Anda di halaman 1dari 15

STEREOTYPES BUDAYA DAYAK

OLEH

KELOMPOK 8

1. Ni Komang Tirta Dewi (13.321.1952)


2. Ni Putu Tini Pradnyani (13.321.1971)
3. Made Asri Purwanti (13.321.1950)
4. I Gede Tisna Cahyadinata (13.321.1937)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI

2014
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan paper ini yang berjudul Stereotypes Budaya Dayak

Paper ini dibuat untuk menyelesaikan tugas dari mata kuliah Transkultural Nursing.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan paper ini penulis telah mendapatkan bantuan yang
sangat berharga dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan
pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, segala kritik dan saran dari pembaca sangat
diharapkan demi kesempurnaan paper ini lebih lanjut. Semoga paper ini bermanfaat bagi semua
pembaca.

Denpasar, 9 Oktober 2014

Penulis,

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................................i

Daftar Isi ................................................................................................................................ii

BAB I

Pendahuluan

Latar Belakang .......................................................................................................................1

Rumusan Masalah ..................................................................................................................1

Tujuan ....................................................................................................................................1

BAB II

STEREOTYPES BUDAYA DAYAK

Pengertian dan teori stereotypes ............................................................................................2

Stereotypes budaya dayak ......................................................................................................5

Manfaat dan kerugian ............................................................................................................8

Pengaruh stereotypes thinking terhadap pelayana keperawatan ............................................9

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan ............................................................................................................................11

Saran ......................................................................................................................................11

Daftar Pustaka ........................................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbagai disiplin ilmu memiliki pendapat yang berbeda mengenai asal mula
stereotype, psikolog menekankan pada pengalaman dengan suatu kelompok, pola
komunikasi tentang kelompok tersebut, dan konflik antarkelompok. Sosiolog
menekankan pada hubungan di antara kelompok dan posisi kelompok-kelompok dalam
tatanan sosial. Para humanis berorientasi psikoanalisis menekankan bahwa stereotipe
secara definisi tidak pernag akurat, namun merupakan penonjolan ketakutan seseorang
kepada orang lainnya, tanpa memperdulikan kenyataan yang sebenarnya. Walaupun
jarang sekali stereotipe itu sepenuhnya akurat, namun beberapa penelitian statistik
menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus stereotipe sesuai dengan fakta terukur.
Stereotipe adalah pendapat atau prasangka mengenai orang-orang dari kelompok
tertentu, dimana pendapat tersebut hanya didasarkan bahwa orang-orang tersebut
termasuk dalam kelompok tertentu tersebut. Stereotipe dapat berupa prasangka positif
dan negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan
diskriminatif. Sebagian orang menganggap segala bentuk stereotipe negatif. Stereotipe
jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan
sepenuhnya dikarang-karang.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengidentifikasi stereotypes di masing-masing budaya?
2. Apa manfaat dan kerugian stereotypes?
3. Bagaimana pengaruh stereotypes thinking terhadap pelayanan keperawatan?

C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana budaya yang dianut oleh suatu suku. Agar nantinya
kita perawat bisa mengetahui bagaimana sikap mereka dan budaya kesehatan yang
mereka anut. Dengan demikian kita bisa dengan mudah mengetahui masalah kesehatan
yang terjadi di suatu suku atau daerah.

1
BAB II

STEREOTYPES SUKU DAYAK

A. Pengertian

Stereotipe adalah pendapat atau prasangka mengenai orang-orang dari kelompok


tertentu, dimana pendapat tersebut hanya didasarkan bahwa orang-orang tersebut
termasuk dalam kelompok tertentu tersebut. Stereotipe dapat berupa prasangka positif
dan negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan
diskriminatif. Sebagian orang menganggap segala bentuk stereotipe negatif. Stereotipe
jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan
sepenuhnya dikarang-karang.

Berbagai disiplin ilmu memiliki pendapat yang berbeda mengenai asal mula
stereotype, psikolog menekankan pada pengalaman dengan suatu kelompok, pola
komunikasi tentang kelompok tersebut, dan konflik antarkelompok. Sosiolog
menekankan pada hubungan di antara kelompok dan posisi kelompok-kelompok dalam
tatanan sosial. Para humanis berorientasi psikoanalisis menekankan bahwa stereotipe
secara definisi tidak pernag akurat, namun merupakan penonjolan ketakutan seseorang
kepada orang lainnya, tanpa memperdulikan kenyataan yang sebenarnya. Walaupun
jarang sekali stereotipe itu sepenuhnya akurat, namun beberapa penelitian statistik
menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus stereotipe sesuai dengan fakta terukur.

