Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

JENIS-JENIS DAN KARAKTERISTIK ABK


(ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS) DI SEKOLAH DASAR

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan ABK


Dosen Pengampu: Dra. Kurniana Bektiningsih, M.Pd.

Oleh :
1. Farah Ummu M (1401415055)
2. Ike Fitria Wijayanti (1401415059)
3. Mirna Chrismawati (1401415086)

Rombel : 06

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Latar Belakang
Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal. Banyak di antara mereka yang
dalam perkembangannya mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau memiliki faktor-
faktor resiko sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau
intervensi khusus. Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan
khusus.
Kelainan dari segi fisik berupa kecacatan fisik, misalnya orang yang tidak memiliki kaki
sebelah kiri, matanya buta sebelah, dan sejenisnya. kelainan dari segi fsikis atau aspek
kejiwaan ( psikologis ). Misalnya orang yang menderita keterbelakangan mental akibat dari
intelegesi yang dimiliki di bawah normal. Kelainan dari segi sosial, misalnya orang yang
tidak dapat melakukan interaksi dan komunikasi sosial, sehingga mereka tidak dapat di
terima secara sosial oleh masyarakat sekitarnya yang mnyebabkan mereka kurang bergaul
dan merasa rendah diri yang berlebihan, dan kelainan dari segi moral dapat berupa
ketidakmampuan seseorang untuk mengendalikan emosi dan hati nuraninya sehingga orang
tersebut berbuat amoral di tengah masyarakatnya
Anak berkeutuhan khusus di klasifikasikan atas beberapa kelompok sesuai dengan jenis
kelainan anak. Klasifikasi tersebut mencakup kelompok anak yang mengalami
keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar, gangguan emosional, kelainan fisik,
kerusakan atau gangguan pendengaran, kerusakan atau gangguan penglihatan, gangguan
bahasa dan wicara, dan kelompok anak yang berbakat.
Karakteristik spesifik anak berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan
tingkat perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat
perkembangan sensorik motor, kognitif, kemampuan berbahasa, keterampilan diri, konsep
diri, kemampuan berinteraksi social, serta kreatifitasnya. Adanya perbedaan karakteristik
setiap peserta didik berkebutuhan khusus di SD, akan memerlukan kemampuan khusus guru
kelas. Guru dituntut memiliki kemampuan berkaitan dengan cara mengombinasikan
kemampuan dan bakat setiap anak dalam beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi
kemarnpuan berpikir, melihat, mendengar, berbicara, dan cara bersosialisasi. Hal-hal tersebut
diarahkan pada keberhasilan dari tujuan akhir pembelajaran, yaitu perubahan perilaku ke arah
pendewasaan. Kemampuan guru semacam itu merupakan kemahiran seorang guru dalam
menyelaraskan keberadaanya dengan kurikulum yang ada, kemudian diramu menjadi sebuah
program pembelajaran individual.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa saja jenis-jenis dari Anak Berkebutuhan Khusus di SD?
2. Bagaimana klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus di SD?
3. Bagaimana karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus di SD?

1.3 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui jenis jenis Anak berkebutuhan Khusus.
2. Untuk mengetahui kalsifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.
3. Untuk mengetahui karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus


Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna)
mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam
proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya
sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dengan demikian, meskipun
seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan
tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus,
anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus. Ada bermacam-macam jenis
anak dengan kebutuhan khusus, adapun jenisnya adalah sebagai berikut :
1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan
Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan
menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu
khusus masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya
sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah
diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
3. Tunalaras/Anak yang Mengalami Gangguan Emosi dan Perilaku.
Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah
laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia
maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan
karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya
maupun lingkungannya.
4. Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat
gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan
khusus.
5. Tunagrahita
Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata(IQ dibawah 70) sehingga
mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, dan
karenanya memerlukan layanan pendidikan khusus. Hambatan ini terjadi sebelum umur
18 tahun
6. Cerebral palsy
Gangguan / hambatan karena kerusakan otak (brain injury) sehingga mempengaruhi
pengendalian fungsi motorik
7. Gifted (anak berbakat)
Adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreatifitas, da tanggung
jawab terhadap tugas (task commitment) diatas anak-anak seusianya(anak normal)
8. Autistis
Autisme adalah gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya gangguan
pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial,
komunikasi dan perilaku.
9. Asperger
Secara umum performa anak Asperger Disorder hampir sama dengan anak autisme, yaitu
memiliki gangguan pada kemampuan komunikasi, interaksi sosial dan tingkah lakunya.
Namun gangguan pada anak Asperger lebih ringan dibandingkan anak autisme dan sering
disebut dengan istilah High-fuctioning autism. Hal-hal yang paling membedakan
antara anak Autisme dan Asperger adalah pada kemampuan bahasa bicaranya.
Kemampuan bahasa bicara anak Asperger jauh lebih baik dibandingkan anak autisme.
Intonasi bicara anak asperger cendrung monoton, ekspresi muka kurang hidup cendrung
murung dan berbibicara hanya seputar pada minatnya saja. Bila anak autisme tidak bisa
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, anak asperger masih bisa dan memiliki
kemauan untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Kecerdasan anak asperger
biasanya ada pada great rata-rata keatas. Memiliki minat yang sangat tinggi pada buku
terutama yang bersifat ingatan/memori pada satu kategori. Misalnya menghafal
klasifikasi hewan/tumbuhan yang menggunakan nama-nama latin.
10. Retts Disorder
Retts Disorder adalah jenis gangguan perkembangan yang masuk kategori ASD. Aspek
perkembangan pada anak Retts Disorder mengalami kemuduran sejak menginjak usia 18
bulan yang ditandai hilangnya kemampuan bahasa bicara secara tiba-tiba. Koordinasi
motorinya semakin memburuk dan dibarengi dengan kemunduran dalam kemampuan
sosialnya. Retts Disorder hampir keseluruhan penderitanya adalah perempuan.
11. Attention deficit disorder with hyperactive (ADHD)
ADHD terkadang lebih dikenal dengan istilah anak hiperaktif, oleh karena mereka selalu
bergerak dari satu tempat ketempat yang lain. Tidak dapat duduk diam di satu tempat
selama 5-10 menit untuk melakukan suatu kegiatan yang diberikan kepadanya.
Rentang konsentrasinya sangat pendek, mudah bingung dan pikirannya selalu kacau,
sering mengabaikan perintah atau arahan, sering tidak berhasil dalam menyelesaikan
tugas-tugas di sekolah. Sering mengalami kesulitan mengeja atau menirukan ejaan huruf.
12. Lamban belajar (slow learner) :
Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di
bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami
hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi
masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding
dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk
dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik, dan karenanya
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
13. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan
membaca, menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor
disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena factor inteligensi (inteligensinya normal
bahkan ada yang di atas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia),
kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia),
sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang signifikan
(berarti)

