Anda di halaman 1dari 13

PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEANING BASED

APPROACH (MBA) UNTUK MENINGKATKAN


KEMAMPUAN SISWA MENYELESAIKAN SOAL
CERITA MATEMATIKA PADA MATERI PROGRAM
LINIER DI KELAS XII IPA SMA NEGERI 10
BANJARMASIN TAHUN PELAJARAN 2016/2017

Syamsir Kamal, M.Pd

SMA Negeri 10 Banjarmasin, kamalsyamsir@yahoo.co.id

Abstrak. Berdasarkan hasil hasil Ujian Nasional kelas XII SMA Negeri 10
Banjarmasin Tahun Pelajaran 2015/2016 diperolah data bahwa sebagian besar
soal yang salah diselesaikan oleh siswa yaitu soal program linear. Penyebab
kesulitan siswa menyelesaikan soal program linear karena biasanya berbentuk
soal cerita. Siswa kesulitan menerjemahkan soal cerita ke dalam kalimat
matematika. Peneliti ini bertujuan untuk mendeskripsikan rancangan dan
pelaksanaan pembelajaran mengacu MBA yang dapat meningkatkan
kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika di kelas XII IPA SMA
Negeri 10 Banjarmasin. Penelitian ini dirancang dengan metode penelitian
tindakan kelas yang dilaksanakan di kelas XII SMA Negeri 10 Banjarmasin.
Subyek penelitian terdiri dari 34 siswa dan objek penelitian adalah kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika pada pokok bahasan program linear.
Pelaksanaan pembelajaran MBA dilaksanakan dengan bantuan LKS sehingga
pembelajaran lebih efektif dan efisien. Pembelajaran menggunakan MBA
dimulai dengan tahap merekam informasi yang diberikan,guru menyajikan
masalah yang berbentuk soal cerita dengan membagikan LKS kepada siswa.
Siswa membaca dengan teliti soal cerita yang diberikan pada LKS dan bertanya
jika ada yang kurang jelas. Guru membimbing siswa untuk mengumpulkan
kalimat dalam soal yang memberikan informasi terhadap penyelesaian soal
cerita dan membimbing siswa untuk menerjemahkan kalimat dalam soal yang
memberikan informasi terhadap penyelesaian soal cerita ke dalam kalimat
matematika. Apabila siswa menjawab dengan benar diberi penguatan atau
pembenaran agar siswa senang dan bersemangat untuk menyelesaikan soal
cerita. Pada tahap menggunakan konteks, guru membimbing siswa dengan
meminta siswa menggunakan kalimat pada soal cerita yang mendukung proses
untuk menemukan solusi. Pada tahap menyediaan penjelasan dan/atau
pembenaran untuk operasi matematika, siswa mengecek jawaban dan
menyiapkan laporan dengan menyediaan penjelasan dan/atau pembenaran untuk
langkah-langkah komputasi yang dilakukan dalam proses menyelesaikan soal
cerita matematika. Siswa melaporkan hasil kerjanya dan siswa lain diminta
untuk menanggapi. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan hasil
pembelajaran. Pembuatan LKS berbasis MBA oleh guru ternyata efektif untuk
membantu siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika pada
pembelajaran. Kegiatan guru membimbing siswa secara berkelompok sangat
efektif dan efisien dalam mengatasi siswa yang kesulitan menyelesaikan
masalah. Pembenaran atas pekerjaan siswa dalam proses menyelesaikan
masalah membuat siswa senang dan termotivasi dalam belajar. Siswa yang bisa
memahami soal dan memberi penjelasan pada langkah penyelesaian masalah di
LKS tidak mengalami kesulitan menyelesaikan soal cerita pada tes akhir. Siswa
dapat menyelesaikan soal cerita matematika melalui pembelajaran mengacu
MBA dan terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Hasil
nilai tes akhir siswa siklus II menunjukkan bahwa kemampuan siswa
menyelesaikan soal cerita matematika sudah baik.

Kata Kunci. Meaning-Based Approach (MBA), soal cerita matematika. program linier

1. Pendahuluan
Matematika merupakan mata pelajaran yang dibelajarkan pada setiap jenjang pendidikan di
Indonesia, mulai dari Sekolah Dasar sampai di Perguruan Tinggi. Matematika merupakan
salah satu mata pelajaran yang diujikan pada Ujian Nasional sejak tahun 2003.
Kenyataannya pada pelajaran matematika di SMA saat ini ditemukan adanya masalah seperti
nilai ujian nasional mata pelajaran matematika yang masih rendah bahkan mengalami
penurunan. Kemdikbud menyebutkan bahwa nilai rata-rata ujian nasional mata pelajaran
matematika tingkat SMA/MA tahun pelajaran 2015/2016 dibandingkan dengan tahun
pelajaran 2014/2015 terjadi penurunan 4,45 poin dari sebelumnya 61,29 menjadi 54,78.
Pelajaran matematika di SMA Negeri 10 Banjarmasin juga masih menjadi momok bagi
siswa. Kemampuan siswa pada mata pelajaran matematika masih sangat rendah. Ini bisa
dilihat dari nilai hasil Ujian Nasional yang dilaksanakan tahun pelajaran 2015/2016 hanya
4,71% dari 112 orang siswa yang mendapatkan nilai di atas 70. Padahal kriteria ketuntasan
minimal di SMA Negeri 10 Banjarmasin adalah 77. Salah satu yang menyebabkannya adalah
kesulitan siswa menyelesaikan soal cerita matematika.

