luka pada sudut bibir (-), oral thrush (-)
Leher : JVP 5+2 cmH2O,trakea di tengah, simetris, pembesaran
kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-), distensi vena-vena leher (-)
Thorax: bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan =
kiri, venektasi (-), retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan
thorakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening axilla (-/-),
atrofi musculus pectoralis (-), ginekomasti (-)
Jantung
Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
Palpasi : ictus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC IV linea
midclavicularis sinistra, thrill(-)
Perkusi :
- Batas jantung kanan atas : SIC IIlinea sternalis dextra
- Batas jantung kanan bawah : SIC IVlinea parasternalisdekstra
- Batas jantung kiri atas : SIC IIlinea parasternalis sinistra
- Batas jantung kiri bawah : SIC IV linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler, bising (-),
gallop (-)

Pulmo
a. Anterior
Inspeksi
- Statis :normochest, simetris
- Dinamis :pengembangan dada simetris kanan = kiri, tidak ada yang
tertinggal, retraksi intercostal (-)
Palpasi
- Statis :simetris
- Dinamis :pergerakan kanan = kiri,fremitus raba kanan =kiri
Perkusi
- Kanan :sonor
- Kiri :sonor
Auskultasi
- Kanan :Suara dasar vesikulernormal. Suara tambahan: wheezing (-),
ronkhi basah kasar (+), ronkhi basah halus (-)
- Kiri : Suara dasar vesikulernormal. Suara tambahan: wheezing (-),
ronkhi basah kasar (+),ronkhi basah halus (-)

b. Posterior
Inspeksi
- Statis : normochest, simetris.
- Dinamis :pengembangan dada simetris kanan=kiri, retraksi intercostal (-)
Palpasi
- Statis : simetris
- Dinamis :pergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba kanan =kiri
Perkusi
o Kanan : sonor
o Kiri : sonor
Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikulernormal. Suara tambahan: wheezing (-),
ronkhi basah kasar (+), ronkhi basah halus (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler normal. Suara tambahan: wheezing (-),
ronkhibasah kasar (+), ronkhi basah halus (-)

Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding thorak, distended (+),venektasi (-),
sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-)
Auskultasi: Bising usus (+) 9x/menit normal, bruit hepar (-), bising epigastrium
(-)
Perkusi : Timpani, area Traube pekak, pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-),hepar teraba 5 cm BACD lunak, tepi
tumpul, permukaan rata, lien teraba di Schuffner II, nyeri ketok
ginjal (-)

Ekstremitas
Akral dingin _ _ Edema
- -

Palmar eritem (-)

II. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium 07 Agustus 2017
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 7.5 g/dl 13 17.5
Hematokrit 21 % 33 45
Leukosit 16,4 103/ L 4.5 11.0
Trombosit 118 103 / L 150450
Eritrosit 2,18 106/ L 4.5 5.9

INDEKS ERITROSIT
MCV 66 /um 80-96
MCH 22 pg 28-0,33
MCHC 30 g/dl 33-36
RDW 20,1 % 11,6-19,6
MPV 7,2 fl 7,2-11,1
PDW 15 % 25-65

KIMIA KLINIK
GDS 117 mg/dl 60 140
Creatinine 0,8 mg/dl 0.8 1.3
Ureum 33 mg/dl < 50
Albumin 2,3 g/dl 3.2 4.6

HEMOSTASIS
PT 32.1 detik 55.00 80.00
APTT 47.0 detik 22.00 44.00
INR 3.530

ELEKTROLIT
Natrium 126 mmol/L 136 145
Kalium 3.1 mmol/L 37 5.4
Calcium Ion 1.14 mmol/L 1.17 1.29

SGOT 40 u/l <35


SGPT 44 u/l <45
HbsAg Reactive

B. Foto Thorax PA
Tanggal 7 Agustus 2017
Cor : besar dan bentuk normal
Pulmo : tampak perselubungan inhomogen di paracardial kanan
Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
Hemidiafragma kanan elevasi kiri normal
Trakea di tengah
Sistema tulang baik

Kesimpulan :
1. Pneumonia
2. Hemidiafragma kanan elevasi dapat merupakan proses infradiafragmatica
III. RESUME
1. Keluhan utama:
Batuk darah sejak 1 hari SMRS
2. Anamnesis:
a. 6 bulan SMRS pasien mengeluhkan nyeri punggung yang menjalar ke
kaki, riwayat jatuh (-). Setelah diperiksakan pasien dikatakan menderita
saraf kejepit dan sejak itu lebih banyak berbaring di tempat tidur.
b. Batuk (4 bulan SMRS) hilang timbul, warna kuning kental, memberat
pada malam hari disertai dada terasa sesak saat batuk. Demam hilang
timbul, keringat dingin malam hari, penurunan berat badan kurang lebih
5 kg sejak 1 bulan SMRS.
c. Satu bulan SMRS pasien merasa lemas dirasakan hilang timbul. Lemas
bertambah jika beraktivitas, dan berkurang jika beristirahat. Pasien juga
mengeluh pusing nggliyer.
d. Mata berwarna kuning (3 minggu SMRS) menyebar ke tubuh, nyeri
perut kanan atas
e. Satu minggu SMRS pasien dirawat di RSUD Gemolong dan dinyatakan
menderita Hepatitis B, sejak itu pasien diberikan obat untuk hepatitis
tetapi pasien lupa namanya..
f. Batuk darah sejak 1 minggu yang memberat 1 hari SMRS. Batuk darah
tidak setiap hari, batuk darah hilang timbul. Batuk darah sebanyak
kurang lebih 1-2 kali sehari dengan volume - gelas belimbing setiap
batuk. Batuk darah berwarna merah segar berbuih, tidak mengalir,
bercampur dengan lendir dan berbau amis.
g. BAK seperti teh, 5-6 kali/hari, nyeri saat BAK (-), BAB seperti dempul
(-).
h. Riwayat kebiasaan :
- Merokok sejak usia 18 tahun, 3 batang/hari, sudah berhenti 5 tahun
SMRS
- Konsumsi obat herbal dan minuman berenergi 3x/minggu, 1
sachet/hari
3. Pemeriksaan fisik:
Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 110 x/menit irama reguler, isi dan tegangan
cukup, Frekuensi nafas 26x/menit, thorakoabdominal, Suhu 38,70C per axilla.
Status gizi: IMT 16.5 kg/m2 (kesan: underweight), Kulit ikterik (+), atrofi
muskulus temporalis (+),konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (+/+).
Auskultasi anterior posterior Paru Kiri : ronkhibasah kasar (+),
Perkusi abdomen: area Traube pekak, pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi hepar teraba 5 cm BACD lunak, tepi tumpul, permukaan rata, lien teraba
di schuffner II.
IV. DIAGNOSIS ATAU PROBLEM
1. Hemoptisis e.c presumptive TB
2. Anemia Mikrositik Hipokromik
3. Sirosis Hepatis Decompensata
4. Hipoalbumin berat
5. Imbalance elektrolit (hiponatremia, hipokalemi, hipokalsemi)
6. Spondilosis lumbalis
Rencana Awal

Pengkajian Rencana Awal Rencana


No Problem List Rencana Terapi Rencana Edukasi
(Assesment) Diagnosis Monitoring
1. Hemoptisis ec Anamnesis: Sputum Bed rest tidak total Penjelasan kepada pasien Awasi
presumptive TB Pasien datang ke RSDM BTA SPS duduk mengenai penyakit yang perdarahan
paru dengan keluhan batuk Genexpert Oksigen 2-3 lpm nasal dialami, rencana
darah sejak 1 minggu Konsul kanul pemeriksaan, terapi yang
yang memberat 1 hari paru Diet lunak TKTP tidak diberikan dan prognosis
SMRS. Batuk darah merangsang lambung penyakit.
tidak setiap hari, batuk 2700 kal
darah hilang timbul. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
Batuk darah sebanyak Inj Cefoperazon
kurang lebih 1-2 kali sulbactam 1 gr/24 jam
sehari dengan volume NAC tablet/8 jam
- gelas belimbing
Asam traneksamat 500
setiap batuk. Batuk
mg/24 jam
darah berwarna merah
Paracetamol 3x500mg
segar berbuih, tidak
prn po
mengalir, bercampur
Infus Kabiven 1fl/24 jam
dengan lendir dan
993 kcal
berbau amis. Pasien
juga mengeluhkan
batuk,batuk dirasakan
hilang timbul sejak
Pemeriksaan Fisik:
Pulmo: Suara dasar
vesikuler +/+, RBK +/+
2. Anemia Mikrositik Anamnesis: GDT Tirah baring tidak total Pasien diberi penjelasan Awasi
Hipokromik Selain itu pasien juga Retikulosit O2 3 lpm nasal kanul mengenai gejala anemia tanda
mengeluhkan lemas, TIBC Transfusi PRC ( Hb x seperti : pusing perdaraha
lemas dirasakan hilang ST 50 x 4 = 500 cc) nglityer,lemas, mudah n
timbul. Lemas 2 kolf s/d Hb 10 lelah, lesu,tidak punya DR3 post
Ferritin
bertambah jika tenaga, pandangan kabur transfusi
beraktivitas, dan berkunag-kunang, telinga
berkurang jika berdenging yang tidak
beristirahat. Pusing berkurang dengan
nggliyer disangka, istirahat maupun
telinga berdenging pemberian makan.
disangkal Penjelasan komplikasi
dari anemia kepada
Pemeriksaan Fisik: pasien:
Konjungtiva pucat (+/ Jika anemia tidak teratasi
+) maka keluhan pasien
Pemeriksaan Penunjang: akan semakin memberat
Hb: 7,5 g/dl dan dapat menggangu
Ht: 21% kerja organ tubuh yang

MCV: 66/um lainnya seperti otak dan

MCH: 22 pg jantung.
Menjelaskan tatalaksana
anemia kepada pasien..
3. Sirosis Hepatis Anamnesis: HbeAg,HBV Curcuma 1 tab/8 jam po Penjelasan kepada pasien
Tiga minggu SMRS
Decompensata DNA, USG Inj Vit K I ampul/ 8 jam mengenai penyakit yang
pasien mengeluhkan
Abdomen, dialami, rencana
mata berwarna kuning,
lacak hasil lab pemeriksaan, terapi yang
demam disangkal.
diberikan dan prognosis
Warna kuning berawal
penyakit.
dari mata kemudian
menyebar ke tubuh,
nyeri perut kanan atas
disangkal.