2.2 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus


Ada banyak klasifikasi anak berkebutuhan khusus, mencakup anak-anak yang kelainan
fisik, mental emosional, maupun masalah akademik.
1. Anak-Anak Berkelainan Fisik
1) Klasifikasi Anak Tunanetra
Tunanetra memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Secara pedagogis membutuhkan
pelayanan pendidikan khusus dan belajarnya di sekolah. Berdasarkan tingkatannya,
dibedakan atas :
a. Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan
Seseorang dikatakan penglihatannya normal, apabila hasil tes Snellen
menunjukkan ketajaman penglihatannya 20/20 atau 6/6 meter. Sedangkan untuk
seseorang yang mengalami kelainan penglihatan kategori low vision (kurang
lihat), yaitu penyandang tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan 6/20m-
6/60m. kondisi yang demikian sesungguhnya penderita masih dapat melihat
dengan bantuan alat khusus. Selanjutnya untuk seseorang yang mengalami
kelainan penglihatan kategori berat, atau The blind, yaitu penyandang tunanetra
yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan 6/60m atau kurang. Untuk yang
kategori berat ini masih ada dua kemungkinan,
(1) Penderita adakalanya masih dapat melihat gerakan-gerakan tangan, ataupun
(2) Hanya dapat membedakan gelap dan terang.
Sedangkan tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan dengan visus 0,
sudah sama sekali tidak dapat melihat.
b. Berdasarkan Adaptasi Pedagogis
Kirk,SA (1989) mengklasifikasikan penyandang tunanetra berdasarkan
kemampuan penyesuaiannya dalam pemberian layanan pendidikan khusus yang
diperlukan. Klasifikasi yang dimaksud adalah :
Kemampuan melihat sedang (moderate visual disability), dimana pada taraf
ini mereka masih dapat melaksanakan tugas-tugas visual yang dilakukan oleh
orang awas dengan menggunakan alat bantu kgusus serta dengan bantuan
cahaya yang cukup.
Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability). Pada taraf ini,
mereka memiliki penglihatan yang kurang baik, atau kurang akurat meskipun
dengan menggunakan alat bantu visual dan modifikasi, sehingga mereka
membutuhkan banyak dan tenaga dalam mengerjakan tugas-tugas visual.
Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability). Pada
taraf ini mereka mengalami kesulitan dalam melakukan tugas-tugas visual,
dan tidak dapat melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail seperti
membaca dan menulis. Untuk itu mereka sudah tidak dapat memanfaatkan
penglihatannya dalam pendidikan, dan mengandalkan indra perabaan dan
pendengaran dalam menempuh pendidikan.
2) Klasifikasi Anak Tunarungu
Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ
pendengaran atau telinga seorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka mengalami
hambatan atau keterbatasan merespon bunyi-bunyi yang ada disekitarnya. Tunarungu
terdiri atas beberapa tingkatan kemampuan mendengar, yaitu umum dan khusus. Ada
beberapa klasifikasi anak turarungu secara umum, yaitu :
1. Klasifikasi umum
The deaf, atau tuli, yaitu penyandang tunarungu berat dan sangat berat dengan
tingkatan ketulian diatas 90 dB.
Hard of hearing, atau kurang dengar, yaitu penyandang tunarungu ringan atau
sedang, dengan derajat ketulian 20-90 dB.
2. Klasifikasi khusus
Tunarungu ringan, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat
ketulian 25-45 dB. Yaitu seseorang yang mengalami ketunarunguan taraf
ringan, dimana ia mengalami kesulitan untuk merespon suar-suara yang
datangnya agak jauh. Pada kondisi yang demikian, seorang anak secara
pedagogis sudah memerlukan perhatian khusus dalam belajarnya di sekolah,
misalnya dengan menempatkan tempat duduk dibagian depat, dekat dengan
guru.
Tunarungu sedang, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat
ketulian 46-70 dB. Yaitu seseorang yang mengalami ketunarunguan taraf
sedang, dimana ia hanya dapat mengerti percakapan pada jarak3-5 feet secara
berhadapan, tetapi tidak dapat mengikuti diskusi-diskusi di kelas. Untuk anak
yang mengalami ketunarunguan taraf inimemerlukan adanya alat bantu dengar
(hearing aid), dan memerlukan pembinaan komunikasi, persepsi bunyi dan
irama.
Tunarungu berat, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat
ketulian 71 90 dB. Seseorang yang mengalami ketunarunguan taraf berat,
hanya dapat merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang sangat dekat dan
diperkeras. Siswa dengan kategori ini juga memerlukan alat bantu dengar
dalam mengikuti pendidikanya di sekolah. Siswa juga sangat
memerlukanadanya pembinaan-pembinaan atau latihan-latihan komunikasi
dan pengembangan bicaranya.
Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang
mengalami tingkat ketulian 90 dB keatas. Pada taraf ini, mungkin seseorang
sudah tidak dapat merespon suara sama sekali, tetapi mungkin masih bisa
merespon melalui getaran-getaran yang ada. Untuk kegiatan pendidikan dan
aktivitas lainnya, penyandang tunarungu kategori ini lebih mengandalkan
kemampuan visual atau penglihatannya.
3) Klasifikasi Anak Tunadaksa
Anak tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami kelainan fisik, atau cacat
tubuh, yang mencakup kelainan anggota tubuh maupun yang mengalami kelainan
gerak dan kelumpuhan, yang sering disebut sebagai cerebral palsy (CP), dengan
klasifikasi sebagai berikut :
Menurut tingkat kelainannya, anak-anak tunadaksa dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1) Cerebral Palsy (CP) :
Ringan, dapat berjalan tanpa alat bantu, mampu berbicara dan dapat menolong
dirinya sendiri.
Sedang, memerlukan bantuan untuk berjalan, latihan berbicara, dan mengurus
dirinya sendiri.
Berat, memerlukan perawatan tetap dalam ambulansi, berbicara, dan
menolong diri sendiri.
2) Berdasarkan letaknya
Spastic, kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya
Dyskenisia, gerakannya tak terkontrol (athetosis), serta terjadinya kekakuan
pada seluruh tubuh yang sulit digerakkan (rigid).
Ataxia, gangguan keseimbangan, koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi,
dan cara berjalannya gontai.
Campuran, yang mengalami kelainan ganda.
3) Polio
Tipe spinal, kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan dan kaki.
Tipe bulbair, kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi yang
menyebabkan adanya gangguan pernafasan.
Tipe bulbispinalis, gangguan antara tipe spinal dan bulbair.
Encephalitis, yang umumnya ditandai dengan adanya demam, kesadaran
menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang.