Hasil wawancara dengan siswa kelas XII SMA Negeri 10 Banjarmasin pada bulan Maret
2016 setelah pelaksanaan Uji Coba Ujian Nasional didapatkan keterangan bahwa sebagian
besar soal-soal Uji Coba Ujian Nasional yang salah diselesaikan oleh siswa dan sulit
penyelesaiannya adalah yaitu soal yang berhubungan dengan materi program linear. Siswa
kelas XII juga menambahkan bahwa penyebab kesulitan siswa menyelesaikan soal program
linear karena biasanya berbentuk soal cerita. Para siswa tidak paham dengan soal yang
berbentuk soal cerita karena masih bingung cara memulai menyelesaikannya. Siswa
kesulitan menerjemahkan soal cerita ke dalam kalimat matematika. Hal ini ditegaskan oleh
Charles (2009:2) yang menyatakan bahwa sangat banyak siswa yang tidak berhasil
memecahkan masalah yang berbentuk soal cerita.

Penelitian tentang meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita


matematika juga telah dilakukan beberapa peneliti dengan menggunakan suatu model,
metode atau strategi pembelajaran. Herawati, Margiati dan Sugiyono (2014:15)
menggunakan pendekatan pemecahan masalah, sedangkan Anggraini, Siroj dan Putri
(2010:33) menerapkan model investigasi kelompok. Madechan dan Desiana (2008:45)
meningkatkan kebisaan penyelesaian soal cerita matematika siswa dengan menggunaan
media benda nyata dalam pembelajaran. Hasil penelitian Hart (1996:504) menunjukkan
bahwa menyajikan soal cerita dalam bentuk kata-kata sendiri positif mempengaruhi
kebisaan siswa untuk memecahkan masalah. Penelitian Balta, Simsek dan Tezcan
(2009:381) menegaskan bahwa jika masalah yang berbentuk soal cerita matematika
diungkapkan kepada siswa dengan bahasa mereka sendiri maka keberhasilan, sikap, motivasi
dan minat siswa meningkat sehingga mempengaruhi kebisaan siswa untuk memecahkan
masalah.

Soal cerita merupakan soal yang diungkapkan dalam bentuk cerita yang diambil dari
pegalaman-pengalaman siswa yang berkaitan dengan konsep-konsep matematika. Aeni,
Suyanto, & Joharman (2013) menyatakan bahwa penyelesaian soal cerita merupakan salah
satu komponen penting dari penyelesaian masalah matematika yang menggabungkan
masalah kehidupan nyata dan aplikasi. Namun menyelesaikan soal cerita merupakan hal
yang masih dirasakan sulit oleh siswa, karena dalam proses penyelesaiannya siswa harus
menerjemahkan soal cerita kedalam model matematika. Bautista (2009) menyatakan bahwa
masalah cerita sulit bagi siswa, khususnya untuk siswa dengan kemampuan rendah. Bates
dan Wiest (2004) menyatakan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
masalah cerita. Sedikitnya ada tiga alasan kenapa siswa hanya sedikit mengalami kesuksesan
dalam menyelesaikan masalah cerita yaitu: limited experience with word problems, lack of
motivation to solve word problems, and irrelevance of word problems to student lives.
siswa, karena dalam proses penyelesaiannya siswa harus menterjemahkan soal cerita ke
dalam bentuk matematika.

Kesalahan yang dilakukan siswa dapat terjadi diantaranya karena siswa kurang dapat
memahami tentang apa yang ditanyakan dalam soal cerita, sehingga ketika menyusun
rencana penyelesain dan dilanjutkan dengan melakukan penyelesaian soal siswa akan
melakukan kesalahan. Oleh sebab itu pemahaman siswa tentang soal cerita perlu
ditingkatkan. Pemahaman siswa tentang soal cerita dapat ditingkatkan diantaranya dengan
pembelajaran menggunakan Meaning-Based Approach (MBA). Pada saat siswa melakukan
Meaning-Based Approach (MBA) ditandai dengan perilaku transformatif siswa, yang
memiliki tiga definisi karakteristik: merekam informasi yang diberikan, penggunaan konteks,
dan memberikan penjelasan dan / atau pembenaran untuk operasi matematika. Salah satu
perilaku dominan dari siswa merekam informasi yang diberikan dengan konteks yang sesuai,
mengatur informasi untuk mendukung proses solusi. Siswa memberikan penjelasan untuk
langkah-langkah perhitungan yang dilakukan

Pape (2004:200-207) menjelaskan bahwa siswa yang menyelesaikan soal cerita matematika
dengan Meaning-Based Approach (MBA) sangat sedikit mengalami kesalahan dalam
memahami bacaan dan langkah penyelesaian. Pape (2004:200) menjelaskan bahwa
Meaning-Based Approach (MBA) memiliki tiga karakteristik yaitu: merekam informasi
yang diberikan (recording given information), menggunakan konteks (use of context), dan
menyediaan penjelasan dan/atau pembenaran untuk operasi matematika (provision of
explanations and/or justifications for mathematical operations). Salah satu perilaku dominan
siswa disini adalah merekam informasi yang diberikan dengan konteks yang tepat dari soal
cerita yang diberikan, kemudian mengorganisir informasi tersebut untuk mendukung proses
menemukan solusi. Pada langkah ini siswa dituntut untuk membaca agar dapat memahami
konteks yang terdapat di dalam soal cerita, sehingga tidak terjadi kesalahan
menerjemahkannya ke kalimat matematika. Berdasarkan uraian diatas, pembelajaran dengan
menggunakan Meaning-Based Approach (MBA) diharapkan bisa meningkatkan kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika.
Berdasarkan latar belakang di atas di atas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian
ini yaitu bagaimana rancangan pembelajaran dan bagaimana pelaksanaan pembelajaran yang
menggunakan Meaning Based Approach (MBA) untuk meningkatkan kemampuan siswa
menyelesaikan soal cerita matematika pada materi Program linier serta bagaimana
peningkatan kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita pada materi Program linier yang
diperoleh dari pembelajaran menggunakan Meaning-Based Approach (MBA). Adapun
manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan ide-ide baru terutama dalam
meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika. 2) Sebagai bahan
masukan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran matematika terutama dalam
menyelesaikan soal cerita matematika. dan 3) Sebagai informasi bagi peneliti lain yang ingin
mengadakan penelitian lebih lanjut tentang meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan
soal cerita matematika.

2. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika pada materi Program linier dengan
menggunakan Meaning-Based Approach (MBA). Lokasi dan subyek penelitian adalah siswa
kelas XII IPA 1, semester 1 tahun pelajaran 2016/2017 yang terdiri dari 34 siswa. Penelitian
ini mencakup empat langkah yaitu 1) perencanaan (planing) , 2) tindakan (actuating), 3)
pengamatan (observing), dan 4) refleksi (reflecting).
Pada penelitian tindakan kelas ini data yang dikumpulkan meliputi :
1. Skor
Skor penilaian kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita diperoleh dari penilaian
kegiatan tatap muka melalui tes akhir siklus. Data berupa hasil tes akhir siklus yang berasal
dari lembar jawaban tes yang didapat pada akhir siklus dan dikoreksi sesuai dengan pedoman
penskoran yang telah dibuat oleh peneliti.
2. Hasil observasi
Hasil observasi berupa data mengenai aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran
menggunakan MBA berupa: a) untuk aktivitas guru, skor berdasarkan lembar observasi
aktivitas guru yang telah dirancang oleh peneliti, b) deskripsi kegiatan pembelajaran seperti
aktivitas guru dan siswa serta kasus-kasus yang terjadi selama proses pembelajaran, dan c)
foto kegiatan pembelajaran.

Keabsahan data-data yang diperoleh diperiksa menggunakan teknik tringulasi. Menurut


Sanjaya (2013:112) untuk menghasilkan informasi yang akurat, agar tidak salah dalam
pengambilan keputusan bisa menggunakan triangulasi. Teknik triangulasi yaitu suatu cara
untuk mendapatkan informasi yang akurat dengan menggunakan berbagai metode agar
informasi bisa dipercaya kebenarannya sehingga tidak salah dalam mengambil keputusan.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu membandingkan hasil observasi yang
dilakukan oleh peneliti, hasil observasi yang dilakukan observer dan rekaman video jalannya
tindakan. Data yang dianalisis peneliti lebih banyak dan lengkap sehingga terhindar dari
kesalahan dalam pengambilan kesimpulan.Data yang dikumpulkan untuk mengecek
keterlaksanaan pembelajaran menggunakan MBA adalah data observasi aktivitas guru. Hasil
observasi observasi aktivitas guru yang telah didapat dari observer kemudian dianalisis untuk
mengetahui tingkat keberhasilan aktivitas dihitung dengan menggunakan rumus yaitu :

= 100%

Keterangan:
P = persentasi nilai observer
S = total skor yang dicapai
N = total skor maksimal yang dicapai

Setelah dilakukan perhitungan, selanjutnya dikategorikan seperti tabel berikut:

Tabel 1. Persentase Kategori Aktivitas Guru


Presentase Rata-Rata Kategori
90% 100% Sangat Aktif
75% < 90% Aktif
60% < 75% Cukup Aktif
50% < 60% Kurang Aktif
< 50% Tidak Aktif
Aktivitas guru dikatakan baik apabila persentase rata-rata dari hasil observasi aktivitas guru
selama proses pembelajaran pada kategori aktif atau sangat aktif.

Analisis hasil tes akhir siswa untuk mengetahui kemampuan siswa menyelesaian soal cerita
menggunakan rubrik penskoran sebagai berikut.
Tabel 2. Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
Aspek yang dinilai Reaksi terhadap soal Skor
Memahami soal cerita a. Tidak memahami soal/tidak menuliskan apayang 0
diketahui dan apa yang ditanyakan.
b. Siswa menuliskan apa yang diketahui atau ditanyakan 1
pada soal kurang tepat.
c. Siswa tidak menuliskan apa yang diketahui namun bisa 2
memberikan apa yang ditanyakan dengan tepat.
d. Siswa menuliskan beberapa yang diketahui dengan tepat 3
dan apa yang ditanya dengan tepat.
e. Siswa menuliskan apa yang diketahui dan apa yang 4
ditanyakan dengan tepat.
Memilih pendekatan a. Tidak ada rencana strategi penyelesaian atau pemodelan 0
atau strategi matematika dari soal cerita
penyelesaian b. Strategi atau pemodelan matematika yang dijalankan 1
kurang relevan
c. Menggunakan strategi yang benar 2
Menyelesaikan model a. Tidak ada penyelesaian sama sekali sehingga langsung 0
mengarah pada jawaban akhir.
b. Menggunakan prosedur yang salah sehingga mengarah 1
ke jawaban yang salah.
c. Menggunakan prosedur tertentu yang benar tetapi salah 2
dalam menghitung dan sebaliknya.
d. Menggunakan prosedur tertentu yang benar dan 3
menghasilkan jawaban yang benar.
Aspek yang dinilai Reaksi terhadap soal Skor
Menafsirkan solusi a. Tidak melakukan pengecekan dan tidak ada kesimpulan 0
mengenai jawaban yang didapat.
b. Melakukan pengecekan, namun tidak ada kesimpulan 1
yang diberikan.
c. Melakukan pengecekan, namun kesimpulan yang 2
diberikan kurang tepat.
d. Melakukan pengecekan dan terdapat kesimpulan 3
jawaban yang tepat.

