Anda di halaman 1dari 58

BAB I

DESKRIPSI KASUS

Nama Peserta : dr. Luthfi Baihaqi


Nama Wahana : RSUD Suradadi Kabupaten Tegal
Topik : Kolik Abdomen (Kasus Medik)
Tanggal Kasus : 5 Maret 2017
Tanggal Presentasi : Maret 2017
Nama Pasien : Ny. D
Usia : 59 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Banjarturi 4/2
Pendamping : dr. Dyah

1
BAB II
LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. D
Usia : 59 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Banjarturi 4/2
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Tanggal masuk RS, waktu : 5 Maret 2017, pukul 08.37 WIB
Ruangan : Melati-HCU

2.2 SKENARIO KASUS

1. IGD
Pasien dibawa ke IGD RSUD Suradadi Kab. Tegal pada tanggal 5 Maret 2017 pukul
08.37.

Keluhan utama
Nyeri perut.

Tanda-tanda Vital
GCS: E4 V5 M6
Pupil: 3 mm/ 3 mm, Refleks cahaya +/+
TD: 94/64 mmHg
Nadi: 86 x/menit
Suhu: 36,6 C
Pernapasan: 22 x/menit
SpO2: 99 %

Subjektive
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut, nyeri dirasakan sejak tadi pagi jam 06.00. Nyeri
dirasakan setelah BAB. Pasien sampai sekarang tidak bisa kentut. Mual (+), muntah (-),
BAK lancar.

Objektive
KU: sakit berat
Kesadaran: Compos mentis
Mata: Conjungtiva anemis (+/+), Sclera ikterik (-/-)
Thorax:
Cor: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Suara dasar vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-

2
Abdomen: Bising usus menurun, nyeri tekan seluruh kuadran abdomen.
Ekstremitas: edem (-)

Pemeriksaan Penunjang
EKG

Laboratorium

Assessment
Diagnosis Kerja: Kolik abdomen

Planning
Rawat inap
Inf. RL 20 tpm
Inj. Omeprazol 2 x 1 amp

3
Inj. Ketorolac 1 amp (ekstra)
P.O. Sucralfat Syr 3 x 10 cc
Puasa sampai flatus

Wong Baker Faces Pain Rating Scale


8 (Sangat mengganggu)

Numeric Rating Scale


7 (Nyeri berat)

2. MELATI
5 Maret 2017
Jam 17.40
S
Pasien mengeluh perut terasa sakit, kentut (+) jam 06.00 & BAB terakhir jam 06.00 pagi.
BAK tidak lancar, demam (+), mual (+).
O
TD: 90/70 mmHg
N: 78 x/menit
RR: 26 x/menit
Suhu: 38,9 C
Nyeri seluruh lapang perut
Terpasang nasal kanul O2 3L/menit
A
Kolik Abdomen
P
Inf. RL 20 tpm
Ketorolac 40 mg / 8 jam drip
Paracetamol 1 gram / 8 jam

Jam 21.00
GDS Stick 73 mg/dL

Jam 21.30
S
Pasien mengeluh nyeri perut. Sudah 15 tahun menopause. Konsumsi Jamu 2-3 hari
sekali. Bengkak-bengkak (-)
O
KU: Apatis, Keluar keringat banyak. Kulit basah
TD: 80/60 mmHg
N: 120 x/menit
RR: 32 x/menit
Suhu: 35 C
Suprapubik teraba keras.
Akral dingin.
A

4
Kolik Abdomen
P
Pemasangan urine catheter, urine 5 cm dalam selang catheter
Guyur 500 cc RL
Cek Ureum, Creatinin, SGOT, SGPT, Urin lengkap

Jam 22.35
S
Nyeri seluruh perut. Sesak (-)
O
KU: tampak berkeringat. Kesadaran: Apatis
TD: sulit dinilai
N: sulit dinilai, lemah
RR: 40 x/menit
Abdomen: Bising usus menurun
Akral dingin
Urin belum keluar
A
Kolik abdomen
Anuria dd syok neurogenik, gangguan ginjal akut
P
Pindah HCU
Guyur 500 cc

3. HCU
Jam 23.00
S
Nyeri perut (+), belum kentut dari pagi
O
KU: tampak kesakitan
TD: 66/34 mmHg
N: 114 x/menit
RR: 51
SpO2: 92 %
Thorax: cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: Bising usus menurun, nyeri tekan seluruh lapang perut
Ekstremitas: akral dingin
A
Kolik abdomen dd ileus paralitik
Anuria dd syok neurogenik? Gangguan ginjal akut
P
Cek GDS stick: 40 mg/dL
D40% 1 flask bolus
Inf. RL 30 tpm
Inj. Alinamin 1 amp drip (ekstra)
Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam drip
Inf. Paracetamol tunda
O2 simple mask 6 L/menit
Rontgen Abdomen (FPA)
Ulang GDS 2 jam kemudian

5
6 Maret 2017
Jam 01.00
S
Nyeri perut
O
KU: tampak kesakitan dan gelisah
TD: 97/65 mmHg
N: 117 x/menit
RR: 34 x/menit
SpO2: 80 %
GDS stick: 31 mg/dL
A
Kolik abdomen dd ileus paralitik
Anuria dd syok neurogenik? Gangguan ginjal akut
P
D40% 1 flask bolus
Cek GDS 2 jam kemudian
Jam 2.15
Penurunan kesadaran
GCS E1 V1 M1
TD: 81/51 mmHg
N: 53 x/menit
RR: 11 x/menit
SpO2: 68 %
Jam 2.30
GDS stick 38 mg/dL
Napas spontan (-)
A. Carotis tidak teraba
Dilakukan RJP
Jam 2.45
Mata: refleks pupil (-/-), midriasis maksimal (+/+)
EKG datar

Dinyatakan meninggal

6
2.3 PROGNOSIS

Quo Ad Vitam : dubia ad bonam

Quo Ad Fungtionam : dubia ad bonam

Quo Ad Sanationam : dubia ad bonam

2.4 EVALUASI

Berikut di bawah ini kritisi terhadap penanganan pasien, yaitu:

tidak dilakukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 KOLIK ABDOMEN

3.1.1 DEFINISI

Nyeri kolik abdomen merupakan nyeri yang dapat terlokalisasi dan dirasakan
seperti perasaan tajam. Mekanisme terjadinya nyeri ini adalah karena sumbatan
baik parsial ataupun total dari organ tubuh berongga atau organ yang terlibat
tersebut dipengaruhi peristaltik. Beberapa yang menjadi penyebab kolik abdomen
adalah kolik bilier, kolik renal dan kolik karena sumbatan usus halus.

3.1.2 KLASIFIKASI

1. Kolik bilier

Kolik bilier merupakan gejala tidak nyaman yang dirasakan pasien dan sering
tidak disertai tanda-tanda klinis lain. Nyeri ini merupakan gejala klinis dari penyakit
batu empedu (kolelitiasis-koledokolitiasis). Oleh karena nyeri ini merupakan gejala,
maka beberapa penyakit lain juga dapat memberikan gejala yang sama. Gambar
dibawah menunjukkan sumbatan empedu

Sumbatan batu empedu yang menyebabkan nyeri kolik bilier. Nyeri kolik bilier
tidak dirasakan secara akurat sebagai kolik. Istilah ini mengimplikasikan nyeri

8
paroksismal yang naik turun, dan umumnya konstan dan meningkat progresif secara
perlahan. Nyeri ini dirasakan sesaat setelah makan. Nyeri fisera berasal dari tabrakan
batu empedu dalam duktus sistikus dan atau ampula fater. Hasil dari tabrakan tadi
menyebabkan distensi kandung empedu dan atau traktus biliaris dan distensi ini
mengaktivasi neuron sensori aferen. Nyeri yang ditimbulkan tidak dapat terlokalisasi
dengan baik dan umumnya terasa di bagian tengah hingga dermatom T8/9
(epigastrium tengah, kuadaran kanan atas). Nyeri yang terlokalisasi umumnya
menunjukkan komplikasi kolelitiasis atau koledokolitiasis yaitu misalnya
kolesistitis, kolangitis, pancreatitis. Beberapa lokasi yang mungkin terjadi
penyumbatan batu dapat dilihat pada gambar dibawah

Anamnesis

Kolik bilier biasanya datang tiba-tiba dan mencapai intensitas maksimum dalam
waktu 60 menit di dua pertiga dari pasien. Rasa sakit biasanya berlanjut tanpa
fluktuasi dan menghilang secara bertahap selama 2-6 jam. Nyeri berlangsung lebih
lama dari 6 jam harus dicurigai sebagai kolesistitis akut.