BAK seperti the sehari


5-6 kali, tidak ada nyeri
saat BAK. BAB seperti
dempul disangkal. Di
RSUD Gemolong
setelah diperiksa pasien
dinyatakan menderita
Hepatitis B, sejak itu
pasien diberikan obat
untuk hepatitis tetapi
pasien lupa namanya
Pemeriksaan penunjang:
HbsAg reaktif
4. Hipoalbumin berat Pemeriksaan penunjang: Infus plasbumin 25% Penjelasan kepada pasien Albumin
Lab : Albumin: 2,3 100 cc/iv mengenai penyakit yang post koreksi
dialami, rencana
pemeriksaan, terapi yang
diberikan dan prognosis
penyakit.
5. Imbalance Pemeriksaan Infus NaCl 0,9% 20 tpm Penjelasan kepada pasien Elektrolit
Elektrolit penunjang: iv mengenai penyakit yang ulang
(Hiponatremia Lab : Na: 126; K:3,1; KSR 1 tab/8jam po dialami, rencana dalam 3
sedang, Ca:1,14 CaCO3 1 tab/8jam po pemeriksaan, terapi yang hari
hypokalemia diberikan dan prognosis
ringan, penyakit.
hipokalsemia
ringan)
6 Spondilosis Anamnesis: Ro Inj Ketorolac 30 mg/8 Penjelasan kepada pasien
lumbalis Nyeri punggung Lumboskral jam iv k/p mengenai penyakit yang
menjalar ke kaki Rehabilitasi medis dialami, rencana
Pemeriksaan (fisioterapi) pemeriksaan, terapi yang
penunjang: diberikan dan prognosis
Lumbosacral penyakit.
spondilosis
VI. FOLLOW UP
Tanggal Subyektif Obyektif Assesment Terapi / Plan
8/8/2017 Boyok KU: CM, tampak sakit sedang 1. Hemoptisis ec presumtive Bedrest tidak total
DPH-0 pegal, Tensi: 110/80 mmHg TB O2 2-3 lpm NK
Lemas Nadi: 84 x/menit, isi cukup, reguler 2. Ikterik ec extrahepatal dd Diet lunak TKTP tidak
intrahepatal merangsang lambung 2100
RR: 18 x/menit
3. Anemia hipokromik kkal
Suhu: 36,8 C mikrositik ec OCD dd Inf NaCl 0,9% 20 tpm
perdarahan Inj Cefoperazone sulbactam 1
Kepala: Mesocephal, rambut mudah 4. Hepatitis B fase ? gram/12 jam
rontok (-) 5. Hipoalbuminemia berat Inj Metoclopramide 10 mg/8
Mata: Konjungtiva pucat (+/+), sclera 6. Imbalance elektrolit jam
ikterik (+/+) 7. Spondilosis lumbalis
Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
8. Suspek HNP lumbalis
Hidung: Sekret (-/-) Inj Asam Tranexamat 500
Telinga: Sekret (-/-) mg/8 jam
Mulut: Mukosa basah (+) Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran NAC 200 mg
kelenjar getah bening (-) Curcuma 1 tab/8 jam po
KSR 1 tab/8 jam po
Thorak: Simetris, retraksi (-)
CaCO3 1 tab/8 jam po

Cor: Plan :
I: IC tampak - Transfusi PRC 2 kolf
P: IC kuat angkat - DR3 post transfusi
P: batas jantung kesan tidak melebar - GDS/hari
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-), - Cek HBV DNA, HbeAg
gallop (-) - GDT, retikulosit
- USG Abdomen
Pulmo: - Konsul paru
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (+/+)

Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 10 x/menit
P: timpani, PS (-), PA (-), undulasi (-),
area Traube pekak
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 5
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien membesar

Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- -

Laboratorium 8/8/2017
KIMIA KLINIK
Bilirubin Total 23.90 mg/dL 0.00 1.00
Bilirubin Di
23.60 mg/dL 0.00 0.30
rek
Bilirubin Indirek 0.30 mg/dL 0.00 0.70
SEROLOGI
HEPATITIS
HbeAg Non reactive Non reactive
9/8/2017 Boyok KU: CM 1. Hemoptisis ec presumtive Bedrest tidak total
DPH-1 pegal Tensi: 130/80 mmHg TB O2 2-3 lpm NK
Nadi: 88 x/menit, isi cukup, reguler 2. Ikterik ec extrahepatal dd Diet lunak TKTP tidak
intrahepatal merangsang lambung 1.700
RR: 18 x/menit
3. Anemia hipokromik kkal
Suhu: 36,6 C mikrositik ec OCD dd Inf NaCl 0,9% 20 tpm
perdarahan Inj Cefoperazone sulbactam 1
Kepala: Mesocephal, rambut mudah 4. Hepatitis B fase inactive gram/12 jam
rontok (-) carrier Inj Metoclopramide 10 mg/8
Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sclera 5. Hipoalbuminemia berat jam
ikterik (+/+) 6. Imbalance elektrolit
Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
7. Spondilosis lumbalis
Hidung: Sekret (-/-) Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
8. Suspek HNP lumbalis
Telinga: Sekret (-/-) NAC 200 mg
Mulut: Mukosa basah (+) Curcuma 1 tab/8 jam po
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran KSR 1 tab/8 jam po
kelenjar getah bening (-) Plan :
Thorak: Simetris, retraksi (-) - DR3 post transfusi
- GDS/hari
Cor: - Kultur sputum, gene expert
I: IC tampak
P: IC kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-),
gallop (-)

Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/+)
Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 10 x/menit
P: timpani, PS (-), PA (-), undulasi (-)
P: supel, area Traube pekak, nyeri tekan
(-), hepar teraba 4 cm BACD lunak,
tepi tumpul, permukaan rata, lien
membesar

Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- -

09/08/17 ( suhu = 36,5o, O2= 4 lpm)


ANALISA GAS DARAH
PH 7.525 7.310 7.420 Hasil foto Lumbosacral AP dan Lateral : (09 Agustus 2017)
BE 7.5 mmol/L -2 - +3
PCO2 36.5 mmol/L 27.0 41.0 Alignment baik, curve normal
PO2 47.3 mmol/L 80.0 110.0 Trabekulasi tulang normal
Hematokrit 35 % 37 50 Superior dan inferior endplate tak tampak kelainan
HCO3 30.5 mmol/L 21.0 28.0 Corpus, pedicle dan spatium intervertebralis tampak baik
Total CO2 31.6 mmol/L 19.0 24.0 Tak tampak erosi/destruksi tulang
O2 Saturasi 86.6 % 94.0 98.0 Tak tampak paravertebral soft tissue mass/swelling
Laktat arteri 2.40 mmol/L 0.36 0.75 Line of weight bearing jatuh pada bidang promontorium

Kesan : Paralumbal muscle spasm


10/8/2017 Boyok KU: CM 1. Hemoptisis ec presumtive Bedrest tidak total
DPH-3 pegal Tensi: 120/80 mmHg TB O2 2-3 lpm NK
Nadi: 90 x/menit, isi cukup, reguler 2. Ikterik ec extrahepatal dd Diet lunak TKTP tidak
RR: 18 x/menit intrahepatal merangsang lambung 1.700
Suhu: 36,7 C 3. Anemia hipokromik kkal
mikrositik ec OCD dd Inf NaCl 0,9% 20 tpm
perdarahan Inj Cefoperazone sulbactam 1
Kepala: Mesocephal, rambut mudah
4. Hepatitis B fase inactive gram/12 jam
rontok (-) carrier Inj Metoclopramide 10 mg/8
Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sclera 5. Hipoalbuminemia berat jam
ikterik (+/+) 6. Imbalance elektrolit Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
Hidung: Sekret (-/-) 7. Spondilosis lumbalis Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
Telinga: Sekret (-/-) 8. Suspek HNP lumbalis NAC 200 mg
Mulut: Mukosa basah (+) Curcuma 1 tab/8 jam po
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran KSR 1 tab/8 jam po
kelenjar getah bening (-) Plan :
Thorak: Simetris, retraksi (-) - USG Abdomen tunggu
jadwal
Cor: - Gene expert tunggu hasil
I: IC tampak
P: IC kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-),
gallop (-)

Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/+)

Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 10 x/menit
P: timpani, PS (-), PA (-), undulasi (-)
P: supel, area Traube pekak, nyeri tekan
(-), hepar teraba 4 cm BACD lunak,
tepi tumpul, permukaan rata, lien
membesar

Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- -

Pemeriksaan Urin (10/08/2017)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


Makroskopis
Warna Dark yellow
Kejernihan Clear
Kimia urin
Berat jenis 1,019 1,015-1,025
pH 7.0 4,5-8,0
Leukosit Negatif /l Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein Negatif mg/dl Negatif
Glukosa Normal mg/dl Normal
Keton Negatif mg/dl Negatif
Urobilinogen Normal mg/dl Normal
Bilirubin >6 mg/dl Negatif
Eritrosit Negatif /l Negatif
Mikroskopis
Eritrosit 11.8 /l 6.4
Leukosit 0.1 /LPB 0-12
EPITEL
Epitel squamouse 0-1 /LPB Negatif
Epitel transisional - /LPB Negatif
Epitel bulat - /LPB Negatif
SILINDER
Hyline 0 /LPK 0-3
Granulated 2-4 /LPK Negatif

Laboratorium Mikrobiologi Klinik (10 Agustus 2017)


HASIL PEMERIKSAAN PARASITOLOGI TINJA
Parameter Hasil Nilai Normal
Makroskopis
Konsentrasi Lunak Lunak Berbentuk
Warna Coklat Kuning Coklat
Darah Negatif Negatif Mikroskopis
Lendir Negatif Negatif Sel epitel Negatif Negatif/ Ditemukan sedikit
Lemak Negatif Negatif Leukosit Negatif Negatif/ Ditemukan sedikit
Pus Negatif Negatif Eritrosit Negatif Negatif
Makanan tidak tercerna Negatif Negatif/ Ditemukan sedikit Makanan tidak tercerna Negatif Negatif/ Ditemukan sedikit
Parasit Negatif Negatif Telur cacing Negatif Negatif
Larva cacing Negatif Negatif
Yeast pseudohifa Yeast cell (+) Negatif

Kesimpulan : Ditemukan yeast cell pada sampel tinja.

11/8/2017 Boyok KU: CM 1. Hemoptisis ec presumtive Bedrest tidak total


DPH-3 pegal, Tensi: 120/70 mmHg TB O2 2-3 lpm NK
batuk Nadi: 82 x/menit, isi cukup, reguler 2. Ikterik ec extrahepatal dd Diet lunak TKTP tidak
intrahepatal merangsang lambung 1.700
RR: 18 x/menit
3. Anemia hipokromik kkal
Suhu: 36,6 C mikrositik ec OCD dd Inf NaCl 0,9% 20 tpm
perdarahan (perbaikan) Inj Cefoperazone sulbactam 1
Kepala: Mesocephal, rambut mudah 4. Hepatitis B fase inactive gram/12 jam
rontok (-) carrier Inj Metoclopramide 10 mg/8
5. Suspek HNP lumbalis jam
Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sclera
6. Hipoalbuminemia berat Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
ikterik (+/+) (2,2) Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
Hidung: Sekret (-/-) 7. Hipokalemia berat (2,2) NAC 200 mg
Telinga: Sekret (-/-) 8. Hiponatremi ringan (136) Curcuma 1 tab/8 jam po
Mulut: Mukosa basah (+) KSR 1 tab/8 jam po
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran Plan :
kelenjar getah bening (-) - USG Abdomen tunggu
Thorak: Simetris, retraksi (-) jadwal
- Gene expert sputum tunggu
Cor: hasil
I: IC tampak
P: IC kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-),
gallop (-)

Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/+)

Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 10 x/menit
P: timpani, PS (-), PA (-), undulasi (-)
P: supel, area Traube pekak, nyeri tekan
(-), hepar teraba 4 cm BACD lunak,
tepi tumpul, permukaan rata, lien
membesar

Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- -

Laboratorium 11/08/2017

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 8.4 g/dl 13 17.5
Hematokrit 24 % 33 45
Leukosit 12.5 103/ L 4.5 11.0
Trombosit 227 103 / L 150450
Eritrosit 2.71 106/ L 4.5 5.9

KIMIA KLINIK
Albumin 2.0 g/dl 3.2 4.6
SGOT 95 u/l <35
SGPT 32 u/l <45

HEMOSTASIS
PT 14.5 detik 10.0 15.00
APTT 33.0 detik 20.00 40.00
INR 1.100

ELEKTROLIT
Natrium 130 mmol/L 136 145
Kalium 2.2 mmol/L 3.7 5.4
Calcium Ion 1.17 mmol/L 1.17 1.29

Hasil foto Lumbosacral AP dan Lateral : (11 Agustus 2017)

Alignment baik
Tampak osteofit pada vertebrae L 1-5
Trabekulasi tulang kasar
Tak tampak erosi/destruksi tulang
Tak tampak paravertebral soft tissue mass/swelling
Pergeseran sendi (-)

