Anda di halaman 1dari 6

PENGEMBANGAN ALAT UJI FATIGUE FOUR POINT BENDING PADA Al7075-T6

Hendri Chandra
Jurusan Teknik Mesin
e-mail : hendri_ch@plasa.com
Universitas Sriwijaya
Robi Yanto
Alumni Jurusan Teknik Mesin
Universitas Sriwijaya
e-mail : darwin_poerba@yahoo.com

ABSTRAK

Faktor intensitas tegangan merupakan parameter yang sangat penting dalam memprediksi ketangguhan
retak suatu material. Pada material Al7075-T6 akan diberikan beban bolak balik menggunakan mesin uji lentur
empat titik(four point bending) sehingga material Al075-T6 akan mengalami inisiasi retak, perambatan retak
dan patah. Pada daerah perambatan retak akan dihitung faktor intensitas tegangan mode II(K II) menggunakan
metoda strain gauge (alat pengukur regangan) dan secara teoritis. Dari hasil perhitungan ini akan didapat
perbandingan hasil perhitungan faktor intensitas tegangan menggunakan metoda strain gauge dan secara
teoritis serta hubungan antara faktor intensitas tegangan dan laju pertumbuhan retak. Dari hasil penujian lelah
juga akan diamati permukaan patah berupa striasi dan garis pantai yang merupakan ciri-iri permukaan patan
akibat beban fatigue

ABSTRACT

Stress intensity factor is an important parameter to estimate the fracture toughness of material. The
material of Al7075-T6 experience crack initiation, crack propagation and fracture. At the field of crack
propagation, Stress intensity factor Mode I (KI) will be measured by using strain gauge method and teoritic
method. The comparation of result measurement of stress intensity factor will be known by using strain gauge
method and teoritic method and also will be gotten the relationship between stress intensity factor and crack
propagation rate. From the fatigue experiment result will be observed fracture surface as striation and beach
mark that the feature of fracture surface caused by fatigue
.
Key words : Stress intensity factor, three point bending, crack,striasi, beach mark

1. Pendahuluan material uji maka pada material uji tersebut akan


mengalami awal retak pada siklus tertentu dan apabila
Modus deformasi retak sebagi dasar dalam ilmu beban terus diberikan maka akan terjadi proses
mekanika retakan terdiri dari tiga jenis, yaiti modus perambatan retak yang semakin cepat hingga retak
I(modus tarikan), modus II (modus geseran) dan akan menjalar sampai material tersebut mengalami
modus III ( modus sobekan). kegagalan (patah). Pada daerah II (perambatan retak)
akan dihitung nilai faktor intensitas tegangan (stress
intensity factor) menggunakan metoda strain gauge
dan secara toritis.
Berbagai metoda penentuan faktor intensitas
I II III tegangan secara eksperimental telah digunakan,
Gambar1. Modus deformasi retak namun ketelitian hasil yang diperoleh tergantung
pada kelengkapan persamaan medan tegangan yang
Sementara itu pada siklus fatigue proses kelelahan absah untuk daerah dekat ujung retakan. Medan
terdiri dari tiga tahap yaitu: tegangan di sekitar ujung retakan dapat dibagi dalam
1. Tahap I,awal retak (crack initiation) tiga daerah yaitu:
2. Tahap II, perambatan retak 1. Daerah paling dekat ujung retak (very near
3. Tahap III, patah field region)
Penelitian biasanya dilakukan pada daerah II 2. Daerah dekat ujung retak (near field region)
yaitu daerah perambatan retak karena pada daerah II 3. Daerah jauh dari ujung retak (far field region)
ini dapat dilakukan prediksi mengenai ketangguhan
retak suatu material dan umur kelelahan suatu Y
material. Akbat beban fatigue yang diberikan pada

1
poros yang berbentuk piringan dengan sediki tonjolan
(1mm) yang dipasang vertical dan tonjolan tersebut
X berfungsi untuk mmberikan beban lelah pada material
uji.