9
Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan awal seringkali mengungkapkan individu yang berkeringat, pucat,


dan rasa tidak nyaman. Muntah bisa menyertai rasa sakit. Pemeriksaan dapat
mengungkapkan beberapa fitur fisik yang terkait dengan pembentukan batu empedu
(misalnya, kelebihan berat badan, setengah baya, perempuan). Pasien dengan kolik
empedu tanpa komplikasi tidak mengalami demam, menggigil, hipotensi, atau tanda-
tanda lain dari suatu proses sistemik yang signifikan. Sinus takikardi adalah umum
selama sakit. Nyeri pantul, tahanan, suara usus tidak ada, atau teraba massa
mendukung diagnosis alternatif lain. Gambar dibawah menunjukkan lokasi nyeri
bilier pada regio abdomen.

Lokasi nyeri kolik bilier.

Penatalaksanaan

Pengobatan yang diberikan tergantung dari gejala yang dirasakan oleh pasien.
Jika nyeri sangat hebat dapat diberikan pereda nyeri golongan narkotik yaitu
Meperidine (pethidine) dengan dosis 1-1,5 mg/kg IM setiap 3 jam. Jika muntah
dapat diberikan metoklopramid. Tidak ada satupun intervensi operasi yang dapat
menjamin karena kolik bilier yang tidak komplikasi dapat mereda dengan
pengobatan konservatif.

2. Kolik renal

Rasa sakit jenis kolik ini yang dikenal sebagai kolik ginjal biasanya dimulai pada
pertengahan belakang atas lateral dari sudut costovertebral dan kadang-kadang

10
subkosta. Kemudian menyebar ke inferior dan anterior menuju pangkal paha. Rasa
sakit yang dihasilkan oleh kolik ginjal terutama disebabkan oleh pelebaran,
peregangan, dan kejang yang disebabkan oleh obstruksi saluran kemih akut. Ketika
obstruksi berat namun kronis berkembang, seperti di beberapa jenis kanker, biasanya
tidak menimbulkan rasa sakit.

Kolik adalah sebuah ironi karena sakit kolik ginjal cenderung tetap konstan,
sedangkan kolik usus atau empedu biasanya agak berselang dan sering hilang
datang. Pola rasa sakit tergantung ambang rasa sakit individu dan persepsi dan pada
kecepatan dan derajat perubahan dalam tekanan hidrostatis di dalam ureter
proksimal dan pelvis ginjal. Gerak peristaltik saluran kemih, migrasi batu, dan posisi
miring atau memutar batu dapat menyebabkan eksaserbasi atau perpanjangan dari
nyeri kolik ginjal. Tingkat keparahan rasa sakit tergantung pada derajat dan lokasi
obstruksi, bukan pada ukuran batu. Seorang pasien sering dapat mengarah pada letak
maksimum tersakit, yang kemungkinan menjadi lokasi obstruksi saluran kemih.

Fase serangan akut kolik ginjal

Serangan rasa sakit yang sebenarnya cenderung terjadi secara bertahap dapat
diprediksi, dengan rasa sakit mencapai puncaknya pada kebanyakan pasien dalam
waktu 2 jam. Rasa sakit secara kasar mengikuti dermatom T-10 sampai S-4. Seluruh
proses biasanya berlangsung 3-18 jam. Kolik ginjal dapat digambarkan dalam3 fase
klinis.

a) Fase akut

Serangan yang khas mulai di pagi hari atau di malam hari, membangunkan pasien
dari tidur. Ketika mulai siang hari, pasien yang sering menggambarkan serangan itu
sebagai perlahan dan diam-diam. Tingkat rasa sakit bisa meningkat sampai intensitas
maksimum hanya dalam 30 menit setelah onset awal atau lebih lambat. Pasien
merasakan nyeri maksimum mencapai 1-2 jam setelah dimulainya serangan kolik
ginjal.

b) Fase konstan

11
Setelah nyeri mencapai intensitas maksimum, cenderung tetap konstan sampai
diobati atau berkurang secara spontan. Fase ini biasanya berlangsung 1-4 jam, tapi
bisa bertahan lebih lama dari 12 jam dalam beberapa kasus. Sebagian besar pasien
tiba di UGD selama fase serangan.

c) Fase mereda

Selama tahap akhir, nyeri berkurang cukup cepat, dan pasien akhirnya merasa
lega. Fase ini dapat terjadi secara spontan pada setiap saat setelah onset awal kolik.
Pasien bisa jatuh tertidur, terutama jika mereka telah diberikan obat analgesik yang
kuat.

Serabut saraf nyeri ginjal terutama berupa saraf simpatik preganglionik yang
mencapai tingkat saraf tulang belakang T-11 untuk L-2 melalui akar saraf dorsal.
Aortorenal, celiac, dan ganglia mesenterika inferior juga terlibat. Di ureter bawah,
sinyal rasa sakit juga disalurkan melalui saraf genitofemoral dan ilioinguinal..
Nervus erigentes, yang menginervasi ureter intramural dan kandung kemih,
bertanggung jawab untuk beberapa gejala kandung kemih. Gambar dibawah
menunjukkan distribusi persarafan pada nyeri ginjal serta uretra serta menunjukkan
lokasi nyeri kolik renal pada regio abdomen.

Gambar di atas menunjukkan gambar persarafan pada nyeri kolik renal.

Gambar disamping
menunjukkan distribusi
nyeri renal dan uretral.

12
Gambar diatas menjukkan lokasi nyeri renal/ureter pada regio abdomen

Ureter 1/3 proksimal dan pelvis ginjal: batu saluran kemih Nyeri dari atas
cenderung untuk memancarkan ke daerah panggul dan lumbar. Di sebelah kanan, hal
ini bisa membingungkan dengan kolesistitis atau cholelithiasis, di sebelah kiri,
diagnosa diferensial meliputi pankreatitis akut, penyakit ulkus lambung, dan
gastritis.
Ureter 1/3 medial: Midureteral menyebabkan rasa sakit yang memancarkan
anterior dan kaudal. Nyeri ini midureteral khususnya dapat dengan mudah meniru
usus buntu di kanan atau diverticulitis akut di sebelah kiri.
Distal ureter: batu ureter distal menyebabkan rasa sakit yang cenderung
memancarkan ke pangkal paha atau testis pada laki-laki atau labia majora pada
wanita karena rasa sakit yang dirujuk dari saraf ilioinguinal atau genitofemoral. Jika
batu yang bersarang di ureter intramural, gejala dapat muncul mirip dengan sistitis
atau uretritis. Ini termasuk gejala nyeri suprapubik, frekuensi kencing, urgensi,
disuria, stranguria, nyeri di ujung penis, dan kadang-kadang usus berbagai gejala,
seperti diare dan tenesmus. Gejala ini bisa membingungkan dengan penyakit radang
panggul, kista ovarium pecah, atau torsi dan nyeri haid pada wanita.
Mual dan muntah sering dikaitkan dengan kolik ginjal akut dan terjadi di
setidaknya 50% dari pasien. Mual disebabkan oleh jalur persarafan umum dari pelvis
ginjal, perut, dan usus melalui sumbu celiac dan saraf aferen vagal. Hal ini sering
diperparah oleh efek analgesik narkotika, yang sering menimbulkan mual dan
muntah melalui efek langsung pada motilitas GI dan melalui efek tidak langsung
pada zona memicu kemoreseptor di medula oblongata. Nonsteroidal obat anti-
inflamasi (NSAID) sering dapat menyebabkan iritasi lambung dan GI.

