PENDAHULUAN
Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang
berjumlah lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Ratio antara bakteri aerob dengan
anaerob berbanding 10:1 sampai 100:1. Oragisme-organisme ini merupakan flora
normal dalam mulut yang terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucus
membrane, dorsum lidah, saliva dan mukosa mulut. Infeksi odontogen dapat
menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan limfogen, yang disebabkan
antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis, dan
periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat
penghantaran yang pathogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu
keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam
pulpa gigi yang vital dan steril secara normal.
1.2 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Selulitis
Selulitis adalah infeksi oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh
keduanya di lapisan terdalam kulit. Bakteri dapat memasuki tubuh melalui bagian
lain di kulit dari luka, goresan, atau gigitan. Biasanya jika kulit Anda terinfeksi,
yang terkena hanya lapisan atas dan akan menghilang sendiri dengan perawatan
yang tepat. Tapi pada selulitis, jaringan kulit bagian dalam yang terinfeksi menjadi
merah, panas, meradang dan menyakitkan. Selulitis biasanya terjadi pada wajah
dan kaki bagian bawah.
3
Gambar 2 Selulitis Fasialis
Menurut Berini, et al. dalam buku Medica Oral: Buccal and Cervicofacial
Cellulitis selulitis dapat digolongkan menjadi :
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia
fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous,
konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang
anatomi atau spasia yang terlibat.
2.2 Osteomyelitis
2.2.1 Definisi
Kata osteomyelitis berasal dari bahasa Yunani kuni osteon (tulang) dan
muelinos (sumsum) dan bermakna infeksi pada bagian sumsum tulang. Literatur
medis umum mengembangkan definisi menjadi proses inflamasi pada seluruh
tulang termasuk korteks dan periosteum, dengan proses patologis terbatas pada
4
endosteum. Penyakit ini meliputi tulang kortikal dan periosteum, dan dapat juga
dipertimbangkan sebagai kondisi inflamasi pada tulang , dengan permulaan pada
kavitas sumsum dan sistem havarian dan meluas dengan melibatkan periosteum
pada area terpengaruh. Infeksi terjadi pada bagian terkalsifikasi ketika pus dan
edema pada kavitas sumsum dan di bawah periosteum menghambat suplai darah
lokal sehingga terjadi iskemia dan tulang terinfeksi menjadi nekrosis dan memicu
pembentukan sequester. Sequester adalah segmen tulang yang menjadi nekrotik
karena luka iskemik yang disebabkan proses keradangan. Hal ini merupakan tanda
klasik dari osteomyelitis. Walaupun osteomyelitis mempunyai banyak faktor
penyebab seperti luka trauma, radiasi, dan beberapa substansi kimia, istilah
osteomyelitis banyak digunakan untuk mendeskripsikan infeksi tulang yang
diinduksi oleh mikroorganisme pyogenik (Marx, Baltensperger, and Eyrich,
2009). Walaupun organisme yang dikultur berbed-beda, organisme terisolasi yang
paling umum ditemukan adalah Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus
serta streptococci lain (Ongole and Praveen, 2007).
Pada umumnya, organisme pyogenik rahang mencapai sumsurm tulang
pada gigi dengan abses atau infeksi setelah pembedahan, namun karies gigi
merupakan penyebab yang paling umum di antara semuanya.Tetapi, pada
beberapa kasus tidak ada sumber infeksi yang dapat diidentifikasi, dan penyebaran
secara hematogen diduga sebagai asal mula penyakit. Pada beberapa pasien tidak
ada organisme infeksius yang dapat diident ifikasi, kemungkinan karena terapi
antibiotik sebelumnya atau metode isolasi bakteri yang inadekuat. Koloni bakteri
juga bisa terdapat pada poket tulang terisolasi yang kecil dan luput pada saat
pengambilan sampel (White and Pharoah, 2009).
