1. Latar Belakang.
Implikasi dari hal tersebut diatas, Kepala Satuan Kewilayahan Polri (KOD) dituntut
mampu melakukan analisis kesatuan serta analisis potensi wilayah. Analisis kesatuan terutama
dengan mencermati kondisi objektif Kesatuan/Organisasi Polres dan kesehatannya serta
memperhatikan Kekuatan, Kelemahan, peluang dan Kendala. Sedangkan analisis potensi
wilayah dilakukan dengan mencermati kondisi obyektif perkembangan lingkungan strategis
khususnya berbagai potensi konflik yang rawan terhadap lahirnya gangguan Kamtibmas.
Dengan demikian diperoleh masukan sekaligus landasan dalam merumuskan strategi
penanggulangan gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat.
Demikian pula halnya dengan Polres Klaten dengan segenap daya dukungnya, sesuai
dengan karakteristik geografis, demografi, Sumber Daya Alam, Ideologi, Politik sosial,
Ekonomi, dan budayanya menyimpan berbagai potensi ancaman atau konflik yang rawan
terhadap munculnya gangguan Kamtibmas, sehingga secara konsepsional perlu dicari berbagai
upaya strategis dalam penanggulangannya.
2. Permasalahan.
Berkaiatan dengan berbagai uraian tersebut diatas, maka dalam dalam tulisan ini, penulis
akan melakukan pengkajian dan pembahasan dengan pokok permasalahan : Bagaimana Strategi
Penanggulangan gangguan Kamtibmas di Wilayah Kepolisian Resort Klaten dalam rangka
Kamdagri .
3. Persoalan.
4. Ruang Lingkup
a. Metode.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif analitik, yaitu dengan
mencermati dan menelusuri terhadap berbagai fenomena, fakta, dan kondisi obyektif yang ada
dan terjadi di lapangan kemudian berdasar fakta tersebut dilakukan diskripsi dan analisis secara
cermat dan mendalam untuk dicarikan berbagai alternatif pemecahannya.
b. Pendekatan.
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif
serta manajemen. Hal ini mengingat permasalahan Kamtibmas merupakan masalah yang sangat
kompleks dan terkait dengan berbagai sudut pandang dengan memperhatikan, mengamati,
memperlakukan setiap gejala, hubungan antar gejala yang satu dengan gejala yang lainnya.
Dengan demikian diperoleh gambaran yang tajam dan utuh terhadap kondisi obyektif
permasalahan yang dihadapi maupun solusinya penanggulangannya guna terwujudnya
Kamtibmas.
5. Ruang Lingkup.
Adapun Ruang lingkup penulisan Naskah Karya Perorangan ini meliputi : Analisis Potensi
Kesatuan Kepolisian Resort Klaten, Analisis lingkungan dan Perkiraan Ancaman, faktor-faktor
yang mempengaruhi, dan Strategi Penanggulangan Gangguan Kamtibmas di Wilayah Polres
Klaten dalam rangka mewujudkan Kamdagri.
6. Sistematika
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah dikemukakan diatas dan dengan memperhatikan
Variabel-Variabel yang terdapat dari judul Naskah Karya Perorangan, maka penulisan ini akan
membahas beberapa Pokok Bahasan yang disusun dalam Bab-Bab Penulisan yang masing-
masing Bab saling keterkaitan dengan menggunakan sistematika penulisan. Adapun Sistematika
Penulisan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
a. Metode.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik, yaitu dengan
melakukan deskripsi terhadap fakta yang ada di lapangan kemudian berdasar fakta tersebut
dilakukan analisis secara cermat dan mendalam untuk dicarikan berbagai alternatif
pemecahannya.
b. Pendekatan.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini pendektan kualitatif maupun kuantitatif.
Pendekatan kuanlitatif dilkukan dengan menganalisis berbagai fenomena yang terjadi di
lanpangan dan selanjutnya dideskripsikan secara cermat, rinci, mendalam, dan komprehensif.