13
Blok saraf telah berhasil digunakan baik dalam diagnosis dan pengobatan kolik
ginjal, walaupun mereka lebih membantu dalam kasus kronis daripada kasus akut.
Blok saraf interkostal dapat digunakan untuk membedakan nyeri dari chondritis,
neuromas, dan radiculitis dari sakit ginjal yang sebenarnya. Hal ini dicapai dengan
menyuntikkan agen anestesi, seperti lidokain, sekitar proksimal saraf 11 atau 12
interkostalis ke lokasi rasa sakit pada saat pasien mengalami sakit. Jika injeksi
menyebabkan hilangnya rasa sakit, maka etiologi saraf perifer muskuloskeletal dapat
ditegakkan.

Pemeriksaan mikroskopis urin adalah bagian penting dari evaluasi pasien yang
diduga kolik ginjal. Pemeriksaan makroskopik atau mikroskopis hematuria ada di
sekitar 85% kasus. Kurangnya hematuria mikroskopis tidak menghilangkan kolik
ginjal sebagai diagnosis potensial. Perhatian perlu diberikan pada ada atau tidak
adanya leukosit, kristal, dan bakteri dan pH urin. Secara umum, jika jumlah leukosit
dalam urin lebih besar dari 10 sel per lapangan daya tinggi atau lebih besar dari
jumlah sel darah merah, tersangka infeksi saluran kemih (ISK) dapat ditegakkan.
Menentukan pH urin juga membantu karena, (1) dengan pH lebih rendah dari 6,0,
batu asam urat harus dipertimbangkan, dan (2) dengan pH lebih dari 8,0, infeksi
dengan organism splitting urea seperti Proteus, Pseudomonas, atau Klebsiella
mungkin ada. Kristal urin dari kalsium oksalat, asam urat, atau sistin kadang-kadang
dapat ditemukan pada urinalisis. Jika da, kristal ini adalah petunjuk sangat baik
untuk jenis dan sifat yang mendasari setiap batu.

Penatalaksanaan

Tatalaksana awal di ruang gawat darurat dimulai dengan memperoleh akses vena
untuk mempermudah pemberian cairan, analgesik dan pengobatan antiemetik.
Banyak dari pasien yang mengalami dehidrasi karena mual dan muntah.

Melakukan hidrasi dan memberikan diuretik sebagai terapi pembantu masih


merupakan controversial. Ada yang berpendapat dapat membantu pengeluaran batu,
namun juga ada yang berpikir akan menambah tekanan hidrostatik sehingga
menambah nyeri. Namun, ekstra cairan harus diberikan jika pasien dengan bukti
klinis atau laboratorium mengalami dehidrasi, diabetes atau gagal ginjal.

14
Protokol yang dibuat berdasarkan kemungkinan kegagalan lewatnya batu secara
spontan baik oleh karena striktur uretra, spasme otot, edema lokal, inflamasi dan
infeksi. Regimen yang diberikan berupa:

Ketorolak 10 mg oralsetiap 6 jam untuk 5 hari.


Nifedipine 30 mg per hari PO untuk 7 hari.

Prednisone 20 mg PO 2 kali sehari untuk 5 hari.

Trimethoprim/sulfamethoxazole sekali sehari untuk 7 hari.

Acetaminophen 2 tablet 4 kali sehari untuk 7 hari.

Prochlorperazine supositoria sebagai pengontrol mual.

Batu yang terjebak di kaliks dapat memblok aliran traktus dari kaliks yang
menyebabkan obstruksi dan nyeri. Pengobatan dengan ESWL dapat beralasan untuk
situasi yang batu kaliks dicurigai menyebabkan gejala dan nyeri.

3. Kolik karena sumbatan usus halus

Sebuah obstruksi usus kecil (SBO) disebabkan oleh berbagai proses patologis.
Penyebab utama SBO di negara maju adalah perlekatan pasca operasi (60%) diikuti
oleh keganasan, penyakit Crohn's, dan hernia, walaupun beberapa studi telah
melaporkan penyakit Crohn sebagai faktor etiologi lebih besar dari neoplasia. Satu
studi dari Kanada melaporkan frekuensi yang lebih tinggi dari SBO setelah operasi
kolorektal, diikuti oleh pembedahan ginekologi, perbaikan hernia, dan usus buntu.

SBO dapat sebagian atau lengkap, sederhana (yaitu, nonstrangulasi) atau


strangulasi. Obstruksi strangulasi adalah darurat bedah. Jika tidak didiagnosis dan
diobati tepat, menyebabkan iskemia usus dan morbiditas lebih lanjut dan kematian.

Obstruksi dari usus kecil menyebabkan dilatasi proksimal dari usus akibat
akumulasi sekresi GI dan udara yang tertelan. Dilatasi usus ini merangsang aktivitas
sel sekresi menghasilkan akumulasi cairan lebih. Hal ini menyebabkan gerak

15
peristaltik meningkat baik di atas dan di bawah obstruksi dengan tinja encer yang
sering dan flatus awal dalam perjalanannya.

Muntah terjadi jika tingkat obstruksi adalah proksimal. Peningkatkan distensi


usus kecil menyebabkan tekanan intraluminal meningkat. Hal ini dapat
menyebabkan kompresi limfatik mukosa usus yang mengarah ke lymphedema
dinding. Dengan lebih tinggi tekanan hidrostatik intraluminal, meningkatkan tekanan
hidrostatik dalam kapiler sehingga ketiga besar cairan, elektrolit, dan protein keluar
ke dalam lumen usus. Hilangnya cairan dan dehidrasi yang terjadi bisa berat dan
berkontribusi untuk peningkatan morbiditas dan kematian. Oklusi arteri
menyebabkan iskemia usus dan nekrosis. Jika tidak diobati, hal ini berkembang
menjadi perforasi, peritonitis, dan kematian. Gambar dibawah menunjukkan lokasi
nyeri ostruksi usus halus pada regio abdomen.

Gambar lokasi nyeri ostruksi usus halus pada abdomen

Manifestasi klinis

Obstruksi memiliki karakteristik berupa pasial atau komplit dengan sederhana


atau strangulasi. Manifestasinya dapat berupa:

Nyeri perut (karakteristik pada kebanyakan pasien)


Nyeri, sering digambarkan sebagai kram dan intermiten, yang lebih menonjol
pada obstruksi sederhana.

Seringkali, tampilan klinis dapat memberikan petunjuk kepada perkiraan


lokasi dan sifat obstruksi. Nyeri berlangsung selama beberapa hari, yang

16
menjadi progresif dan dengan distensi perut, mungkin khas untuk obstruksi
yang lebih distal.

Perubahan karakter nyeri dapat menunjukkan perkembangan komplikasi yang


lebih serius (misalnya, nyeri konstan usus strangulasi atau iskemik).

Mual

Muntah, yang lebih berhubungan dengan obstruksi proksimal

Diare (temuan awal)

Sembelit (sebuah temuan akhir) yang dibuktikan dengan tidak adanya gerakan
usus atau buang angin.

Demam dan takikardia, terjadi belakangan dan mungkin terkait dengan


strangulasi.