2.2.2 Etiologi
Berbagai faktor dapat menyebabkan infeksi yang terjadi pada
osteomyelitis, seperti infeksi odontogenik langsung dari pulpa ke rahang, infeksi
tulang dari infeksi odontogenik supuratif yang sebelumnya sudah terjadi, seperti
abses periapikal, poket periodontal pada tulang rahang yang mengalami fraktur,
granuloma atau kista periapikal terinfeksi, gingivitis ulseratif nekrosis akut, abses
5
periodontal, perikoronitis, dan gigi fraktur atau ujung akar gigi yang tertinggal
(Pramod and Pramod, 2014; Purkait, 2011). Osteomyelitis dapat terjadi akibat
fraktur rahang dengan tulang terekspos di luar kulit atau mukosa yang disebabkan
trauma, pencabutan gigi tanpa asepsis dan cakupan antibiotik yang layak, cedera
akibat luka tembakan pada rahang dengan laserasi jaringan lunak dan tulang
terekspos, penyebaran mikroorganisme dari infeksi jaringan lunak di atas tulang,
serta infeksi sekunder yang terjadi setelah proses radiasi. Infeksi penyakit tulang
seperti Pagets disease, displasia fibrosa, dan osteopetrosis juga merupakan salah
satu faktor penyebab osteomyelitis. Faktor lain seperti keracunan fosfor, infeksi
anakoretik, dan faktor idiopatik juga berpengaruh (Purkait, 2011). Selain itu
infeksi dapat terjadi sebagai akibat dari laserasi dan infeksi kelenjar getah bening
dimana infeksi menyebar secara hematogen. Osteomyelitis sering terjadi pada
pasien dengan resistansi host yang menurun, vaskularisasi rahang yang berubah,
atau penderita penyakit sistemik (Sanghai and Chatterjee, 2009).
Sebagai penyakit keradangan, perkembangan osteomyelitis tergantung
pada keseimbangan antara virulensi dan jumlah mikroorganisme yang ada pada
tulang dan kapasitas pertahanan lokal maupun sistemik tubuh pasien terhadap
infeksi. Bagaimanapun juga, selain kedua faktor tersebut terdapat beberapa faktor
predisposisi yang berperan penting terhadap patogenesis osteomyelitis (Purkait,
2011).
Terdapat dua faktor predisposisi dari osteomyelitis, yakni faktor lokal dan
faktor sistemik. Faktor predisposisi lokal dari osteomyelitis antara lain posisi
anatomis dari penyakit, penyakit tulang yang dialami, dan cedera akibat radiasi.
Tulang mandibula memiliki suplai darah yang lebih sedikit bila dibandingkan
maksila, selain itu mandibula memiliki tulang kompak yang lebih banyak yang
menyebabkan osteomyelitis lebih sering terjadi pada mandibula. Penyakit tulang
berjangka waktu lama seperti Pagets disease, displasia fibrosa, lesi kista,
osteopetrosis, menjadikan tulang lebih rentan terhadap osteomyelirtis, apabila
infeksi terjadi pada jaringan. Radioterapi pada area kepala dan leher terkadang
membentuk endarteritis obliteratif, yang menghasilkan suplai darah ke arah tulang
6
rahang terganggu. Pada kondisi ini kemungkinan terjadinya osteomyelitis
meningkat apabila infeksi terjadi pada tulang (Purkait, 2011).
Faktor predisposisi sistemik pada osteomyelitis meningkatkan
perkembangan penyakit dengan menurunkan resistansi tubuh terhadap infeksi.
Faktr ini meliputi malnutrisi dan alkoholisme kronik, adiksi obat-obatan terlarang,
anemia khususnya sickle cell anemia, diabetes yang terkontrol dengan rendah,
leukimia akut, agranulositosis, sifilis, campak dan demam tifoid, infeksi HIV dan
AIDS, serta infeksi saluran kencing (Purkait, 2011).
2.2.3 Faktor Predileksi
Osteomyelitis dapat terjadi pada semua usia dan jenis kelamin, namun
kebanyakan penderitanya berjenis kelamin laki-laki. Hingga saat ini faktor
predileksi jenis kelamin tersebut belum diketahui penyebabnya, yang mana diduga
karena laki-laki memiliki eksposur trauma yang lebih besar bila dibandingkan
dengan wanita (Robinson, 2010; Yochum and Rowe, 2005). Kaneda et al.
menyebutkan bahwa bagian molar dan premolar rahang bawah lebih sering
terinfeksi osteomyelitis bila dibandingkan dengan regio lain, karena regio
posterior merupakan bagian yang paling umum mengalami infeksi odontogenik.
(Kaneda et al., 1989; Prasad et al., 2007)
2.2.4 Tanda Klinis
Banyak kasus dari osteomyelitis pada kepala dan leher yang lebih sering
melibatkan mandibula daripada maksila rahang. Hal ini terkait dengan fraktur
traumatik rahang atau infeksi yang menyebar dari sumber odontogenik (Robinson,
2010). Osteomyelitis akut ditandai dengan gejala rasa nyeri dan pembengkakan,
sedangkan pada kasus kronis gejala tidak tampak atau sakit terasa samar, namun
terdapat peristiwa eksaserbasi. Pada kasus tertentu dapat ditemukan limfadenopati
regional dan demam. Selain itu juga terdapat gambaran tulang terkalsifikasi pada
tulang terinfeksi dan aliran pus serta paresthesia pada bibir bawah yang dipersarafi
saraf mentalis. Pada pemeriksaan oral, gigi pada area terinfeksi sensitif terhadap
perkusi dan terjadi pembesaran mandibula atau rahang yang asimetris. Bila infeksi
sudah mencapai otot pengunyahan maka akan terjadi trismus (Larheim and
Westesson, 2006).