Kesan : Spondilosis Lumbalis

12/8/2017 Boyok KU: CM 1. Hemoptisis ec presumtive Bedrest tidak total


DPH-4 pegal, Tensi: 110/80 mmHg TB O2 2-3 lpm NK
batuk Nadi: 78 x/menit, isi cukup, reguler 2. Ikterik ec extrahepatal dd Diet lunak TKTP tidak
intrahepatal merangsang lambung 1.700
RR: 18 x/menit
3. Anemia hipokromik kkal
Suhu: 36,6 C mikrositik ec OCD dd Inf NaCl 0,9% 20 tpm
perdarahan (perbaikan) Inj Cefoperazone sulbactam 1
Kepala: Mesocephal, rambut mudah 4. Hepatitis B fase inactive gram/12 jam
rontok (-) carrier Inj Metoclopramide 10 mg/8
Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sclera 5. Suspek HNP lumbalis dd jam K/P
ikterik (+/+) muscle spasme
Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
6. Hipoalbuminemia berat
Hidung: Sekret (-/-) Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
(2,2)
Telinga: Sekret (-/-) 7. Hipokalemia berat (2,2) NAC 200 mg
Mulut: Mukosa basah (+) 8. Hiponatremi ringan (136) Curcuma 1 tab/8 jam po
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran Inf. Plasumin 25% 100cc
kelenjar getah bening (-) Inf KCl 46 mEq dalam 500 cc
Thorak: Simetris, retraksi (-) NaCl 0,9%
Paracetamol 500 mg/ 8 jam
Cor: K/P
Plan :
I: IC tampak
o USG Abdomen 16/8/17
P: IC kuat angkat
o Gene expert tunggu hasil
P: batas jantung kesan tidak melebar o MRI Lumbosacral protokol
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-), (-)
gallop (-)

Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/+)

Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 10 x/menit
P: timpani, PS (-), PA (-), undulasi (-)
P: supel, area Traube pekak, nyeri tekan
(-), hepar teraba 4 cm BACD lunak, tepi
tumpul, permukaan rata, lien membesar

Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -
14/8/2017 Batuk KU: CM, tampak sakit sedang 1. Presumtive TB Bedrest tidak total
DPH-6 Tensi: 120/80 mmHg 2. Ikterik ec extrahepatal dd O2 2-3 lpm NK
Nadi: 86 x/menit, isi cukup, reguler intrahepatal Diet lunak TKTP tidak
3. Anemia hipokromik merangsang lambung 2100
RR: 18 x/menit
mikrositik ec OCD dd kkal
Suhu: 36,5C perdarahan Inf NaCl 0,9% 20 tpm
4. Hepatitis B fase inactive Inj Cefoperazone sulbactam 1
Kepala: Mesocephal, rambut mudah carrier gram/12 jam
rontok (-) 5. Suspek HNP lumbalisdd Inj Metoclopramide 10 mg/8
Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sclera muscle spasm jam
ikterik (+/+) 6. Hipoalbuminemia berat (2)
Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
7. Hiponatremia ringan (130)
Hidung: Sekret (-/-) Inj Asam Tranexamat 500
8. Hipokalemia sedang (2,9)
Telinga: Sekret (-/-) mg/8 jam
Mulut: Mukosa basah (+) Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran NAC 200 mg
kelenjar getah bening (-) Curcuma 1 tab/8 jam po
Paracetamol 500mg/8 jam po
Thorak: Simetris, retraksi (-)
KSR 1 tab/8 jam po
Cor:
I: IC tampak
Plan :
P: IC kuat angkat - Elektrolit post koreksi
P: batas jantung kesan tidak melebar - Elektrolit urin
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-), - USG abdomen
gallop (-)

Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH(-/-), RBK (-/-)

Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 12x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien kesan membesar

Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -

Hasil pemeriksaan sputum (14/8/2017)

No JENIS PEMERIKSAAN HASIL


1 Pengecatan Gram Ditemukan kuman gram
positif coccus, leukosit 1+,
Epithel 1+
2 Pengecatan BTA dari sputum S:
P: Negatif
S:
3 Pengecatan BTA dari bahan lain
4 Lain- lain
15/8/2017 Batuk KU: CM 1. Presumtive TB Bedrest tidak total
DPH-7 Tensi: 130/80 mmHg 2. Ikterik ec extrahepatal dd O2 2-3 lpm NK
intrahepatal
Nadi: 84 x/menit, isi cukup, reguler 3. Anemia hipokromik Diet lunak TKTP tidak
RR: 18 x/menit mikrositik ec OCD dd merangsang lambung 2.100
Suhu: 36,6C perdarahan kkal
4. Hepatitis B fase inactive Inf NaCl 0,9% 20 tpm
carrier Inj Cefoperazone sulbactam 1
Kepala: Mesocephal, rambut mudah 5. Suspek HNP lumbalis gram/12 jam
rontok (-) 6. Hipoalbuminemia berat Inj Metoclopramide 10 mg/8
Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sclera (2,7) jam
ikterik (+/+) 7. Hiponatremia sedang (127) Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
Hidung: Sekret (-/-) 8. Hipokalemia berat (2,3) Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
Telinga: Sekret (-/-) NAC 200 mg
Mulut: Mukosa basah (+) Curcuma 1 tab/8 jam po
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran KSR 1 tab/8 jam po
kelenjar getah bening (-)
Thorak: Simetris, retraksi (-) Plan :
- Elektrolit post koreksi
- Elektrolit urin
Cor:
- USG abdomen
I: IC tampak
P: IC kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-),
gallop (-)

Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)

Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 14 x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata

Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- -

Laboratorium 15 Agustus 2017

ELEKTROLIT
Natrium darah 129 mmol/L 136 145
Kalium darah 2.8 mmol/L 3.7 5.4
Calcium Ion 1.23 mmol/L 1.17 1.29

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN


SGOT 117 u/L <35
SGPT 44 u/L <45
Albumin 2.3 g/dl 3,2 4,6
Ureum 33 mg/dl < 50
Creatinie 0.8 mg/dl 0.8 1.3

16/8/2017 lemas KU: CM Bedrest tidak total


DPH-8 Tensi: 120/80 mmHg 1. Pre Presumtive TB O2 2-3 lpm NK
Nadi: 82 x/menit, isi cukup, reguler 2. Ikterik ec extrahepatal dd Diet lunak TKTP tidak
RR: 20 x/menit intrahepatal merangsang lambung 2.100
3. Anemia hipokromik kkal
Suhu: 36,6C
mikrositik ec OCD dd Inf NaCl 0,9% 20 tpm
perdarahan Inj Cefoperazone sulbactam 1
Kepala: Mesocephal, rambut mudah 4. Hepatitis B fase inactive gram/12 jam
rontok (-) carrier Inj Metoclopramide 10 mg/8
Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sclera 5. Suspek HNP lumbalis jam
ikterik (+/+) 6. Hipoalbuminemia sedang Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
Hidung: Sekret (-/-) (2,7)
Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
7. Hiponatremia sedang (129)
Telinga: Sekret (-/-) NAC 200 mg
8. Hipokalemia sedang (2,8)
Mulut: Mukosa basah (+) Curcuma 1 tab/8 jam po
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran KSR 1 tab/8 jam po
kelenjar getah bening (-)
Thorak: Simetris, retraksi (-) Plan :
- Elektrolit post koreksi
- Elektrolit urin
Cor: - USG abdomen
I: IC tampak
P: IC kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-),
gallop (-)

Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)
Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 12 x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien kesan membesar

Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -
Hasil pemeriksaan USG Abdomen (16 Agustus 2017)
Hepar
Bentuk dan ukuran membesar, permukaan tidak rata, tepi tumpul, echogenitas normoechoic, parenkim hepar kasar inhomogen, vena
hepatika tidak melebar dan vena porta melebar, thrombus vena porta (-), duktus bilier melebar, massa/nodul (+) multiple sebagian
hiperechoic sebagian hipoechoic
Gall blader
Bentuk dan ukuran normal, permukaan rata, dinding tidak menebal, sludge (+), batu (-)
Pankreas
Bentuk dan ukuran normal
Lien
Bentuk dan ukuran normal, permukaan rata, dinding tidak menebal, parenkim homogen, vena lienalis tidak melebar
Ginjal
Ren kanan ukuran normal, SPC tdk melebar, batas korteks danmedulla jelas, tidak ada batu dan massa
Ren kiri ukuran normal, SPC tdk melebar, batas korteks danmedulla jelas, tidak ada batu dan massa
Lain-lain
Ascites (+) minima, efusi pleura (+) dekstra
Kesan : Nodul Liver Multiple Cholestasis
Saran : Cek AFP, Ca 19 9, Bila perlu MRCP

16 Agustus 2017

ELEKTROLIT
Natrium darah 136 mmol/L 136 145
Kalium darah 2.6 mmol/L 3.7 5.4
Calcium Ion 1.26 mmol/L 1.17 1.29
Magnesium 0.47 mmol/L 0.46 0.60

ANALISA GAS DARAH


PH 7.510 7.310 7.420
BE 0.2 mmol/L -2 - +3
PCO2 29.0 mmol/L 27.0 41.0
PO2 73.4 mmol/L 80.0 110.0
Hematokrit 21 % 37 50
HCO3 23.1 mmol/L 21.0 28.0
Total CO2 24 mmol/L 19.0 24.0
O2 Saturasi 96 % 94.0 98.0
Laktat arteri 1.50 mmol/L 0.36 0.75
17/8/2017 Lemas KU: CM 1. Presumtive TB Bedrest tidak total
DPH-9 Tensi: 130/80 mmHg 2. Ikterik ec extrahepatal dd O2 2-3 lpm NK
Nadi: 84 x/menit, isi cukup, reguler intrahepatal Diet lunak TKTP tidak
3. Anemia hipokromik merangsang lambung 2.100
RR: 20 x/menit
mikrositik ec OCD dd kkal
Suhu: 36,5C perdarahan Inf NaCl 0,9% 20 tpm
4. Hepatitis B fase inactive Inj Cefoperazone sulbactam 1
Kepala: Mesocephal, rambut mudah carrier gram/12 jam
rontok (-) 5. Suspek HNP lumbalis Inj Metoclopramide 10 mg/8
Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sclera 6. Hipoalbuminemia sedang jam
ikterik (+/+) (2,7) Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
Hidung: Sekret (-/-) 7. Hiponatremia sedang (129) Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
Telinga: Sekret (-/-) 8. Hipokalemia sedang (2,8) NAC 200 mg
Mulut: Mukosa basah (+) Curcuma 1 tab/8 jam po
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran KSR 1 tab/8 jam po
kelenjar getah bening (-)
Thorak: Simetris, retraksi (-) Plan :
- Elektrolit post koreksi
- Elektrolit urin
Cor: - USG abdomen
I: IC tampak
P: IC kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-),
gallop (-)

Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)

Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 12 x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien kesan membesar
Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -

18/8/2017 Lemas KU: CM 1. HAP perbaikan Bedrest tidak total


DPH-10 Tensi: 130/80 mmHg 2. Multiple nodul hepar ec O2 2-3 lpm NK
Nadi: 84 x/menit, isi cukup, reguler THP dd Diet lunak TKTP tidak
3. Ikterik ec intrahepatal merangsang lambung 2.100
RR: 20 x/menit
(cholestasis) kkal
Suhu: 36,5C 4. Anemia hipokromik Inf NaCl 0,9% 20 tpm
mikrositik ec OCD dd Inj Metoclopramide 10 mg/8
Kepala: Mesocephal, rambut mudah perdarahan jam
rontok (-) 5. Hepatitis B fase inactive Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sclera carrier
Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
ikterik (+/+) 6. Suspek HNP lumbalis
NAC 200 mg
7. Hipoalbuminemia sedang
Hidung: Sekret (-/-)
(2,7) Curcuma 1 tab/8 jam po
Telinga: Sekret (-/-) 8. Hipokalemia sedang (2,8) KSR 1 tab/8 jam po
Mulut: Mukosa basah (+)
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran Plan :
kelenjar getah bening (-) - AFP, DR3, PT/APTT, INR,
Thorak: Simetris, retraksi (-) OT/PT, CA 19 9
- MRCP
- Elektrolit urin
Cor:
I: IC tampak
P: IC kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-),
gallop (-)

Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)

Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 12 x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak,
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien kesan membesar

Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -
Laboratorium 18 Agustus 2017

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


DARAH RUTIN
Hemoglobin 10.3 g/dl 13.5 17.5
Leukosit 16.9 ribu/ul 4.5 11.0
Hematokrit 29 % 3345
Trombosit 232 ribu/ul 150450
Eritrosit 3.26 juta/ul 4.50-5.90
KIMIA KLINIK
SGOT 144 u/L <35
SGPT 45 u/L <45
Bilirubin Total 42.99 mg/dL 0.00 1.00
Bilirubin Direk 36.14 mg/dL 0.00 0.30
Bilirubin Indirek 6.85 mg/dL 0.00 0.70
SEROLOGI
TUMOR MARKER
AFP 0.70 IU/ml <5.81
19/8/2017 Lemas KU: CM 1. HAP perbaikan Bedrest tidak total
DPH-11 Tensi: 130/80 mmHg 2. Multiple nodul hepar ec O2 2-3 lpm NK
Nadi: 84 x/menit, isi cukup, reguler THP dd.. Diet lunak TKTP tidak
3. Ikterik ec extrahepatal (Ca merangsang lambung 2.100
RR: 20 x/menit
caput prankeas) kkal
Suhu: 36,5C 4. Anemia hipokromik Inf NaCl 0,9% 20 tpm
mikrositik ec OCD dd Inj Metoclopramide 10 mg/8
Kepala: Mesocephal, rambut mudah perdarahan jam
rontok (-) 5. Hepatitis B fase inactive Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sclera carrier
Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
ikterik (+/+) 6. Suspek HNP lumbalis
NAC 200 mg
7. Hipoalbuminemia sedang
Hidung: Sekret (-/-)
(2,7) Curcuma 1 tab/8 jam po
Telinga: Sekret (-/-) 8. Hipokalemia sedang (2,6)
Mulut: Mukosa basah (+)
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran Plan :
kelenjar getah bening (-) - MRCP
Thorak: Simetris, retraksi (-)

Cor:
I: IC tampak
P: IC kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-),
gallop (-)

Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)

Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 12 x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak,
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien kesan membesar

Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -

Foto Pelvis AP (19/08/2017)

Alignment baik, Trabekulasi tulang normal


Sacroiliac joint dan Hip joint kanan kiri normal
Shentons line kanan kiri simetris
Tak tampak erosi/destruksi tulang
Tak tampak soft tissue mass/swelling
Tampak lesi litik pada os ileum, ischium, dan femur kanan

Kesan :
Suspek bone metastase tipe osteolitik pada os ileum, ischium, dan femur kanan

20/8/2017 Lemas KU: CM 1. HAP perbaikan Bedrest tidak total


DPH-12 Tensi: 130/80 mmHg 2. Multiple nodul hepar ec O2 2-3 lpm NK
Nadi: 84 x/menit, isi cukup, reguler THP dd.. Diet lunak TKTP tidak
3. Ikterik ec extrahepatal merangsang lambung 2.100
RR: 20 x/menit
(Ca caput prankeas) kkal
Suhu: 36,5C 4. Anemia hipokromik Inf NaCl 0,9% 20 tpm
mikrositik ec OCD dd Inj Metoclopramide 10 mg/8
Kepala: Mesocephal, rambut mudah perdarahan jam
rontok (-) 5. Hepatitis B fase inactive Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sclera carrier
Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
ikterik (+/+) 6. Suspek HNP lumbalis
NAC 200 mg
7. Hipoalbuminemia sedang
Hidung: Sekret (-/-)
(2,7) Curcuma 1 tab/8 jam po
Telinga: Sekret (-/-) 8. Hipokalemia sedang
Mulut: Mukosa basah (+) (2,6)
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran Plan :
kelenjar getah bening (-) - MRCP
Thorak: Simetris, retraksi (-)

Cor:
I: IC tampak
P: IC kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-),
gallop (-)

Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)

Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 12 x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak,
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien kesan membesar

Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -
21/8/2017 Lemas KU: CM 1. Susp Ca caput pankreas Bedrest tidak total
DPH-13 Tensi: 130/80 mmHg 2. Multiple nodul hepar ec O2 2-3 lpm NK
Nadi: 84 x/menit, isi cukup, reguler THP Diet lunak TKTP tidak
3. Anemia hipokromik merangsang lambung 2.100
RR: 20 x/menit
mikrositik ec OCD dd kkal
Suhu: 36,5C perdarahan Inf NaCl 0,9% 20 tpm
4. Hepatitis B fase inactive Inj Metoclopramide 10 mg/8
Kepala: Mesocephal, rambut mudah carrier jam
rontok (-) 5. Suspek HNP lumbalis Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sclera 6. Hipoalbuminemia sedang
Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
ikterik (+/+) (2,7)
NAC 200 mg
7. Hipokalemia sedang (2,6)
Hidung: Sekret (-/-) Curcuma 1 tab/8 jam po
Telinga: Sekret (-/-) KSR 1 tab/8 jam po
Mulut: Mukosa basah (+)
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran
kelenjar getah bening (-) Plan :
Thorak: Simetris, retraksi (-) - MRI Lumbal

Cor:
I: IC tampak
P: IC kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-),
gallop (-)

Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)

Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 12 x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak,
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien kesan membesar

Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -

Hasil pemeriksaan MRI Lumbosakral polos (21/08/2017):

Kesimpulan :
1. Multiple bone metastasis pada corpus Vth 10, VTh 12, VL 1, VL 3, VL 5, S1 dan destruksi pedicle VTh 12, VL1, VL2, VL3 dextra
dan VL 4 sinistra
2. Soft tissue mass metastase setinggi level VTh 12-VL 1 yang menginfiltrasi myelum, ligamentum longitudinal anterior sampai ke
ligamentum longitudinal posterior serta menyebabkan hambatan aliran liquor cerebrospinalis
3. Incidental finding : multiple nodul hepar, ascites

22/8/2017 Lemas KU: CM 1. Susp Ca caput pankreas Bedrest tidak total


DPH-14 Tensi: 130/80 mmHg 2. Multiple nodul hepar ec O2 2-3 lpm NK
Nadi: 84 x/menit, isi cukup, reguler THP Diet lunak TKTP tidak
3. Anemia hipokromik merangsang lambung 2.100
RR: 20 x/menit
mikrositik ec OCD dd kkal
Suhu: 36,5C perdarahan Inf NaCl 0,9% 20 tpm
4. Hepatitis B fase inactive Inj Metoclopramide 10 mg/8
Kepala: Mesocephal, rambut mudah carrier jam
5. Suspek HNP lumbalis Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
rontok (-)
6. Hipoalbuminemia sedang Inj Vitamin K 1 amp/8 jam
Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sclera (2,7)
ikterik (+/+) Ciprofloxacin 200mg/12 jam
7. Hipokalemia sedang (2,6) NAC 200 mg
Hidung: Sekret (-/-)
Curcuma 1 tab/8 jam po
Telinga: Sekret (-/-)
KSR 1 tab/8 jam po
Mulut: Mukosa basah (+)
Leher: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran
kelenjar getah bening (-) Plan :
Thorak: Simetris, retraksi (-) - Menunggu hasil MRI Lumbal
- ACC BLPL
Cor:
I: IC tampak
P: IC kuat angkat
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int normal, reguler, bising (-),
gallop (-)

Pulmo:
I: pengembangan dada kanan=kiri
P: fremitus raba kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)

Abdomen:
I: Dinding perut // dinding dada
A: bising usus (+) 12 x/menit
P: timpani, PS (-), PA(-), undulasi (-),
area Traube pekak,
P: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3
cm BACD lunak, tepi tumpul,
permukaan rata, lien kesan membesar

Ekstremitas:
Akral dingin Oedem
- -
- - - -
- -
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

HEMOPTISIS
Definisi

Hemoptisis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah,


atau sputum yang berdarah. Sputum mungkin bercampur dengan darah. Mungkin
juga seluruh cairan yang dikeluarkan paru-paru berupa darah. Setiap proses yang
mengakibatkan terganggunya kontinuitas aliran pembuluh darah paru-paru dapat
mengakibatkan perdarahan. Batuk darah merupakan suatu gejala yang serius.
Mungkin ini merupakan manifestasi yang paling dini dari tuberkulosis aktif.
Sebab-sebab lain dari hemoptisis adalah karsinoma bronkogenik, infarksi, dan
abses paru-paru.

Hemoptisis harus dibedakan dengan hematemesis. Hematemesis


disebabkan oleh lesi pada saluran cerna, sedangkan hemoptisis disebabkan oleh
lesi pada paru atau bronkus/bronkiolus.

Klasifikasi

Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan.

1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam

Yang sering terjadi darah bercampur dengan sutum. Umumnya pada


bronkitis.

2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam

Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya
pada kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.
3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam

Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.

4. Pseudohemoptisis

Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas
laring) atau dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan
buatan (factitious).

Perbedaan hemoptoe dengan hematemesis


Untuk membedakan antara muntah darah (hematemesis) dan batuk darah
(hemoptoe) bila dokter tidak hadir pada waktu pasien batuk darah, maka pada
batuk darah (hemoptoe) akan didapatkan tanda-tanda sebagai berikut :
Tanda-tanda batuk darah:
1. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan.
2. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di dalam
saluran napas.
3. Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan.
4. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari
kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman.
5. pH alkalis.
6. Bisa berlangsung beberapa hari
7. Penyebabnya : kelainan paru

Tanda-tanda muntah darah :


1. Tanpa batuk, tetapi keluar darah waktu muntah.
2. Suara napas tidak ada gangguan.
3. Didahului rasa mual / tidak enak di epigastrium.
4. Darah berwarna merah kehitaman, bergumpal-gumpal bercampur sisa
makanan.
5. pH asam.
6. Frekuensi muntah darah tidak sekerap hemoptoe.
7. Penyebabnya : sirosis hati, gastritis.

Differentiating Features of Hemoptysis and Hematemesis


Hemoptysis Hematemesis
History

Absence of nausea and vomiting Presence of nausea and vomiting

Lung disease Gastric or hepatic disease

Asphyxia possible Asphyxia unusual

Sputum examination

Frothy Rarely frothy

Liquid or clotted appearance Coffee ground appearance

Bright red or pink Brown to black

Laboratory

Alkaline pH Acidic pH

Mixed with macrophages and neutrophils Mixed with food particles

Diagnostic Clues in Hemoptysis: Physical History


Clinical clues Suggested diagnosis*
Anticoagulant use Medication effect, coagulation disorder

Association with menses Catamenial hemoptysis

Dyspnea on exertion, fatigue, Congestive heart failure, left ventricular


orthopnea, paroxysmal nocturnal dysfunction, mitral valve stenosis
dyspnea, frothy pink sputum

Fever, productive cough Upper respiratory infection, acute sinusitis,


acute bronchitis, pneumonia, lung abscess

History of breast, colon, or renal Endobronchial metastatic disease of lungs


cancers

History of chronic lung disease, Bronchiectasis, lung abscess


recurrent lower respiratory track
infection, cough with copious purulent
Clinical clues Suggested diagnosis*
sputum

HIV, immunosuppression Neoplasia, tuberculosis, Kaposis sarcoma

Nausea, vomiting, melena, alcoholism, Gastritis, gastric or peptic ulcer,


chronic use of nonsteroidal anti- esophageal varices
inflammatory drugs

Pleuritic chest pain, calf tenderness Pulmonary embolism or infarction

Tobacco use Acute bronchitis, chronic bronchitis, lung


cancer, pneumonia

Travel history Tuberculosis, parasites (e.g.,


paragonimiasis, schistosomiasis,
amebiasis, leptospirosis), biologic agents
(e.g., plague, tularemia, T2 mycotoxin)

Weight loss Emphysema, lung cancer, tuberculosis,


bronchiectasis, lung abscess, HIV

Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas :


1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh
karena jamur dan sebagainya.
2. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.
3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.
4. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).
5. Benda asing di saluran pernapasan.
6. Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.