Riwayat operasi abdomen atau pelvis dahulu

Riwayat keganasan (terutama ovarium dan usus)

Pemeriksaan Fisik

Beberapa hal yang ditemukan dari pemeriksaan fisik meliputi:

Distensi abdomen
Suara usus Hiperaktif terjadi di awal sebagai upaya GI untuk mengatasi
obstruksi.

Suara usus yang menurun terjadi belakangan.

Mengeksklusikan hernia inkarserata dari selangkangan, segitiga femoralis, dan


foramen obturatorius.

17
Penyebab

Beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain:

Penyebab paling umum dari SBO adalah adhesi pascaoperasi.


Perlekatan pascaoperasi bisa menjadi penyebab obstruksi akut dalam waktu 4
minggu operasi atau obstruksi kronis dekade kemudian.

Kejadian SBO sejajar dengan peningkatan jumlah laparotomi dilakukan di


negara-negara berkembang.

Penyebab diidentifikasi kedua yang paling umum dari SBO adalah hernia
inkarserata.

Etiologi lain dari SBO termasuk tumor ganas (20%), hernia (10%), penyakit
radang usus (5%), volvulus (3%), dan beragam (2%).

Penyebab SBO pada pasien anak-anak termasuk atresia kongenital, stenosis


pilorus, dan intususepsi.

18
Gambar yang menunjukkan beberapa penyebab obstruksi usus halus.

Penatalaksanaan

Tatalaksana awal di ruang gawat darurat meliputi resusitasi cairan secara agresif,
dekompresi usus halus, pemberian analgetik dan antiemetic dengan indikasi klinis,
antibiotik dan konsultasi operasi yang dini. Dekompresi dilakukan dengan cara
memasang selang NGT untuk dilakukan suction terhadap isis GI dan untuk
mencegah aspirasi. Tidak lupa juga untuk selalu memonitor jalan napas, pernapasan
dan sirkulasi.

SYOK
Definisi
Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah
ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Kematian karena syok
terjadi bila keadaan ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel. Terapi syok
bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab. Syok
sirkulasi dianggap sebagai rangsang paling hebat dari hipofisis adrenalin sehingga
menimbulkan akibat fisiologi dan metabolisme yang besar. Syok didefinisikan juga sebagai
volume darah sirkulasi tidak adekuat yang mengurangi perfusi, pertama pada jaringan
nonvital (kulit, jaringan ikat, tulang, otot) dan kemudian ke organ vital (otak, jantung,
paru- paru, dan ginjal). Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologis dinamik
yang mengakibatkan hipoksia jaringan dan sel.5

Etiologi dan klasifikasi

19
Syok secara umum dapat diklasifikasikan menjadi :5
1. Syok hipovolemik, syok yang disebabkan karena tubuh :
- Kehilangan darah/syok hemoragik
Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal
Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks
- Kehilangan plasma : luka bakar
- Kehilangan cairan dan elektrolit
Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih
Internal : asites, obstruksi usus

2. Syok kardiogenik, kegagalan kerja jantung. Gangguan perfusi jaringan yang disebabkan
karena disfungsi jantung misalnya : aritmia, AMI (Infark Miokard Akut).

3. Syok septik, terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya didalam tubuh
yang berakibat vasodilatasi.

4. Syok anafilaktif, gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang
mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas membran kapiler dan
terjadi dilates arteriola sehingga venous return menurun. Misalnya: reaksi tranfusi,
sengatan serangga, gigitan ular berbisa.
5. Syok neurogenik, terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkn karena disfungsi
sistem saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi. Misalnya : trauma pada tulang
belakang, spinal syok.

Patofisiologi
Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya berupa lemahnya
aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun ada bermacam-macam
penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi empat system yang terpisah namun saling berkaitan
yaitu: jantung, volume darah, resistensi arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah
satu faktor ini bermasalah dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan
terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan
isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan
vasokontriksi perifer meningkat. Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu:5
1. Fase Kompensasi

20
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul
gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.
Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran
darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang
kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan
menaikkan volume darah dengan konservasi air.Ventilasi meningkat untuk mengatasi
adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini
terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah
jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran
darah ke ginjal menurun, tetapi ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka
filtrasi glomeruler juga menurun.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh.
Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi
sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri
menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler,
metabolisme, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel.
Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga
terjadi bendungan vena, venous return menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti
dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini
dapat menyebabkan trombosis luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan
respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan.Hipoksia dan anoksia
menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan
bridikinin) yang ikut memperburuk syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi
jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus
pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan
fungsi detoksifikasi hepar memperburuk keadaan. Timbul sepsis, DIC bertambah
nyata, integritas system retikuloendotelial rusak, integritas mikrosirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi
anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat
ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
3. Fase Irrevesibel/Refrakter

21
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya irreversibilitas syok.
Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup,
paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya
anoksia dan hiperkapnea.

Stadium-stadium Syok
Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau
irreversibel sebagaimana dilukiskan dalam gambar berikut:6
Stadium 1: anticipation stage (Gambar 2.1)

Gangguan sudah ada tetapi bersifat lokal. Parameter-paramater masih dalam batas
normal. Biasanya masih cukup waktu untuk mendiagnosis dan mengatasi kondisi
dasar.
Stadium 2. pre-shock slide (Gambar 2.2)

22
Gangguan sudah bersifat sistemik.
Parameter mulai bergerak dan mendekati batas atas atau batas bawah kisaran normal.
Sadium 3. compensated shock (Gambar 2.3)

Compensated shock bisa berangkat dengan tekanan darah yang normal rendah, suatu
kondisi yang disebut normotensive, cryptic shock. Banyak klinisi gagal mengenali
bagian dini dari stadium syok ini. Compensated shock memiliki arti khusus pada
pasien DBD dan perlu dikenali dari tanda-tanda berikut: Capillary refill time > 2
detik; penyempitan tekanan nadi, takikardia, takipnea, akral dingin.
Stadium 4: decompensated shock, reversible (Gambar 2.4)

Di sini sudah terjadi hipotensi. Normotensi hanya bisa dipulihkan dengan cairan
intravena dan/atau vasopresor
Stadium 5. decompensated irreversible shock (Gambar 2.5)

23
Kerusakan mikrovaskular dan organ sekarang menjadi menetap dan tak bisa diatasi.

SYOK NEUROGENIK
Patogenesis
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif.
Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh
darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah
pada pembuluh darah pada capacitance vessels. Hasil dari perubahan resistensi pembuluh
darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti : trauma kepala, cedera
spinal atau anestesi umum yang dalam). Syok neurogenik juga disebut sinkop.
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya
vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang.
Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut,
atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien
dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan. Trauma kepaa
yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari
penyebab yang lain. Trauma pada medulla spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat
hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa
takikardi atau vasokonstriksi perifer.

Penegakkan Diagnosis
Anamnesis

24
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik dari
anamnesis biasanya terdapat cedera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal,
atau anestesi umum yang dalam).
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah
cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit
neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:
1. Darah (Hb, Ht, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin,
glukosa darah.
2. Analisa gas darah
3. EKG
Diferensial Diagnosis
1. Semua jenis syok.
2. Sinkop (pingsan)
3. Hipoglikemia

Tatalaksana dan Komplikasi


Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter
prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat
tersebut. 4,9
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan
masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan
endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk
menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang
berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan
menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.13
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus
secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah,
akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.

25
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien)
Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan
norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya
hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan
tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi
sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh
vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi).
Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi
pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot
uterus.
Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat
dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap
jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak
mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi
perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output.
Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.

