Anda di halaman 1dari 5

Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa reaktif, yang

secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak
berpasangan di kulit terluarnya (Winarsi, 2007). Radikal bebas terbentuk pada
saat molekul yang kehilangan elektron menjadi tidak stabil. Radikal bebas juga
merupakan produk alamiah hasil metabolisme sel.
Tubuh memiliki sistem pertahanan alami untuk menetralisir radikal bebas
agar tidak berkembang dan menjadi berbahaya bagi tubuh. Pengaruh lingkungan
dan kebiasaan buruk seperti radiasi ultraviolet, polusi, kebiasaan mengonsumsi
junk food dan merokok, dapat membuat sistem pertahanan tubuh tidak mampu
menghadapi radikal bebas yang berjumlah besar. Adanya radikal bebas didalam
tubuh manusia berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degeneratif yakni
kanker, aterosklerosis, rematik, jantung koroner, katarak, dan penyakit
degenerasi saraf seperti perkinson. Radikal bebas dapat ditangkal atau diredam
dengan pemberian antioksidan atau dengan mengkonsumsi antioksidan
(Halliwel, 2007).
Menurut Cockell dan Knowland (1999) Efek radikal bebas dapat
menyebabkan peradangan dan penuaan serta memacu zat karsinogenik yang
menyebabkan kanker. Untuk menetralisir radikal bebas, tubuh membutuhkan
antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas
dan meredam dampak negatifnya. Antioksidan merupakan suatu senyawa yang
sangat berguna bagi kesehatan manusia. Senyawa antioksidan dapat
menginaktifasi bekembangnya reaksi oksidasi sehingga sering digunakan
sebagai radikal bebas (Winarsi,2007).
Antioksidan juga mampu menghambat penyakit degeneratif seperti
tekanan darah tinggi, jantung koroner, diabetes dan kanker yang didasari oleh
proses biokimiawi dalam tubuh serta mampu menghambat peroksidasi lipid pada
makanan (Shahidi, 1997 dalam Kurniawan, 2011). Terdapat tiga macam
antioksidan yaitu antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa
enzim antara lain superoksida dismutase, glutathione peroxidase dan katalase.
Antioksidan alami yang dapat diperoleh dari tanaman atau hewan, yaitu vitamin
C, betakaroten, dan flavonoid. Antioksidan sintetik, yang dibuat dari bahan-bahan
kimia yaitu butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluen (BHT),
tertier butylhydroquinone (TBHQ), propylgallate (PG) dan nordihydro guaiaretic
acid (NDGA) yang ditambahkan dalam makanan untuk mencegah kerusakan
lemak (Kumalaningsih, 2006). Oleh karena tubuh tidak mempunyai sistem
pertahanan antioksidatif yang berlebihan, sehingga jika terjadi paparan radikal
berlebih tubuh membutuhkan antioksidan eksogen (Rohdiana, 2001 dalam
Sunarni dkk., 2007).
Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan
alami, misalnya rempah-rempah, teh, coklat, biji-biji serelia, sayur-sayuran, enzim
dan protein. Kebanyakan sumber antioksidan alami ialah tumbuhan dan
umumnya merupakan senyawa fenolik yang tersebar di seluruh bagian
tumbuhan. Senyawa fenolik atau polifenolik antara lain dapat berupa golongan
flavonoid. Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan telah banyak diteliti
belakangan tahun ini, dimana flavonoid memiliki kemampuan untuk merubah
atau mereduksi radikal bebas dan juga sebagai anti radikal bebas (Giorgio,
2000).
Rambutan (Nephelium lappaceum. L) merupakan salah satu tanaman buah
yang banyak terdapat di Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai
antioksidan alami. Rambutan merupakan sumber vitamin C yang baik (Mangku
dkk., 2006). Secara tradisional tanaman rambutan digunakan untuk pengobatan
berbagai penyakit, antara lain kulit buahnya untuk mengatasi disentri dan
demam, kulit kayu untuk mengatasi sariawan, daun untuk mengatasi diare dan
menghitamkan rambut, akar untuk mengatasi demam serta bijinya untuk
mengatasi diabetes mellitus (Zulphiri dkk., 2011).
Dari buah rambutan biasanya yang dikonsumsi adalah daging buahnya,
sedangkan kulit dan bijinya dibuang begitu saja dan belum dimanfaatkan dengan
baik. Kulit buah rambutan telah dilaporkan mengandung senyawa-senyawa
golongan tannin, polifenol dan saponin. Sehingga dapat diduga kulit rambutan
berpotensi memiliki aktivitas antioksidan (Thitilerdecha dkk., 2010). Berdasarkan
hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang uji aktivitas senyawa
antioksidan dari kulit rambutan.
Untuk mengetahui senyawa antioksidan yang terkandung dalam kulit
buah rambutan hal pertama yang dilakukan adalah determinasi kemudian
dilakukan analisis fitokimia untuk mengetahui kandungan awal senyawa