Ada dua teori yang menggali tentang asal-usul munculnya stereotype ini, yaitu :

1. Teori setitik kebenaran (Kernel of Truth)

Teori setitik kebenaran didasarkan pada asumsi bahwa stereotipe memilik


beberapa bukti empiris yaitu adanya perbedaan yang signifikan antara sifat-sifat laki-laki
dan perempuan. Bahwa perbedaan sifat tersebut bukan didasarkan pada perbedaan jenis
kelamin, namun akibat pernyataan yang berlebihan sebagai upaya memperoleh
kebenaran. Berdasarkan hasil penelitian kesamaan-kesamaan sifat laki-laki dan
perempuan banyak ditemukan daripada perbedaannya.Namun ada kecenderungan orang

2
untuk mencari kelemahan atau kejelekan orang lain secara berlebihan dibanding
mengangkat sifat-sifat positifnya.

2. Teori peranan sosial

Teoriperanan sosial melihat bahwa stereotipe muncul dari perbedaan peranan


sosial antara laki-laki dan perempuan. Teori ini sebenarnya berhubungan erat dengan
pembagian peran domestik dan peran public antara laki-laki dan perempuan.

Dalam rangka upaya menuju integrasi nasional Indonesia yang kuat maka aneka
warna suku-bangsa di Indonesia itu saling berinteraksi, dan sebagai konsekwensi dari
suatu interaksi sosial yang timbul maka seringkali muncul gambaran subyektif mengenai
suku-bangsa lain. Oleh karena itu, dalam kehidupan suatu suku-bangsa tertentu sehari-
harinya dijumpai gambaran subyektif mengenai suku-bangsa lain atau yang lazim disebut
dengan stereotipe etnik.

Sementara ini stereotipe etnik, tidak selalu berupa gambaran yang bersifat negatif
(akan tetapi biasanya ini yang sering muncul) melainkan ada kalanya pula gambaran yang
bersifat positif. Ada penilaian bahwa stereotipe etnik yang negatif akan menghambat
interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat yang multi etnik, yang pada gilirannya akan
dapat pula menyebabkan terhambatnya proses menuju integrasi nasional. Untuk
memahami bagaimanakah posisi dan hubungan seorang individu dalam konteks
kelompoknya, Herbert M.Blalock (1976:2) pernah mengusulkan dua model pendekatan,
ialah secara mikro dan makro.

1) Secara mikro, individu dipakai sebagai pusat penelitian terutama yang berkaitan
dengan berbagai hal latar belakang timbulnya bentuk-bentuk prejudice (prasangka)
maupun stereotipe etnik.

2) Secara makro, lebih dipusatkan terhadap studi mengenai masalah diskriminasi dan
kepemimpinan. Berbagai hal yang erat kaitannya dengan itu antara lain mengenai
bentuk-bentuk diskriminasi serta masalah status dan peranan ditempatkan sebagai
unit analisis yang penting.

3
Diskriminasi, unit analisisnya harus lebih dipusatkan kepada kelompok daripada
perorangan. Hal ini antara lain disebabkan oleh kesukaran dalam mengukur 'derajad
diskriminasi'; sama halnya dengan mengukur favorable sebagai lawan unfavorable.

Ada beberapa aspek yang terkandung dalam pengertian prejudice yang harus
diperhatikan (Blalock, 1976:2; Martin dan Franklin, 1973:144), antara lain :

* Rasa gelisah (anxiety) * Rasa terasing (alienation)

* Rasa frustrasi * Sifat kolot

* Sifat otoriter * Konvensional dan yang


berkaitan dengan kedudukan.
* Kekakuan (rigidity),

Berbagai aspek tersebut melekat dalam struktur masyarakat, karenanya untuk


memahami perlu dikaitkan dengan berbagai hal yang melatarbelakanginya, misalnya
pendidikan, pekerjaan, pekerjaan, kepercayaan, mobilita vertikal dan horizontal
seseorang. Selain itu, harus disadari pula bahwa ada kesulitan untuk menentukan latar
belakang yang manakah merupakan penentu utama bagi timbulnya suatu prejudice.

Prejudice dan stereotype saling erat berkaitan, baik secara logika maupun
psikologis (Martin dan Franklin, 1973:152-153). Kedua hal itu ada pada semua ras, suku-
bangsa, kepercayaan, pekerjaan maupun kebangsaan. Pada hakekatnya prejudice dan
stereotype merupakan imaginasi mentalitas yang kaku; yaitu dalam wujud memberikan
penilaian negative yang ditujukan kepada out-group, sebaliknya kepada sesama in-group
memberikan penilaian yang positip. Stereotype terhadap out-group yang kaku akan
menyebabkan timbulnya prejudice yang kuat. Oleh karenanya prejudice dinilai pula
sebagai perkembangan lebih lanjut dari stereotype.