7
Gambar 1.1. (a) Kasus osteomyelitis kronis sekunder pada lansia di
mandibula kiri. Terdapat fistula ekstraoral dan pembentukan parut di mandibula
kiri. (b) Gambaran intraoral pada pasien yang sama dengan eksposur pada bagian
tulang terinfeksi dan sequestra (Marx, Baltensperger, and Eyrich, 2009).
A B
8
Gambar 1.2. Osteomyelitis pada mandibula; pasien laki-laki usia 58 tahun
dengan rasa nyeri dan pembengkakan perimandibular.
A. Gambaran radiografi panoramik menunjukkan destruksi tulang yang difus
pada molar dan sequestrum terduga pada premolar.
B. Gambaran CT axial menunjukkan destruksi yang melebar dari foramen
mentalis (tanda panah atas) ke area molar dan defek pada tulang kortikal
lingual, namun tak ada sequestrum. Perhatikan bagian kecil di periosteal
bukal pada regio molar (tanda panah) (Larheim and Westesson, 2006).
A B
9
B. Gambaran CT axial menunjukkan destruksi difus dari tulang kortikal bukal
(tanda panah) dan sequestrum (kepala panah) (Larheim and Westesson,
2006).
10
A B
C D
Gambar 1.5. Osteomyelitis, mandibula; Wanita usia 72 tahun dengan nyeri ringan
dan variabel serta pembengkakan tiga tahun setelah ekstraksi gigi. Saat ini dengan
paresthesia saraf mental.
A. Gambaran panoramik menunjukkan perubahan sklerotik difus (tanda
panah), dan fokus kecil pada destruksi tulang (kepala panah).
B. Gambaran CT axial menunjukkan perubahan sklerotik yang ekstensif dan
difus pada mandibula kanan, melintasi garis tengah.
C. CT koronal melalui foramen mentalis menunjukkan destruksi tulang parah
di bagian kanan (tanda panah), menyebabkan paresthesia.
D. CT axial tujuh tahun kemudian masih menunjukkan ostomyelitis sklerotik,
dengan eksaserbasi dan sequestrasi (kepala panah) (Larheim and
Westesson, 2006).
Gambar 1.6. Osteomyelitis kronis pada regio molar dan premolar satu di bagian
kiri mandibula (Fragiskos, 2007)
11
jelas adalah peradangan pada leher bagian atas. Flegmon sering didiagnosa
banding dengan abses sublingual bilateral (bedanya tidak ada gangguan nafas,
pasien hanya mengeluhkan sakit menelan) dan juga dengan abses submandibula
bilateral. Untuk itu Plegmon yang sejati (True Phlegmon) adalah yang memiliki
kriteria sebagai berikut:
1. Indurasi
3. Sulit nafas
5. Trismus
6. Bilateral
7. Fluktuasi
Kriteria flegmon harus ada pembengkakan ekstra oral dan intra oral,
minimal melibatkan tiga spasium, dan salah satu spasium yang terlibat harus ada
yang bilateral.
12
2.4.1 Periodontitis Kronis
Periodontitis kronis atau sebelumnya dikenal dengan adult periodontitis
atau chronic adult periodontitis merupakan bentuk periodontitis yang
prevalensinya paling besar. Umumnya, periodontitis kronis dikenal sebagai
penyakit yang mempunyai progres lambat
Karakteristik yang ditemukan pada pasien periodontitis kronis yang belum
ditangani meliputi akumulasi plak pada supragingiva dan subgingiva, inflamasi
gingiva, pembentukan poket, kehilangan periodontal attachment, kehilangan
tulang alveolar, dan kadang-kadang muncul supurasi. (Carranza, 2002)
Gambar 2.2 Tanda klinis periodontitis kronis pada pasien usia 45 tahun dengan
kesehatan oral yang kurang dan tidak ada perawatan gigi sebelumnya.
Pada pasien dengan oral hygiene yang buruk, gingiva membengkak dan
warnanya antara `merah pucat hingga magenta. Hilangnya gingiva stippling dan
adanya perubahan topografi pada permukaannya seperti menjadi tumpul dan
rata (cratered papila) (Carranza, 2002). Pada kebanyakan pasien, karakteristik
umum seringkali tidak terdeteksi, dan inflamasi hanya terdeteksi dengan adanya
pendarahan pada gingiva sebagai respon dari pemeriksaan poket periodontal.