Jumlah skor yang diperoleh oleh siswa dari tes akhir siklus kemudian dikonversikan ke
dalam nilai dengan skala 0 sampai dengan 100 dengan menggunakan rumus berikut.

= 100

Keterangan:
= nilai tes akhir siswa
= banyaknya skor yang diperoleh
= banyaknya skor maksimal

Jumlah skor yang diperoleh dari perhitungan dan diketahui nilai tes akhir siswa, selanjutnya
dikategotikan seperti tabel berikut:

Tabel 3. Kategori Nilai Tes Akhir Siswa

Nilai Akhir Siswa Kategori


85 100 Amat baik
70 < 85 Baik
55 < 70 Cukup
40 < 55 Kurang
< 40 Amat kurang

Data nilai tes akhir siswa yang diperoleh, kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus:

TB = 100%
Dengan
TB : persentase siswa yang tuntas belajar
t : banyaknya siswa yang mendapat nilai minimal 70
n : banyaknya siswa di kelas

Berdasarkan kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan sekolah, hasil akhir siswa
dikatakan tuntas secara klasikal apabila banyaknya siswa tuntas belajar minimal 75% dari
keseluruhan siswa yang memperoleh nilai minimal 77 mengikuti ketentuan kriteria
ketuntasan minimal di SMA Negeri 10 Banjarmasin. Indikator keberhasilan siswa dalam hal
menyelesaikan soal cerita matematika dikatakan berhasil jika siswa bisa memahami soal
cerita, memilih pendekatan atau strategi penyelesaian, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi terhadap soal cerita yang diberikan pada tes akhir siklus memenuhi
kriteria ketuntasan belajar yang telah ditetapkan oleh SMA Negeri 10 Banjarmasin. Siswa
dikatakan tuntas dalam belajar apabila siswa memperoleh skor tes minimal 77 dan persentase
banyaknya siswa yang tuntas dalam belajar lebih dari atau sama dengan 75% dari seluruh
siswa kelas XII IPA.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Penelitian tindakan kelas ini terlaksana sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah susun
sebagai penerapan pembelajaran menggunakan Meaning-Based Approach (MBA). Penelitian
ini dilaksanakan dalam 2 siklus, dimana dalam tiap siklus dalam 2 kali pertemuan dan
diakhiri dengan tes kemampuan menyeselesaikan soal cerita matematika pada materi
program linier.

Pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran menggunakan MBA dilakukan seperti rancangan


langkah-langkah sebagai berikut :
Tabel 4. Langkah-Langkah Rancangan Pembelajaran Menggunakan MBA

Kegiatan yang diharapkan Karakteristik


Kegiatan Guru
pada siswa MBA
1. Menyajikan masalah yang berbentuk 1. Menerima LKS Merekam
soal cerita dengan membagikan LKS informasi yang
kepada siswa diberikan
2. Meminta siswa membaca dengan teliti 2. Membaca soal cerita dengan
soal cerita yang diberikan pada LKS cermat untuk menangkap
dan bertanya jika ada yang kurang makna pada tiap kalimat dan
jelas menanyakan hal-hal yang
belum jelas
3. Membimbing siswa untuk 3. Mengumpulkan kalimat
mengumpulkan kalimat dalam soal dalam soal yang memberikan
yang memberikan informasi terhadap informasi terhadap
penyelesaian soal cerita dengan penyelesaian soal cerita.
menanyakan kepada siswa apa tujuan Memisahkan yang mana
dari soal cerita tersebut dan apa saja kalimat tujuan dan kalimat
konteks yang mendukung untuk yang mendukung mencapai
mencapai tujuan dari permasalahan tujuan.(jika ada)
soal cerita tersebut.
4. Membimbing siswa untuk 4. Menerjemahkan kalimat
menerjemahkan kalimat dalam soal dalam soal yang memberikan
yang memberikan informasi terhadap informasi terhadap
penyelesaian soal cerita ke dalam penyelesaian soal cerita ke
kalimat matematika. dalam kalimat matematika.
5. Membimbing siswa dengan meminta 5. Menggunakan kalimat pada Menggunakan
siswa menggunakan kalimat pada soal soal cerita yang mendukung konteks
cerita yang mendukung proses untuk proses untuk menemukan
menemukan solusi. solusi.
6. Meminta siswa untuk mengecek 6. Mengembalikan jawaban Menyediaan
jawaban. kedalam konteks soal yang penjelasan
ditanyakan. dan/atau
7. Meminta siswa untuk menyiapkan 7. Menyiapkan laporan hasil pembenaran
laporan dengan membantu siswa penyelesaian soal cerita yang untuk operasi
dalam merencanakan dan menetapkan dilengkapi penjelasan matematika
penyajikan hasil tugasnya yaitu dan/atau pembenaran untuk
mengharapkan setiap kelompok langkah-langkah komputasi
menyediaan penjelasan dan/atau yang dilakukan dalam proses
pembenaran untuk langkah-langkah menyelesaikan soal cerita
Kegiatan yang diharapkan Karakteristik
Kegiatan Guru
pada siswa MBA
komputasi yang dilakukan dalam matematika.
proses menyelesaikan soal cerita
matematika.

