Anda di halaman 1dari 10

Materi

GOUT ARTHRITIS / ASAM URAT

1. Definisi

Asam urat didefinisikan sebagai gangguan hasil deposisi jaringan dari Kristal
MSU (monosodium urate) (pada sendi, bursae, tulang, dan jaringan tertentu
lainnya, seperti ligamen, tendon, dan kadang-kadang kulit) dan / atau
kristalisasi asam urat dalam sistem ginjal (Tubulus dan pelvis ginjal). Gout
bermanifestasi secara klinis karena deposit jaringan lunak mikroskopis dan
makroskopik kristal monohidrat MSU menjadi tophi agregat. Kristal urat
sering ada diam-diam di jaringan untuk waktu yang lama sebelum gejala
muncul. Untuk alasan yang tidak sepenuhnya dijelaskan, endapan urat kristal
memicu serangan artritis akut namun terbatas pada diri sendiri, khas dengan
rasa sakit yang luar biasa dan peradangan artikular dan periartikular. (Robert
& Lawrence , 2011)

2. Penyebab

Gout merupakan suatu penyakit yang dapat diakibatkan oleh gangguan


metabolisme (produksi berlebihan) maupun gangguan ekskresi dari asam urat
yang merupakan produk akhir dari metabolisme purin, sehingga terjadi
peningkatan kadar asam urat dalam darah. Peningkatan kadar asam urat
dalam darah disebut hiperurisemia. Meskipun asupan purin berlebih, dalam
keadaan normal, seharusnya ginjal dapat mengekskresikannya. Pada
kebanyakan pasien gout (75-90%), clearence asam urat oleh ginjal sangat
menurun.

Meningkatnya kadar asam urat dalam darah dapat dipengaruhi oleh


berbagai faktor, seperti:

1) Umur

Meskipun kejadian hiperurisemia bisa terjadi pada semua tingkat usia


namun kejadian ini meningkat pada laki laki dewasa berusia 30 tahun
dan wanita setelah menopause atau berusia 50 tahun, karena pada usia
ini wanita mengalami gangguan produksi hormon estrogen.

2) Jenis kelamin

Prevalensi gout pada laki-laki lebih besar dibandingkan pada perempuan.


Satu survei epidemiologik yang di lakukan di Bandungan, Jawa Tengah
atas kerjasama WHO-COPCORD terhadap 4.683 sampel berusia antara 15
45 tahun di dapatkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 24,3%
pada laki-laki dan 11,7% pada wanita. Secara keseluruhan prevalensi
kedua jenis kelamin adalah 17,6%.5 Penyakit ini dapat di kelompokkan
menjadi bentuk gout primer yang umumnya terjadi (90% kasus)
penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, tapi di perkirakan akibat
kelainan proses metabolisme dalam tubuh, tapi yang pasti ada
hubungannya dengan obesitas, hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Gout umumnya di alami oleh laki laki berusia lebih dari 30
tahun. Sedangkan gout sekunder (10% kasus) di alami oleh wanita setelah
menopause karena gangguan hormon.

3) Genetik

Kelainan bawaan langka terkait kromosom X dapat menyebabkan gout.


Studi genome-wide telah mengidentifikasi polimorfisme yang umum
terjadi di beberapa gen yang terlibat dalam transportasi asam urat:
SLC2A9, ABCG2, SLC17A3, dan SLC22A12.

4) Obesitas

Kelebihan berat badan (IMT 25kg/m) dapat meningkatkan kadar asam


urat dan juga memberikan beban menahan yang berat pada penopang sendi
tubuh. Sebaiknya berpuasa dengan memilih makanan rendah kalori tanpa
mengurangi konsumsi daging (tetap memakan daging berlemak) juga
dapat menaikkan kadar asam urat. Diet makanan rendah kalori dapat
menyebabkan kelaparan sehingga menyebabkan hiperurisemia.
5) Gaya hidup

Salah satu gaya hidup negatif yang dapat meningkatkan kadar


asam urat dalam darah adalah konsumsi minuman beralkohol. Bir bukan
hanya berisi alkohol tetapi juga purin. Standard bir selain mengandung
alkohol, juga mengandung 8mg purin per 100ml, sehingga dapat
meningkatkan metabolisme purin dan kadar asam urat yang dihasilkan
dalam tubuh pun bertambah.