metabolit sekunder pada kulit buah rambutan. Proses determiasi tanaman untuk
memastikan kebenaran suatu tanaman yang digunakan dalam penelitian,
menghindari kesalahan dalam pengambilan sampel tanaman serta mencegah
ketercampuran tanaman sampel dengan tanaman lain.
Setelah proses determinasi maka tahap selanjutnya yaitu preparasa
sampel kulit rambutan. Kulit rambutan yang telah bersih kemudian dikeringkan
dengan oven. Pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam kulit
rambutan, kadar air jika tidak dihilangkan dapat mempengaruhi kondisi fisik
bahan, dan dapat mengaktifkan enzim-enzim sehingga terjadi perubahan kimia.
Setelah kulit rambutan kering, kemudian digiling dengan menggunakan blender
dilanjutkan dengan diayak sehingga diperoleh partikel yang lebih halus.
Serbuk diekstraksi secara maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-
heksana, etil asetat dan etanol. Filtrat atau ekstrak cair dari setiap ekstrak
diuapkan dengan vacuum rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental n-
heksana, etil asetat dan etanol.
Ekstrak kental n-heksana, etil asetat dan etanol dilakukan analisis
fitokimia kemudian, diidentifikasi secara kromatografi lapis tipis. Skrining awal
pada uji pendahuluan dengan menggunakan metode DPPH. Uji pendahuluan
dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas penangkap radikal bebas
dari ekstrak n-heksana, etil asetat dan etanol terhadap radikal bebas DPPH.
Perubahan spot menjadi warna kuning pada KLT setelah disemprot dengan
DPPH merupakan indikasi adanya aktivitas penangkap radikal bebas dari ekstrak
yang diuji.
Ekstrak aktif dilarutkan dalam pelarut etanol.sehingga diperoleh 2 fase
yaitu fase supernatan sebagai fase larut etanol dan fase endapan sebagai fase
tidak larut etanol. Dari hasil pemisahan secara partisi, selanjutnya diuji aktivitas
penangkap radikal bebasnya.
Kedua fase tersebut diuji secara kromatografi lapis tipis (KLT) dalam satu
plat KLT atau lempeng (dibuat 2 perlakuan) kemudian di elusi dengan fase gerak
yang sesuai. Bercak yang terbentuk diamati dengan sinar tampak, lampu UV254
dan UV366 dan disemprot dengan serium sulfat dan DPPH. Senyawa aktif
penangkap radikal bebas akan menunjukkan bercak berwarna kuning dengan
latar belakang ungu setelah disemprot dengan pereaksi DPPH. Senyawa
berwarna ungu kemerahan setelah disemprot dengan serium sulfat setelah
dipanaskan, dan keduanya menunjukkan Rf yang sama. Fase yang menunjukkan
perubahan warna bercak menjadi kuning dengan latar belakang ungu setelah
disemprot dengan DPPH, kemudian difraksinasi menggunakan kromatografi
vakum cair (KVC). Hasil fraksinasi tersebut ditampung kemudian dikeringkan,
selanjutnya diuji secara KLT dengan menggunakan fase gerak yang sesuai untuk
melihat pola bercaknya dengan disemprot serium sulfat dan DPPH. Hasil
fraksinasi yang menunjukkan pola bercak yang sama disatukan menjadi satu
fraksi. Fraksi aktif sebagai senyawa penangkap radikal bebas menunjukkan
perubahan warna bercak menjadi kuning dengan latar belakang ungu setelah
disemprot dengan DPPH. Hasil uji fraksinasi secara KLT yang positif DPPH,
dipisahkan secara Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) dengan cara
ditotolkan membentuk garis panjang pada plat KLTP dan dielusi dengan fase
gerak yang sesuai.
Dilakukan KLT kembali dari hasil KLTP yang diperoleh kemudian dielusi
menggunakan pelarut yang sesuai. Senyawa aktif penangkap radikal bebas akan
menunjukkan bercak berwarna kuning dengan latar belakang ungu setelah
disemprot dengan pereaksi DPPH dan berwarna ungu kemerahan setelah
disemprot dengan serium sulfat setelah dipanaskan, dan keduanya menunjukkan
Rf yang sama. Selanjutnya uji kemurnian isolat secara KLT menggunakan tiga
sistem fase gerak (eluen) yang berbeda dan uji aktivitas senyawa penangkap
radikal bebas terhadap isolat yang telah diperoleh dilakukan dengan metode
pengujian metal ion-chelating assay (Rohman dkk., 2010). Pengujian aktivitas
senyawa penangkap radikal bebas bertujuan untuk mengetahui aktivitas
penangkap radikal bebas pada isolat dari kulit rambutan.
Isolat diidentifikasi spektranya dengan menggunakan spektrofotometer
ultraviolet, spektrofotometer infra merah dan analisa senyawa dengan
1
spektroskopi H-NMR, sehingga dapat diketahui keberadaan senyawa
antioksidan dari kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum. L), struktur
senyawa aktif antioksidan dari kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum. L),
dan potensinya sebagai senyawa aktif antioksidan.
DAFTAR PUSTAKA