Kedalaman poket bervariasi, dan kehilangan tulang secara vertikal maupun
horizontal dapat ditemukan. Kegoyangan gigi terkadang muncul pada kasus yang
lanjut dengan adanya perluasan hilangnya attachment dan hilangnya tulang.
Periodontitis kronis dapat didiagnosis dengan terdeteksinya perubahan inflamasi
kronis pada marginal gingiva, adanya poket periodontal dan hilangnya attachment
secara klinis. (Carranza, 2002)
2.4.1.1 Gambaran Radiografi
13
Didalam rongga mulut terdapat beberapa jaringan, yaitu jaringan keras dan
jaringan lunak. Yang termasuk jaringan keras gigi diantaranya tulang alveolar dan
gigi (enamel dan dentin). Sedangkan yang termasuk jaringan lunak meliputi
mukosa (labial, bukal, palatal, ginggival), lidah dan jaringan penyangga
gigi. Kelainan dapat terjadi pada jaringan keras dan jaringan lunak dalam rongga
mulut. Suatu kelainan yang terjadi baik pada jaringan keras maupun jaringan
lunak pada rongga mulut dapat diketahui melalui pemeriksaan obyektif dan
ditunjang oleh pemeriksaan radiografi. Dengan pemeriksaan radiografi operator
bisa melihat kondisi jaringan yang terletak dibawah mukosa yang tidak dapat
dilihat secara langsung. Sehingga dapat memastikan kelainan yang terjadi di
daerah tersebut. Salah satu kelainan pada jaringan lunak gigi yang dapat dilihat
pada pemeriksaan radiografi adalah kelainan yang terjadi pada jaringan
penyangga gigi, seperti periodontitis. Dengan pemeriksaan radiografi dapat
diketahui bagaimana gambaran periodontitis dan bagaimana membedakannya
dengan kelainan yang lain.
14
diklasifikasikan sebagai keadaan yang ringan (slight / mild), sedang (moderate),
atau berat (severe); begitu juga dengan tingkat keparah periodontitis.
1. Slight / mild periodontitis kronis
Destruksi periodontal umumnya dianggap sebagai periodontitis ringan
ketika absorpsi tulang alveolar tidak lebih dari 1 hingga 2 mm dari
daerah cemento enamel junction atau telah terjadi hilangnya perlekatan klinis /
terbentuk pocket yang kedalamannya tidak lebih dari 1 hingga 2 mm. Pada tahap
ini, gusi akan menjadi lebih lunak, lebih mudah berdarah terutama saat
dilakukan probing, dan seringkali terjadi bone loss tipe horisontal.
15
Gambar 2.4. Gambaran klinis moderate periodontitis
16
Gambar 2.7 Radiografik severe periodontitis
2.4.2 Periodontitis agresif
Periodontitis agresif biasanya menyerang secara sistemik pada individu
sehat yang berumur kurang dari 30 tahun. Periodontitis agresif dibedakan dengan
periodontitis kronis berdasarkan usia mulai terjadinya pernyakit, kecepatan
progresi, sifat dan komposisi bakteri terkait di subgingiva, dan perubahan respon
imun host. Selain itu Meyer dkk (2004) menambahkan deposit kalkulus lebih
sedikit, kerusakan perlekatan berjalan cepat dengan periode tenang yang lebih
lama, terjadi pada subyek sehat, dan dapat diturunkan. Klasifikasi periodontitis
agresif:
2.4.2.1 Localized Agressive Periodontitis
Gelaja klinis dari localized aggressive periodontitis adalah terlihatnya deep
periodontal pocket. Selain itu, di beberapa kasus jumlah plak pada gigi yang yang
terinfeksi, tidak berimbang dengan kerusakan jaringan periodontal yang terjadi.
Plak yang terlihat terdiri dari selapis tipis biofilm pada gigi dan jarang sekali
terjadi mineralisasi membentuk calculus.Walaupun jumlah plak terbatas, tetapi
biasanya mengandung banyak A.actinomycetemcomitans.dan di beberapa pasien
porphyromonas gingivalis. Localized aggressive periodontitis, berkembang sangat
cepat. Berdasarkan penelitian kehilangan tulang 3 sampai 4 kali lebih cepat dari
kronik periodontitis. Gejala klinis lainnya adalah migrasi distolabial dari insisivus
rahang atas diikuti dengan diastema, bertambahnya mobility molar satu ,
sensitivitas akar terhadap panas, dan sentuhan, serta adanya nyeri saat mastikasi.