x
3. Alat Pengukur Regangan (Strain Gauge)

Bahan uji yang digunakan pada pengujian ini


adalah paduan alumunium yaitu Al7075-T6. Ukuran
Gambar 2. Pembagian medan tegangan di spesimen yang dibuat adalah sesuai dengan standar
daerah dekat ujung retakan ASME yaitu S = 4W (S = panjang spesimen, W =
lebar spesimen ), dan tebal 10 mm. Pada bagian
Besarnya medan tegangan tersebut secara lengkap tengah material uji dibuat takik sepanjang 10 mm.
ditulis dalam bentuk berikut : Pada sudut 60o ditempelkan alat sensor pengukur
N M
y = n 0
An r(n-1/z) fn () +
m0
Bm rm gm (1)
regangan (strain gauge) dengan jarak r.

Berikut adalah tahapan kerja yang dilakukan


Dimana An da Bm adalah koofesien yang tak
dalam pengujian menggunakan pengukur regangan
diketahui dan fn, gm () adalah fungsi trigonometri.
strain gauge:
Tampak bahwa untuk r 0, hanya satu suku
1. Strain gauge yang akan
pertama yang sangat penting yakni di mana n = 0.
ditempel pada material uji merupakan strain gauge
Semua suku lainnya akan hilang, daerah ini disebut
jenis lead wire dengan panjang strain gauge 4
daerah I (very near-field region) yang didefinisikan
mm yang akan ditempel pada material uji dengan
sebagai daerah sekitar ujung retakan dimana suku
menggunakan perekat cyanoacrylate dan material
tunggalnya cukup untuk menentukan besarnya medan
uji diletakkan pada penumpu.
tegangan.
2. Strain gauge lalu dihubungkan pada kotak
Jika r semakin besar maka jumlah suku menjadi
jembatan Wheatstone .
banyak dan penggunaan suku-suku tersebut
3. Kotak jembatan Wheatstone dihubungkan
diperlukan untuk meningkatkan ketelitian dan
dengan alat Dynamic Strain Meter yang berfungsi
menentukan besarnya medan tegangan. Daerah ini
untuk memberikan tegangan output dan
disebut daerah II (near field region) yang
pengkalibrasian range regangan. Pada Dynamic
didefinisikan sebagai daerah di luar daerah I dimana
Strain Meter akan diset tegangan eksitasi 2 V dan
besarnya medan tegangan dapat ditentukan oleh
pengkalibrasian range 500 x 10-6 strain/V.
sejumlah kecil suku. Untuk r yang lebih besar lagi,
4. Dynamic Strain Meter lalu dihubungkan dengan
lebih banyak suku dibutuhkan untuk
alat perekam data X-Y Recorder Model 3023.
ketelitian penentuaan medan tegangan. Daerah ini
Alat perekam data X-Y Recorder adalah untuk
disebut daerah III (far-field region). Daerah ini harus
memperoleh data regangan yang masih dalam
dihindarkan dalam pengukuran besarnya medan
bentuk mV yaitu betuk regangan dalam arah x (
tegangan karena terlalu banyak koofesien suku yang
tak diketahui sehingga diperlukan sejumlah besar data x ) dan arah y ( y ). Pada alat X,Y Recorder ini
untuk ketelitian pengukurannya. Untuk selanjutnya akan di set jumlah tegangan (mV) per satuan
pembahasan medan tegangan sekitar ujung retakan panjang (cm) grafik yang diinginkan yaitu 50
dibatasi hanya untuk daerah II (near-field region). mV/cm.
Pada permukaan patahan akibat kelelahan juga 5. Posisi pena pencatat (pen holder) pada kertas grafik
dapat diamati secar makro ditandai dengan adanya akan diset pada tombol position sesuai
garis pantai dan secara mikro ditandai dengan adanya dengan posisi yang kita inginkan untuk meletakkan
sriasi posisi pena pencatat (pen holder) pada kertas
grafik.
6. Kemudian akan diset sweep rate yang
2. Mesin uji Lentur Tiga Titik (Three Point berfugsi untuk mengatur kecepatan kembalinya
Bending) pen hoder pada posisi semula, dimana sweep rate
Pengujian lelah yang dilakukan adalah akan diset pada 0,25 menit/cm.
menggunakan mesin uji lentur tiga titik menggunakan 7. Kemudian akan diset polaritas masukan
motor listrik tiga fasa dengan frekuensi 50 Hz, daya (input polarity) pada posisi normal.
550 Watt, putaran motor n1 = 1380 rpm, putaran n2 = 8. Setelah urutan pengujian ini selesai maka
107 rpm. Prinsip kerja mesin uji lelah tiga tiik (three proses pengerjaan alat three point bending dan
point bending) adalah ptaran tinggi dari motor strain gauge dapat dilakukan. Dari hasil
penggerak (1380 rpm) direduksi oleh roda gigi pengerjaan ini proses perekaman data akan dapat
penurun hingga 107 rpm dan sebuah poros dilakukan.
ditransmisikan oeh kopling menuju cam. Cam adalah