Penyebab terpenting dari hemoptisis masif adalah :


1. Tumor :
a. Karsinoma.
b. Adenoma.
c. Metastasis endobronkial dari massa tumor ekstratorakal.
2. Infeksi
a. Aspergilloma.
b. Bronkhiektasis (terutama pada lobus atas).
c. Tuberkulosis paru.
3. Infark Paru
4. Udem paru, terutama disebabkan oleh mitral stenosis
5. Perdarahan paru
a. Sistemic Lupus Eritematosus
b. Goodpastures syndrome.
c. Idiopthic pulmonary haemosiderosis.
d. Bechets syndrome.
6. Cedera pada dada/trauma
a. Kontusio pulmonal.
b. Transbronkial biopsi.
c. Transtorakal biopsi memakai jarum.
7. Kelainan pembuluh darah
a. Malformasi arteriovena.
b. Hereditary haemorrhagic teleangiectasis.
8. Bleeding diathesis.

Penyebab hemoptoe banyak, tapi secara sederhana dapat dibagi dalam 3


kelompok yaitu : infeksi, tumor dan kelainan kardiovaskular. Infeksi merupakan
penyebab yang sering didapatkan antara lain : tuberkulosis, bronkiektasis dan
abses paru. Pada dewasa muda, tuberkulosis paru, stenosis mitral, dan
bronkiektasis merupakan penyebab yang sering didapat. Pada usia diatas 40 tahun
karsinoma bronkus merupakan penyebab yang sering didapatkan, diikuti
tuberkulsosis dan bronkiektasis.

Patofisiologi Hemoptisis
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi
dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi
pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan
fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna
tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih
diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen
ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa
terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri
bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe. (4)
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah
menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk
menimbulkan batuk darah.
2. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada
pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar
seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.
4. Kelainan membran alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti
padaGoodpastures syndrome.
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal
dengan aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari
cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis
disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini
terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan
pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan
hemoptisis masif.
6. Invasi tumor ganas
7. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami
transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk
darah.

Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya dikenal berbagai macam batuk darah :
1. Batuk darah idiopatik atau esensial dimana penyebabnya tidak diketahui
Angka kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung fasilitas
penegakan diagnosis. Pria terdapat dua kali lebih banyak daripada wanita,
berumur sekitar 30 tahun, biasanya perdarahan dapat berhenti sendiri
sehingga prognosis baik. Teori perdarahan ini adalah sebagai berikut :
a. Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkoskopi.
b. Bronkiektasis yang tidak dapat ditemukan.
c. Infark paru yang minimal.
d. Menstruasi vikariensis.
e. Hipertensi pulmonal.
2. Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat di pastikan
a. Pada prinsipnya berasal dari :
b. Saluran napas
i. Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru,
pneumonia dan abses paru.
ii. Menurut Bannet, 82 86% batuk darah disebabkan oleh
tuberkulosis paru, karsinoma paru dan bronkiektasis.
iii. Yang jarang dijumpai adalah penyakit jamur (aspergilosis),
silikosis, penyakit oleh karena cacing.
c. Sistem kardiovaskuler
i. Yang sering adalah stenosis mitral, hipertensi.
ii. Yang jarang adalah kegagalan jantung, infark paru,
aneurisma aorta.
d. Lain-lain
i. Disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah
seperti hemofilia, hemosiderosis, sindrom Goodpasture,
eritematosus lupus sistemik, diatesis hemoragik dan
pengobatan dengan obat-obat antikoagulan
Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi
atas :
1. Hemoptisis massif
Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam.
2. Kriteria yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta :
Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam
Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24
jam, akan tetapi Hb kurang dari 10 g%.
Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari
10 g%, tetapi dalam pengamatan 48 jam ternyata darah tidak
berhenti.
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada
hemoptoe selain terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi
mobilisasi dari depot darah, sehingga kadar Hb tidak selalu
memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi.
Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe
juga mempunyai kelemahan oleh karena :
o Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan
sputum dan kadang-kadang dengan cairan lambung,
sehinga sukar untuk menentukan jumlah darah yang
hilang sesungguhnya.
o Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-
sama dengan tinja, sehingga tidak ikut terhitung
o Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.

Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh :
Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan
hipovolemik (hypovolemik shock).
Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat
dinilai dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan aritmia,
gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran darah serebral. Dalam hal
kedua ini dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping
menentukan fungsi-fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan
hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa
asfiksia, sedangkan bentuk yang lain berupa renjatan hipovolemik.

Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan penilaian terhadap:


Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.
Lamanya perdarahan.
Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi.
Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat
kesadaran.

Klasifikasi menurut Pusel :


+ : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam
sputum
++ : batuk dengan perdarahan 1 30 ml
+++ : batuk dengan perdarahan 30 150 ml
++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml

Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis
sedang, positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.

Diagnosis
Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar
bukan dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung. Hemoptisis
sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada hematemesis
darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam. Darah dari
epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan yang disadari
penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung.
Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu
dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik
maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.
1) Anamnesis
Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan
untuk mendapatkan data-data :
- Jumlah dan warna darah
- Lamanya perdarahan
- Batuknya produktif atau tidak
- Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan
- Sakit dada, substernal atau pleuritik
- Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi
badan dan batuk
- Wheezing
- Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.
- Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah
- Perokok berat dan telah berlangsung lama
- Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
- Hematuria yang disertai dengan batuk darah.
Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat
digunakan petunjuk sebagai berikut :
Keadaan Hemoptoe Hematemesis
1. Prodromal Rasa tidak enak diMual, stomach distress
tenggorokan, ingin batuk
2. Onset Darah dibatukkan, dapatDarah dimuntahkan
disertai batuk dapat disertai batuk
3. Penampilan Berbuih Tidak berbuih
darah
4. Warna Merah segar Merah tua
5. Isi Lekosit, mikroorganisme,Sisa makanan
makrofag, hemosiderin
6. Reaksi Alkalis (pH tinggi) Asam (pH rendah)
7. Riwayat Penyakit Menderita kelainan paru Gangguan lambung,
Dahulu kelainan hepar
8. Anemi Kadang-kadang Selalu
9. Tinja Warna tinja normal Tinja bisa berwarna
Guaiac test (-) hitam, Guaiac test (-)

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang
dapat mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising
sistolik dan opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum
nasalis, teleangiektasi.

3. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada
setiap penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat
menunjukkan tempat perdarahannya.

4. Pemeriksaan bronkoskopi
Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan
demikian sumber perdarahan dapat diketahui.
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
1. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
2. Batuk darah yang berulang ulang
3. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan
diagnosis, lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu
yang tepat untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih
kontroversial, mengingat bahwa selama masa perdarahan,
bronkoskopi akan menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga
dapat memperhebat perdarahan disamping memperburuk fungsi
pernapasan. Lavase dengan bronkoskop fiberoptic dapat menilai
bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk menentukan lokasi
perdarahan.
Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior,
bronkoskop serat optik jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal
sangat bermanfaat dalam membersihkan jalan napas dari bekuan darah
serta mengambil benda asing, disamping itu dapat melakukan
penamponan dengan balon khusus di tempat terjadinya perdarahan.

Penanganan
Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan
biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang
masif.
Tujuan pokok terapi ialah :
1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku
2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
3. Menghentikan perdarahan
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport
kardiopulmaner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang
merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif.
Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam
saluran napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan
hemoptoe paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel.
Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat
menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan renjatan
hipovolemik.
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
-
Terapi konservatif
-
Terapi definitif atau pembedahan.
1. Terapi konservatif
Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral
decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk
mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat.
Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
Batuk secara perlahan lahan untuk mengeluarkan darah di dalam
saluran saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
Dada dikompres dengan es kap, hal ini biasanya menenangkan
penderita.
Pemberian obat obat penghenti perdarahan (obat obat hemostasis),
misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan
yang terjadi.
Pemberian oksigen

Tindakan selanjutnya bila mungkin :


Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi
Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan
bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.
2. Terapi pembedahan
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.
Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan :
a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka
kematian pada perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi
18% dengan tindakan operasi.
c. Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya
hemoptoe yang berulang dapat dicegah.
Busron (1978) menggunakan pula indikasi pembedahan sebagai berikut :
1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan
dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan
tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%,
sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung.
3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam
dantetapi lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%,
tetapi selama pengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan
konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti.
Sebelum pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru dan
dipastikan asal perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari
segmentektomi, lobektomi dan pneumonektomi dengan atau tanpa torakoplasti.
Penting juga dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode
yang mungkin digunakan adalah :
-
Dengan memberikan cairan es garam yang dilakukan dengan bronkoskopi
serat lentur dengan posisi pada lokasi bronkus yang berdarah. Masukkan
larutan NaCl fisiologis pada suhu 4C sebanyak 50 cc, diberikan selama
30-60 detik. Cairan ini kemudian dihisap dengan suction.
-
Dengan menggunakan kateter balon yang panjangnya 20 cm penampang
8,5 mm.
Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu
ditentukan oleh tiga faktor :
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran
pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat
menimbulkan renjatan hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke
dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.
Prognosis
Pada hemoptoe idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami
hemoptoe yang rekuren.
Sedangkan pada hemoptoe sekunder ada beberapa faktor yang menentukan
prognosis :
1) Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali mempunyai
prognosis yang lebih baik.
2) Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe.
Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk
menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita.
ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITIK

Anemia mikrositik hipokromik adalah anemia dengan ukuran eritrosit yang


lebih kecil dari normal dan mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari
normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %).
Penyebab anemia ini adalah:
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalasemia major
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik
1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya
cadangan besi dalam tubuh, sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang.
Kelainanini ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer, besi serum menurun,
TIBC (total iron binding capacity) meningkat,saturasi transferin menurun,
feritin serum menurun, pengecatan besi sumsum tulang negatif dan adanya
respon terhadap pengobatan dengan preparat besi.
a. Metabolisme Besi
Besi merupakan elemen yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Besi
jumlahnya sangat banyak di alam. Sejak awal, manusia dipersiapkan untuk
menerima besi yang berasal dari hewani, tetapi kemudian pola
makanan berubah ke sumber besi yang berasal dari nabati, sehingga
absorbsi tidak maksimal dan banyak menimbulkandefisiensi besi.
b. Absorpsi Besi
Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
1) Fase Luminal : besi dalam makanan kemudian diolah di lambung,
kemudian siap diserap di duodenum. Besi dalam makanan terdapat
dalam 2 bentuk sebagai berikut :
a) Besi heme : terdapat dalam daging dan ikan, absorpsinya tinggi,
bioavailabilitasnya tinggi.
b) Besi nonheme : berasal dari tumbuh-tumbuhan, absorsinya rendah,
bioavailabilitasnya rendah.
2) Fase mucosal : penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang
sangat kompleks. Dikenal adanya mucosal block, suatu mekanisme
yang dapat mengatur penyerapan melalui mukosa usus.
3) Fase corporeal : meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi,
utilitas besi oleh sel-sel yangmemerlukan, serta penyimpanan besi
(storage) oleh tubuh.
c. Gejala
Gejala umum anemia : Gejala khas akibat Gejala penyakit dasar :
defisiensi besi:
- Kadar hemoglobin - Anemia karna cacing
turun di bawah 7- - Koilonychias (kuku tambang makadijumpai
8g/dl. sendok ) dispesia, parotis
- Gejala berupa badan - Atropi papil lidah
membengkak, dan kulit
- Stomatis angularis
lemah,lesu, cepat
- Disfagia telapak tangan
lelah, mata berkunang- - Atrofi mukosa gaster.
berwarna
kunang, serta telinga
kuning,seperti jerami.
mengdenging.
- Penurunan
hemoglobin
secara perlahan
lahan sehingga tidak
terlalu mencolok

d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : terjadi penurunan kadar
hemoglobin mulai dari ringan sampai berat.MCV, MCHC, dan MCH
menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi
danthalassemia mayor. RDW meningkat yang menandakan anisositosis.
Kadar hemoglobin sring turun sangatrendah, tanpa menimbulkan gejala
anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-lahan.
Apusandarah menunjukkan hipokromik mikrositer; anisositosis,
poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadangsel target. Leukosit
dan trombosit normal. Retikulosit redah.
2) Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, TIBC meningkat >350 mg/dl,
dan saturasi transferin <15 g/dl, ada juga <12 g/dl.
3) Kadar serum ferritin <20g/dl.
4) Protoporferitin eritrosit meningkat
5) Sumsum tulang : menunjukkan heperplasia normoblastik.
6) Kadar reseptor transferin meningkat pada defisiensi besi, normal pada
anemia akibat penyakit kronik danthalassemia.
7) Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia manunjukkan
cadangan besi yang negatif.
e. Diagnosis

2. Anemia Akibat Penyakit Kronik


Anemia akibat penyakit kronik adalah anemia yang dijumpai pada
penyakit kronik tertentu yang khasditandai oleh gangguan metabolism
besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan
berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin
tetapi cadangan besi sumsum tulang masih cukup.
a. Pathogenesis
1) Gangguan pelepasan besi dari RES ( sel makrofag ) ke plasma.
2) Pemendekan masa hidup eritrosit.
3) Pembentukan eritropoetin tidak adekuat.
4) Respons sumsum tulang terhadap eritropoetin tak adekuat
Diperkirakan semua perubahan disebabkan oleh pengaruh sitokin
eritropoesis (proinflammantory cytokines),IL-1 dan TNF- terhadap
eritropoesis.
b. Penyebab Anemia Akibat Penyakit Kronik
Infeksi kronik. Inflamasi kronik. Neoplasma ganas

a. Tuberculosis paru a. Artritis rematoid a. Karsinoma : ginjal,


b. Infeksi jamur kronik b. Lupus eritematosus hati,kolon, pancreas,
c. Bronkhiektasis
sistemik uterus, dan lain-lain
d. Penyakit radang
c. Inflammatory bowel b. Limfoma maligna :
panggul kronik
disease limfoma Hodgindan
e. Osteomyelitis
d. Sarcoidosis
limfoma non-
kronik e. Penyakit kolagen
f. Infeksi saluran Hodgkin.
lain
kemih kronik
g. Colitis kronik

c. Manifestasi Klinik dan Laboratorik


Gambaran laboratorik sebagai berikut :
1) Anemia ringan sampai sedang, hemoglobin jarang ,8g/dl.2
2) Anemia bersifat normositer atau mikrositer ringan (MCV 75-90 fl)
3) Besi transferin sedikit menurun
4) Protoporfirin eritrosit meningkat
5) Ferritin serum normal atau meningkat
6) Reseptor transferin normal.
7) Pada pengecatan sumsum tulang dengan biru Prusia, besi sumsum
tulang normal atau meningkat dengan butir-butir hemosiderin yang
kasar.
d. Diagnosis
1) Dijumpai anemia ringan sampai sedang pada setting penyakit dasar
yang sesuai
2) Anemia hipokromik mikrositer ringan atau normokromik normositer.
3) Besi serum menurun disertai dengan TIBC menurun dengan cadangan
besi sumsum tulang masih positif.
4) Dengan menyingkirkan adanya gagl ginjal kronik, penyakit hati kronik
dan hipotiroid.

3. Anemia Sideroblastik
Anemia sideroblastik adalah anemia dengan sideroblastik cincin (ring
sideroblastik) dalam sumsum tulang.
a. Klasifikasi
a. Anemia sideroblastik b. Anemia sideroblastik c. Pyridoxine
primera. sekunder responsif anemia
a. Hereditary sex a. Akibat obat :
linked sideroblastic INH, pirasinamid
anemia dansikloserin
b. Primary acquired b. Akibat alcohol.
c. Akibat keracunan
sideroblasticanemia
timah hitam
(PASA)

b. Patofisiologi
Pada dasarnya terjadi perubahan terjadi kegagalan inkorporasi
besidalam senyawa hem pada mitokondriayang mengakibatkan besi
mengendap pada mitokondria sehingga jika dicat dengan cat besi akan
kelihatan sebagai bintik-bintik yang mengelilingi inti yang disebut
sideroblas cincin. Hal ini menyebabkan kegagalan pembentukan
hemoglobin yang disertai seritropoesis inefektif dan menimbulkan anemia
hipokromik mikrositik.
HEPATITIS B

Definisi Hepatitis B

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus


hepatitis B, suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan
peradangan hati akut atau menahun yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati
atau kanker hati. Infeksi virus hepatitis B suatu infeksi sistemik yang
menimbulkan peradangan dan nekrosis sel hati yang mengakibatkan
terjadinya serangkaian kelainan klinik, biokimiawi, imunoserologik, dan
morfologik. Hepatitis B akut jika perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan
sedangkan Hepatitis B kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara
klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan
(Mustofa & Kurniawaty, 2013).

Anatomi Hati

Hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gram atau 2,5 % berat orang
badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena
kaya akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan
yang dipisahkan oleh ligamen falsiformis. Lobus kanan hati lebih besar dari
lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus
kaudatus, dan lobus kuadratus.
Gambar 1. Anatomi
Hati

Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu :

a. Vena porta hepatika yang berasal dari lambung dan usus, yang
kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang
larut dalam air, dan mineral.

b. Arteri hepatika, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.

Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatika dan arteri hepatika


mengalirkan darahnya ke sinusoid. Hematosit menyerap nutrien, oksigen,
dan zat racun dari darah sinusoid. Di dalam hematosit zat racun akan
dinetralkan sedangkan nutrien akan ditimbun atau dibentuk zat baru,
dimana zat tersebut akan disekresikan ke peredaran darah tubuh.2

Fungsi Hati

Hati merupakan pusat metabolisme tubuh yang mempunyai banyak


fungsi dan penting untuk mempertahankan hidup. Ada 4 (empat) macam
fungsi hati yaitu :

a. Fungsi Pembentukan dan Ekskresi Empedu.


Empedu dibentuk oleh hati. Melalui saluran empedu interlobular
yang terdapat di dalam hati, empedu yang dihasilkan dialirkan ke kantung
empedu untuk disimpan. Dalam sehari sekitar 1 liter empedu diekskresikan
oleh hati. Bilirubin atau pigmen empedu yang dapat menyebabkan warna
kuning pada jaringan dan cairan tubuh sangat penting sebagai indikator
penyakit hati dan saluran empedu.

b. Fungsi Pertahanan Tubuh

Hati juga berperan dalam pertahanan tubuh baik berupa


detoksifikasi maupun fungsi perlindungan. Detoksifikasi dilakukan dengan
berbagai proses yang dilakukan oleh enzim-enzim hati terhadap zat-zat
beracun, baik yang masuk dari luar maupun yang dihasilkan oleh tubuh
sendiri. Dengan proses detoksifikasi, zat berbahaya akan diubah menjadi
zat yang secara fisiologis tidak aktif.

Fungsi perlindungan dilakukan oleh sel kuffer yang berada pada


dinding sinusoid hati. Dengan cara vagositosis, sel kuffer dapat
membersihkan sebagian besar kuman yang masuk ke dalam hati
melalui vena porta sehingga tidak menyebar keseluruh tubuh.

c. Fungsi Metabolik

Disamping menghasilkan energi dan tenaga, hati mempunyai


peran penting pada metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin.

d. Fungsi Vaskuler

Pada orang dewasa, jumlah aliran darah ke hati diperkirakan sekitar 1.200-1.500
cc per menit. Darah tersebut berasal dari vena porta sekitar 1.200 cc dan dari
arteri hepatica sekitar 300 cc. Bila terjadi kelemahan fungsi jantung kanan
dalam memompa darah, maka darah dari hati yang dialirkan ke jantung melalui
vena hepatica dan selanjutnya masuk ke dalam vena kava inferior. Akibatnya
terjadi pembesaran hati karena bendungan pasif oleh darah yang jumlahnya
sangat besar.
Etiologi Hepatitis B

Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo Nucleic Acid) DNA terkecil


berasal dari genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae berdiameter 40-42
nm (Hardjoeno, 2007). Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari dengan rata-
rata60-90 hari. 3 Bagian luar dari virus ini adalah protein envelope lipoprotein,
sedangkan bagian dalam berupa nukleokapsid atau core .

Penularan Hepatitis B

Cara utama penularan VHB adalah melalui parenteral dan menembus


membran mukosa, terutama berhubungan seksual.2 Penanda HBsAg telah
diidentifikasi pada hampir setiap cairan tubuh dari orang yang terinfeksi yaitu
saliva, air mata, cairan seminal, cairan serebrospinal, asites, dan air susu ibu.
Beberapa cairan tubuh ini (terutama semen dan saliva) telah diketahui
infeksius.5

Jalur penularan infeksi VHB di Indonesia yang terbanyak adalah secara


parenteral yaitu secara vertikal (transmisi) maternal-neonatal atau horisontal
(kontak antar individu yang sangat erat dan lama, seksual, iatrogenik,
penggunaan jarum suntik bersama). Virus Hepatitis B dapat dideteksi pada
semua sekret dan cairan tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi pada
serum.6

Patofisiologi Hepatitis B

Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B.


Virus Hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel
hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus
melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid.
Selanjutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati.

Asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel
pada DNA hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Proses selanjutnya
adalah DNA VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus
baru. Virus Hepatitis B dilepaskan ke peredaran darah, terjadi mekanisme
kerusakan hati yang kronis disebabkan karena respon imunologik penderita
terhadap infeksi.1

Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap


sel, terbukti banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan
kerusakan hati ringan. Respon imun host terhadap antigen virus merupakan
faktor penting terhadap kerusakan hepatoseluler dan proses klirens virus,
makin lengkap respon imun, makin besar klirens virus dan semakin berat
kerusakan sel hati. Respon imun host dimediasi oleh respon seluler terhadap
epitop protein VHB, terutama HBsAg yang ditransfer ke permukaan sel hati.
Human Leukocyte Antigen (HLA) class I-restricted CD8+ cell mengenali
fragmen peptida VHB setelah mengalami proses intrasel dan dipresentasikan ke
permukaan sel hati oleh molekul Major Histocompability Complex (MHC) kelas
I. Proses berakhir dengan penghancuran sel secara langsung oleh Limfosit T
sitotoksik CD8+. 4

Gejala Klinis

Hepatitis B Akut

Perjalanan hepatitis B akut terjadi dalam empat (4) tahap yang timbul
3,6
sebagai akibat dari proses peradangan pada hati yaitu :

1. Masa Inkubasi

Masa inkubasi yang merupakan waktu antara saat penularan


infeksi dan saat timbulnya gejala/ikterus, berkisar antara 1-6 bulan,
biasanya 60-75 hari. Panjangnya masa inkubasi tergantung dari dosis
inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis virus
yang ditularkan, makin pendek masa inkubasi.
2. Fase Prodromal

Fase ini adalah waktu antara timbulnya keluhan-keluhan pertama


dan timbulnya gejala dan ikterus. Keluhan yang sering terjadi seperti :
malaise, rasa lemas, lelah, anoreksia, mual, muntah, terjadi perubahan
pada indera perasa dan penciuman, panas yang tidak tinggi, nyeri kepala,
nyeri otot-otot, rasa tidak enak/nyeri di abdomen, dan perubahan warna
urine menjadi cokelat, dapat dilihat antara 1-5 hari sebelum timbul ikterus,
fase prodromal ini berlangsung antara 3-14 hari.