Timbulnya stereotype dalam diri seseorang adalah sebagai akibat pengaruh suatu
persepsi tertentu dan berfungsi untuk menyakinkan diri sendiri. Adanya fungsi seperti itu
antara lain disebabkan oleh akibat terjadinya hubungan di kalangan dua kelompok yang
berbeda. Adanya berbagai perbedaan rasial (fisik) diantara segmen penduduk yang

4
porsinya tidak sama dalam suatu wilayah geografis atau sosial, akan dapat menimbulkan
kesulitan. Oleh karenanya diusahakan untuk memunculkan sesuatu yang dapat
merupakan kepentingan dan loyalitas bersama.

Adanya keragaman dan perbedaan kepercayaan dan berbagai unsur-unsur


kebudayaan yang lain, bukanlah merupakan ancaman untuk menumbuhkan solidaritas
nasional. Oleh karenanya dalam mengamati inti permasalahan yang dapat menjelaskan
berbagai kristalisasi prejudice, ada kalanya tidak cukup dijelaskan melalui adanya
kendala perbedaan fisik semata.

Ada penilaian bahwa stereotipe etnik yang negatif akan menghambat interaksi
sosial dalam kehidupan masyarakat yang multi etnik, yang pada gilirannya akan dapat
pula menyebabkan terhambatnya proses menuju integrasi nasional. Studi mengenai
etisitas sering dikaitkan dengan derajat konformitas dari anggota suatu kolektiva (suku-
bangsa) untuk bersedia menerima normanorma tertentu dalam suatu proses interaksi
sosial. Oleh karenanya para ahli antropologi seperti Mitchell (1956), Epstein (1958),
Gluckman (1961) dan Barth (1969); sering mengkaitkan studi mengenai etnisitas dengan
perbedaan latar belakang kebudayaan dari suatu kolektiva tertentu, terutama yang
menunjuk pada aspek mendasar yang bersifat primordial. Hal ini disebabkan oleh adanya
kecenderungan seseorang untuk mengidentifikasikan dirinya dengan etnik tertentu
sementara itu pihak lain juga sering mengidentifikasikan bahwa perilaku seseorang
adalah terkait dengan latar belakang kesuku-bangsannya.

B. Stereotypes Budaya Dayak

Dayak merupakan salah satu dari ribuan suku yang terdapat di Indonesia. Dayak
ini dikenal sebagai salah satu suku asli di Kalimantan. Mereka merupakan salah satu
penduduk mayoritas di tempat tersebut. Kata dayak dalam bahasa local Kalimantan
berarti orang yang tinggal di hulu sungai, hal ini mengacu pada tempat tinggal mereka
yang berada di hulu hulu sungai besar. Agak berbeda dengan kebudayaan Indonesia
lainnya, yang pada umunya bermula didaerah pantai. Suku dayak menjalani sebagian
besar hidupnya disekitar daerah aliaran sungai pedalaman Kalimantan. Dalam pikiran
awam suku dayak ada satu jenis, padahal mereka terbagi dalam banyak sub sub suku.

5
Menurut J. U. lontaan terdapat sekitar 405 sub suku dayak yang memilki kesamaan
sosiologi kemasyrakatan, namun berbeda dalam adat istiadat, budaya, dan bahasa yang
digunakan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh terpencarnya masyarakat dayak menjadi
kelompok kelompok kecil dengan masuknya pengaruh budaya dari luar. Suku dayak
terbagi dalam dayak muslim dan non muslim, dayak non muslim lebih banyak dibanding
dengan dayak muslim.Setiap sub suku dayak memiliki budaya yang unik dan memberi
ciri khusus pada komunitasnya missalnya tradisi memanjangkan telinga yang dilakukan
wanita suku dayak kenyah, kayan, dan bahau. Lalu ada juga tradisi kayau atau perburuan
kepala tokoh tokoh masyarakat yang menjadi musuh suku dayak kendayan.

Di bawah ini ada beberapa adat - istiadat bagi suku dayak yang masih terpelihara
samapai hingga ini dan dunia supranatural suku dayak pada zaman dulu mau pun zaman
sekarng yang masih kuat sampai sekarang.