2. Anak Berkelainan Mental Emosional


1) Klasifikasi Anak Tunagrahita
Untuk memahami klasifikasi anak tunagrahita maka perlu disesuaikan dengan
klasifikasinya karena setiap kelompok tunagrahita memiliki klasifikasi yang berbeda-
beda. Klasifikasi akademik tunagrahita berdasarkan barbagai tinjauan diantaranya :
a. Berdasarkan kapasitas intelektual (skor IQ)
Tunagrahita ringan IQ 50-70
Tunagrahita sedang IQ 35-70
Tunagrahita berat IQ 20-35
Tunagrahita sangat berat memiliki IQ di bawah 20
b. Berdasarkan kemampuan akademik
Tunagrahita mampudidik
Tunagrahita mampulatih
Tunagrahita perlurawat
c. Berdasarkan tipe klini pada fisik
Downs Syndrone (mongolism)
Macro Cephalic (Hidro Cephalic)
Micro Cephalic
Pengklasifikasian anak tunagrahita perlu dilakukan untuk memudahkan guru
dalam menyusun program layanan/ pendidikan dan melaksanakannya secara tepat.
Perlu diperhatikan bahwa perbedaan individu (individual deferences) pada anak
tunagrahita bervariasi sangat besar, demikian juga dalam pengklasifikasi terdapat cara
yang sangat bervariasi tergantung dasar pandang dalam pengelompokannya.
Klasifikasi itu sebagai berikut :
a) Klasifikasi yang berpandangan medis, dalam bidang ini memandang variasi anak
tunagrahita dari keadaan tipe klinis. Tipe klinis pada tanda anatomic dan fisiologik
yang mengalami patologik atau penyimpangan. Kelompok tipe klinis diantaranya :
Down Syndrom (dahulu disebut mingoloid)
Pada tipe ini terlihat raut rupanya menyerupai orang Mongol dengan cirri :
mata sipit dan miring, lidah tebal dan terbelah-belah serta biasanya menjulur
keluar, telinga kecil, tangan kering, semakin dewasa kulitnya semakin kasar, pipi
bulat, bibir tebal an besar, tangan bulat dan lemah, kecil, tulang tengkorak dari
muka hingga belakang tampak pendek.
Kretin
Pada tipe kretin nampak seperti orang cebol dengan ciri: badan pendek,
kaki tangan pendek, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut kering, kuku pendek
dan tebal.
Hydrocephalus
Gejala yang nampak adalah semakin membesarnya Cranium (tengkorak
kepala) yang disebabkan oleh semakin bertambahnya atau bertimbunnya cairan
Cerebro-spinal pada kepala. Cairan ini member tekanan pada otak besar
(cerebrum) yang menyebabkan kemunduran fungsi otak.
Microcephalus, Macrocephalus, Brachicephalus, dan Schaphocephalus
Keempat istilah tersebut menunjukkan kelainan bentuk dan ukuran kepala,
yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut :
Microcephalus : bentuk ukuran kepala yang kecil
Macrocephalus : bentuk ukuran kepala lebih besar dari ukuran normal
Brachicephalus : bentuk kepala yang melebar
Schaphocephalus: memiliki ukuran kepala yang panjang sehingga
menyerupai menara.
Cerebral Palsy (kelompok kelumpuhan pada otak)
Kelumpuhan pada otak mengganggu fungsi kecerdasan, disamping
kemungkinan mengganggu pusat koordinasi gerak, sehingga kelainan cerebral
palsy terdiri tunagrahita dan gangguan koordinasi gerak. Gangguan koordinasi
gerak menjadi kajian dalam bidang penanganan tunagrahita.
Rusak Otak (brain damage)
Kerusakan otak berpengaruh pada berbagai kemampuan yang dikendalikan
oleh pusat susunan syaraf yang selanjutnya dapat terjadi gangguan kecerdasan,
gangguan pengamatan, gangguan tingkah laku, gangguan perhatian, gangguan
motorik.
b) Klasifikasi yang berpandangan pendidikan, memandang variasi anak tunagrahita
dalam kemampuannya mengikuti pendidikan.
Kalangan American Education (Moh. Amin, 1995:21) mengelompokkan
menjadi Educable mentally retarded, trainable mentally retarded and Totally /
costudial dependent yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia : mampu didik,
mampu latih, dan perlu rawat. Pengelompokan tersebut sebagai berikut :
Mampu didik,anak ini setingkat mild, borderline, marginally dependent,
moron, dan debil. IQ mereka berkisar 50/55-70/75.
Mampu latih, setingkat dengan morderate, semi dependent, imbesil, dan
memiliki tingkat kecerdasan IQ berkisar 20/25-50/55.
Perlu rawat, mereka termasuk totally dependent or profoundly mentally
retarded, severe, idiot, dan tingkat kecerdasannya 0/5-20/25.
c) Klasifikasi yang berpandangan sosiologis memandang variasi tunagrahita dalam
kemampuannya mandiri di masyarakat, atau peran yang dapat dilakukannya dalam
masyarakat.
Menurut AAMD (Amin, 1995:22-24) klasifikasi itu sebagai berikut
Tunagrahita ringan, tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar 50-70, dalam
penyelesaian diri pada lingkungan social yang lebih luas dan mampu
melakukan pekerjaan setingkat semi terampil.
Tunagrahita sedang, tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar antara 30-50,
mampu melakukan keterampilan mengurus diri sendiri (self-help), mampu
mengadakan adaptasi social dilingkungan terdekat, dan mampu mengerjakan
pekerjaan yang rutin yang perlu pengawasan atau bekerja ditempat kerja
terlindung (sheltered work shop).
Tunagrahita berat dan sangat berat, mereka sepanjang hidupnya selalu
tergantung bantuan dan perawatan orang lain. Ada yang masih mampu dilatih
mengurus sendiri dan komunikasi secara sederhana dan dalam batas tertentu,
mereka memiliki tingkat kecerdasan (IQ) kurang dari 30.
d) Klasifikasi yang dikemukakan oleh leo Kanner (Amin,1995:22-24), dan ditinjau
dari sudut tingkat pandangan masyarakat sebagai berikut:
Tunagrahita absolute, termasuk kelompok tunagrahita yang jelas nampak
ketunagrahitaannya baik berada di pedesaan maupun perkotaan, dimasyarakat
petani, maupun masyarakat industry, di lingkungan sekolah, lingkungan
keluarga dan di tempat pekerjaan. Golongan ini penyandang tunagrahita
kategori sedang.
Tunagrahita relative, termasuk kelompok tunagrahita yang dalam masyarakat
tertentu dianggap tunagrahita, tetapi di tempat masyarakat lain tidak
dipandangtunagrahita. Anak tunagrahita dianggap demikian adalah anak
tunagrahita ringan karena masyarakat perkotaan yang maju dianggap
tunagrahita dan di masyarakat pedesaan yang masih terbelakang dipandang
bukan tunagrahita.
Tunagrahita semu (pseudo mentally retarded) yaitu anak tunagrahita yang
menunjukkan penampilan sebagai penyandang tunagrahita tetapi
sesungguhnya ia mempunyai kapasitas kemampuan yang normal. Misalnya
seorang anak dikirim ke sekolah khusus karena menurut kasil tes
kecerdasannya rendah, tetapi setelah mendapat pengejaran remedial dan
bimbingan khusus menjadikan kemampuan belajar dan adaptasi sosialnya
normal.
5 Klasifikasi menurut kecerdasan (IQ), dikemukakan oleh Grosman (Hallahan & Kauffman,
1988:48) sebagai berikut :
TERM IQ RANGE FOR LEVEL
Mild Mental Retardation 55-70 to Aprox, 70
Moderate Mental Retardation 35-40 to 50-55
Severe Mental Retardation 20-25 to 35-40
Profound Mental Retardation Bellow 20 or 25

