Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tidak lazim dimana telur yang
dibuahi tertanam di organ-organ pencernaan yang kaya akan pembuluh darah dan
bukan diuterus. Apabila kehamilan yang tidak lazim ini terus berlangsung sampai
cukup bulan, bayi harus dilahirkan secara bedah, karena tidak terdapat pintu
keluar yang normal untuk bayi (Sherwood,2002).

Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kegawatdaruratan obstetrik


yang mengancam nyawa ibu, serta merupakan salaj satu penyebab utama
mortalitas ibu, khususnya pada trimester pertama sehingga pengenalan tanda dan
gejalan serta diagnosis KETyang segera menjadi hal yang sangat menetukan
prognosis (Wibowo, 2007).

Di masa lampau KET hampir selalu fatal, namun berkat perkembangan


alat diagnostik yang canggih morbiditas maupun mortalitas akibat KET jauh
berkurang. Meskipun demikian, kehamilan ektopik masih merupakan salah satu
masalah utama dalam bidang obstetri. Kejadian kehamilan ektopik tidak sama
diantara senter pelayanan kesehatan. Hal ini bergantung pada kejadian salpingitis
seseorang. Di Indonesia kejadian sekitar 5-6 per seribu kehamilan. Patofisiologi
terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel embrio sudah berkembang
sebelum mencapai cavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar rongga rahim.
Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan
besarnya buah kehamilan, akan terjadi rupture dan menjadi kehamilan ektopik
yang terganggu (Mansjoer, 2001).

Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran
hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini mewakili satu
kecenderungan peningkatan dalam beberapa dekade ini. Diantara faktor-faktor
yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim,
penyakit radang panggul, usia, ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba dan
pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi. Pada tahun 1980-an,
kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan, terhitung
sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat (Wibowo, 2007).

Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 30 tahun dengan diagnosa
kehamilan ektopik terganggu yang selanjutnya ditatalaksanakan dengan
laparotomi eksplorasi. Selanjutnya akan dibahas apakah diagnosa, tindakan,
penatalaksanaan ini sudah tepat dan sesuai dengan literatur. Khususnya terkait
seberapa jauh peranan diagnosa penunjang USG dan radiografi dalam kasus KET
ini.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan Ektopik

2.1.1 Definisi

Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ektopik dengan asal kata dari
bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan
Berada di luar tempat semestinya (Emedicine, 2009). Kehamilan ektopik ialah
kehamilan dimana setelah fertilisasi, implantasi terjadi di luar endometrium
kavum uteri (Sarwono, 2002).Kehamilan ektopik merupakan suatu kehamilan
berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubungan dengan besarnya
kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan yang gawat ini dapat terjadi
apabila kehamilan ektopik terganggu (Winkjosastro, 2005).

2.1.2 Etiologi

Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi


sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Wiknjosastro dalam bukunya
menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan
ektopik terganggu.

1. Faktor Dalam Lumen Tuba


a. Endosalpingitis, sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk
kantong buntu.
b. Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan
hal ini sering disertai gangguan fungsi silia endosalping.
c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat
menjadi sebab lumen tuba menyempit.
2. Faktor Pada Dinding Tuba
a. Endometrosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang
dibuahi dalam tuba
b. Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat
menahan telur yang dibuahi.
3. Faktor di Luar Dinding Tuba
a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur.
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen
tuba.
4. Faktor Lain
a. Mingrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba
kiri atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan terlalu cepat
dan menyebabkan implantasi prematur.
b. Fertilisasi In-Vitro

2.1.3 Klasifikasi

Sarwono Prawirohardjo dan Cuningham masing-masing dalam bukunya


mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain.

1. Tuba Fallopia.

a. Pars-Interstisialis
b. Isthimus
c. Ampula
d. Infundibulum
e. Fimbrae

2. Uterus

a. Kanalis servikalis
b. Divertikulum
c. Korno
d. Tanduk rudimenter

3. Ovarium
4. Intraligamenter

5. Abdominal

6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus

2.1.4 Epidemiologi

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara


20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik
terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosial ekonomi rendah dan tinggi di
daerah prevalensi gonore dan prevalensi tuberkalusa yang tinggi. Di antara
kehamilan ektopik terganggu, yang banyak terjadi ialah pada daerah tuba (90%)
(Wiknjosastro, 2005). Penelitian Cumningham di Amerika Serikat melaporkan
bahwa kehamilan ektopik terganggu lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam
daripada kulit putih karena prevalensi penyakit peradagangan pelvis lebih banyak
pada wanita kulit hitam. Frekuensi kehamilan ektopik terganggu yang berulang
adalah 1-4%.