26
Resistensi
Cardiac Tekanan Pembuluh
Obat Dosis
Output Darah Darah
Sistemik
2,5-20
Dopamin + + +
mcg/kg/menit
0,05-2
Norepinefrin + ++ ++
mcg/kg/menit
0,05-2
Epinefrin ++ ++ +
mcg/kg/menit
2-10
Fenilefrin - ++ ++
mcg/kg/menit
2,5-10
Dobutamin + +/- -
mcg/kg/menit

ANURIA
Definisi

27
Anuria dalam arti sesungguhnya adalah suatu keadaan dimana tidak ada produksi

urine dari seorang penderita. Dalam pemakaian klinis diartikan keadaan dimana produksi

urine dalam 24 jam kurang dari 100 ml. Keadaan ini menggambarkan gangguan fungsi ginjal

yang cukup berat dan hal ini dapat terjadi secara pelan-pelan atau yang datang secara

mendadak.

Yang datang pelan-pelan umumnya menyertai gangguan ginjal kronik dan biasanya

menunjukkan gangguan yang sudah lanjut. Yang timbul mendadak sebagian besar disebabkan

gagal ginjal akut, yang secara klinis dipakai bersama-sama dengan keadaan yang disebut

oliguria, yaitu keadaan dimana produksi urine dalam 24 jam antara 100 400 ml.

Etiologi Anuria

Kegagalan fungsi ginjal, yang dapat memiliki penyebab ganda termasuk obat-

obatan atau racun (misalnya, antibeku), diabetes, tekanan darah tinggi. Batu atau tumor dalam

saluran kemih juga dapat menyebabkan obstruksi dengan menciptakan untuk aliran urin.

Kalsium darah yang tinggi, oksalat, atau asam urat, dapat berkontribusi terhadap risiko

pembentukan batu. Pada laki-laki, kelenjar prostat membesar adalah penyebab umum dari

anuria obstruktif.

Anuria akut, di mana penurunan produksi urin terjadi dengan cepat, biasanya

merupakan tanda obstruksi atau gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh

faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan ginjal, seperti gagal jantung, infeksi, dan

kondisi lain yang menyebabkan ginjal akan kekurangan aliran darah.

Berdasarkan penyebab terjadinya, anuria dapat dikelompokkan dalam 3 golongan

yaitu : sebab-sebab pre-renal, sebab-sebab renal dan sebab-sebab post-renal.

Anuria prerenal misalnya terjadi pada keadaan hipoperfusi seperti akibat dehidrasi,

combustio, perdarahan, trauma yang massive atau sepsis.

28
Anuria renal didapatkan pada nekrosis tubuler akut, glumerulonefritis akut, dan pada beberapa

keadaan glumerulopati.

Anuria post-renal dapat terjadi akibat obstruksi urethra oleh karena striktura, pembesaran

prostat, sumbatan kedua ureter misalnya karena trauma atau laparatomi, proses keganasan

dalam rongga pelvis dan batu pada saluran kemih

Anuria pre renal :

1. syok hipovolemik

Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan

cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume

sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering,

syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik) (Sudoyo,

2007)

Dua penyebab utama kehilangan darah dari dalam yang cepat adalah cedera pada

organ padat dan rupturnya aneurisma aorta abdominalis. Syok hipovolemik dapat merupakan

akibat dari kehilangan cairan yang signifikan (selain darah). Dua contoh syok hipovolemik

yang terjadi akibat kehilangan cairan, antara lain gastroenteritis masif dan luka bakar yang

luas. (Sudoyo, 2007)

Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah

dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat dari volume darah yang

berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat pendarahan yang masif atau kehilangan plasma darah.

Penyebab syok hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yang terdiri dari

perdarahan misalnya hemoatom subkpsular hati, aneurisma aorta pecah, dan perdarahan

gastrointestinal. Yang kedua adalah kehilangan plasma, terdiri dari luka bakar yang luas,

pankreatitis, deskuamasi kulit. Dan yang ketiga kehilangan cairan ekstraseluler yaitu muntah,

29
dehidrasi, diare, terapi diuretik yang sangat agresif, diabetes insipidus, insufisiensi renal.

(Sudoyo, 2007)

Sistem renalis berespon terhadap syok hipovolemik dengan peningkatan sekresi renin

dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin

I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dan hati. Angotensin

II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok

hipovolemik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron

dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan

akhirnya akan menyebabkan retensi air. (Paul, 2009)

Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hipovolemik dengan peningkatan

Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari

posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan

terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak

langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus

distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle. (Paul, 2009)

Gagal ginjal akut adalah suatu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi

terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak terjadi

kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang

nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal

mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di

ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi

glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan vesopresin bertanggung jawab

terhadap menurunnya produksi urin. ( Sudoyo, 2007)

Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran

darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan.

30
Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme

anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam

laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam

klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis

adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera

dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan

prioritas utama.(Hadinegoro,2004)

2. Sepsis

Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh

yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas,

takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan

sirkulasi darah.

Sepsis dikatakan sebagai suatu proses peradangan intravaskular yang

berat. Halini dikatakan berat karena sifatny a yang tidak terkontrol dan

berlangsung terus menerusdengan sendirinya, dikatakan intravaskular karena proses ini

menggambarkan penyebaraninfeksi melalui pembuluh darah dan dikatakan

peradangan karena semua tanda responsepsis adalah perluasan dari peradangan biasa

Jika terjadi severe sepsis maka terjadi disfungsi organ, salah satunya

adalah organ ginjal. Serum kreatin in >2 kali diatas batas normal sesuai umur,

atau kenaikan dua kali dari batas dasar kreatinin. Jika terjadi disfungsi organ tandanya :

1. hipoksemia arterial (PaO2/FiO2 < 300)


2. oliguria akut (jumlah urin <0,5 ml/kg/jam selama minimal 2 jam meskipun

resusitasi cairan adekuat.


3. Peningkatan kreatinin > 0,5 mg/dL
4. Koagulasi abormal (NR>1,5 atau aPTT > 60 s
5. Ileus
6. Trombositopenia (hitung trombosit < 100.000)
7. Hiperbilirubinemia (bilirubin plasma total > 4 mg/dL

31
Anuria Renal :

1. Gagal ginjal akut

AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba

(dalam 48 jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3 mg/dL (>25

mol/L) atau meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output urin < 0.5

mL/kg/hr selama >6 jam (Molitoris et al, 2007).

Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya

kemampuan ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme, menjaga keseimbangan

elektrolit dan cairan (Eric Scott, 2008).

Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis AKI,

yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan

gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara

langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%);

(3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal,~5%).

Angka kejadian penyebab AKI sangat tergantung dari tempat terjadinya AKI.

Tabel 1. Klasifikasi etiologi AKI (Robert Sinto, 2010)

AKI Prarenal I. Hipovolemia

- Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular

- Kerusakan jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia,

obstruksi

- usus

- Kehilangan darah

- Kehilangan cairan ke luar tubuh

- Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui

saluran

32
- kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui kulit

- (luka bakar)

II. Penurunan curah jantung

- Penyebab miokard: infark, kardiomiopati

- Penyebab perikard: tamponade

- Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal

- Aritmia

- Penyebab katup jantung

III. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik

- Penurunan resistensi vaskular perifer

- Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan

- (contoh: barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi)

- Vasokonstriksi ginjal

- Hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin,

takrolimus,

- amphotericin B

- Hipoperfusi ginjal lokal

- Stenosis a.renalis, hipertensi maligna

IV. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal

- Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen

- Perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi

- kronik, PGK (penyakit ginjal kronik), hipertensi maligna),

- penurunan prostaglandin (penggunaan OAINS, COX-2 inhibi

- tor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia,

- sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus, radiokontras)

33
- Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen

- Penggunaan penyekat ACE, ARB

- Stenosis a. renalis

V. Sindrom hiperviskositas

- Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia


AKI Renal I. Obstruksi renovaskular

- Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, trombosis, emboli,

- diseksi aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis (trombosis,

- kompresi)

II. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal

- Glomerulonefritis, vaskulitis

III. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN)