2) Klasifikasi Anak Tunalaras


Anak tunalaras adalah anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, yang
ditunjukkan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun dalam
lingkungan sosialnya. Pada hakekatnya, anak-anak tunalaras memiliki kemampuan
intelektual yang normal, atau tidak berada dibawah rata-rata.kelainan lebih banyak
terjadi pada perilaku sosialnya.
Beberapa klasifikasi yang menonjol dari anak-anak berkebutuhan khusus yang
mengalami kelainan perilaku social ini adalah :
1. Berdasarkan perilakunya
Beresiko tinggi ; hiperaktif suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak
milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit berkonsentrasi, tidak mau bekerja
sama, sok aksi, ingin menguasai orang lain, mengancam, berbohong, tidak bisa
diam, tidak dapat dipercaya, suka mencuri, mengejek, dan sebagainya.
Beresiko rendah ; autism, khawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak
mau bergaul, menarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering menangis,
malu, dan sebagainya.
Kurang dewasa ; suka berfantasi, berangan-angan, mudah dipengaruhi, kaku,
pasif, suka mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya.
Agresif ; memiliki gang jahat, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal
terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut malam, dan
terbiasa minggat dari rumah.
2. Berdasarkan kepribadian
Kekacauan perilaku
Menarik diri(withdrawll)
Ketidakmatangan(immaturity)
Agresi social

3. Anak Berkelainan Akademik


1) Klasifikasi Anak Berbakat
Anak berbakat dalam konteks ini adalah anak-anak yang mengalami kelainan
intelektual di atas rata-rata. Berkenaan dengan kemampuan intelektual ini Cony
Semiawan (1997:24) mengemukakan ,bahwa diperkirakan satu persen dari populasi
total penduduk Indonesia yang rentangan IQ sekitar 137 keatas, merupakan manusia
berbakat tinggi (highly gifted) ,sedangkan mereka yang rentagannya berkisar 120-137
yaitu yaitu yang mencakup rentangan 10 persen di bawah yang satu persen itu disebut
moderately gifted . Mereka semua memiliki talen akademik (academic talented) atau
keberbakatan intelektual .
Beberapa kalsifikasi yang menonjol dari anak-anak berbakat umumnya hanya
dilihat dari tigkat inteligensinya ,berdasarkan standar Stanford Binet , yang meliputi :
Kategori rata-rata tinggi ,dengan tingkat kapasitas intelktual (IQ) : 110-119
Kategori superior , dengan tingkat kapasitas intelektual (IQ) : 120-139
Kategori sangat superior ,dengan tingkat intelektual (IQ) : 140-169

2) Klasifikasi Anak Berkesulitan belajar


Berkesulitan belajar merupakan salah satu jenis anak berkebutuahan khusus
yang ditandai dengan adanya kesulitan untuk mencapai standar kompetensi (prestasi)
yang telah ditentukan dengan mengikuti pembelajaran konvensional. Learning
disability merupakan salah satu istilah yang mewadahi berbagai jenis kesulitan yang
dialami anak terutama yang berkaitan dengan masalah akademis .
Adapun klasifikasi anak berkesulitan belajar spesifik yang merupakan jenis
kelainan unik tidak ada kesamaan antara penderita satu dengan yang lainnya.Untuk
mengklasifikasikan anak berkesulitan belajar spesifik dapat dilakukan berdasar pada
tingkat usia dan juga jenis kesulitannya, yaitu:
a. Kesulitan Belajar Perkembangan
Pengelompokkan kesulitan belajar pada anak usia di bawah 5 tahun (balita)
adalah kesulitan belajar perkembangan ,hal ini dikarenakan anak balita belum belajar
secara akademis ,tetapi belajar dalam proses kematangan prasyarat akademis ,seperti
kematangan persepsi visual-audiotory,wicara,daya diferensiasi,kemampuan sensory-
motor dsb.
b. Kesulitan Belajar Akademik
Anak-anak usia sekolah yaitu usia di atas 6 tahun masuk dalam kelompok
kesulitan belajar akademik anak-anak ini mengalami kesulitan bidang akademik di
sekolah yang sangat spesifik yaitu kesulitan dalam satu jenis/bidang akademik seperti
berhitung/matematika (diskalkulia), kesulitan membaca (disleksia), kesulitan menulis
(disgraphia), kesulitan bebahasa (dysphasia), kesulitan tidak terampil (dispraksia),
dsb .
Ada klasifikasi lain yang berdasarkan jenis gangguan atau kesulitan yang
dialami anak yaitu:
Dispraksia: merupakan gangguan pada keterampilan motorik, anak terlihat
kurang terampil dalam melakukan aktivitas motorik. Seperti sering menjatuhkan
benda yang di pegang, sering memecahkan gelas kalau minum.
Disgraphia: kesulitan dalam menulis ada yang memang karena gangguan pada
motoris sehingga tulisannya sulit untuk dibaca orang lain, ada yang sangat lambat
aktivitas motoriknya, dan juga adanya hambatan pada ideo motorik sehingga
sering salah atau tidak sesuai apa yang dikatakan dengan yang ditulis .
Diskalkulia: adalah kesulitan dalam berhitung dan matematika hal ini sering
dikarenakan adanya gangguan pada memori dan logika
Disleksia: merupakan kesulitan membaca baik membaca permulaan maupun
pemahaman
Disphasia: kesulitan berbahasa dimana anak sering melakukan kesalahan dalam
berkomunikasi baik menggunakan tulisan maupun lisan.
Body awareness: Anak tidak memiliki akan kesadaran tubuh sering salah prediksi
pada aktivitas gerak mobilitas seperti sering menabrak bila berjalan.