Sedangkan pendekatan kuantitatif dilakukan melalui interprestasi hasil pengolahan data yang
berupa angka-angka dan digunakan sebagai pendukung analisa data kuantitatif.
Dijadikan subjek penelitian atau responden dalam penelitian ini adalah Kapolres Klaten dan
seluruh Staf, terutama Kepala satuan Fungsi dan Kepala bagian, serta masyarakat di wilayah
hukum Polres Klaten. Khusus masyarakat, dilibatkan sebanyak 150 orang dan dilakukan
melalui pengisian guestioner atau angket yang telah disiapkan.
Agar diperoleh data yang obeyektif, akurat, dan komprehensif tehnik pengumpulan data
dilakukan melalui :
1) Wawancara.
Wawancara dalam penelitian dilakukan secara terbuka dan tidak terbatas serta dalam bentuk
dialog semi teratur pada setiap anggota subjek penelitian.
2) Observasi.
Dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap berbagai aktivitas, kegiatan, pertistiwa yagn
dianggap menarik dan terkait dengan obyek penelitian untuk selanjutnya dilakukan pencatatan.
3) Studi Pustaka.
Studi pustaka dilakukan untuk memperkaya data penelitian yang telah diperoleh melalui teknik
lain (wawancara dan observasi). Pustaka yang dianalisis terutama yang berkaitan dengan
catatan atau dokumen-dokumen laporan kegiatan yang dilkukan Polres Klaten.
4) Kuestioner.
Kuestioner atau angket dipergunakan bagi masyarakat untuk memperoleh data tentang potensi
wilayah guna melengkapi data yang diperoleh dari teknik yang lain, sehingga diperoleh
informasi yang lebih lengkap sesuai persoalan yang diajukan.
e. Instrumen Penelitian.
1) Pedoman Wawancara.
Pedoman wawancara digunakan sebagai alat bantu agar kegiatan penelitian dapat lebih terarah
sesuai ruang lingkup data/ informasi yang akan diungkap. Dalam pelaksanaannya, pedoman
wawancara digunakan secara fleksibel sesuai kondisi lapangan, terutama untuk menelusuri lebih
lanjut berbagai data yang telah ditemukan melalui obeservasi maupun studi pustaka atau studi
dokumentasi.
Digunakan khusus untuk mengungkap tentang potensi wilayah berdasar atas pandangan atau
pendapat masyarakat. Angket dalam penelitian ini terdiri atas 72 pertanyaan yang berkaitan
dengan astagatra.
1. Internal.
a. Peluang.
(1) Ketetapan MPR No VI Tahun 2002 Pasal 2 ayat 2 tentang tanggung jawab kepolisian Negara
RI dalam bidang memeliharaan keamanan dan memberikan perlindungan, pengayoman dan
pelayanan masyarakat.
(2) Undang-Undang no 2 tahun 2002 pasal 13 tentang tugas pokok Polri adalah : memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan Hukum, memberikan
perlindungan,pengayoman dan pelayanan masyarakat.
(3) Kualitas Sumber Daya Manusia Polri yang semakin baik dengan memanfaatkan Lembaga
Pendidikan Dalam Negeri dan Bantuan Kerja sama Pendidikan dengan Negara Lain dan
Lembaga Kepolisian Asing. Terutama Pelatihan Ke Kepolisian Jepang yang khususnya
mempelajari Koban dan Patrolman (ATAP USA, JICA JAPAN, BKA JERMAN dan AFP).
b. Kendala
(1) Keterbatasan sumber Daya Polri belum mampu memberikan pelayanan dalam bidang
penegakkan hukum yang memuaskan karena berbagai faktor yang boleh saja kita sebut antara
lain : Sumber Daya Manusia yang kurang memadai baik kuantitas maupun kualitas, sarana dan
prasarana, anggaran dan keuangan.
(2) Faktor cultural insane Polri yang terbiasa dengan perilaku penguasa atau majikan serta belum
dipahami dan terinternalisasikannya Budaya Pelayanan serta masih adanya individu Polri yang
mempersulit pelayanan guna mencari tambahan.