2.1.5 Patogesis

Proses implantasi ovumnya dibuahi pada dasar sama dengan terjadi di


kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkalumnar. Pada
nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot. Endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan
biasanya telur mati secara dini dan direabsorsi. Pada nidasi interkolumner, telur
bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah empat nidasi tertutup maka ovum
dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pesudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba melahan
kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk ke
dalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya terganggu dari beberapa faktor, yaitu : tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh
invasi trofoblas. (Wiknjosastro, 2005). Di bawah pengaruh hormon esterogen dan
progesteron dari corpus liteum gaviditi dan tropoblas, uteri menjadi besar dan
lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua. Perubahan endomentrium
secara keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-Stella.

Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6


sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak
mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.Beberapa kemungkinan
yang bisa terjadi :

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsiPada implantasi secara kolumna,


ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang kurang dan
dengan mudah diresorbsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tubaPerdarahan yang terjadi karena terbukanya
dinding pembuluh darah oleh vili koriolis pada dinding tuba di tempat
implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama
dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan
antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila
pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung
fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut
perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang.
3. Rupture dinding tubaPenyebab utama dari rupture tuba adalah
penembusan dinding vili koriolis ke dalam lapisan muskularis tuba terus
ke peritoneum. Rupture tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi
berimplantasi pada isthimus dan biasanya terjadi pada kehamilan lebih
lanjut. Rupture yang disebabkan trauma ringan seperti pada koltus dan
pemeriksaan vagina.

2.1.6 Gambaran Klinik

Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas, dan
penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam
kehamilan, sampai terjadinya abortus atau ruptur tuba (Wiknjosastro, 2000).

Gejala-gejala yang terpenting menurut Sastrowinata:

1. Nyeri perut
Gejala ini sering dijumpai pada setiap penderita. Bila kavum abdomen
terisi darah lebih dari 500 ml akan menyebabkan perut tegang, nyeri tekan
ke bahu dan leher karena adanya rangsang darah pada diafragma.
2. Amenore
Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah
satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam
yang lazim pada kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal,
dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.
3. Perubahan Pervaginam
Dengan matinya telur desidua yang mengalami degenerasi dan nekrosis,
selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk perdarahan. Perdarahan tersebut
biasanya sedikit-sedikit berwarna coklat, gelap dan dapat terputus-putus
atau terus-menerus.
4. Hipovolemi
Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi
duduk merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya
penurunan volume darah yang cukup banyak. Semuanya perubahan
tersebut mungkin baru terjadi setelah timbul hipovolemi yang serius.
5. Perubahan uterus
Uterus pada kehamilan ektopik akan membesar, karena pengaruh hormon-
hormon kehamilan, tetapi sedikit lebih kecil dibandingkan dengan uterus
pada kehamilan intouterin yang sama umumnya.
6. Tumor dalam rongga panggul
Dalam rongga panggul dapat teraba tumor lunak kenyal yang disebabkan
oleh kumpulan darah di tuba dan sekitarnya.
7. Perubahan darah
Karena perdahan yang terlalu banyak di rongga perut, sehingga kadar
hemoglobin akan cenderung turun pada kehamilan ektopik terganggu.

2.1.7 Gejala Kehamilan Ektopik


Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga
pembuatan diagnosis kadang menimbulkan kesulitan. Berikut ini merupakan jenis
pemeriksaan untuk membantu diagnosis kehamilan ektopik ( Sarwono, 2002):
1. Tes Kehamilan
Tes ini dapat membantu diagnosis khususnya terhadap tumor-tumor
adneks, yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehamilan, apabila tesnya
positif.
2. Dilatasi dan Kuretase
Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan
yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.
3. Laparaskopi
Laparaskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk
diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya pada kehamilan ektopik yang
tidak terganggu.
4. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemeriksaan ini terhadap laparaskopi ialah tidak invasif,
artinya tidak perlu memasukan rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri,
kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya masa di kanan kiri uterus
dan apakah kavum douglas berisi cairan.
5. Kuldosentesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi douglas. Adanya darah yang diisap
berwarna hitam (darah tuba) biarpun sedikit, membuktikan adanya darah
di kavum douglas.
6. Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa,
dengan janin di luar uterus.