2.3 Karakteristik Anak Kebutuhan Khusus


1. Karakteristik dari anak dengan keterbelakang mental:
Secara kognitif anak tersebut sangat berbeda dengan anak normal, dari
penggolongan IQ nya saja mereka dapat dikategorikan sebagai:
Keterbelakangan mental ringan (IQ= 55 69)
Keterbelakangan mental sedang (IQ = 40 -54)
Keterbelakangan mental berat (IQ = 25 39)
Keterbelakangan mental sangat berat (IQ = di bawah 25)
Dengan derajat keterbelakang mental yang berbeda itu maka tingkatan dari
layanan dukungan buat merekapun menjadi berbeda pula (tabel terlampir).
Kemampuan memori, menggeneralisasi, motivasi, bahasa dan keterampilan
akademisnya menjadi terbatas.
Secara sosial, banyak anak dengan keterbelakangan mental mengalami kesulitan
dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Perilaku beradaptasi pun ada mengalami gangguan terutama dalam hal
komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kehidupan sehari-hari,
menikmati waktu senggang, kesehatan dan keselamatan, kemampuan
mengarahkan diri, fungsi akademis, dan keterlibatan di masyarakat.
Secara emosional, mereka seringkali terperosok dalam kondisi kesepian, depresi.
Secara fisik dan medis, biasanya tidak ada kondisi fisik dan medis yang sangat
berbeda dengan anak kebanyakan.

2. Karakteristik Gangguan Perilaku dan Emosi


Heward & Orlansky (1988) dalam Sunardi (1996) mengatakan seseorang
dikatakan mengalami gangguan perilaku apabila memiliki satu atau lebih dari lima
karakteristik berikut dalam kurun waktu yang lama, yaitu:
a. ketidakmampuan untuk belajar yang bukan disebabkan oleh faktor intelektualitas, alat
indra maupun kesehatan.
b. ketidakmampuan untuk membangun atau memelihara kepuasan dalam menjalin
hubungan dengan teman sebaya dan pendidik.
c. Tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang di bawah keadaan normal.
d. mudah terbawa suasana hati (emosi labil), ketidakbahagiaan, atau depresi.
e. kecenderungan untuk mengembangkan simtom-simtom fisik atau ketakutan-ketakutan
yang diasosiasikan dengan permasalahanpermasalahan pribadi atau sekolah.
Simptom gangguan emosi dan perilaku biasanya dibagi menjadi dua macam,
yaitu externalizing behavior dan internalizing behavior. Externalizingbehavior memiliki
dampak langsung atau tidak langsung terhadap orang lain, contohnya perilaku agresif,
membangkang, tidak patuh, berbohong, mencuri, dan kurangnya kendali diri.
Internalizing behavior mempengaruhi siswa dengan berbagai macam gangguan seperti
kecemasan, depresi, menarik diri dari interaksi sosial, gangguan makan, dan
kecenderungan untuk bunuh diri. Kedua tipe tersebut memiliki pengaruh yang sama
buruknya terhadap kegagalan dalam belajar di sekolah (Hallahan & Kauffman, 1988;
Eggen & Kauchak, 1997).
Lebih lanjut, Hallahan & Kauffman (1988) menjelaskan tentang karakteristik
anak dengan gangguan perilaku dan emosi, sebagai berikut:
a. Inteligensi dan Prestasi Belajar
Beberapa ahli, seperti dikutip oleh Hallahan dan Kauffman, 1988. menemukan
bahwa anak-anak dengan gangguan ini memiliki inteligensi di bawah normal (sekitar 90)
dan beberapa di atas bright normal.
b. Karakteristik Sosial dan Emosi. Agresif, acting-out behavior (externalizing).
Conduct disorder (gangguan perilaku) merupakan permasalahan yang paling
sering ditunjukkan oleh anak dengan gangguan emosi atau perilaku. Perilaku-perilaku
tersebut seperti: memukul, berkelahi, mengejek, berteriak, menolak untuk menuruti
permintaan orang lain, menangis, merusak, vandalisme, memeras, yang apabila terjadi
dengan frekuensi tinggi maka anak dapat dikatakan mengalami gangguan. Anak normal
lain mungkin juga melakukan perilakuperilaku tersebut tetapi tidak secara impulsif dan
sesering anak dengan conduct disorder.
c. Immature, withdrawl behavior (internalizing)
Anak dengan gangguan ini, menunjukkan perilaku immature (tidak matang atau
kekanak-kanakan) dan menarik diri. Mereka mengalami keterasingan sosial, hanya
mempunyai beberapa orang teman, jarang bermain dengan anak seusianya, dan kurang
memiliki ketrampilan sosial yang dibutuhkan untuk bersenang-senang. Beberapa di
antara mereka mengasingkan diri untuk berkhayal atau melamun, merasakan ketakutan
yang melampaui keadaan sebenarnya, mengeluhkan rasa sakit yang sedikit dan
membiarkan penyakit mereka terlibat dalam aktivitas normal. Ada diantara mereka
mengalami regresi yaitu kembali pada tahap-tahap awal perkembangan dan selalu
meminta bantuan dan perhatian, dan beberapa diantara mereka menjadi tertekan (depresi)
tanpa alasan yang jelas (Hallahan dan Kauffman, 1988).