(3) Anggota Polri belum sepenuhnya memiliki pemahaman tentang perilaku selaku pelindung,
pengayom dan pelayan masyarakat dan masih belum dipahami sepenuhnya Kode Etik Profesi
Polri sebagaimanad Keputusan Kapolri No Pol : Kep/32/VII/2003 tanggal 1 Juli 2003.
(4) -Budaya organisasi Polri selama 32 tahun yang terintegrasi dengan TNI, mengakibatkan
Budaya dan perilaku anggota Polri sangat kental dengan militeristik, sedangkan doktrin Polri dan
TNI sangat jauh berbeda. Doktrin TNI adalah membunuh atau dibunuh To kill or To Be
Killed sementara Doktrin Polri adalah melayani bukan dilayani To Serve, Not To Be Served.
(5) Terbatasnya kemampuan petugas yang mengemban fungsi Patroli, penjagaan dan
Pengawalan untuk melakukan pencegahan timbulnya kejahatan sesuai dengan kerawanan
Kejahatan (Waktu, Tempat, pelaku) serta kurangnya kemampuan untuk melakukan analisa FKK,
PH dan AF, bahkan petugas yang mengemban fungsi Samapta tidak komunikatif dengan
masyarakat yang ditemui.
(6) -Terbatasnya sarana, Prasarana pendukung petugas Samapta (Kaporlap, Alkom dan
Persenjataan). Hal ini sangat berpengaruh pada fungsi dan hakekat serta Sarana Binkamtibmas
terutama dalam penanggulangan Gangguan Kamtibmas.
2. Eksternal
a. Peluang.
(1) Pemahaman tentang tugas pokok Polri telah tersosialisasikan kepada lembaga Negara,Intansi
pemerintah dan masyarakat sehingga berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan tugas Polri.
(2) Kerjasama dan koordinasi antar aparat penegak Hukum ( criminal justice system) dan lintas
instansi terkait.
(3) Pemberlakuan Otonomi daerah dan perimbangan Keuangan pusat dan daerah, maka sangat
dimungkinkan Polri meminta bantuan dana Operasional kepada Pemerintah Daerah sebagaimana
dijelaskan dalam pasal 10 ayat 2 e Undang-Undang no 22 Tahun 1999 tentang Kewajiban daerah
Otonom terhadap bantuan Penegakan Keamanan.
(4) Kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi mewujudkan rasa aman dengan cara aktif
melakukan Siskamling.
b. Kendala.
(1) Kepercayaaan masyakat (public trust) terhadap kinerja dan profesionalisme Polri dalam
pelaksanaan tugas. Semakin tidak percaya terhadap Polri, maka semakin tidak percayad
terhadap Polri, maka semakin besar peluang bagi masyarakat untuk menjauhi, tidak melibatkan,
tidak minta bantuan, atau untuk untuk bekerja sama dan berpartisipasi terhadap Polri. Serta
cenderung mencari alternative lain atau cara tersendiri dalam mengatasi persoalan Kamtibmas
yang dihadapi.
(2) Opini masyarakat terhadap Aparat Penegak Hukum bahwa penegak hukum kurang dapat
dipercaya oleh masyarakat, aparat penegak hukum tidak dapat memberikan rasa keadilan,
lembaga peradilan berpihak pada orang-orang yang berduit, bahkan untuk satu ini KUHP
mendapat kenajangan baru karena uang Hbis Perkara.
(3) Persepsi masyarakat terhadap aparat Penagak Hukum khususnya dalam hal Recruitment,
Training, Placement and Promotion aparat penegak hukum (polisi, jaksa, dan Hakim). Keempat
hal ini ditenggarai oleh masyarakat masih sarat dengan nuansa kolusi, korupsi dan nepotisme.
Bilamana mau menempati jabatan basah maka pejabat yang bersangkutan harus rela merogah
koceknya demi jabatan tersebut. Kalau demikian halnya maka diyakini Hukum hanya akan
dijadikan alat penguasa baik untuk menarik keuntungan maupun untuk mempertahankan
jabatannya.