2
4. Perhitungan Faktor Intensitas Tegangan Dari hasil pengujian lelah yang dilakukan dapat
a. Metoda Strain Gauge pula dihitung laju perambatan retak (da/dn)
Dari alat perekam X-Y Recorder akan di set range menggunakan metoda Collipriest dengan
tegangan 2V sebagai tegangan input. Dan sebagai menggunakan rumus:
tegangan output akan diperoleh dari pensetingan da/dn = C K m (6)
50 mV/x cm.
Maka tegangan keluaran rata-rata V sebagai Dimana: C = 0,0436
resultan dalam arah x dan dalam arah y yaitu: m = 2,528
V2=Vx2+Vy2(V) (2)
Nilai tegangan output yang didapat kemudian akan Dari hasil pengujian fatigue menggunakan
dimasukkan dalam suatu persamaan untuk mesin uji lentur tiga titik pada spesimen Al7075-T6
mendapatkan nilai regangan didapat data perambatan retak (a) dan jumlah siklus
Dan nilai regangan akan diperoleh melalui (n), Dan akan didapat faktor intenstas tegangan (
persamaan :
K ) dengan mengguakan persamaan (5) dan uga
Vout K 10 3 dapat didapat hubungan laju perambatan retak (da/dn)
= (3)
Vin 4 2 K 10 3 dengan menggunakan metoda Collipriest pada
persamaan (6). Data-data di atas dapat dilihat dalam
Dari persamaan di atas maka akan diperoleh nilai
bentuk tabel berikut
regangan yang akan dimasukkan ke dalam rumus
untuk mendapatkan nilai stress intensity factor. Panjang Jumlah Faktor Laju Perambatan retak,
Nilai stress intensity factor dapat diperoleh retak, a siklus, intensitas da/dn
dari persamaan : (mm) n tegangan mm / siklus (MPa m
(siklus) (MPa m )
KI = E 8 / 3r (4)
Dimana : E = modulus elastisitas = 72, 103 MPa )
= regangan (strain) 0,850 100 22,28 0
r = jarak strain gauge ke ujung retak (mm) 0,860 500 22,35 0,00169
Dari hasil pengujian menggunakan alat Strain 1,110 1000 23,37 1,748
Gauge didapat data perambatan retak (a) dan
jumlah siklus (n) dan selanjutnya akan dihitung 1,444 2000 24,75 12.454
faktor iantensitas tegangan ( K ) dengan 1,475 3000 24,94 16,675
menggunakan persamaan (3) dan (4) dan dapat 1,536 4000 25,20 21,108
ditulis dalam bentuk tabel dan grafik berikut:
1,716 5000 26,05 40,267
Spesimen Siklus Perambatan Faktor Intensitas 4,289 6000 47,15 4744,94
(n) Retak, a 5,230 7000 60,69 14237.62
Tegangan, K
(mm) 6,925 8000 88,05 55454.49
(MPa m 7,039 9000 90,08 59884,03
7,162 10000 92,15 64614,41
100 0,85 4,61
8,239 11000 111,14 118656,61
500 0,86 4,84
1 8,256 13000 114,50 130328,76
1000 1,11 5,47
8,410 14000 114,94 131906,46
500 1,587 6,54
2
1000 1,716 6,98 Dari data-data diatas dapat ditulis dlalam
1500 1,951 7,24 bentuk grafik yang merupakan hubungan antara
jumlah siklus (n) dan perambatan retak (a), hubungan
antara laju perambatan retak (a) dan faktor intensitas
b. Secara teoritis tegangan ( K ), dan hubungan antara faktor
Perhitungan nilai stress intensity factor secara intensitas tegangan dan panjang retak (a) pada metoda
teoritis didapat dengan menggunakan persamaan : strain gauge
KI = a F ( ) (5)
y = -6E-09x 2 + 0,0007x + 0,0415
10
(4.) 9
R2 = 0,9197
panjang retak, mm