3. Karakteristik Tunaganda
Prilaku prilaku yang dapat dianggap bahwa anak tersebut mengalami gangguan
Tunaganda adalah sebagai berikut :
1) Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi
Banyak yang tidak dapat berbicara, bila ada komunikasi mereka tidak merespon. ini
menyebakan pelayanan pendidikan menjadi sulit.
2) Perkembangan motorik dan fisik terbelakang
Sebagian besar anak tuna ganda mempunyai keteratasan dalam mobilitas fisik
contoh : tidak dapat berjalan.
3) Sering mempunyai prilaku aneh dan tidak bertujuan
Contoh : menggosok-gosok jari ke wajah, melukai diri.
4) Kurang dalam keterampilan menolong diri sendiri.
Contoh : tidak dapat mengurus diri sendiri misalnya makan, berpakaian .
5) Jarang berprilaku dan berinteraksi yang sifatnya kontruktif

4. Karakteristik Gangguan Kesulitan Belajar


Berikut adalah karakteristik anak yang mengalami kesulitan belajar dalam
membaca, menulis dan berhitung:
1) Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
Perkembangan kemampuan membaca terlambat,
Kemampuan memahami isi bacaan rendah,
Kalau membaca sering banyak kesalahan
Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6
dengan 9, dan sebagainya,
Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang,
Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
2) Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkula)
Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,
Sering salah membilang dengan urut
Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3
dengan 8, dan sebagainya,
Sulit membedakan bangun-bangun geometri.