- Iskemia (serupa AKI prarenal)

- Toksin

- Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik, kemoterapi,

- pelarut organik, asetaminofen), endogen (rabdomiolisis,

hemolisis,

- asam urat, oksalat, mieloma)

IV. Nefritis interstitial

- Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi

(bakteri,

- viral, jamur), infiltasi (limfoma, leukemia, sarkoidosis),

- idiopatik

V. Obstruksi dan deposisi intratubular

- Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat,

sulfonamida

34
VI. Rejeksi alograf ginjal
AKI pascarenal I. Obstruksi ureter

- Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan, kompresi

eksternal

II. Obstruksi leher kandung kemih

- Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu,

keganasan, darah

III. Obstruksi uretra

- Striktur, katup kongenital, fimosis

Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan UO dan

berat badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan penggunaan OAINS,

penyekat ACE dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi

ortostatik dan takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor

kulit, mukosa kering, stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal

jantung dan sepsis. Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan

status hemodinamik tidak memperbaiki tanda AKI. Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan

dengan data klinis penggunaan zat-zat nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya

mioglobin, hemoglobin, asam urat). Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan

dengan gejala dan tanda yang menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis

akut, atau hipertensi maligna.

AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut kostovertebra atau

suprapubik akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih. Nyeri

pinggang kolik yang menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut.

Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan pembesaran prostat

35
pada pemeriksaan colok dubur menyokong adanya obstruksi akibat pembesaran prostat.

Kandung kemih neurogenik dapat dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan temuan

disfungsi saraf otonom (Robert Sinto, 2010).

Post Renal :

1. Striktur uretra

Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat terbentuknya

jaringan fibrotik pada dinding uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam

berkemih, mulai dari aliran berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat

mengalirkan urin keluar dari tubuh.Urin yang tidak dapat keluar dari tubuh dapat

menyebabkan banyak komplikasi, dengan komplikasi terberat adalah gagal ginjal.

( Basuki, 2011)

Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi menjadi

tiga tingkatan, yaituderajat:1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3

diameter lumen uretra2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan diameter

lumen uretra3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari diameter lumen uretra.

(Basuki, 2011)

Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan

bercabang. Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi,

disuria, inkontinensia, urin yangmenetes, kadang-kadang dengan penis yang

membengkak, infiltrat, abses dan fistel. Gejala lebih lanjutnya adalah retensi urine.

(Rochani,1995)

2. BPH

BPH adalah hiperplasia kelenjar periuretralyang mendesak jaringan

prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. Ada juga yang

menyatakan defenisi BPH adalah jika berat prostat 20 gram.(Mulyono, 1995)

36
Boyarsky dkk (1977) membagi gejala BPH menjadi:

a . G e j a l a o b s t r u k t i f y a n g b e r u p a :

- perubahan ukuran dan kekuatan pancaran air kemih


- kadang-kadang ada interupsi pancaran/miksi terputus (intermittency)
- menetes pada akhir miksi ( terminal dribling)
- harus menunggu pada permulaan miksi(hesistency)
- rasa belum puas sehabis miksi

b . G e j a l a i r i t a t i f :

- nokturia

- miksi bertambah ( Frequency)

- miksi sulit ditahan (urgensi)

- nyeri pada waktu miksi (disuria)

Sindrom obstruksi biasanya lebih disebabkan karena prostat

d e n g a n volume besar. Apabila vesika menjadi dekompensasi maka akan terjadi

retensiurin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine di dalam

vesika. Halini menyebabkan rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini

berlanjut, p e n d e r i t a tidak mampu lagi miksi. Suatu saat

v e s i k a t i d a k m a m p u l a g i menampung urin sehingga tekanan intravesika akan

naik dan bila lebih tinggi darit e k a n a n s f i n c t e r a k a n t e r j a d i i n k o n t i n e n s i a

p a r a d o k s . R e t e n s i k r o n i s d a p a t menyebabkan terjadinya refluks vesikouretral

dan menyebabkan dilatasi ureter.dan sistem pelvikokalikes ginjal dan akibat

tekanan intravesikal yang diteruskan k e u r e t e r d a n g i n j a l m a k a g i n j a l a k a n

r u s a k d a n t e r j a d i g a g a l g i n j a l . P r o s e s kerusakan ginjal dapat dipercepat

apabila ada infeksi. Karena penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi maka

tekanan intra abdominal dapat meningkat dan menimbulkan hernia dan hemoroid. Oleh

37
karena selalu terdapat sisa kencing di dalam vesika maka dapat terbentuk batu endapan

dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Di samping

pembentukan batu retensi kronis dapat pula menyebabkan terjadinya sistitis dan apabila

terjadi refluks dapat terjadi juga pyelonefritis (Mansjoer, 2000)

3. Batu saluran kemih

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran

urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan keadaan lain yang

masih belum terungkap (ideopatik) (Basuki,2011)

Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu,

dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang sering dirasakan pasien adalah nyeri pinggang.

Nyeri bisa kolik atau bukan kolik. Batu yang terletak di sebelah ureter, dirasakan oleh pasien

ketika saat kencing atau sering kencing, batu dengan ukuran kecil bisa keluar spontan.

(Basuki,2011)

Gejala Anuria

Anuria sendiri adalah gejala, bukan penyakit. Hal ini sering dikaitkan dengan

gejala lain dari kegagalan ginjal, seperti kurangnya nafsu makan, mual, lemah, dan muntah.

Ini adalah sebagian besar hasil dari penumpukan racun dalam darah yang biasanya akan

dikeluarkan oleh ginjal yang sehat.

Tanda dan gejala anuria :

- Bengkak
- Uremia (Mual, muntah, sakit kepala,pusing, penglihatan kabur)
- Nyeri pada pinggang

Patofisiologi Anuria

Pre-renal

Anuria yang terjadi di prerenal adalah respon fungsional dari ginjal normal terhadap

hipoperfusi. Penurunan volume darah memicu respon sistemik yang bertujuan untuk

38
menormalisasi volume cairan dalam pembuluh darah dengan cara mengurangi GFR. Aktivasi

sistem saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin menghasilkan vasokonstriksi pembuluh

darah di ginjal dan menghasilkan penurunan GFR.

Gbr 16 . Mekanisme penurunan GFR

Patogenesis anuria pre-renal

Tahap awal dari oliguria pre-renal merupakan kompensasi dari perfusi ke ginjal yang

berkurang. Dalam tahap ini yang terjadi adalah auto-regulasi dari ginjal yang

mempertahankan GFR melalui dilatasi arteriolar afferen (melalui respon myogenik, feedback

tubuloglomerular) dan konstriksi arteriol efferen (melalui Angiotensin II).

Gbr 17 . Mekanisme kompensasi untuk mencegah turunnya GFR

39
Pada tahap awal ini juga termasuk peningkatan reabsorpsi garam dan air di tubulus

(distimulasi oleh sistem RAA dan sistem saraf simpatis). Biasanya oliguria pre-renal ini

bersifat reversibel apabila perfusi ke ginjal segera diperbaiki. Namun, hipoperfusi ginjal yang

berkelanjutan bisa menghasilkan peralihan dari mekanisme kompensasi ke dekompensasi.

Di fase dekompensasi ini terjadi stimulasi berlebihan dari sistem saraf simpatis dan

sistem RAA, yang menghasilkan vasokonstriksi pembuluh darah di ginjal dan bisa

menyebabkan iskemi pada jaringan ginjal. Konsumsi obat-obatan yang bersifat

vasokonstriktor dan inhibitor sintesis prostaglandin dapat menyebabkan oliguria karena

penurunan perfusi ginjal.

Intra-renal

Anuria yang disebakan di intra-renal lebih berhubungan dengan adanya kerusakan

struktural ginjal. Yang termasuk kerusakan struktural misalnya penyakit glomerulus primer,

acute tubular necrosis atau lesi vaskuler.