3.1. Deskripsi Hasil Penelitian Pada Siklus 1

Berdasarkan hasil nilai akhir siswa pada siklus I memberikan hasil ketuntasan 73,52%
termasuk kategori tuntas, yang berarti belum memenuhi kriteria keberhasilan yang telah
ditetapkan yaitu lebih dari atau sama dengan 75%.. Siswa yang mengikuti tes siklus I
sebanyak 25 siswa dari 34 siswa telah memenuhi kategori tuntas dan 9 siswa yang termasuk
dalam kategori belum tuntas mengikuti tes siklus I. Berdasarkan observasi aktivitas guru
dalam melaksanakan pembelajaran rata-rata persentase dari observer pada dua kali
pertemuan mencapai 86,25% termasuk dalam kategori aktif. Dengan demikian proses
pembelajaran terlaksana dengan baik. Berdasarkan jawaban siswa pada LKS, masih ada
siswa yang salah dalam menerjemahkan kalimat dalam soal cerita ke kalimat matematika,
misalnya seharusnya kurang dari atau sama dengan () ditulis lebih dari () atau sebaliknya.
Pada pelaksanaan pembelajaran, siswa juga terlihat masih bingung menentukan kalimat
dalam soal cerita mana yang dijadikan fungsi objektif dan yang mana dijadikan fungsi
kendala. Guru menyadari pada setiap pertemuan, tidak semua siswa mendapat bimbingan
pada saat proses menentukan penyelesaian masalah, karena guru mendatangi siswa yang
kesulitan satu-persatu untuk memberikan bimbingan kepada siswa. Siswa lain yang
mengalami kesulitan harus menunggu guru untuk membimbingnya. Sehingga cara guru
membimbing siswa pada siswa pada siklus I kurang efesien. Untuk mengatasi hal tesebut,
pada siklus II guru akan berusaha memberi bimbingan kepada siswa secara berkelompok
yang terdiri dari 3 sampai 4 orang siswa yang saling berdekatan. Hal ini sesuai pendapat
Tohirin (2007:131-132) bahwa bantuan dalam kelompok-kelompok belajar dan mengatur
kegiatan-kegiatan belajar supaya berjalan secara efektif dan efisien.
Guru akan memberikan contoh langkah menggambar grafik selesaian pertidaksamaan secara
singkat, karena materi tersebut merupakan prasyarat untuk dapat menyelesaikan soal cerita
program linear. Guru tidak hanya memberikan contoh, tetapi kemudian melakukan tanya
jawab dengan siswa terhadap langkah menggambar grafik selesaian pertidaksamaan tersebut.
Sehingga siswa bisa lebih paham. Pada saat tanya jawab guru tidak langsung memberikan
jawaban atas pertanyaan siswa, tetapi siswa dibimbing sampai menemukan jawaban oleh
mereka sendiri. Guru hanya memberikan pertanyaan-pertanyaan pemancing (scaffolding)
dan membenarkan jawaban siswa. Pembenaran atas jawaban siswa di dalam bimbingan
merupakan salah satu penguatan. Menurut Mulyasa (2011:78) penguatan dapat
meningkatkan perhatian peserta didik terhadap pembelajaran, merangsang dan
meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan kegiatan belajar, dan membina perilaku yang
produktif. Berdasarkan hasil analisis peneliti terhadap keseluruhan proses dan hasil
pembelajaran, kegiatan pembelajaran siklus I masih belum memenuhi kriteria keberhasilan
yang ditetapkan. Dengan demikian disimpulkan bahwa tindakan dilanjutkan ke siklus II
dengan melakukan perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I.
3.2. Deskripsi Hasil Penelitian Pada Siklus 2

Berdasarkan hasil nilai akhir siswa pada siklus II memberikan hasil ketuntasan 85,29%
termasuk kategori tuntas, yang berarti sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang telah
ditetapkan. Siswa yang mengikuti tes akhir pada siklus II sebanyak 34 siswa. Sebanyak 29
siswa yang telah memenuhi kategori tuntas dan 5 siswa yang termasuk dalam kategori belum
tuntas. Berdasarkan observasi aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran rata-rata
persentase dari kedua observer pada dua kali pertemuan mencapai 91,25% termasuk dalam
kategori sangat aktif. Dengan demikian proses pembelajaran sudah terlaksana dengan baik.
Pemberian bimbingan kepada siswa yang kesulitan menyelesaian soal cerita sangat
membantu. Semua siswa yang mengalami kesulitan mendapatkan bimbingan dari guru
karena bimbingan dilakukan secara berkelompok. Hal ini sesuai pendapat Tohirin
(2007:131-132) bahwa bantuan dalam kelompok-kelompok belajar dan mengatur kegiatan-
kegiatan belajar supaya berjalan secara efektif dan efisien. Guru memberikan penguatan atau
pembenaran kepada siswa yang benar menjawab pertanyaan-pertanyaan, siswa dapat
mengatasi kesulitannya sendiri. Siswa lebih senang dan bersemangat pada pembelajaran.
Sehingga lebih termotivasi untuk menyelesaikan saoal tersebut. Hal ini juga sesuai dengan
pendapat Mulyasa (2011:78) bahwa penguatan dapat meningkatkan perhatian peserta didik
terhadap pembelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan
kegiatan belajar, dan membina perilaku yang produktif. Berdasarkan hasil analisis peneliti
terhadap keseluruhan proses dan hasil pembelajaran, kegiatan pembelajaran siklus II sudah
memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Dengan demikian disimpulkan bahwa
tindakan tidak dilanjutkan lagi ke siklus berikutnya.