Selain itu, sering mengonsumsi makanan dengan kandungan purin


tinggi (terutama daging dan makanan laut), minuman ringan, dan fruktosa
dapat meningkatkan angka kejadian gout. Risiko kejadian gout menurun
pada mereka yang banyak mengonsumsi kopi, produk susu, dan vitamin C
(yang menurunkan kadar asam urat). Makanan dengan kadar purin tinggi
(150 180 mg/100 gram) antara lain jeroan, daging baik daging sapi, babi,
kambing atau makanan dari hasil laut (sea food), kacangkacangan, bayam,
jamur, kembang kol, sarden, kerang, minuman beralkohol. Pada pria yang
memakan daging baik daging sapi atau kambing bisa meningkatkan risiko
asam urat 21%.9 Namun makanan tinggi purin darisumber nabati seperti
asparagus, polong polongan, kembang kol danbayam tidak meningkatkan
faktor risiko.

6) Konsumsi obat tertentu

Penggunaan diuretik thiazide, cyclosporine, dan asam asetilsalisilat dosis


rendah (<1 g per hari) dapat menyebabkan hiperurisemia, sedangkan asam
asetilsalisilat dosis tinggi ( 3 g per hari) bersifat urikosurik.

3. Tanda dan Gejala

Tanda dan Gejala penyakit gout atau asam urat yaitu :

a. Akut : Serangan awal gout berupa nyeri yang berat, bengkak dan
berlangsung cepat, lebih sering di jumpai pada ibu jari kaki. Ada kalanya
serangan nyeri di sertai kelelahan, sakit kepala dan demam. Keluhan encok
atau pegal-pegal ataupun terasa kekakuan namun encok asam urat berbeda
dengan encok pada umumnya. Selain rasa nyerinya seperti tertusuk jarum
di bagian yang menumpuk kristal uratnya, umumnya menyerang lebih dari
satu persendian. Gejala serangan asam urat biasanya ditandai dengan rasa
nyeri dan pembengkakan pada ibu jari sampai ke jari-jari kaki lainnya,
biasanya rasa nyeri yang hebat tersebut berlangsung selama 24 jam.

b. Interkritikal : Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana


terjadi periode interkritikal asimtomatik. Secara klinik tidak dapat
ditemukan tanda-tanda radang akut.

c. Kronis : Pada gout kronis terjadi penumpukan tofi (monosodium urat)


dalam jaringan yaitu di telinga, pangkal jari dan ibu jari kaki.

4. Stadium

a) Stadium I : Tahap Asimtomatik

Tanda-tanda penyakit gout pada stadium awal adalah ditandai dengan


hiperurisemia asimtomatis selama beberapa tahun tanpa diketahui oleh
penderita. Gejala tersebut tidak diketahui penderita karena tidak ada
gangguan apapun yang menyebabkan penderita merasa kesakitan.
Pada stadium ini terjadi peningkatan kadar asam urat tanpa disertai
arthtritis, trofi maupun batu ginjal.

b) Stadium II : Stadium Akut

Stadium selanjutnya adalah terjadi serangan radang sendi disertai


dengan rasa nyeri yang hebat, bengkak, merah, dan terasa panas pada
sendi kaki. Serangan tersebut akan hilang dalam beberapa hari (sekitar
10 hari) dan bila diberikan obat akan sembuh dalam waktu yang
kurang lebih tiga hari.

c) Stadium III : Tahap Interkritikal

Pada stadium ini seseorang yang menderita gout akan merasa bahwa
penyakitnya baik-baik saja dan merasa sudah sembuh. Interval
serangannya bertambah pendek, tetapi penderita masih bisa
melakukan aktivitas normal tanpa ada keluhan nyeri jika sedang tidak
kambuh.

d) Stadium IV : Stadium Kronis

Setelah satu sampai dua tahun berikutnya, interval serangan


bertambah pendek, terbentuk tofi dan deformasi atau perubahan
bentuk pada sendi-sendi yang tidak dapat berubah ke bentuk semula,
hal ini disebut dengan gejala yang irreversibel. Pada kondisi ini,
frekuensi kambuh semakin sering dan disertai rasa sakit yang lebih
menyiksa.