5. Karakteristik Anak dengan Cerdas Istimewa/Berbakat Istimewa


Karakteristik anak berbakat ditinjau dari segi akademik, sosial/emosi, dan
fisik/kesehatan.
a. Karakteristik Akademik
Adapun karakteristik yang dimiliki oleh seorang anak berbakat, diantaranya:
Memiliki ketekunan dan rasa ingin tahu yang benar,
Keranjinan membaca,
Menikmati sekolah dan belajar.
Memiliki perhatian yang lama terhadap suatu bidang akademik khusus,
Memiliki pemahaman yang sangat maju tentang konsep, metode, dan terminologi
dari bidang akademik khusus,
Mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang akademik khusus yang
dipelajari pada aktivitas-aktivitas bidang lain,
Kesediaan mencurahkan sejumlah besar perhatian dan usaha untuk mencapai
standar yang lebih tinggi dalam suatu bidang akademik,
Memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang akademik dan motivasi
yang tinggi untuk berbuat yang terbaik, dan
Belajar dengan cepat dalam suatu bidang akademik khusus.
Mudah menyerap pelajaran.
Salah satu contoh yang digambarkan oleh Kirk (1986) bahwa seorang anak
berbakat berusia 10 tahun, ia memiliki kemampuan akademik dalam hal membaca
sama dengan anak normal usia 14 tahun, dan berhitung sama dengan usia 11 tahun,
anak ini memiliki keberbakatan dalam membaca.
b. Karakteristik Sosial
Ada beberapa ciri individu yang memiliki keberbakatan sosial, yaitu:
Diterima oleh mayoritas dari teman-teman sebaya dan orang dewasa,
Keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial, mereka memberikan
sumbangan positif dan konstruktif,
Kecenderungan dipandang sebagai juru pemisah dalam pertengkaran dan
pengambil kebijakan oleh teman sebayanya,
Memiliki kepercayaan tentang kesamaan derajat semua orang dan jujur,
Perilakunya tidak defensif dan memiliki tenggang rasa,
Bebas dari tekanan emosi dan mampu mengontrol ekspresi emosional
sehingga relevan dengan situasi,
Mampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman sebaya dan orang
dewasa,
Mampu merangsang perilaku produktif bagi orang lain, dan
Memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menanggulangi situasi sosial dengan
cerdas, dan humor.
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa anak yang berbakat dalam hal social dan
emosi, bahwa seorang anak berusia 10 tahun memperlihatkan kemampuan
penyesuaian sosial dan emosi (sikap periang, bersemangat, kooperatif, bertanggung
jawab, mengerjakan tugasnya dengan baik, membantu temannya yang kurang mampu
dan akrab dalam bermain). Sikap-sikap yang diperlihatkannya itu sama dengan sikap
anak normal usia 16 tahun.
c. Karakteristik Fisik/Kesehatan
Dalam segi fisik, anak berbakat memperlihatkan :
Memiliki penampilan yang menarik dan rapi,
Kesehatannya berada lebih baik atau di atas rata-rata, (studi longitudinal
Terman dalam Samuel A. Kirk, 1986). Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa
seorang anak berbakat usia 10 tahun memiliki tinggi dan berat badan sama
dengan usianya. Yang menunjukkan perbedaan adalah koordinasi geraknya
sama dengan anak normal usia 12 tahun. Mereka juga memperlihatkan sifat
rapi.
Karakteristik anak berbakat secara umum, seperti yang dikemukakan oleh
Renzulli, 1981 (dalam Sisk, 1987) menyatakan bahwa keberbakatan (giftedness)
menunjukkan keterkaitan antara 3 kelompok ciri-ciri, yaitu (a) kemampuan
kecerdasan jauh di atas rata-rata, (b) kreativitas tinggi dan (c) tanggung jawab atau
pengikatan diri terhadap tugas (task commitment). Masing-masing ciri mempunyai
peran yang menentukan.
Seseorang dikatakan berbakat intelektual jika mempunyai inteligensia tinggi.
Sedangkan kreativitas adalah sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang
baru, memberikan gagasan baru, kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan yang
baru antara unsur-unsur yang sudah ada. Demikian pula berlaku bagi pengikatan diri
terhadap tugas. Hal inilah yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet meskipun
mengalami berbagai rintangan dan hambatan karena ia telah mengikatkan diri
pada tugas atas kehendaknya sendiri.
d. Karakteristik Intelektual-Kognitif
Menunjukkan atau memiliki ide-ide yang orisinal, gagasan-gagasan yang tidak
lazim, pikiran-pikiran kreatif.
Mampu menghubungkan ide-ide yang nampak tidak berkaitan menjadi suatu
konsep yang utuh.
Menunjukkan kemampuan bernalar yang sangat tinggi.
Mampu menggeneralisir suatu masalah yang rumit menjadi suatu hal yang
sederhana dan mudah dipahami.
Memiliki kecepatan yang sangat tinggi dalam memecahkan masalah.
Menunjukkan daya imajinasi yang luar biasa.