17
Pada stage ini mungkin ditemukan periodontal abscesses dan pembesaran regional
lymp node.
Gambaran radiografi
Terlihat adanya vertical loss pada tulang alveolar di sekitar molar
pertamadan insisivus. Juga terdapat gambaran arc-shaped loss of alveolar bone
yang berjaland ari permukaan distal premolar dua ke permukaan mesial molar
kedua.
18
bisa dikarenakan karena memiliki manifestasi sistemik seperti kehilangan berat
badan, malaise, depresi.
Gambaran radiogafi
Tingkat keparahan generalized aggressive peiodontitis dapat dilihat dari
tingkat bone loss yang berhubungan dengan kehilangan gigi. Pada gambaran
radiografi yang diambil secara berkala dapat dilihat kerusakan terjadi 25%
menjadi 60% dalam 9 minggu.
19
klinis yang jelas pada NUP yaitu kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang.
Pada tulang interdental papil yang lebih dalam juga terdapat lesi periodontal
seperti pada NUP. Meskipun konvensional, poket periodontal dengan probing
deep tidak ditemukan karena ulserasi dan nekrosis dari lesi gingival
mengancurkan epitel marginal dan jaringan ikat, sehingga terjadi resesi gingival.
Poket periodontal terbentuk karena junctional epithelium dapat bermigrasi ke
apikal untuk menutupi daerah yang kehilangan jaringan ikat. Nekrosis junctional
epitelium pada NUG dan NUP menciptakan ulkus yang mencegah epitel
bermigrasi, dan saku yang tidak bisa terbentuk. Lanjutan lesi dari NUP diawali
dengan kehilangan tulang yang parah terjadi kegoyangan gigi dan kehilangan gigi.
Penambahan adanya manifestasi oral, seperti yang telah disebutkan, pada
penderita NUP juga terdapat oral malodor, demam, malaise atau limpadenopati.
20
2.4.4 Necrotizing ulcerative gingivitis
Acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG) adalah penyakit infeksi
inflammatory (peradangan) akut pada gusi. Tanda radiografik dari penyakit ini
adalah adanya perubahan gingival yang dengan Acute necrotizing ulcerative
gingivitis (ANUG) tidak memperlihatkan tanda radiografik tetapi dengan
inlammatori eksaserbasi yang dapat menyebabkan kerusakan struktur tulang. Jika
terjadi defomitis tulang akan memperlihatkan tanda radiografik yaitu hilangnya
lamina dura dan tulang alveolar.
21
yang dapat diamati dengan hilangnya lamina dura, dengan atau tanpa keterlibatan
kondensasi tulang.
22
Gambar 2.1. Gambaran radiografi dari periodontitis periapikal akut
Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.180.
23
berisi cairan semifluid dan dilapisi sel-sel epitel yang merupakan hasil dari
peradangan akibat nekrosis pulpa.
24
yang difus.Lamina dura di daerah apeks gigi terputus. Terlihat adanya pelebaran
membran periodontalGambaran radiografi memperlihatkan kerusakan tulang
yang jelas meliputi sepanjang permukaan akar gigi sehingga membran
periodontalnya sukar untuk dibedakan lagi. apabila abses ini cukup lama maka
akan terlihat adanya residual dari ujung apeks gigi.
25
Gambar 2.3. Gambaran radiografi dari abses periapikal akut
Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5thed. 2002.p.185.
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan, yaitu lewat
penghantaran yang pathogen yang berasal dari luar mulut, melalui
suatu keseimbangan flora yang endogenus, atau melalui masuknya
bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril secara normal.
27
DAFTAR PUSTAKA
8. Robinson RA. 2010. Head and Neck Pathology: Atlas for Histologic and
Cytologic Diagnosis. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. Pp. 99
10. Peterson L J., et al. 2003. Contemporary Oral and Maxillofascial Surgery.
4th ed. Mosby. Saint Louis. Missouri
11. Pramod JR, Pramod J. 2014. Textbook of Oral Medicine. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd. Pp. 191
12. Prasad KC, Prasad SC, Mouli N, Agarwal S. Osteomyelitis in Head and
Neck. Acta Oto-Laryngica 2007; 127: 194-205
28
13. Purkait SK. 2011. Essentials of Oral Pathology. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) Ltd. Pp. 402-403
15. White SC, Pharoah MJ. 2009. Oral Radiology: Principles and
Interpretation. Sixth Edition. St. Louis: Mosby Elsevier. Pp. 331
16. Yochum TR, Rowe LJ. 2005. Yochum and Rowes Essentials of Skeletal
Radiology. Volume 1. Third Edition. Philadelphia: Lippincot Williams &
Wilkins. Pp. 1374
29