3. Fase Ikterus

Dengan timbulnya ikterus, keluhan-keluhan prodromal secara


berangsur akan berkurang, kadang rasa malaise, anoreksia masih terus
berlangsung, dan nyeri abdomen kanan atas bertambah. Untuk deteksi
ikterus, sebaliknya dilihat pada sklera mata. Lama berlangsungnya ikterus
dapat berkisar antara 1-6 minggu.

4. Fase Penyembuhan / konvalensen

Fase penyembuhan diawali dengan menghilangnya ikterus dan


keluhan- keluhan, walaupun rasa malaise dan cepat lelah kadang masih
terus dirasakan, hepatomegali dan rasa nyerinya juga berkurang. Fase
penyembuhan lamanya berkisar antara 2-21 minggu.

Hepatitis B Kronis

Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut


7
lebih dari enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit. Perjalanan
3,6
hepatitis B kronik dibagi menjadi tiga (3) fase penting yaitu :

1. Fase Imunotoleransi
Pada masa anak-anak atau pada dewasa muda, sistem imun tubuh
toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus dalam darah tinggi,
tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Pada fase ini, VHB ada
dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi.

2. Fase Imunoaktif (Fase clearance)

Pada sekitar 30% individu dengan persisten dengan VHB akibat


terjadinya replikasi VHB yang berkepanjangan, terjadi proses
nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan konsentrasi Alanine Amino
Transferase (ALT). Pada keadaan ini pasien sudah mulai kehilangan
toleransi imun terhadap VHB.

3. Fase Residual

Pada fase ini tubuh berusaha menghancurkan virus dan


menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari
individu tersebut akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar partikel
VHB tanpa ada kerusakan sel hati yang berarti. Pada keadaan ini titer
HBsAg rendah dengan HBeAg yang menjadi negatif dan anti HBe yang
menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal.

Penderita infeksi VHB kronis dapat dikelompokkan menjadi tiga


3
kelompok yaitu :

1. Pengidap HBsAg positif dengan HBeAg positif

Pada penderita ini sering terjadi kenaikan ALT (eksaserbasi) dan


kemudian penurunan ALT kembali (resolusi). Siklus ini terjadi berulang-
ulang sampai terbentuknya anti HBe. Sekitar 80% kasus pengidap ini
berhasil serokonversi anti
HBe positif, 10% gagal serokonversi namun ALT dapat normal dalam 1-2
tahun, dan 10% tetap berlanjut menjadi hepatitis B kronik aktif.

2. Pengidap HBsAg positif dengan anti HBe positif

Prognosis pada pengidap ini umumnya baik bila dapat dicapai


keadaan VHB DNA yang selalu normal. Pada penderita dengan VHB
DNA yang dapat dideteksi diperlukan perhatian khusus oleh karena
mereka berisiko menderita kanker hati.

3. Pengidap hepatitis B yang belum terdiagnosa dengan jelas.

Kemajuan pemeriksaan yang sangat sensitif dapat mendeteksi


adanya HBV DNA pada penderita dengan HBsAg negatif, namun anti
HBc positif.

Hepatitis B Carrier

Hepatitis B carrier adalah individu dengan HBsAg positif yang tidak


menunjukkan keluhan dan tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit hati dan
pada pemeriksaan laboratorium menunjukka n hasil tes fungsi hati yang normal.
Karena penyakit hati akibat infeksi VHB umumnya tidak banyak gejala dan tes
fungsi hati sering tidak dapat menunjukkan penyakit hati, maka penderita
hepatitis B carrier adalah individu yang sebenarnya menderita VHB yang tidak
3
terdeteksi secara fisik maupun laboratorik.

Pemeriksaan Laboratorium

Menurut WHO (1994) untuk mendeteksi virus hepatitis digolongkan


dengan tiga (3) cara yaitu : Cara Radioimmunoassay (RIA), Enzim Linked
Imunonusorbent Assay (Elisa), imunofluorensi mempunyai sensitifitas yang
tinggi. Untuk meningkatkan spesifisitas digunakan antibodi monoklonal dan
untuk mendeteksi DNA dalam serum digunakan probe DNA dengan teknik
1,7
hibridasi.

Pemeriksaan laboratorium yang paling sering digunakan adalah metode


Elisa. Metode Elisa digunakan untuk mengetahui adanya kerusakan pada hati
melalui pemeriksaan enzimatik. Enzim adalah protein dan senyawa organik yang
dihasilkan oleh sel hidup umumnya terdapat dalam sel. Dalam keadaan normal
terdapat keseimbangan antara pembentukan enzim dengan penghancurannya.
Apabila terjadi kerusakan sel dan peninggian permeabilitas membran sel, enzim
akan banyak keluar ke ruangan ekstra sel, keadaan inilah yang membantu
diagnosa dalam mengetahui kadar enzim tersebut dalam darah. Penderita
hepatitis B juga mengalami peningkatan kadar bilirubin, kadar alkaline fosfat.
Pemeriksaan enzim yang sering dilakukan untuk mengetahui kelainan hati
adalah pemeriksaan SGPT dan SGOT (Serum Glutamic Pirivuc Transaminase
dan Serum Glutamic Oksalat Transaminase). Pemeriksaan SGPT lebih spesifik
untuk mengetahui kelainan hati karena jumlah SGPT dalam hati lebih banyak
7
daripada SGOT.

Kejadian hepatitis akut ditandai dengan peningkatan SGPT dan SGOT


10-20 kali dari normal, dengan SGPT lebih tinggi dari SGOT. SGPT dan SGOT
normal adalah < 42 U/L dan 41 U/L. Pada hepatitis kronis kadar SGPT
7
meningkat 5-10 kali dari normal.

Berikut ini adalah berbagai macam pertanda serologik infeksi VHB


1,7
yaitu:

a.1. HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen)

Yaitu suatu protein yang merupakan selubung luar partikel VHB.


HBsAg yang positif menunjukkan bahwa pada saat itu yang bersangkutan
mengidap infeksi VHB.
a.2. Anti-HBs

Antibodi terhadap HBsAg. Antibodi ini baru muncul setelah


HBsAg menghilang. Anti HBsAg yang positif menunjukkan bahwa
individu yang bersangkut an telah kebal terhadap infeksi VHB baik yang
terjadi setelah suatu infeksi VHB alami atau setelah dilakuka n imunisasi
hepatitis B. a.3. Anti Hbc Antibodi terhadap protein core. Antibodi ini
pertama kali muncul pada semua kasus dengan infeksi VHB pada saat ini
(current infection) atau infeksi pada masa yang lalu (past infection). Anti
HBc dapat muncul dalam bentuk IgM anti HBc yang sering muncul pada
hepatitis B akut, karena itu positif IgM anti HBc pada kasus hepatitis akut
dapat memperkuat diagnosis hepatitis B akut. Namun karena IgM anti HBc
bisa kembali menjadi positif pada hepatitis kronik dengan reaktivasi, IgM
anti HBc tidak dapat dipakai untuk membedakan hepatitis akut dengan
hepatitis kronik secara mutlak.

a.4. HBeAg

Semua protein non-struktural dari VHB (bukan merupakan bagian


dari VHB) yang disekresikan ke dalam darah dan merupakan produk gen
precore dan gen core. Positifnya HBeAg merupakan petunjuk adanya
aktivasi replikasi VHB yang tinggi dari seorang individu HBsAg positif.

a.5. Anti HBe

Antibodi yang timbul terhadap HBeAg pada infeksi VHB. Positifnya anti
HBe menunjukkan bahwa VHB ada dalam fase non-replikatif. a.6. DNA
VHB. Positifnya DNA VHB dalam serum menunjukkan adanya partikel
VHB yang utuh dalam tubuh penderita. DNA VHB adalah petanda jumlah
virus yang paling peka.

Apabila penderita sudah terbukti menderita VHB, maka setiap


penderita sebaiknya melaporkan diri ke puskesmas atau rumah sakit
terdekat untuk dilakukan penanganan khusus, karena mereka dapat
menularkan penyakitnya. Diberi pengawasan terhadap penderita agar
sembuh sempurna ketika dirawat dirumah sakit.

Pengobatan

Tujuan pengobatan VHB adalah untuk mencegah atau menghentikan


progresi jejas hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi virus atau
menghilangkan injeksi. Dalam pengobatan hepatitis B, titik akhir yang sering
dipakai adalah hilangnya pertanda replikasi virus yang aktif secara menetap.3

Obat-obat yang digunakan untuk menyembuhkan hepatitis antara lain


obat antivirus, dan imunomulator. Pengobatan antivirus harus diberikan
sebelum virus sempat berintegrasi ke dalam denom penderita. Jadi
pemberiannya dilakukan sedini mungkin sehingga kemungkinan terjadi sirosis
dan hepatoma dapat dikurangi. Yang termasuk obat antivirus adalah interferon
(INF). Sedangkan obat imunomodulator yang menekan atau merangsang sistem
imun misalnya transfer faktor,immune RNA, dan imunosupresi.3,7

Komplikasi Hepatitis B

Hepatitis B kronik merupakan penyulit jangka lama pada Hepatitis B


akut. Penyakit ini terjadi pada sejumlah kecil penderita Hepatitis B akut.
Kebanyakan penderita Hepatitis B kronik tidak pernah mengalami gejala
hepatitis B akut yang jelas. Hepatitis fulminan merupakan penyulit yang
paling ditakuti karena sebagian besar berlangsung fatal. Lima puluh persen kasus
hepatitis virus fulminan adalah dari tipe B dan banyak diantara kasus hepatitis B
akut fulminan terjadi akibat ada koinfeksi dengan hepatitis D atau hepatitis C.
Angka kematian lebih dari 80% tetapi penderita hepatitis fulminan yang
berhasil hidup biasanya mengalami kesembuhan biokimiawi atau histologik.
Terapi pilihan untuk hepatitis B fulminan adalah transplantasi hati.
Sirosis hati merupakan kondisi dimana jaringan hati tergantikan oleh
jaringan parut yang terjadi bertahap. Jaringan parut ini semakin lama akan
mengubah struktur normal dari hati dan regenerasi sel-sel hati. Maka sel-sel hati
akan mengalami kerusakan yang menyebabkan fungsi hati mengalami penurunan
bahkan kehilangan fungsinya.
HIPOALBUMIN