Adanya budaya kekerasan (budaya hukum masyarakat) yang terus mengikuti sejarah kebudayaan
bangsa Indonesia, karena ada sebagaian masyarakat yang berpendapat bahwa penggunaan
kekerasan adalah jalan yang termurah penyelasian masalah karena menganggap bahwa bilamana
harus menampuh jalan proses peradilan sangat banyak mengeluarkan biaya dan cukup dianggap
menyulitkan bahkan berbelit-belit. Karena pranata hukum (baik hukum negara maupun hukum
adat setempat), dan lembaga penegak keadilan (pengadilan) tidak dapat dipercaya untuk
memberinya rasa keadilan dan rasa aman.
Tidak berfungsinya pranata hukum sebagai perangkat aturan yang disepakati untuk menjadi
pedoman menyelesaikan konflik-konflik (perkara perdata maupun pidana), telah menghapuskan
Wibawa hukum. Apalagi badan penegak keadilan (pengadilan), yang dapat memberikan rasa
aman terhadap ketidakadilan yang dihadapinya warga, tidak dapat dipercaya. Hakim
(Pengadilan) tidak (lagi) mencerminkan Kekuasaan kehakiman yang merdeka (independen).
KKN di pengadilan telah menggerogoti pula asas-asas proses pengadilan yang baik. Tidak
saja sistem pemerintahan kita dituduh menginap KKN, tetapi juga sistem peradilan (perdata dan
pidana) ternyata tidak bebas pula dari KKN. Rasa frustasi dan ketidakberdayaan ini yang dapat
meletus menjadi kerusuhan-kerusuhan sosial. Mengapa harus dengan Kkerasan karena
mereka tidak melihat alternative lain lagi untuk meyalurkan kekesalan dan tuntutan
(arievances) mereka. Siapa yang harus menghadapi mereka pada tahap tahap awal, untuk
menertibkan mereka ? Polisi ! Jadi Polisi dengan sendirinya adalah symbol dari diskriminasi
dalam hukum (double standar of justice).
Binkamtibmas adalah sah satu fungsi Polri yang menyelenggarakan kegaitan Kepolisian dalam
rangka menciptakan, menjaga dan memelihara situasi aman dan patuh hukum pada masyarakat,
yang pada gilirannya dapat mendukung pencapaian tujuan nasional bangsa Indonesia.
Dalam rangka melaksanakan pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri berpijak
pada kebijakan dan strategi Bin Kamtibmas guna untuk menentukan dan mengarahkan
pencapaian tujuannya, yang secara berjenjang penyelenggaraan Binkamtibmas dilakukan oleh
Polri sampai pada tingkat Komado Operasional Dasar (KOD).
Adapun kebijakan dan Strategi Binkamtibmas termuat dalam Keputusan Kapolri No. Pol. :
Kep/01/I/2002 tanggal 2 Januari tentang kebijakan dan strategis kapolri tahun 2002-2004, yang
meliputi :
1) Visi :
Polri yang mampu menjadi pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang selalu dekat dan
bersama-sama dengan masyarakat, serta sebagai aparat penegak hukum yang professional dan
proporsional yang selalu menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia, pemelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat serta mewujdukan keamanan dalam negeri dalam suatu
kehidupan nasional yang demokrasi dan masyarakat yangf sejahtera.
2) Misi :
b) Memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui upaya preemtif dan preventif yang dapat
meningkatkan kesadaran dan kekuatan serta kepatuhan hukum masyarakat (Law Abiding
Citizenship).
f) Meningkatkan kesadaran hukum dan kesadaran berbangsa dari masyarakat yang berbineka
tunggal ika.
b) Terciptanya suatu proses penegakan hukum yang konsisten dan berkeadilan, bebas KKN dan
menjunjung tinggi HAM.
c) Terwujudnya aparat penegak hukum yang memiliki integritas dan kemampuan professional
yang tinggi serta mampu bertindak tegas dan bereibawa perihal tidak pilih kasih.
d) Kesadaran hukum dan kepatuhan hukum masyarakat yang meningkat, yang terwujud dalam
bentuk partisipasi aktif dan dinamis masyarakat terhadap upaya Binkamtibmas yang semkin
tinggi.
e) Kinerja Polri yang lebih professional dan proporsional dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
demokrasi sehingga dengan disegani dan mendapat dukungan kuat dari masyarakat untuk
mewujudkan lingkungan kehidupan yang lebih aman dan tertib.