Giorgio. P., 2000, Flavonoid an Antioxidant, Journal National Product, 63: 1035-
1045.

Halliwel B, 2007, Dietary polyphenols: good, bad, or indifferent for your health. J.
Cardiovascular Research, 73: 341-347.

Mangku, I.G.P., Semariyani, A.A.Md., dan Suriati, L., 2006, Studi Pemanfaatan
Kulit Buah Rambutan Sebagai Bahan Pewarna Alami, Jurnal Lingkungan
dan Pembangunan Wicaksana, 15 (2): 96-103.

Rohman, A., Riyanto, S., Yuniarti, N., Saputra, W. R., Utami, R., dan Mulatsih,
W., 2010. Antioxidant activity, total phenolic, and total flavaonoid of extracts
and fractions of red fruit (Pandanus conoideus Lam). International Food
Research Journal, 17: 97106.

Sunarni, T., Pramono, S., dan Asmah, R., 2007, Flavonoid antioksidan
penangkap radikal dari daun kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook f.
& Th.), Majalah Farmasi Indonesia, 18(3): 111 116.

Thitilertdecha, N., Teerawutgulrag, A., Jeremy D. kliburn., Rakariyatman, N.


2010, Identification of Major Phenolic Compounds from Nephelium
lappaceum L. and Their Antioxidant Activities, Molecules, 15(3): 1453-
1465.

Winarsi, H.M.S., 2007, Antioksidan Alami dan Radikal Bebas, Kansius,


Yogyakarta.

Zulphiri., Boer Yusnetty., Dyaningtyas, Pramu, R., 2012, Kandungan Fitokimia


dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Kulit Rambutan (Nephelium
lappaceum. L) Varietas Binjai dan Lebak Bulus, JRSKT, 2(1):156-161.

Anda mungkin juga menyukai