Patofisiologi dari iskemik karena penyakit acute tubular necrosis sudah banyak

dipelajari. Iskemia yang terjadi pada sel tubulus mempengaruhi metabolisme sel dan sel-sel

tubulus mati yang mengakibatkan deskuamasi sel, pembentukan cast , obstruksi intratubular,

aliran balik cairan tubular, dan oliguria.

40
Gbr 18 . Mekanisme anuria pada acute tubular necrosis

Pada kebanyakan kasus klinis, oligurianya juga bersifat reversibel dan berhubungan

dengan perbaikan dan regenerasi sel epitel tubulus.

Pasca-renal

Anuria yang disebabkan oleh gangguan pasca ginjal merupakan konsekuensi dari

obstruksi mekanik atau fungsional terhadap aliran urin. Obstruksi bisa terjadi di bagian atas

saluran kemih (pelvis, ureter) ataupun bagian bawah (vesika urinaria sampai keluar tubuh).

Bentuk oliguria dari masalah ini biasanya diperbaiki dengan menghilangkan obstruksi.

Gambaran Klinis

Anamnesis :

- Keluhan tidak keluar kencing atau kencing hanya sedikit


- Nyeri di daerang pinggang atau kolik
- Riwayat kehilangan cairan, asupan cairan berkurang atau riwayat penyakit jantung.

Pemeriksaan Fisik :

- Palpasi bimanual atau perkusi di daerah pinggang adanya nyeri atau massa akibat

adanya Hidronefrosis atau pielonefrosis.

Pemeriksaan penunjang :

41
Laboratorium :

- Darah rutin
- Urinalisis
- Elektrolit
- Blood urea nitrogen (BUN)

Radiologi :

- Foto polos
- USG Abdomen
- CT scan
- MRI

Penatalaksanaan

Pengobatan tergantung pada penyebab yang mendasari gejala ini. Yang paling

mudah diobati penyebabnya adalah obstruksi aliran urin, yang sering diselesaikan dengan

penyisipan kateter urin ke dalam kandung kemih.

Manitol adalah obat yang digunakan untuk meningkatkan jumlah air yang

dikeluarkan dari darah dan dengan demikian meningkatkan aliran darah ke ginjal. Namun,

manitol merupakan kontraindikasi pada anuria sekunder untuk penyakit ginjal, dehidrasi

berat, perdarahan intrakranial (kecuali selama kraniotomi), kongesti paru yang parah, atau

edema paru. Dekstrosa dan Dobutamine yang keduanya digunakan untuk meningkatkan

aliran darah ke ginjal dan bertindak dalam 30 sampai 60 menit.

1. Syok hipovolemik

Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat

fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama

untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan

terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan

jiwa dengan menurunkan angka mortalitas. Perdarahan yang banyak (syok

hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok

42
hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian,

memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan

dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah. Untuk perbaikan sirkulasi,

langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan

memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah 20

ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test.

Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika

hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.

Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik.

Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera

dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk

segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum

dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya

seperti luka bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis

akuta.

2. Gagal ginjal akut

Tujuan pengelolaan adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal,

mempertahankan homeostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolik

dan infeksi serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh

secara spontan. Prinsip pengeloaannya dengan mengidentifikasi pasien beresiko

GGA, mengatasi penyebab GGA, mempertahankan homeostasis, keseimbangan

cairan dan elektrolit, mencegah komplikasi metabolik seperti hiperkalemia, asidosis,

hiperfosfatemia, mengevaluasi status nutrisi, kemudian mencegah infeksi dan selalu

mengevaluasi obat-obat yang dipakai. (syakieb, 2005)

43
Bila GGA sudah terjadi diperlukan pengobatan khusus, umumnya dalam ruang

lingkup perawatan intensif sebab beberapa penyakit primernya yang berat seperti

sepsis, gagal jantung dan usia lanjut, dianjurkan untuk inisiasi dialisis dini. Dialisis

bermanfaat untuk koreksi akibat metabolik akibat GGA. Dengan dialisis dapat

diberikan cairan/ antibiotik. GGA post renal memerlukan tindakan cepat dengan ahli

urologi misalnya pembuatan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan

menghilangkan sumbatan yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau

pembesaran prostat. (syakieb, 2005)

3. Batu saluran kemih

batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus

dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk

melakukan tindakan/ terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah

menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi sosial.

Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL

melalui tindakan endourologi, bedah laparoskopi, atau pembedahan terbuka (Basuki,

2011)

4. Striktur uretra

Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah :

- Businasi ( dilatasi ) dengan busi logam yang dilakukan secara hati hati. Tidakan

yang kasar akan tambah merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada

akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat.


- Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatriks urera dengan pisau otis atau dengan

pisau sachse. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktura total,


- Uretrotomi externa : adalah tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan

fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra yang masih sehat.

(Basuki, 2011)

44
5. Benigna Prostat Hiperplasia

Penyelesaian masalah hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik

adalah pembedahan, karena pemberian obat- obatan atau terapi non invasif lainnya

membutuhkan waktu yang lama untuk melihat hasil terapi. Pembedahan terbuka :

prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang masih banyak dikerjakan

saat ini., paling invasif, dan paling efisien sebagai terapi BPH. Pembedahan

endoneurologi : TURP, elektrovaporasi prostat, dan laser prstatektomi. (Basuki, 2011)

ILEUS PARALITIK

Definisi
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/ tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya.(1)
Ileus merupakan kondisi dimana terjadi kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltic usus
tanpa adanya obstruksi mekanik.(2)

Etiologi Ileus Paralitik


Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal seperti
pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis, pankreatitis,
perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang memerlukan

45
intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan
elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obat-
obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine). Setelah
pembedahan, usus halus biasanya pertama kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti
lambung (24-48 jam) dan kolon (48-72 jam).(2)
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya obstruksi usus
mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk mengangkut isi usus.
Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam
usus.
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan yang paling
umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan dari
pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah
motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah
operasi dapat disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi
setelah operasi intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan
retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah
pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih
singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.

Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan ileus merasa
tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi paru. Ileus juga
meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus meningkatkan biaya
perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di rumah sakit.(2)

Beberapa penyebab terjadinya ileus:

Trauma abdomen
Pembedahan perut (laparatomy)
Serum elektrolit abnormalitas
1. Hipokalemia
2. Hiponatremia

3. Hipomagnesemia

4. Hipermagensemia

46
Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)
1. Intrathorak
1. Pneumonia

2. Lower lobus tulang rusuk patah

3. Infark miokard

2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul )

3. Rongga perut

1. Radang usus buntu

2. Divertikulitis

3. Nefrolisiasis

4. Kolesistitis

5. Pankreatitis

6. Perforasi ulkus duodenum

Iskemia usus
1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia
Cedera tulang
1. Patah tulang rusuk
2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )

Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin

3. Diltiazem atau verapamil

4. Clozapine

5. Obat Anticholinergic (9)

Patofisiologi

47
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem
saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal,
menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem
parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap
yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis
mukosa, dimana ia merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh
inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan
yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal. (7)

Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun tidak
semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik,
beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter
inhibitor, kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.

Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi hambat
busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang terlibat: ultrashort
refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang melibatkan ganglia prevertebral, dan
refleks panjang melibatkan sumsum tulang belakang. Refleks panjang yang paling signifikan.

Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator inflamasi yang
juga mempromosikan perkembangan ileus. (9)

Penyakit/ keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan seperti


yang tercantum dibawah ini:

Kausa Ileus Paralitik

Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan timbal, kolik ureter, iritasi
persarafan splanknikus, pankreatitis.

Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia), uremia, komplikasi


DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple

Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin, antihistamin.

48
Infeksi/ inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi sistemik berat lainnya.

Iskemia Usus.

Neurogenik
-
Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada operasi
abdominal.
-
Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan neurotransmitter
asetilkolin.(8)
Hormonal

Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum terutama
sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam lemak dan
monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat dalam
meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam
usus halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting dalam
mengemulsikan substansi lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi.
Kolesistokinin juga menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu
disaat bersamaan dimana hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu,
hormon ini juga menghambat pengosongan makanan dari lambung untuk memberi
waktu yang adekuat supaya terjadi pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian
atas.

Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung juga
memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin berperan sebagai
respons dari getah asam lambung dan petida penghambat asam lambung sebagai
respons terhadap asam lemak dan asam amino. (7)

Inflamasi
-
Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
-
prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
Farmakologi

Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari pleksus
mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus dan
menghambat gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan propulsi.
(8)

49
-
Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi otot
polos usus.(8)

Manifestasi Klinik

Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus yang
disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik yang
berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan usus
akan kembali normal pada: usus kecil 24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari. (4)

Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung ( abdominal


distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak
ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan
perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut
kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani


dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali.
Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak
ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila
penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran
peritonitis.(1)

Diagnosa

Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu
bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus
halus atau besar.

Anamnesa

50
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus, rasa mual
dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun
flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.

Pemeriksaan fisik

-
Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup


kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada
pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.

-
Palpasi

Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup defence muscular involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.

-
Perkusi

Hipertimpani

-
Auskultasi

Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan borborigmi

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.


Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar elektrolit, ureum,
glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan
diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar.
Air fluid level ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air
fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga).
Apabila dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto
abdomen dengan mempergunakan kontras.

51
Penatalaksanaan

Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa


dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan penyakit
primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat.(1) Prognosis biasanya baik, keberhasilan
dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang. (3) Beberapa obat-obatan
jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata
hasilnya tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila
perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi
parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian
nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk
gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan
bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan. (1) Neostigmin juga efektif
dalam kasus ileus kolon yang tidak berespon setelah pengobatan konservatif.(3)

1. Konservatif

Penderita dirawat di rumah sakit.

Penderita dipuasakan

Kontrol status airway, breathing and circulation.

Dekompresi dengan nasogastric tube.

Intravenous fluids and electrolyte

Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

2. Farmakologis

Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.

Analgesik apabila nyeri.

Prokinetik: Metaklopromide, cisapride

Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin

52
Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis

3. Operatif

Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis
sekunder atau rupture usus.

Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.

o Pintas usus : ileostomi, kolostomi.

o Reseksi usus dengan anastomosis

o Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.(9)

Diagnosis banding

Masalah lain yang perlu dipertimbangkan

umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga disebut sebagai sindrom Ogilvie, dan
obstruksi usus mekanik.

Pseudo-obstruction Pseudo-obstruksi (6)

Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan distensii dari


usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak adanya gangguan mekanik.
Beberapa teks dan artikel cenderung menggunakan ileus sinonim dengan pseudo-obstruksi.
Namun, kedua kondisi itu adalah hal yang berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada
usus besar saja, sedangkan ileus melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan
terlibat dalam klasik pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama
di tempat tidur dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau pada pasien trauma.
Agen farmakologis, aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat berkontribusi
untuk kondisi ini.Kondisi

53
kronis pada pseudo-obstruksi usus juga diamati pada pasien dengan penyakit kolagen-
vaskular, miopati viseral, atau neuropati. Bentuk kronis dari pseudo-obstruksi melibatkan
dismotilitas baik dari usus besar dan kecil. Dismotilitas ini disebabkan hilangnya kompleks
motorik yang berpindah dan bakteri berlebih. semua hal ini bermanifestai klinik sebagai
obstruksi usus kecil.

Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa rasa sakit,
namun pasien bisa juga mempunyai gejala mirip obstruksi. Radiografi dari foto polos
abdomen mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus proksimal yang
membesar, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan pencitraan kontras
membedakan ini dari obstruksi mekanik.

Ogilvie pseudo-obstruksi pada pasien dengan infeksi . Perhatikan besar dilatasi kolon,
terutama kolon kanan dan sekum.

Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika diameter caecum
melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi adalah 50% jika pasien
berkembang menjadi nekrosis iskemik dan perforasi.

Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube, koreksi
ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat motilitas usus.
Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam mengurangi pseudo-obstruksi.
Neostigmine intravena mungkin juga efektif, menghasilkan perbaikan pseudo-obstruksi
dalam waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari neostigmine diinfuskan perlahan-lahan selama 3
menit dengan pengawasan jantung untuk mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia,
atropin harus diberikan. Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan iskemia
merupakan jalan terakhir.

54
Obstruksi Mekanik

Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus , hernia, intususepsi ,
benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut berat yang paroksismal.
Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan dengan kram perut. Pada pasien yang
kurus, gelombang peristaltik dapat divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara
bernada tinggi, denting suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien
mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika katup
ileocecal kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata jika pasien
mengalami strangulasi dan perforasi.

Menegakkan diagnosis dari obstruksi usus mekanik dapat dibantu dengan pencitraan
endoskopi menggunakan kontras.

Obstruksi mekanik usus disebabkan oleh karsinoma kolon kiri. Perhatikan tidak
adanya gas usus sepanjang usus besar.(6)

Tabel berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi, dan obstruksi mekanis.

Tabel. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan. (6)

55
Ileus Pseudo-obstruksi Mekanikal Obstruksi

Gejala sakit perut, nyeri kram perut, konstipasi, nyeri kram perut,
kembung, mual, obstipasi, mual, muntah, konstipasi, obstipasi, mual,
muntah, anoreksia muntah, anoreksia
konstipasi
Temuan Silent abdomen, Borborygmi, timpani, Borborygmi, timpani,
Pemeriksaan kembung, gelombang peristaltik, gelombang peristaltik, bising
Fisik timpani bising usus hiperaktif atau usus hiperaktif ayau
hipoaktif, distensi, nyeri hipoaktif, distensi, nyeri
terlokalisasi terlokalisasi

Gambaran dilatasi usus dilatasi usus besar yang Bow-shaped loops in ladder
Radiografi kecil dan besar, terlokalisir, diafragma pattern, berkurangnya gas
diafragma meninggi kolon di distal, diafragma
meninggi agak tinggi, air fluid level.

Tabel. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.(6)

Macam Nyeri Usus Distensi Muntah Bising usus Ketegangan


ileus borborigmi abdomen
Obstruksi ++ + +++ Meningkat -
simple
(kolik)

56
tinggi
Obstruksi +++ +++ + Meningkat -
simple
(Kolik) Lambat, fekal
rendah
Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +
strangulasi
(terus- biasanya
menerus, meningkat
terlokalisir)
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi +++++ +++ +++ Menurun +
vaskuler

Prognosis

Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri. Bila ileus
hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72
jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu dimana kematian jaringan usus terjadi;
operasi menjadi perlu untuk menghapus jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus
cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Gilroy, RK. 2009. Biliary Colic, in E-Medicine. http://emedicine.com.

57
2. Kumar, Abbas, Fausto. 2008. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 7th
edition. Saunders.

3. Leslie, SW. 2010. Nephrolithiasis, Acute Renal Colic, in E-Medicine.


http://emedicine.com.

4. Mahadevan, SV. 2007. An Introduction to Clinical Emergency Medicine. Cambridge


University Press.

5. Nobie, BA. 2009. Small Bowel Obstruction, in E-Medicine. http://emedicine.com.

6. Platt, M. 2008. Abdominal Pain in Current Diagnosis & Treatment Emergency


Medicine. 6th edition. Mc Graw Hill.

58

Anda mungkin juga menyukai