Tugas pokok Polri sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa :
Polri merupakan alat negara yang mempunyai tugas memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, memberi perlindungan, pengayom dan pelayanan kepada
masyarakat.
Berkaitan dengan tugas pokok tersebut, maka Polres Klaten imenyusun dan melaksanakan
program-program Polres Klaten T.A. 2004 meliputi :
2) Melanjutkan profesionalisme dan kesiapan yang handal bagi setiap anggota Polri dalam
rangka melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan semua tindak pidana guna mengungkap
perkara, kegiatan pencegahan terjadinya pelanggaran dan kejahatan, pengendalian massa,
penindakan tegas terhadap demontran/unjuk rasa anarkis, penanggulangan lawan teror dan
penjinakan bahan peledak dan tugas-tugas lainnya dibidang pembinaan.
3) Meningkatkan kualitas serta kuantitas Babinkamtibmas minimal 2 orang tiap Desa/ Kelurahan
disesuaikan dengan dinamika pemerintah daerah.
5) Menjalin koordinasi dan memberikan bimbingan teknis kepada Kepolisian Khusus dan
PPNS guna meningkatkan kemampuan dibidang penyidikan.
6) Membangun dan mengembangkan kemampuan yang memadai berupa sarana dan prasarana,
materiil alat peralatan, fasilitas dan jasa serta mendayagunakan kekuatan pendukung untuk
menyelenggarakan kegiatan rutin dan operasi Kepolisian.
1) Meningkatkan upaya penegakan hukum dan menindak tegas terhadap setiap pelaku tindak
pidana terutama yang mengakibatkan timbulnya kerusuhan massal, konflik sosial yang mengarah
kepada disintegrasi bangsa dengan tetap memperhatikan ketentuan maupun prosedur hukum
serta menjunjung tinggi HAM.
2) Menjalin hubungan dan kerja sama antara Polri dengan TNI maupun instansi pemerintah
lainnya, khususnya dalam bidang permintaan/penerimaan bantuan TNI dalam mendukung tugas
Polri maupun sebaliknya.
3) Meningkatkan deteksi dan patroli pada daerah rawan gangguan Kamtibmas serta daerah rawan
konflik (SARA).
Dengan mengacu kepada tupok Polri, Polda Jateng dan Repetada Kabupaten Kabupaten Klaten
TA 2004, tugas tugas Polres Klaten dirumuskan sebagai berikut :
a) Meningkatkan deteksi dini terhadap kecenderungan rawan sosial politik, sosial ekonomi,
sosial budaya dan kejahatan berdimensi baru (Terorisme).
g) Melaksanakan tindkan Kepolisian lainnya yang dapat dipertanggung jawabkan dan untuk
kepentingan umum.
1) Jangka Pendek.
a) Bidang Pembinaan Kekuatan.
(1) Personil.
(a) Melakukan Pembinaan Personil dengan cara menyusun kembali penempatan personil ke
Polsek-polsek di wilayah tempat tinggal Personil yang bersangkutan (Local Boy For The Local
Job).
(b) Memberikan penghargaan (Reward) bagi personil yang memiliki prestasi dan sebaliknya
menjatuhkan hukuman (Punishment) penegakan hukum terhadap personil yang melakukan
pelanggaran ataupun kejahatan sesuai dengan hokum dan perundang-undang yang berlaku.
(c) Melakukan pelatihan Sistem Pengamanan Kota dengan melibatkan seluruh komponen
keamanan yang ada di wilayah Polres Klaten.