2.1.8 Diagnosis Diferensial

Yang perlu diperkirakan sebagai diagnosis difrerensial adalah


(Winkjosastro, 2005):

1. Infeksi Pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan
jarang setelah mengenai amenore, nyeri perut bagian bawah dan tekanan
yang dapat diraba pada pemeriksaan vagina pada umumnya bilateral. Pada
infeksi pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebih 0,5 oC. Selain itu
leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes
kehamilan menunjukkan hasil negatif.
2. Abortus Iminens
Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih
merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering beralokasi di daerah
medial, dan adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan rasa tidak
enak di perut lebih menunjukkan kearah abortus iminens atau permulaan
abortus incipiens. Pada abortus incipiens, pada abortus tidak dapat diraba
tekanan disamping atau di belakang uterus, dan gerakan serviks uteri tidak
menimbulkan rasa nyeri.
3. Appendisitis
Pada appendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan servik
uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu, nyeri
bagian bawah pada appendisitis.

2.1.9 Penanganan
Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu bahaya terhadap
jiwa penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tidak
dilakukan tindakan operasi. Kekurangan dari terapi konservatif yaitu walaupun
darah berkumpul di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk
sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari
darah di kavum douglas), sisa darah dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan
dengan bahaya ileus.
Operasi terdiri atas salpingektomi, tetapi jika ovarium masuk dalam
gumpalan darah dan sukar dipisahkan, sehingga dilakukan salpingo-ooferektomi.
Jika penderita sudah punya anak yang cukup, dan terdapat kelainan pada tuba,
dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba dan untuk mencegah berulangnya
kehamilan ektopik. Pada rupture tuba, segera dilakukan transfusi darah,
perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian adneks sumber
perdarahan. Sedangkan pada rupture pars interstisialis tuba seringkali terpaksa
dilakukan histerektomi subtotal.

2.1.10 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.Pada umumnya kehamilan yang
menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril,
setelah mengalami kehamilan ektopik, atau dapat mengalami kehamilan ektopik
lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan
antara 0% sampai 14,6%. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup,
sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.

BAB III

UNIVERSITAS DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI


ISLAM
STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
INDONESIA UntukDokterMuda
FAKULTAS
KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda Nuri Ulfa Tanda Tangan
NIM 10711199
Tanggal Ujian 4 Agustus 2014
Rumah Sakit RSUD Kebumen
Gelombang Periode 14 Juli 2 Agustus

A. IDENTITAS
Nama : Ny. M
Umur : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kandangan, Prembun
Status Perkawinan : Janda
Agama : Islam
Mondok di bangsal : bougenvil
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga / Kader Posyandu
Tanggal masuk : 15 juli 2014
Nomor CM : 871149

B. ANAMNESIS

Diberikan oleh : Pasien sendiri

Tempat/Tanggal/pukul : 15 juli 2014/18.17

1. Keluhan Utama : Pusing


2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pada tanggal 15 juli 2014 pasien datang
kiriman dari Puskesmas Prembun dengan diagnosis Gastritis, pasien
mengeluh pusing berputar, saat membuka mata pusing semakin
bertambah. Keluhan dirasakan kurang lebih 5 jam sebelum masuk Rumah
sakit, pasein merasakan mual muntah dan demam. Dengan diagnosis dari
IGD yaitu vertigo pasien di rawat inap di ruang kenanga. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium HB pasien 6.9 g/dl kemudian tindakan dan
terapi berupa pemasangan infus RL, injeksi ranitidin, injeksi ketorolax
pada pukul 16.30. Berdasarkan instruksi dokter diberikan obat Histigo,
schobion, inpepsa, paracetamol. Pada tanggal 16 juli pasien mengeluhkan
nyeri perut sebelah kanan, dan menjalar keseluruh lapang abdomen.
Menstruasi terakhir diawal bulan puasa, suami pasien sudah meninggal 3
bulan yang lalu, lalu dilakukan pemeriksaan PP test dengan hasil positif,
kemundian pasien dikonsultasikan ke spesialis obsgin dengan dugaan
KET.
3. Riwayat Penyakit Dahulu: Tidak didapatkan informasi dikarenakan pasien
sudah pulang.
4. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak didapatkan informasi dikarenakan
pasien sudah pulang.
5.
6. Anamnesis sistem:
a. Sistem Cerebrospinal : Nyeri kepala (-), Pusing (+), demam (+)
b. Sistem Cardiovaskuler: Berdebar-debar (-)
c. Sistem Respiratorius: Sesak nafas (-), batuk (-)
d. Sistem Gastrointestinal : Nyeri perut (+), mual (+), muntah (+),
e. Sistem Urogenital:
f. Sistem Integumentum: Ruam (-), gatal-gatal C
g. Sistem Muskuloskletal: Nyeri sendi (-), pegal-pegal (-), bengkak
ditangan dan kaki (-)
7. Resume Anamnesis:

Anda mungkin juga menyukai