3.3. Pembahasan

Pada tahap merekam informasi yang diberikan (recording given information), guru
memberikan masalah yang berbentuk soal cerita pada LKS kepada masing-masing siswa.
Siswa diminta untuk berpikir secara individu untuk menyelesaikan masalah dalam LKS. Hal
ini sesuai pendapat Slavin (2009:6) bahwa belajar merupakan suatu proses pembentukan
pengetahuan yang harus dilakukan oleh siswa itu sendiri. Siswa diminta membaca soal cerita
pada LKS dengan cermat untuk menangkap makna pada tiap kalimat. Kalimat-kalimat yang
bermakna yang memberikan informasi terhadap penyelesaian soal cerita dikumpulkan
dengan cara menggaris bawahi kalimat atau menuliskan kembali kalimat tersebut dengan
instruksi langsung dari guru. Siswa menerjemahkan kalimat dalam soal yang memberikan
informasi terhadap penyelesaian soal cerita ke dalam kalimat matematika dengan mengisi
LKS. Pada tahap menggunakan konteks (use of context) dan tahap menyediaan penjelasan
dan/atau pembenaran untuk operasi matematika (provision of explanations and/or
justifications for mathematical operations), siswa juga melakukannya dengan mengisi LKS.
Sehingga LKS sangat membantu kegiatan siswa menyelesaikan soal cerita. Hal ini sesuai
pendapat Fitriani, Rustiyarso dan Okianna (2013:9) bahwa pemanfaatan LKS menunjang
proses pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa setelah memanfaatkan LKS mengalami
peningkatan mencakup aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Pada tahap menggunakan konteks (use of context), guru meminta siswa menggunakan
kalimat pada soal cerita yang mendukung proses untuk menemukan solusi. Siswa
menyelesaikan masalah sesuai dengan petunjuk di LKS. Guru berkeliling di kelas untuk
memastikan pekerjaan siswa dengan memantau dan membimbing siswa apabila ada siswa
yang mengalami kesulitan melakukan proses penyelesaian masalah, sebagaimana dijelaskan
Hudojo (2005:162) bahwa supaya siswa dapat membangun pemahaman terhadap
konsep/prinsip matematika perlu adanya intervensi bantuan orang lain. Kegiatan pemberian
sejumlah bantuan kepada siswa yang kesulitan dalam belajar dengan memberikan bantuan
kepada siswa di awal, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya.
Sebagaimana pendapat Fitriani, Hudiono dan Hamdani (2013:2) agar kemampuan
pemecahan masalah siswa dapat membaik, siswa harus selalu dibimbing dan diberi
bantuan agar dapat mengkonstruksi pengetahuan. Jika siswa dapat mengatasi
kebingungan, kesulitan dan masalah tersebut, maka kegiatan pembelajaran berjalan dengan
lancar. Sebagaimana pendapat Adi, Marsiti dan Jatiningsih (2011:64) mengurangi pemberian
bantuan atau dukungan guru (scaffolding) secara berangsur-angsur agar aktivitas siswa lebih
tampak.

Pada siklus I, guru memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan
menyelesaikan soal cerita dengan cara mendatangi siswa satu persatu. Tetapi tidak semua
siswa yang kesulitan mendapat bimbingan dari guru. Sehingga ada siswa yang masih
kesulitan dan kurang tepat atau salah menyelesaikan soal cerita. Sehingga pada siklus II guru
mengubah strategi dalam membimbing agar semua siswa yang kesulitan mendapatkan
bimbingan. Guru memberi bimbingan kepada siswa secara berkelompok yang terdiri dari 3
sampai 4 orang siswa yang saling berdekatan. Sehingga semua siswa yang mengalami
bimbingan mendapat bimbingan. Siswa yang kesulitan dalam menyelesaikan masalah
dibimbing guru dengan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan yang masalah
yang tidak dimengertinya sampai siswa bisa mengatasi kesulitannya. Guru membenarkan
setiap jawaban siswa atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Misalnya guru mengucapkan
ya, tepat sekali, benar, atau betul apabila benar menjawab pertanyaan guru. Siswa
terlihat senang dengan senyuman dan bersemangat untuk menyelesaikan masalah tersebut
sehingga siswa termotivasi untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut.

Hasil belajar siswa melalui pembelajaran menggunakan MBA dapat dilihat dari kemampuan
siswa menyelesaikan soal cerita pada tes akhir siswa pada siklus I dan Siklus II. Berdasarkan
hasil penelitian pada tes akhir siklus I, skor kemampuan siswa dalam memahami soal cerita
rata-rata dari seluruh siswa adalah 2,68 dari skor maksimal 4. Rata-rata skor kemampuan
siswa dalam memilih pendekatan atau strategi penyelesaian adalah 1,47 dari skor maksimal
2. Rata-rata skor kemampuan siswa dalam menyelesaikan model adalah 1,89 dari skor
maksimal 3. Rata-rata skor kemampuan siswa dalam menafsirkan solusi adalah 1,47 dari
skor maksimal 3. Sehingga nilai rata-rata kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita pada
tes akhir siklus I adalah 62,72. Nilai rata-rata kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita
pada siklus I berada pada kategori cukup. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa, rata-
rata skor kemampuan siswa dalam memahami soal cerita adalah 3,26 pada tes akhir siklus II
meningkat sebesar 0,58 dari skor pada tes akhir siklus I. Rata-rata skor kemampuan siswa
dalam memilih pendekatan atau strategi penyelesaian adalah 1,89 pada tes akhir siklus II
meningkat sebesar 0,42 dari skor pada siklus I. Rata-rata skor kemampuan siswa dalam
menyelesaikan model adalah 2,74 pada tes akhir siklus II meningkat sebesar 0,85 dari skor
pada siklus I. Rata-rata skor kemampuan siswa dalam menafsirkan solusi adalah 1,79 pada
tes akhir siklus II meningkat sebesar 0,58 dari skor pada siklus I. Sehingga nilai rata-rata
kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita adalah 80,70 pada tes akhir siklus II meningkat
sebesar 28,67% dari nilai tes akhir pada siklus I. Dari 25 siswa yang memperoleh nilai
minimal 77 pada siklus I dan 9 siswa yang memperoleh nilai kurang dari 77. Artinya hasil
nilai akhir siswa pada siklus I sebanyak 73,68% dari 34 siswa di kelas dikatakan tuntas. Pada
siklus II hasil perhitungan nilai akhir siswa bahwa 29 siswa yang memperoleh nilai minimal
77 dan 5 siswa yang memperoleh nilai kurang dari 77. Artinya hasil nilai akhir siswa pada
siklus II sebanyak 85,25% dari 34 siswa di kelas dikatakan tuntas. Sehingga hasil nilai akhir
siswa pada siklus II tuntas secara klasikal karena banyaknya siswa tuntas belajar lebih dari
75% dari keseluruhan siswa yang memperoleh nilai minimal 77.