1. Definisi Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/dibawah nilai normal
atau keadaan dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL. Hipoalbuminemia
mencerminkan pasokan asam amino yang tidak memadai dari protein, sehingga
mengganggu sintesis albumin serta protein lain oleh hati (Murray, dkk, 2003).
Di Indonesia, data hospital malnutrition menunjukkan 40-50% pasien
mengalami hipoalbuminemia atau berisiko hipoalbuminemia, 12% diantaranya
hipoalbuminemia berat, serta masa rawat inap pasien dengan hospital
malnutrition menunjukkan 90% lebih lama daripada pasien dengan gizi baik
(Tri Widyastuti dan M. Dawan Jamil, 2005).
2. Klasifikasi Hipoalbuminemia
Defisiensi albumin atau hipoalbuminemia dibedakan berdasarkan selisih
atau jarak dari nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,55 g/dl atau total
kandungan albumin dalam tubuh adalah 300-500 gram. Klasifikasi
hipoalbuminemia adalah sebagai berikut:
1. Hipoalbuminemia ringan : 3,53,9 g/dl
2. Hipoalbuminemia sedang : 2,53,5 g/dl
3. Hipoalbuminemia berat : < 2,5 g/dl
3. Penyebab Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia adalah suatu masalah umum yang terjadi pada pasien.
Hipoalbuminemia dapat disebabkan olehmasukan protein yang rendah,
pencernaan atau absorbsi protein yang tak adekuat dan peningkatan kehilangan
protein yang dapat ditemukan pada pasien dengan kondisi medis kronis dan
akut, seperti kurang energi protein, kanker, peritonitis, luka bakar, sepsis, luka
akibat Pre dan Post pembedahan (penurunan albumin plasma yang terjadi
setelah trauma), penyakit hati akut yang berat atau penyakit hati kronis (sintesa
albumin menurun), penyakit ginjal (hemodialisa), penyakit saluran cerna
kronik, radang atau infeksi tertentu (akut dan kronis), diabetes mellitus dengan
gangren, dan TBC paru.
4. Koreksi Hipoalbumin
Koreksi defisit

(D-A) (BBx40) x 2 = gram


100

40 : Normal plasma 40 cc/kgBB


100 : Konversi 100 cc
D : Demand (yang diiginkan) = 3,5
A : Aktual (saat ini)
BB : Berat badan

Jadi rumus diatas menjadi

0,8 x BB x (3,5 A ) = . . . gram

Koreksi dilakukan bila albumin < 2,5 gram/dl


Kecepatan koreksi pada hipoproteinemia maksimal : 2 ml/menit
Perubahan dalam ml :
1. albumin 20% : x 5
2. albumin 25% : x 4

5. Terapi Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia dikoreksi dengan albumin intravena dan diet tinggi
albumin, dapat dilakukan dengan pemberian diet ekstra putih telur, ekstrak ikan
lele, ekstrak ikan gabus, tempe kedelai atau ekstrak albumin dari bahan
makanan yang mengandung albumin dalam kadar yang cukup tinggi. Albumin
intravena dengan menggunakan rumus koreksi albumin (jika albumin < 2,5
g/dl).
IMBALANCE ELEKTROLIT

1. Hiponatremi
a) Definisi
Hiponatremia adalah penurunan konsentrasi natrium serum <136 mEq/L
disebabkan oleh kelebihan air relative terhadap zat terlarut.
b) Etiologi
- Hiperglikemia
- Defisit natrium yang berhubungan dengan hipovelimia: kehilangan
melalui renal, gastrointestinal, keringat berlebih, penyakit Addison.
- Defisit natrium yang berhubungan normovelemia/euvolemic: insufisiensi
adrenal, hipotiroidisme, syndrome of inappropriate ADH secretion
(SIADH), polidipsi psikogenik.
- Defisit natrium yang berhubungan hipervelemia: gagal jantung kongestif,
sirosis hepatis, sindrom nefrotik, gagal ginjal.
c) Klasifikasi
- Hiponatremia ringan : 130 135 mEq / L
- Hiponatremia sedang : 125 130 mEq / L
- Hiponatremia berat : <125 mEq / L
d) Koreksi Kelainan Laboratorium

(140natrium pasien) x (Total Body Water) =

Keterangan:
Total BodyWater : Pria : 0,6
Wanita : 0,5
e) Tatalaksana
- Penanganan disesuaikan status volume pasien
- Pasien hiponatremia memerlukan asupan oral maupun intravena.
- Pasien dengan euvolemik mapupun hipervolemik biasanya ditangani
dengan restriksi cairan. Jika terjadi overload cairan yang signifikan
dapat diberikan obat golongan diuretik.

2. Hipokalemia
a. Definisi
- Hipokalemia adalah kadar kalium yang rendah atau dibawah nilai
normal atau keadaan dimana kadar kalium serum < 3,5 mEq/L.
b. Etiologi
- Asupan kalium yang rendah
- Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna (muntah),
ginjal (pemakain diuretik, hiperaldosteronisme primer), serta keringat
yang berlebihan.
- Influks kalium ke dalam sel, dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel,
pemberian insulin, peningkatan aktivitas beta-adrenergik, hipotermia.
c. Klasifikasi
- Hipokalemia ringan : 3,0 3,4 mEq/l
- Hipokalemia moderat : 2,5 2,9 mEq/l
- Hipokalemia berat : < 2,5 mEq/l
d. Tatalaksana
- Hipokalemia ringan dapat diberikan Kalium oral 20-40 mEq tiap 4-6
jam
- Hipokalemia moderate dan berat dapat diberikan kalium intravena
dengan menggunakan rumus koreksi kalium.
e. Koreksi Kalium:
(D-A) x BB x 0,4) + maintenance (1-2 mEq/KgBB/24 jam) =
Keterangan:
D : kal ium yang di inginkan
A : kal ium saat ini
BB : berat badan
- Jika kadar kalium serum >2 mEq/l maka diberikan KCl dengan
kecepatan 10-20 mEq tiap jam.
- Pada aritmia dapat diberikan KCl 20-30 mEq tiap jam melalui CVC
dalam 100 ml cairan sambil dilakukan monitoring.
- Anak-anak dapat diberikan 0,5-1 mEq/KgBB/dosis dewasa dalam 1
jam.
3. Hipokalsemia
a. Definisi
i. Hipokalsemia adalah kadar kalsium terkoreksi yang rendah atau di
bawah nilai normal (<1,9mmol/L).
b. Etiologi
i. Hipoalbumin
ii. Kekurangan Vitamin D aktual
- Asupan makanan
- Kurang terpapar sinar matahari
- Malabsorpsi, khususnya pada penyakit pankreas dan coeliac
iii. Kekurangan Vitamin D fungsional
- Penyakit ginjal (Kekurangan enzim 1-Hidroksilasi)
- Penyakit hepar (Kekurangan enzim 25-Hidroksilasi)
- Kekurangan magnesium
iv. Hipoparatiroid
- Autoimmune
- Setelah operasi tiroidektomi
c. Tanda dan Gejala
- Parestesi peri-oral dan digital
- Tanda Trousseau dan Chvostek positif
- Tetani dan carpopedal spasme
- Laringospasme
- Perubahan gambaran EKG (interval QT memanjang) dan aritmia
- Kejang
d. Klasifikasi
- Hipokalsemia ringan : Asimptomatik, kadar kalsium >1,9 mmol/L.
- Hipokalsemia berat : Kadar kalsium<1.9 mmol/L dan / atau
simptomatik pada kadar berapapun di bawah harga normal.

e. Tatalaksana
i. Hipokalsemia ringan
- Mulailah berikan suplemen kalsium oral CaCO3 1250 mg tablet 3-4
kali sehari
- Pada kasus post tiroidektomi dan pasien asimptomatik, ulangi
pemberian kalsium 24 jam kemudian
- Ketika kadar kalsium terkoreksi >2.1 mmol/L, pasien dapat
dipulangkan dan dicek ulang kadar kalsium pada 1 minggu ke depan.
- Jika kadar kalsium terkoreksi tetap di antara 1.9 dan 2.1 mmol/L
tingkatkan Sandocal 1000 to three BD.
- Jika pasien tetap hipokalsemia ringan dalam kurun waktu lebih dari
72 jam post operatif meskipun diberikan suplementasi kalsium,
mulai berikan 1-alfa calcidol 0.25 mcg/hari (calcitriol juga dapat
digunakan) dengan monitoring ketat.
- Jika defisiensi vitamin D merupakan penyebabnya, dapat diberikan
suplementasi vitamin D: Dimulai dengan ~300,000 unit cole atau
ergocalciferol selama 6-10 minggu.
- Jika terkait hipomagnesemia, stop obat presipitat apapun dan berikan
Mg2+IV, 24 mmol/24 jam, terdiri dari 6 gram MgSO4 (30 ml dari
20%, 800 mmol/L, MgSO4) pada 500 ml Normal saline atau
dextrose 5%. Monitor serum Mg2+ hingga tercapai kadar serum
magnesium normal.
- Jika terdapat penyebab hypocalcaemia yang lain, obati penyebab
yang mendasari
ii. Hipokalsemia berat
- Hal ini merupakan kegawatdaruratan, segera lakukan infuse Kalsium
glukonat
- Awalnya, beri 10-20 ml 10% kalsium glukonat pada 50-100 ml dari
Dextrose 5% IV selama 10 menit dengan terpasang EKG untuk
monitoring. Hal tersebut dapat diulangi sampai pasien tidak
menunjukkan gejala asymptomatic. Selanjutnya dilakukan tindak
lanjut dengan pemberian infuse kalsium glukonat dengan ketentuan:
- Encerkan 100ml dari 10% kalsium glukonat (10 vial) pada 1 liter
Normal salin atau 5% dextrose daninfusdengankecepatan 50 100
ml/jam. (Kalsium klorida dapat digunakan sebagai alternative
kalsium glukonat, akan tetapi lebih iri tanpada vena dans
eharusnyahanya diberikan via jalur sentral.
- Titrasi laju infuse sampai mencapai normokalsemia dan lanjutkan
pengobatan penyebab yang mendasari telah menimbulkan efek
- Obati penyebab yang mendasari; padah ipokalsemia post operatif
dan pada hipoparatiroidism, yaitu dengan terapi1-alfacalcidol atau
calcitriol. Dosis per bulan sekitar 0.25 0.5 mcg perhari.
- Metabolit vitamin D 1-alpha hidroksilasi merupakan penyebab poten
hiperkalsemia. Cek darah rutin diperlukan pada fase stabilisasi dari
pengobatan ini.
- 1-alfa calcidol dapat diberikan (pada dosis yang setara) secara
intravena , jika terdapat kekhawatiran pada absorpsi atau kesulitan
pada pemberian obat oral.
BAB III
ANALISA KASUS
DAFTAR PUSTAKA

Mustafa S, Kurniawaty E. 2013. Manajemen gangguan saluran cerna panduan


bagi dokter umum. Lampung: Anugrah Utama Raharja(Aura).

Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit,
edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm. 472-500.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata S, Setiati S. 2010. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid 1, edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Hardjoeno UL. 2007. Kapita selekta hepatitis virus dan interpretasi hasil
laboratorium. Makassar: Cahya Dinan Rucitra: hlm. 5-14.

Thedja MD. 2012. Genetic diversity of hepatitis B virus in Indonesia:


Epidemiological and clinical significance. Jakarta: DIC creative

Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. 2012.


Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI

Asdie AH, Wiyono P, Rahardjo P, Triwibowo, Marcham SN, Danawati W.


2012. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam, edisi ke-13. Jakarta:
EGC. hlm.1638-63.

Soewignjo S, Gunawan S. 2008. Hepatitis virus B, edisi ke-2. Jakarta: EGC

Bakta, Made. 2012. Hematologi Klinik Ringkas. EGC : Jakarta


Djoerban Z (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V, Pusat
Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta: 2009 November;
1185 - 1197.
Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Protein plasma dan imunoglobulin.
Dalam: Buku ajar Biokimia harper. Edisi 27. Jakarta: EGC;2009.h.608

Anda mungkin juga menyukai