5. Penanganan

Secara umum penanganan asam urat (gout artritis) adalah memberikan


edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan
dilakukan dini agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain.
Adapun cara penangan asam urat dengan farmakologis, yaitu :

1. Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINs) yang berfungsi untuk mengontrol


inflamasi dan rasa sakit pada penderita gout secara efektif. Contoh dari
OAINS adalah indometasin.

2. Kolkisin efektif digunakan pada gout akut, menghilangkan nyeri dalam


waktu 48 jam pada sebagian besar pasien. Kolkisin mengontrol gout
secara efektif dan mencegah fagositosis kristal urat oleh neutrofil, tetapi
seringkali membawa efek samping, seperti nausea dan diare.

3. Kortikosteroid biasanya berbentuk pil atau dapat pula berupa suntikan


yang lansung disuntikkan ke sendi penderita. Efek samping dari steroid
antara lain penipisan tulang, susah menyembuhkan luka dan juga
penurunan pertahanan tubuh terhadap infeksi.

Penatalaksaan artritis gout tidak hanya dapat diselesaikan secara


farmakologis, namun dapat juga dilakukan secar non farmakologis dengan
melakukan latihan fisik berupa latihan fisik aerobik dan latihan fisik ringan.
Dan penting untuk mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap
hiperurisemia yang dapat diperbaiki. Beberapa faktor tersebut adalah
obesitas, diet purin tinggi, konsumsi alkohol secara teratur, dan terapi
diuretik. Mengontrol berat badan, membatasi konsumsi daging merah dan
latihan sehari-hari, sehingga diet bagi penderita asam urat sangatlah penting.
Adapun syarat diet, yaitu

a. Energi sesuai dengan kebutuhan tubuh

b. Protein cukup, yaitu : 1- 1,2 gr/kg BB atau 10 15 % dari kebutuhan


energy total.

c. Hindari bahan makanan sumber protein yang mengandung purin >


100 mg

d. Lemak sedang, yaitu 10 29 % dari kebutuhan total. Lemak berlebih


dapat menghambat pengeluaran asam urat atau purin melalui urin.

e. Karbohidrat 65 75 % dari kebutuhan energy total

f. Vitamin dan mineral cukup

g. Rata - rata anjurkan cairan: 2 2 liter/hari

Diet untuk penderita asam urat adalah diet rendah purin, cukup vitamin,
dan mineral. Diet rendah purin diberikan kepada pasien dengan kadar asam
urat 7,5 mg/dl. Tujuannya untuk mencapai dan mempertahankan status gizi
yang optimal serta menurunkan kadar asam urat dalam darah dan urin. Diet
rendah purin terdiri dari diet rendah purin I (1.500 kkal) dan diet rendah purin
II (1.700 kkal) yang disesuaikan dengan kebutuhan energi masing-masing
penderita berdasarkan berat dan tinggi badan, usia, serta aktivitas.

Terdapat tiga kelompok bahan makanan berdasarkan kadar purin dan


anjuran mengonsumsi, yaitu :
1. Kelompok I

Bahan makanan yang harus dihindari yang mengandung 100-1.000mg


purin per 100 gram bahan makanan. Misalnya otak, hati, jantung, ginjal,
jeroan, kaldu, bebek, sarden, kornet, makarel, kerang, remis, alcohol, bir,
tape, dan durian.