4. Kesimpulan dan Saran


4.1 Kesimpulan

Berdasarkan paparan data dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Rancangan pembelajaran menggunakan MBA yang dapat meningkatkan kemampuan
siswa menyelesaikan soal cerita matematika khususnya materi program linear di kelas XII
IPA SMA Negeri 10 Banjarmasin dengan langkah-langkah berikut : Pertama, guru
menyampaikan tujuan pembelajaran, yaitu siswa dapat menentukan selesaian dari
permasalahan nilai optimum program linear. Kedua, guru menjelaskan materi prasyarat,
yaitu menentukan daerah selesaian pertidaksamaan. Ketiga, guru memberikan arahan
tentang pembelajaran yang akan dilaksanakan, yaitu menggunakan MBA. Keempat, guru
menyajikan masalah yang berbentuk soal cerita dengan membagikan LKS tentang
program linear kepada siswa(recording given information). Kelima, guru meminta siswa
membaca dengan teliti soal cerita yang diberikan pada LKS dan bertanya jika ada yang
kurang jelas(recording given information). Keenam, guru membimbing siswa untuk
mengumpulkan kalimat dalam soal yang memberikan informasi terhadap penyelesaian
soal cerita dengan menanyakan kepada siswa apa tujuan dari soal cerita tersebut dan apa
saja kalimat yang mendukung untuk mencapai tujuan dari permasalahan soal cerita
tersebut(recording given information). Ketujuh, guru membimbing siswa untuk
menerjemahkan kalimat dalam soal yang memberikan informasi terhadap penyelesaian
soal cerita ke dalam kalimat matematika(recording given information). Kedelapan, guru
membimbing siswa dengan meminta siswa menggunakan kalimat pada soal cerita yang
mendukung proses untuk menemukan solusi(use of context). Kesembilan, guru meminta
siswa untuk mengecek jawaban(provision of explanations and/or justifications for
mathematical operations). Kesepuluh, guru meminta siswa untuk menyiapkan laporan
dengan membantu siswa dalam merencanakan dan menetapkan penyajikan hasil tugasnya
yaitu mengharapkan setiap siswa menyediaan penjelasan dan/atau pembenaran untuk
langkah-langkah komputasi yang dilakukan dalam proses menyelesaikan soal cerita
matematika (provision of explanations and/or justifications for mathematical operations).
Kesebelas, guru meminta siswa melaporkan hasil kerjanya dan siswa lain diminta untuk
menanggapi. Keduabelas, guru bersama-sama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.
2. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan MBA yang dapat meningkatkan kemampuan
siswa menyelesaikan soal cerita matematika di kelas XII IPA SMA Negeri 10
Banjarmasin sesuai dengan rancangan pada siklus II yang dimodifikasi dari rancangan
pada siklus I berdasarkan refleksi. Pada tahap merekam informasi yang diberikan
(recording given information), guru membimbing siswa untuk mengumpulkan dan
menerjemahkan kalimat dalam soal yang memberikan informasi terhadap penyelesaian
soal cerita. Pembimbingan dilakukan tidak secara individu tetapi secara kelompok agar
lebih efisien. Siswa yang kesulitan dalam menyelesaikan masalah dibimbing guru dengan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan masalah yang tidak dimengertinya
sampai siswa bisa mengatasi kesulitannya. Apabila siswa menjawab dengan benar diberi
penguatan atau pembenaran agar siswa senang dan bersemangat untuk menyelesaikan
soal cerita. Pada tahap menggunakan konteks, guru membimbing siswa dengan meminta
siswa menggunakan kalimat pada soal cerita yang mendukung proses untuk menemukan
solusi. Pada tahap ini guru juga memberikan bimbingan kepada siswa yang kesulitan
dengan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan masalah yang tidak
dimengertinya sampai siswa bisa mengatasi kesulitannya. Guru juga memberikan
penguatan/pembenaran terhadap jawaban-jawaban siswa seperti mengatakan ya, tepat
sekali, benar, atau betul apabila siswa benar menjawab pertanyaan guru.
3. Pembelajaran menggunakan MBA berhasil meningkatkan kemampuan siswa
menyelesaikan soal cerita matematika khususnya materi program linear. Hal ini
didasarkan pada hasil tes akhir siswa. Hasil nilai tes akhir siswa siklus II menunjukkan
bahwa kemampuan siswa sudah baik, yaitu rata-rata nilai siswa 80,70. Peningkatan
kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita dari siklus I ke Siklus II sebesar 28,67%.
Hasil nilai akhir siswa pada siklus II tuntas secara klasikal (84,21% dari 34 siswa
memperoleh skor minimal 77).