Dimana : = tegangan (Pa) 8


7
a = Panjan retak (panjang retak + 6
panjang takik) mm 5
F ( ) = fugsi faktor bentuk 4
3
2
1
3 0
0 5000 10000 15000
Jum lah siklus, n
menggunakan metoda strain gauge dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti faktor jarak strain gauge
terhadap ujung retak dan faktor jenis strain gauge
yang digunakan, dimana dari grafik yang diperoleh
pada alat perekam X-Y Recorder diketahui bahwa
Gambar 5. Grafik hubungan jumlah siklus (n) semakin jauh jarak antara strain gauge dengan ujung
dan panjang retak (a) retak maka semakin mendekati harga stress intensity
factor dengan metoda teoritis. Hal ini disebabkan
bahwa semakin dekat letak strain gauge ke ujung
retak maka semakin besar pengaruh deformasi yang
terjadi yang akan menyebabkan kesalahan gradien
Gambar 5. Grafik hubungan jumlah siklus (n) dan regangan, tetapi jarak strain gauge ke ujung retak
panjang retak juga tidak boleh terlalu jauh karena akan
mengakibatkan tidal asana harga yang diperoleh
140000
karena sudah terletak pada daerah far field region
120000 dimana pada daerah ini harus dihindarkan dalam
perhitungan stress intensity factor karena terlalu
100000 banyak koefisien suku yang tak diketahui.
Laju pertumbuhan retak,da/dn
(micro mm/siklus)

Strain gauge yang digunakan pada tulisan ini


80000
menggunakan jenis lead wire dengan panjang strain
60000 gauge 4 mm, dimana dari literatur diketahui bahwa
semakin kecil ukuran strain gauge yang digunakan
40000 maka semakin teliti hasil yang diperoleh.
Dari hasil pengamatan pertumbuhan retak
20000
pada Al7075-T6 terlihat bahwa pertumbuhan retak
0 pada daerah II (daerah pertumbuhan retak) mengalami
0 50 100 150 percepatan pertumbuhan retak. Hal ini disebabkan
-20000 karena retak akan merambat semakin cepat untuk
Faktor intensitas teganan, K MPa m menuju perpatahan atau menuju daerah kritis (panjang
retak kritis), sehingga semakin lama siklus yang
diberikan pada material uji maka semakin panjang
Gambar 6. Garafik hubugan faktor intensitas pertumbuhan retakan dan semakin cepat pertumbuhan
tegangan ( K ) dan laju pertumbuan retak yang terjadi hingga material tersebut patah
retak (da/dn) (fracture)
Dari hasil perambatan retak yang dilakukan
9 pada material hingga patah dapat juga diamati
8 permukaan patah yang terjadi. Dimana pada
Panjang retak, a(mm)