(a) Melakukan pemeriksaan alut atau alut dalam rangka memperpanjang usia pakai dan sebagai
wujud pertanggungjawaban alat inventaris Satuan maupun perorangan.
(b) Mengiventarisasi seluruh material, sarana dan prasarana /fasilitas yang masih dapat
dipergunakan untuk kegiatan operasional, diperbaiiki atau dimusnahkan.
(a) Dengan memanfaatkan Otonomi Daerah, meminta bantuan ke Pemda Daerah guna
mendukung anggaran operasional Polres.
(b) Melakukan dan membuat Kesepakatan dengan Pemda sebagai tindak lanjut
Kesepakatan Kapolri dengan Mendagri berdasarkan Surat keputusan bersama Nomor 119 /1527/
SJ/ 2002 dan NO POL:B/2300/V/2002 tentang kerjasama penanganan ketentraman dan
ketertiban dan pemeliharaan Kamtibmas.
1) Melakukan revisi terhadap protap yang dianggap tidak relevan lagi dalam era reformasi
misalnya Protap Pengamanan Markas, Protap Penanggulangan Unjuk Rasa.
2) Menyusun Prosedur tetap tentang Penangan laporan masyarakat, Penanganan Perkara, sistem
Pengamanan Kota dan Pelayanan Unjuk Rasa,
3) Menyusun Rencana Kontijensi Polres dalam menghadapi setiap perkiraan ancaman yang akan
timbul.
b) Bidang Operasional.
1) Melakukan deteksi guna dengan cara membentuk jaringan informasi melalui jaringan yang
telah ada dengan menggunakan tokoh formal maupun informal.
2) Melakukan kegiatan patroli Simpatik dan Dialogis dengan masyarakat yang ditemui. Patroli
Simpatik dilakukan dengan cara melaksanakan kegiatan patroli untuk meraih simpatik
masyarakat antara lain dengan cara memberikan bantuan kepada kepada masyarakat yang
membutuhkan misalnya membantu penyebrang jalan, memberikan penerangan kepada
masyarakat, memberitahu masyarakat agar menutup dan mengunci rumah pada malam hari.
Sedangkan patroli dialogis dilakukan dengan cara melakukan komunikasi dengan masyarakat
yang ditemui saat melaksanakan patroli untuk menanyakan keluhan, harapan masyarakat
khususnya situasi Kamtibmas.
4) Melibatkan seluruh Personil Polres Klaten sebagai Babinkamtibmas Desa atau kelurahan.
Setiap anggota dilibatkan dalam rangka melakukan pembinaan Keamanan dan ketertiban dimana
dia berdomisili.
2) Jangka Sedang.
(1) Melakukan perlombaan dan Pertandingan Personil yang Berprestasi dan memberikan
penghargaan terhadap personil yang berprestasi.
(2) Mengupayakan sarana dan Prasarana tugas dengan cara swadaya kesatuan.
(4) Menyelesaikan seluruh kasus-kasus yang melibatkan anggota secara tuntas dan
Profesional serta Proporsional.
(6) Membuat kesepakatan dengan Pemda dan DPRD untuk melakukan pembahasan
bantuan dukungan anggaran untuk Polres yang dibiayai atas beban APBD.
b) Bidang Operasional.
(1) Melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam memelihara Kamtibmas secara aktif
dengan cara menggalakan Siskamling dilingkungan Kerja,Tempat tinggal, Tempat umum dan
Pusat Kegiatan masyarakat.
3. Jangka Panjang.
(1) Melakukan Pembangunan Rumah dinas Para Kapolsek secara selektifikats dan Pioritas
dengan memanfaatkan swadaya kesatuan dan dana APBD sebagai wujud kesepakatan dengan
Pemda.
(2) Pembangunan pangkalan Anggota atau Barak Bujangan dalam rangka memudahkan
konsolidasi dan pergeseran pasukan.