2. Kelompok II

Bahan makanan yang harus dihindari yang mengandung 10-99 mg purin


per 100 gram bahan makanan. Misalnya daging sapi, ayam, ikan (kecuali
yang tredapat di kelompok I), dan udang. Maksimal 50-75 gram atau 1-
1,5 potong/hari. Selain itu, bahan makanan yang harus dibatasi adalah
bayam, asparagus, kembang kol, brokoli, dan daun singkong, kangkung,
daun dan biji melinjo. Maksimal 100 gram atau satu mangkuk/hari.
Perhatikan juga konsumsi kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti
tahu dan tempe, maksimal 1-1,5 potong/hari.

3. Kelompok III

Bahan makanan yang bebas dikonsumsi. Misalnya nasi, ubi, singkong,


jagung, roti, mie, bihun, tepung beras, cake, kue kering, pudding, susu,
keju, telur, minyak, dan gula. Buah dan sayur seperti sawi, wortel,
kemangi, mentimun, oyong, labu siram, dan kacang panjang juga bebas
dikonsumsi.

4. Komplikasi

Komplikasi yang muncul akibat gout arthritis antara lain:

a. Gout kronik bertophus Merupakan serangan gout yang disertai


benjolan-benjolan (tofi) di sekitar sendi yang sering meradang. Tofi
adalah timbunan kristal monosodium urat di sekitar persendian seperti
di tulang rawan sendi, sinovial, bursa atau tendon. Tofi bisa juga
ditemukan di jaringan lunak dan otot jantung, katub mitral jantung,
retina mata, pangkal tenggorokan.
b. Nefropati gout kronik Penyakit tersering yang ditimbulkan karena
hiperurisemia. terjadi akibat dari pengendapan kristal asam urat dalam
tubulus ginjal. Pada jaringan ginjal bisa terbentuk mikrotofi yang
menyumbat dan merusak glomerulus.

c. Nefrolitiasis asam urat (batu ginjal) Terjadi pembentukan massa keras


seperti batu di dalam ginjal, bisa menyebabkan nyeri, pendarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Air kemih jenuh dengan
garamgaram yang dapat membentuk batu seperti kalsium, asam urat,
sistin dan mineral struvit (campuran magnesium, ammonium, fosfat).

d. Persendian menjadi rusak hingga menyebabkan pincang.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2011). Berita terkini: faktor risiko gout. CDK 186, 38(5), 370.

Dianati, N. A. (2015). Gout and Hyperuricemia. Faculty of Medicine, University


of Lampung;4(3)82-89.

Dianati, Nur Amalina. (2015). Gout and Hyperuricemia. J Majority, Vol 4(3), hal
82-89.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/555/5
56

Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. (2006). Pharmaceutical care


untuk pasien penyakit arthritis rematik. Jakarta: Ditjen Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan.

Dufton J. (2011). The Pathophysiology and Pharmaceutical Treatment of Gout.


Maryland: Pharmaceutical Education Consultants.

Fauzi, M. I. (2017). Upaya Pendidikan Kesehatan untuk Meningkatkan


Pengetahuan tentang Gout Arthritis Pada Ny.Y. Surakarta.

Kaparang K. (2007). Penyakit Kaum Bangsawan. Jakarta: PT Etika Media Utama.

Misnadiarly, A.S. (2008). Mengenal penyakit arthritis. Mediakom, 12, 57. Tersedia
di: http:jurnal.unej.ac.id.index/php/articl e/view/2606/2434. [diakses pada 9
Mei 2017].

Ningdyar, lina. (2009). Menu Sehat 30 Hari Untuk Mencegah dan Mengatasi
Asam Urat.Jakarta:AgroMedia

Setyoningsih, R. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian


hiperurisemia pada pasien rawat jalan RSUP Dr. Kariadi Semarang. Tersedia
di: http://eprints.undip.ac.id/25234/1/23
7_Rini_Setyoningsih_G2C005301.pdf. [diakses pada 9 Mei 2017]

Suroso, Juwono. (2011). Asam Urat. Jakarta: Penebar Plus


Terkeltaub, Robert & Edwards, N L. (2011). Gout: Diagnosis and Management
Of Gouty Arthritis and Hyperuricemia 2nd Edition. Professional
Communications,inc

Anda mungkin juga menyukai