1. Upacara tiwah

Merupakan upacara yang dilaksankan pengahantaran tulang yang sudah


meninggal ke sandung yang sudah dibuat. Sandung merupakan semacam rumah kecil
yang memang khusus dibuat untuk mereka yang sudah meninggal.

2. Dunia Supranatural

Dunia Supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak jaman dulu merupakan
ciri khas kebudayaan Dayak. Karena supranatural ini pula orang luar negeri sana
menyebut Dayak sebagai pemakan manusia ( kanibal ). Namun pada kenyataannya Suku
Dayak adalah suku yang sangat cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan ditindas
semena-mena. Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya
Manajah Antang. Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk
seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan
media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan.

3. Mangkok merah

Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah


beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. Panglima

6
atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau
perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat
sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu.
Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar
biasa. Percaya atau tidak panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari apa saja
seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya.

Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan sang panglima


harus membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai
perang. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima
lalu jika pangkalima tersebut ber Tariu ( memanggil roh leluhur untuk untuk meminta
bantuan dan menyatakan perang ) maka orang-orang Dayak yang mendengarnya juga
akan mempunyai kekuatan seperti panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa
sakit atau gila bila mendengar tariu.

Orang-orang yang sudah dirasuki roh para leluhur akan menjadi manusia dan
bukan. Sehingga biasanya darah, hati korban yang dibunuh akan dimakan. Jika tidak
dalam suasana perang tidak pernah orang Dayak makan manusia. Kepala dipenggal,
dikuliti dan di simpan untuk keperluan upacara adat. Meminum darah dan memakan hati
itu, maka kekuatan magis akan bertambah. Makin banyak musuh dibunuh maka orang
tersebut makin sakti.

C. Berburu Ala Suku Dayak

Suku Dayak yang hidup merambah di hutan-hutan mempunyai cara unik dalam
berburu binatang. Untuk berburu mereka tidak menunggu binatang buruannya datang
mendekati mereka tetapi mereka memanggil binatang yang diinginkannya untuk datang
mendekati mereka. Caranya tergantung dari binatang apa yang mereka buru. Misalnya,
untuk binatang rusa mereka akan menirukan suara anak rusa dengan menggunakan
sejenis daun serai yang dilipat melintang dan ditiup. Hasil tiupannya akan muncul suara
seperti suara anak rusa.

Contoh lainnya adalah dalam berburu celeng (Babi hutan). Celeng suka sekali
diambil kutunya oleh Beruk (monyet besar), maka untuk memanggil celeng, si pemburu

7
akan menepuk pantat mereka berulang kali sehingga muncul suara seperti Beruk
menepuk badannya. Sedangkan Beruk tidak pernah menjadi target buruan. Memanggil
(tepatnya mengejar) Babi adalah tugas para anjing peliharaan si pemburu yang akan
selalu diajak selama berburu karena anjing mempunyai penciuman yang tajam. Alat
berburu yang mereka gunakan hanyalah tombak atau sumpit. Karena sumpit mereka
panjang, biasanya sumpit tersebut bisa juga digunakan sebagai tombak. Jarum sumpit
yang digunakan berburu diolesi dengan ramuan racun yang berfungsi hanya
melumpuhkan atau bahkan mematikan.

Selama berburu mereka juga menghitung waktu dan arah angin. Perhitungan waktu
berkaitan dengan aktivitas binatang buruan sementara arah angin untuk membantu
mereka mennetukan posisi untuk menyembunyikan diri. Bersedianya binatang buruan
mendekati mereka sangat dipengaruhi oleh bau asing yang dibawa angin.

D. Makanan Suku Dayak

Seperti umumnya suku-suku di Nusantara, demikian pula suku Dayak, makanan


utama mereka adalah nasi, yang dilengkapi dengan sayur mayur serta lauk pauknya.
Masakan yang terkenal dari suku dayak adalah sangan, panggang, lawar, tanak, burup,
opor, kalampis, kohok, panggang kaluk/gatal, pancit, panggang enyak, kandas/pipis,
pundang, luntuh manuk dan lain-lain. Ciri khas dari makanan mereka adalah makanan
yang bersantan, berlemak dan asin, selain itu mereka juga mengawetkan bahan makanan
seperti daging dan ikan dengan cara pengasapan, pengasinan, pengeringan di bawah sinar
matahari dan lain-lain, tapi yang lebih sering dengan cara pengasinan. Di samping itu,
seperti halnya suku-suku di pedalaman mereka juga meminum minuman yang beralkohol
seperti tuak, baram, anding dan lainnyayang terbuat dari bahan beras, ketan dan bahan
lainnya.