4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian peneliti menyarankan sebagai berikut :
1. Guru matematika SMA dapat mempertimbangkan pembelajaran menggunakan MBA
untuk membelajarkan siswa pada materi yang soalnya didominasi soal cerita.
2. Bagi guru yang ingin menerapkan pembelajaran menggunakan MBA sebaiknya
berbantuan LKS agar proses siswa menyelesaikan soal cerita lebih terarah, karena
pelaksanaan tahap-tahap karakteristik MBA dapat dilakukan dengan bantuan LKS.
3. Bagi guru yang ingin menerapkan pembelajaran menggunakan MBA sebaiknya
menggunakan kelompok kecil agar pelaksanaan pembelajaran lebih efektif dan efisien.
4. Ketika guru menjumpai ada siswa yang pasif dalam menyelesaikan soal cerita maka guru
harus memberikan bimbingan kepada siswa tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan masalah yang tidak dimengertinya sampai siswa bisa mengatasi
kesulitannya dan memberikan penguatan/pembenaran terhadap jawaban-jawaban siswa
tersebut.

Daftar Pustaka
Adi, T., Marsiti & Jatiningsih, O. 2011. Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep
IPS melalui Pembelajaran Inquiri. Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Decentralized Basic
Education 3.Khusus (1): 67-68
Aeni, N., Suyanto, I. & Joharman. 2013. Hubungan Kemampuan Membaca Pemahaman dan Minat
Belajar Matematika dengan Kemampuan Penyelesaian Soal Cerita Siswa Kelas IV SD Se
Kecamatan Klirong Tahun 2011/2012. Kalam Cendikia PGSD Kebumen. 2 ( 2): 37-41
Anggraini, L. Siroj, R.A. & Putri, R.I.I. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok
untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII-4 SMP
Negeri 27 Palembang. Jurnal Pendidikan Matematika. 4 (1): 33-44.
Arikunto, S., Suhardjono & Supardi. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Balta, O.C., Simsek, N. & Tezcan, N. 2009. A Web Based Generation System for Personalization of
E-Learning Materials. World Academy of Science, Engineering and Technology. 25 (1): 381-
384.
Bautista, D., Mulligan, J. & Mitchelmore, M. 2009. Young Filipino Students Making Sense of
Arithmetic Word Problems in English. Journal of Science and Mathematics Education in
Southeast Asia. 32 (2): 131-160.
Bates, E.T. & Wiest, L.R. 2004. Impact of Personalization of Mathematical Word Problems on
Student Performance. The Mathematics Educator. 14 (2): 1726.
Charles, R.I. 2009. Solving Word Problems. Research Into Practice Mathematics. Pearson Education,
Inc.
Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22/2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah. Jakarta.
Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Eric, C.C.M. 2005. Language Proficiency and Rewording of Semantic Structures in P5 Pupils
Mathematical Word Problem Solving. The Mathematics Educator. 9 (1): 84-99.
Fitriani, I., Rustiyarso & Okianna. 2013. Analisis Pemanfaatan Lembar Kerja Siswa dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Sosiologi di SMA. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran. 2 (10 ): 1-10.
Halloran, P. & Osowski, M.E. 2005. Step-by-Step Math: Understanding and Solving Word Problems.
Book H. Curriculum Associates.inc.
Hart, J.M. 1996. The Effect of Personalized Word Problems. Teaching Children Mathematics, Vol. 2
No. 8 hal 504-505. The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.
Hamalik, O. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Herawati, E., Margiati, K.Y. & Sugiyono. 2014. Peningkatan Hasil Belajar Soal Cerita Perkalian
Menggunakan Pendekatan Pemecahan Masalah Siswa Kelas IV SD. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran. 3 (1): 1-17.
Huda, N. & Kencana, A.G. 2013. Analisis Kesulitan Siswa Berdasarkan Kemampuan Pemahaman
dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Materi Kubus dan Balok Di Kelas VIII SMP Negeri 30
Muaro Jambi. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. Hal 595-606.
Hudojo, H. 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Magelang Sebelas
Malang.
Hudojo, H. 2005. Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Magelang Sebelas Malang.
Madechan & Desiana, B.N. 2008. Media Benda Nyata untuk Penyelesaian Soal Cerita Matematika
Siswa Diskalkulia. Jurnal Pendidikan Luar biasa. 4 (1): 38-46.
Ningrum, L.S. & Sutarni, S. 2013. Analisis Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Matematika
dalam Bentuk Cerita Pokok Bahasan Barisan dan Deret Pada Siswa Kelas XIII SMA Al-Islam 3
Surakarta. Seminar Nasional Pendidikan Matematika di Surakarta, 15 Mei 2013.
Pape, S.J. 2004. Middle School Children's Problem-Solving Behavior: A Cognitive Analysis from a
Reading Comprehension Perspective . Journal for Research in Mathematics Education. 35
(3):187-219.
Polya, G. 1973. How To Solve It!. A New Aspect of Mathematical Method. New Jersey : Princeton
University Press.
Sanjaya, W. 2013. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Slavin, R.E. 2009. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: PT Indeks.
Sudjana, N. 2012. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.
Bandung: Alfa Beta.
Tohirin. 2008. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi).Jakarta.
Raja Grafindo.

Anda mungkin juga menyukai