Memiliki perbendaharaan kosakata yang sangat kaya dan mampu
mengartikulasikannya dengan baik.
Biasanya fasih dalam berkomunikasi lisan, senang bermain atau merangkai
kata-kata.
Sangat cepat dalam memahami pembicaraan atau pelajaran yang diberikan.
Memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory) yang kuat.
Mampu menangkap ide-ide abstrak dalam konsep matematika dan/atau sains.
Memiliki kemampuan membaca yang sangat cepat.
Banyak gagasan dan mampu menginspirasi orang lain.
Memikirkan sesuatu secara kompleks, abstrak, dan dalam.
Mampu memikirkan tentang beragam gagasan atau persoalan dalam waktu
yang bersamaan dan cepat mengaitkan satu dengan yang lainnya.
e. Karakteristik Persepsi/Emosi
Sangat peka perasaannya.
Menunjukkan gaya bercanda atau humor yang tidak lazim (sinis, tepat sasaran
dalam menertawakan sesuatu hal tapi tanpa terasa dapat menyakiti perasaan
orang lain).
Sangat perseptif dengan beragam bentuk emosi orang lain (peka dengan
sesuatu yang tidak dirasakan oleh orang-orang lain).
Memiliki perasaan yang dalam atas sesuatu.
Peka dengan adanya perubahan kecil dalam lingkungan sekitar (suara, aroma,
cahaya).
Pada umumnya introvert.
Memandang suatu persoalan dari berbagai macam sudut pandang.
Sangat terbuka dengan pengalaman atau hal-hal baru
Alaminya memiliki ketulusan hati yang lebih dalam dibanding anak lain.
f. Karakteristik Motivasi dan Nilai-Nilai Hidup
Menuntut kesempurnaan dalam melakukan sesuatu (perfectionistic).
Memiliki dan menetapkan standar yang sangat tinggi bagi diri sendiri dan
orang lain.
Memiliki rasa ingin tahu dan kepenasaran yang sangat tinggi.
Sangat mandiri, sering merasa tidak perlu bantuan orang lain, tidak
terpengaruh oleh hadiah atau pujian dari luar untuk melakukan sesuatu (self
driven).
Selalu berusaha mencari kebenaran, mempertanyakan dogma, mencari makna
hidup.
Melakukan sesuatu atas dasar nilai-nilai filsafat yang seringkali sulit dipahami
orang lain.
Senang menghadapi tantangan, pengambil risiko, menunjukkan perilaku yang
dianggap nyerempet-nyerempet bahaya .
Sangat peduli dengan moralitas dan nilai-nilai keadilan, kejujuran, integritas.
Memiliki minat yang beragam dan terentang luas.
g. Karakteristik Aktifitas
Punya energi yang seolah tak pernah habis, selalu aktif beraktifitas dari satu
hal ke hal lain tanpa terlihat lelah.
Sulit memulai tidur tapi cepat terbangun, waktu tidur yang lebih sedikit
dibanding anak normal Sangat waspada.
Rentang perhatian yang panjang, mampu berkonsentrasi pada satu persoalan
dalam waktu yang sangat lama.
Tekun, gigih, pantang menyerah.
Cepat bosan dengan situasi rutin, pikiran yang tidak pernah diam, selalu
memunculkan hal-hal baru untuk dilakukan.
Spontanitas yang tinggi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan
(bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social,
emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak
lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Ada banyak klasifikasi anak berkebutuhan khusus, mencakup anak-anak yang
kelainan fisik, mental emosional, maupun masalah akademik. Dan setiap anak yang memilki
keterbelakangan memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak yang normal. Setiap anak
yang berkebutuhan khusus memiliki karakteristik masing-masing yang berbeda-beda.
anak berkeutuhan khusus di klasifikasikan atas beberapa kelompok sesuai dengan
jenis kelainan anak. Klasifikasi tersebut mencakup kelompok anak yang mengalami
keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar, gangguan emosional, kelainan fisik,
kerusakan atau gangguan pendengaran, kerusakan atau gangguan penglihatan, gangguan
bahasa dan wicara, dan kelompok anak yang berbakat.

3.2 Saran
Kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kekurangan karena
keterbatasan saya sebagai manusia biasa, untuk itu kritik dan saran amat kami harapkan demi
kesempurnaan kami dalam menyelesaikan tugas-tugas dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Suparno. 2007. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Departemen Pendidikan nasional,
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Nurjannah, Siti. 2015. Anak Berkebutuhan Khusus.
http://httpnurjannah.blogspot.co.id/2015/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html. Diakses
pada 3 September 2017.
Ramadhayanti, Rizka. 2015. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus.
http://rizkaramadhayanti95.blogspot.co.id/2015/06/karakteristik-anak-
berkebutuhan.html.Diakses pada 3 September 2017.

Anda mungkin juga menyukai