E. Manfaat Dan Kerugian

a. Manfaat

Hal yang bisa diambil dari kehidupan suku Dayak adalah kearifan tradisional
sangat melekat mereka bahkan dalam hal berburu. Mereka hanya berburu pada saat-

8
saat tertentu di mana persediaan lauk mereka sudah mulai menipis atau mereka akan
mengadakan pesta. Suku Dayak sangat menghormati alam. Karena bagi mereka alam
memberikan mereka semua kebutuhan yang mereka perlukan tergantung bagaimana
kita memanfaatkan dan mengelolanya.

b. Kerugian

Kerugian yang bisa di dapat berdasarkan cara hidup mereka bisa di bilang cukup
banyak dalam bidang kesehatan, karena seperti yang sudah dipaparkan di atas suku
dayakmemiliki beberapa kebiasaan yang kurang baik dilakukan seperti cara berburu
mereka yang menggunakan anjing sebagai alat untuk berburu, ciri khas makanan mereka
yang cenderung berlemak, bersantan dan asin yang tentunya dapat menyebabkan
beberapa penyakit yang bisa saja membunuh mereka seperti penyakit jantung.

F. Pengaruh Stereotypes Thinking Terhadap Pelayanan Keperawatan

Pengaruh stereotypes thinking dari suku dayak tentunya dapat mempengaruhi


pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat dan tenaga medis lainnya. Karena ,
kalau dilihat dari cara hidup dan kebiasaan mereka yang bisa dibilang kurang baik dari
segi kesehatan yang tentunya akan menyulitkan bagi pelayanan kesehatan seperti perawat
untuk memberikan asuhan keperawatan. Sebagai contoh,jika seseorang dari suku dayak
mendapatkan perawatan di rumah sakit, perawat dan pelayan kesehatan lainnya tentunya
tidak bisa memberikan asuhan keperawatan dengan seenaknya karena jika dilihat dari
latar belakang budaya dan kebiasaannya mereka cenderung agak keras dan sulit
menerima sesuatu yang tidak mereka ketahui. Karena itulah peran perawat untuk
mengetahui latar belakang budaya pasien sangat dibutuhkan dalam pemberian asuhan
keperawatan. Dalam pemberian asuhan keperawatan, sangatlah penting bagi seorang
perawat untuk mengetahui bagaimana latar belakang budaya dan kebiasaan yang dimiliki
oleh pasien untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang bermutu, sesuai dengan
pasien, dan dapat diterima oleh pasien dan keluarganya. Misalnya dalam hal asupan
makanan, perawat harus bisa menyesuaikan makanan apa yang disukai oleh pasien dan
baik untuk kesehatannya, selain itu, pasien juga tentunya mempunyai kepercayaan yang
juga harus diperhatikan oleh perawat. Jika sesuatu yang mereka percayai bisa membantu

9
dalam penyembuhan penyakit, itu bisa digunakan , tapi jika kepercayaan pasien malah
memberikan efek yang kurang baik bagi kesehatannya, perawat bisa menyarankan
kepada pasien bahwa itu kurang baik untuk dilakukan tapi dengan penjelasan yang bisa
diterima oleh pasien.

Perbedaan budaya di Indonesia memang sudah tidak dapat dipungkiri lagi, untuk
itulah perawat mempelajari latar belakang budaya dan kebiasaan mereka agar dapat
memberikan asuhan keperawatan yang bermutu, sesuai dengan keadaan pasien dan
tentunya dapat di terima oleh pasien dan keluarga.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Stereotipe adalah pendapat atau prasangka mengenai orang-orang dari kelompok
tertentu, dimana pendapat tersebut hanya didasarkan bahwa orang-orang tersebut
termasuk dalam kelompok tertentu tersebut. Stereotipe dapat berupa prasangka positif
dan negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan
diskriminatif. Sebagian orang menganggap segala bentuk stereotipe negatif. Stereotipe
jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan
sepenuhnya dikarang-karang.

B. Saran
Sebaiknya kita sebagai perawat lebih sering lagi mempelajari budaya yang di anut
oleh suatu suku agar kita bisa bersikap tanpa menyinggung perasaan pasien. Dengan
mempelajari budaya mereka terlebih dahulu, kita bisa berkomunikasi lebih lancar.

11
Daftar Pustaka

http://adat istiadat suku dayak.com,diakses pada tanggal 26 Oktober 2011.

Ningrat, Kountjara. 2004. Manusia dan kebudayaan. Jakarta : Djambatan.

http://makanan khas suku dayak.com,diakses pada tanggal 26 Oktober 2011.

12

Anda mungkin juga menyukai