(3) Membangun markas Polsek khususnya di daerah perkotaan dan pusat perekonomian
khususnya di 4 kecamatan kota Kalten.
(4) Membangun Koperasi dengan bidang usaha Simpan pinjam,Wartel,Kantin bagi kesejahteraan
anggota.
(5) Melakukan kerjasama dan Kesepakatan dengan pihak ansuransi untuk membantu pelayanan
ansuransi anggota dengan segala resiko (Total Risk).
(6) Dalam rangka mendapatkan dukungan anggaran yang dialokasi dalam RAPBD,maka Polres
Klaten perlu menyusun Renstra dan Proja yang diselaraskan dengan Pola Umum pembangunan
Daerah dan Rencana Strategi Pemda dan Rencana Pembangunan Daerah, selanjutnya diajukan ke
Pemda dan DPRD untuk dibahas dan diusulkan menjadi Perda.
b. Bidang Operasional.
2) Melakukan Kerjasama dengan Pihak Telekom untuk pemasangan Telepon Umum khusus
bantuan Polisi.
1. Kesimpulan.
a. Posisi Strategi Wilayah Polres Klaten yang terletak diantara kota Jaogjakarta dan Solo,
merupakan penyangga dua kota tersebut. Dengan letak Geografis yang demikian maka situasi
gangguan kamtibmas di wilayah Klaten akan sangat dipengaruhi oleh situasi Kamtibmas di
kedua Kota tersebut, sebaliknya situasi Gangguan Kamtibmas di wilayah Klaten akan cepat
berpengaruh terhadap situasi Kamtibmas di Solo dan Jogjakarta.
b. Disadari bahwa Kondisi Kesatuan Polres Klaten masih banyak menghadapi beberapa
keterbatasan SDM baik kuantitas maupun kualitas ,sarana dan Prasarana dan dukungan anggaran
operasional. Sementara disisi lain secara geografis , demografis , ideologi , sosial , politik ,
maupun budaya, wilayah Polres Klaten menyimpan berbagai potensi konflik yang rawan
terhadap munculnya gangguan kamtibmas.
c. Berdasarkan hasil analisis Potensi wilayah, Wilayah Polres Klaten memiliki karateristik
tersendiri dengan penduduk yang heterogen, pendidikan rendah dengan propesi penduduk petani,
Buruh, dan Pedagang serta dengan tingkat pendidika yang rendah, maka memiliki potensi untuk
diprovokasi untuk melakukan gangguan kamtibmas.
e. Dalam rangka menanggulangi gangguan Kamtibmas diwilayah Polres Klaten, maka Polres
Klaten perlu melakukan Strategi penanggulangannya baik jangka pendek, menengah, maupun
jangka Panjang.
2. Rekomendasi.
c. Lakukan Pelatihan pemahaman dan sosialisasi berbagai perundangan yang erat kaitan dengan
tugas pokok Polres dalam penanggulangan Gangguan Kamtibmas terutama Undang Undang No
39 Tahun 1999 dan UU N0 26 tahun 2000 seerta berbagai ketentuan penggunaan Kekerasan dan
Senjata api bagi aparat penegak hukum (The use of Force and Fire Arm) dan Kode etik bagi
aparat penegak Hukum (Code of Conduct For Law Enforcement Agency).
d. Guna merebut partisipasi masyarakat dalam rangka Binkamtibmas, personil yang melakukan
kegiatan operasional perlu mendapat pelatihan Berbicara efektif dan kemampuan membangun
Komunikasi dengan masyarakat (public speaking dan Communication Building) dan
kepribadian.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan dalam rangka memenuhi penugasan Kegiatan
Khusus Orientasi dan Analisa Potensi Wilayah di Polres Klaten,semoga bermanfaat bagi kita
sekalian dan dapat dijadikan sebagai salah satu masukan bagi Polres Klaten dalam
penanggulangan Gangguan Kamtibmas serta sebagai wujud kecintaan terhadap Profesi
Kepolisian dan pengabdian kita kepada Masyarakat,Bangsa dan Negara.