Latar Belakang
Indonesia memasuki pergantian musim (musim pancaroba) pada dua bulan
terakhir, Oktober dan November. Pergantian musim ini menimbulkan perubahan
pada banyak dimensi kehidupan terutama pada kesehatan. Penyakit-penyakit
musim pancaroba telah banyak terjadi dan menyerang seluruh lapisan masyarakat
mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Salah satu penyakit yang paling sering
timbul adalah demam berdarah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah
penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti (Hadinegoro & Satari, 2005).
Pada tahun 2012, DBD menyerang 173 masyarakat Kecamatan Kepanjen,
Kabupaten Malang. Pada tahun 2013 terjadi lonjakan yang sangat signifikan,
penderita DBD di mencapai 1000 jiwa (Hakim, 2013). Ada banyak factor yang
menyebabkan peningkatan angka DBD di Kepanjen, salah satunya adalah
banyaknya tanah yang tergenang air akibat tidak ditanami tanaman.
Pemerintah telah melakukan berbagai usaha preventif dalam mencegah
penularan dan penyebaran nyamuk Aedes aegypti salah satunya dengan
pemutusan daur hidup nyamuk melaui 3M (Menguras tempat penampungan air
secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate
ke dalamnya, menutup rapat-rapat tempat penampungan air, setelah mengambil
airnya, agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak, mengubur atau
menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan; seperti
kaleng bekas, plastik, bambu-bambu yang terbuka, drum-drum bekas, dll.) Namun,
tindakan ini dinilai kurang efektif karena belum mampu mengatasi permasalahan
penyebab DBD di Kepanjen seperti yang telah disebutkan di atas. Selain 3M,
pemerintah juga gencar melakukan pengasapan atau fogging. Namun fogging
ternyata masih memiliki kelemahan yaitu hanya membunuh nyamuk dewasa saja
dan tidak bisa membunuh jentik-jentik nyamuk. Pengasapan membutuhkan biaya
besar dan mahal serta berdampak buruk bagi lingkungan. Selain dapat
mengganggu pernafasan, fogging mengganggu aktivitas masyarakat.
Usaha masyarakat untuk membunuh nyamuk salah satunya dengan
memakai obat nyamuk dimana penggunaan obat anti nyamuk yang berasal dari
bahan kimia ini mempunyai dampak positif dan negatif (Flona, 2006). Dampak
positifnya yaitu dapat membasmi nyamuk, sedangkan dampak negatifnya dapat
menimbulkan polusi udara, menimbulkan bau yang menyengat dan bisa
menimbulkan sesak nafas sehingga akan berpengaruh terhadap kesehatan
(Kardinan, 2003). Selain itu, masyarakat terbiasa menggunakan repellent, yaitu
bahan kimia yang berkhasiat mengganggu kemampuan insekta untuk mengenal
bahan atraktan dari hewan atau manusia. Dengan kata lain, bahan itu berkhasiat
mencegah nyamuk hinggap dan menggigit. Bahan tersebut memblokir fungsi
sensori pada nyamuk. Jika digunakan dengan benar, repellent nyamuk bermanfaat
untuk memberikan perlindungan pada individu pemakainya dari gigitan nyamuk
selama jangka waktu tertentu (Dinata, 2002). Pada pemakaiaan jangka panjang
akan memimbulkan iritasi.