7 permukaan patah tersebut tampak ciri-ciri permukaan


6
patah lelah yaitu adanya striasi. Secara visual pada
Teoritis spesimen 1
permukaan patah dapat diamati bahwa ada tiga daerah
5
Strain gauge spesimen 1 pada permukaan patah tersebut yaitu daerah takik,
4 daerah parambatan retak yang secara makro dapat
3 Strain gauge spesimen 2 diamati dengan adanya garis pantai (beach mark) dan
2 pada daerah ketiga yaitu daerah patah statis yang
secara visual terasa agak kasar. Secara mikro
1
permukaan patah pada material uji tampak dengan
0 menggunakan mikroskop elektron bahwa adanya
0 50 100 150 garis-garis halus yang dinamakan dengan striasi
(striation).
Gambar 7. Grafik hubungan faktor intensitas tegangan
( K ) dan panjang retak (a).

5. Pembahasan Dan Analisa Permukaan Patah

Dari hasil perhitungan stress intensity factor 5. Kesimpulan


yang diperoleh didapat perbedaan hasil yang
menggunakan metoda teoritis dengan menggunakan Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada
metoda strain gauge. Hal ini dapat diperkirakan tulisan ini maka dapat disimpulkan bahwa :
akibat pada pengukuran stress intensity factor dengan

4
DAFTAR PUSTAKA 14. Firdaus Bangun, Analisa Pertumbuhan Retak
1. Masanori Kikuchi, Brief Note on the Basic Pada Al7075-T6 Dengan Menggunakan Mesin
Concepts on Fracture Mechanics, Departement Uji Lentur Tiga Titik, 2003
of Mechanical Engineering, Tokyo, Japan 15. Arthur P. Boresi, Richard J. Schmidt,
2. Perhitungan nilai faktor intensitas Advanced Mechanics of Material, John Willey
and Sons,Inc,Fifth Editition,1992
tegangan secara eksperimental 16. Mardjono Siswosuwarno, Penerapan
menggunakan metoda strain gauge fracture Mechanics Pada Prediksi Umur
dilakukan pada daerah II (near field Kelelahan, Lab.Aerodinamika PAU-Ilmu
region) Rekayasa ITB, Bandung, 1987
3. Dari grafik pada alat perekam X-Y
Recorder diketahui bahwa regangan akan
semakin besar apabila perambatan retak
semakin besar.
4. Grafik regangan yang terjadi pada siklus
fatigue memberikan grafik yang tidak
linier (non linear) karena pengaruh
deformasi setempat pada daerah sekitar
ujung retak
5. Perbedaan jarak strain gauge ke ujung
retak dan jenis strain gauge yang
digunakan memberikan hasil yang
berbeda pada nilai faktor intensitas
tegangan
6. Perbedaan nilai faktor intensitas
tegangan antara metoda strain gauge dan
secara teoritis diakibatkan pengaruh jarak
strain gauge ke ujung retak dan jenis
strain gauge yang digunakan
7. Secara mikro permukaan patah pada
material yang duji pada beban fatigue
ditandai dengan adanya striasi, dan
secara makro ditandai dengan adanya
garis pantai (beach mark)
8. Perambatan retak akan semakin cepat
dengan semakin besar jumlah siklus yang
terjadi karena retak akan semakin cepat
merambat menuju daerah kritis (patah)
9. George Dieter, Sriati Djaprie, Metalurgi
Mekanik,Erlangga, Edisi ketiga, Jilid kedua,
Jakarta, 1992
10. Husaini, Djoko Suharto, Nanang Nazaruddin,
Pengukuran Faktor Intensitas Tegangan
Dengan Menggunakan Strain Gauge, Jurusan
Teknik Mesin, FTI Institut ITB, Vol.XII,
Bandung, 1997
11. Yokogawa, Operation Manual of TML Dynamic
Strain Meter Tokyo Sokki Kenkyujo Co.Ltd.
12. Hand Book, Stress Intensity factor, Volume I,
Committee on Fracture Mechanics The society
of Material science, Japan, 1987
13. David Broek., Elementary Engineering Fracture
Mechanics, Martinus Nijhoff Publisher,
London, 1982

5
6

Anda mungkin juga menyukai