Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum I

Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura

PENGAYAAN KOMPOS DENGAN CENDAWAN TRICHODERMA

NAMA : SATRIYANA RAHMAH


NIM : G11115067
KELAS :D
KELOMPOK : II (DUA)
ASISTEN : - AHMAD
- RENI S

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas makhluk hidup yang indentik dengan
bahan buangan yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau. Sampah organik
seperti dedaunan yang berasal dari taman, jerami, rerumputan, dan sisasisa sayur,
buah, yang berasal dari aktivitas rumah tangga (sampah domestik) memang sering
menimbulkan berbagai masalah. Baik itu masalah keindahan dan kenyamanan
maupun masalah kesehatan manusia, baik dalam lingkup individu, keluarga,
maupun masyarakat. Masalah-masalah seperti timbulnya bau tak sedap maupun
berbagai penyakit tentu membawa kerugian bagi manusia maupun lingkungan
disekitarnya, baik meteri maupun psikis. Melihat fakta tersebut, tentu perlu adanya
suatu tindakan guna meminimalkan dampak negatif yang timbul dan berupaya
meningkatkan semaksimalmungkin dampak positifnya.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meminimalkan dampak negatif yang
ditimbulkan sampah organik domestik adalah mengolah sampah tersebut dengan
teknik pengomposan, disamping terdapat berbagai teknik pengolahan lain (dengan
penambahan aktivator pengomposan) menghasilkan produk yang bernilai lebih,
baik dari segi nilai ekonomi yaitu memiliki suplemen bagi tanaman. Meskipun
dalam metode ini tidak ditambahkan aktivator pengomposan,namun ke dalamnya
ditambahkan organik agen (serbuk gergaji dan kotoran hewan) yang berfungsi
memacu pertumnuhan mikroba dan manambah unsur hara dalam kompos.
Pupuk organik umumnya dihasilkan dari proses pengomposan sehingga sering
disebut juga dengan kompos. Pengomposan merupakan proses dimana bahan-
bahan organic mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-
mikroba yang dapat memanfaatkan bahan organic sebagai sumber energy. Secara
alami bahanbahan organic yang berada di alam akan mengalami proses penguraian
(dekomposisi) dengan bantuan mikroba maupun biota yang ada didalam tanah.
Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan
lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan
teknologiteknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana,
sedang dan teknologi tinggi (canggih).
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan praktikum tentang pengayaan
kompos dengan cendawan trichoderma untuk mengurangi sampah atau limbah
sehingga dapat bermanfaat dalam bidang pertanian.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui pembuatan kompos
sehingga mengurangi limbah yang ada di lingkungan.
Kegunaan dari praktikum ini yaitu memberi kita pengetahuan tentang
pengolahan limbah menjadi pupuk kompos yang bermanfaat dalam bidang
pertanian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kompos
2.1.1 Pengertian Kompos
Menurut Indriani (2005) kompos merupakan semua bahan organik yang telah
mengalami penguraian sehingga bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya,
berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau. Sedangkan menurut Sutedjo
(2002)Kompos adalah hasil akhir suatu proses dekomposisi tumpukan
sampah/serasah tanaman dan bahan organik lainnya. Keberlangsungan proses
dekomposisi ditandai dengan nisbah C/N bahan yang menurun sejalan dengan
waktu. Bahan mentah yang biasa digunakan seperti : daun, sampah dapur, sampah
kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai nisbah C/N yang melebihi 30.
Tanaman tidak dapat menyerap hara dari bahan organik yang masih mentah
apapun bentuk dan asalnya. Kotoran ternak yang segar tidak bisa diserap haranya
oleh tanaman. Apalagi sisa anaman yang masih segar bugar juga tidak dapat diserap
haranya oleh tanaman. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh
masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk
organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Sutedjo, 2002).
Proses pengomposan akan segera terjadi dan berlangsung setelah bahan-bahan
mentah tercampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi
dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap awal, oksigen dan
senyawa-senyawa lainnya yang muda terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh
mikroba mesofik, sehingga suhu pada tumpukan kompos akan meningkat dengan
cepat, diikuti dengan meningakatnya pH pada kompos. Pada saat proses
dekomposisi berlangsung maka suhu akan meningkat diatas 500-70oC. Suhu ini
akan tetap tinggi selama waktu tertentu, dan mikroba yang aktif pada kondisi suhu
tinggi ini adalah mikroba Termofik. Pada saat inilah terjadi proses
dekomposisi/penguraian bahan-bahan organic sangat aktif oleh mikroba. Dengan
bantuan oksigen mikrobamikroba yang berada didalam tumpukan kompos
menguraikan bahan organic menjadi CO2, uap air sehingga tumpukan kompos
menjadi panas (Nyoman, 2010).
Banyaknya perubahan yang terjadi dalam timbunan bahan kompos,oleh karena
itu perlu diperhatikan hal-hal dalam pembuatan kompos yaitu persenyawaan zat
arang (C ) yang mudah diubah harus secepat mungkin diubah secara menyeluruh.
Untuk itu, diperlukan banyak udara dalam timbunan bahan kompos. Proses ini
dapat dipercepat dengan campuran kapur dan fosfat atau campuran zat lemas
secukupnya. Zat lemas yang digunakan harus mempunyai perbandingan C/N kecil.
Persenyawaan zat lemas sebagian besar harus diubah menjadi persenyawaan
amoniak, tidak hanya terikat sebagai putih telur di tubuh bakteri. Oleh karena itu
dibutuhkan perbandingan C/N yang baik. Jika perbandingan C/N kecil, akan
banyak amoniak yang dibebaskan oleh bakteri. Nitrat di dalam tanah segera diubah
menjadi niat yang mudah diserap tanaman. Pengomposan dikatakan bagus apabila
zat lemas yang hilang tidak terlalu banyak (Nyoman, 2010).
2.1.2 Jenis-jenis Kompos
Menurut Nyoman (2010) terdapat 2 dua jenis kompos yaitu sebagai berikut :
1. Kompos cacing
Kompos cacing atau vermycompost adalah pupuk yang berasal dari kotoran
cacing (vemics). Pupuk ini dibuat dengan memelihara cacing didalam tumpukan
sampah organik sehingga cacing tersebut berkembang biak didalamnya dan
menguraikan sampah organik dan menghasilkan kotoran. Proses ini dikenal dengan
vemiksisasi. Proses pembuatan kompos jenis ini tidak berbeda dengan pembuatan
kompos pada umumnya, yang membedakan hanya starternya yang berupa cacing.
Kompos cacing dapat menyuburkan tanaman karena kotoran cacing memiliki
bentuk dan struktur yang mirip dengan tanah namun ukuran partikel-partikelnya
lebih kecil dan lebih kaya dengan bahan organik sehingga memiliki tingkat aerasi
yang tinggi dan cocok untuk dan cocok dijadikan media tanam. Kompos cacing
memiliki kandungan kandungan nutrisi yang hampir sama dengan bahan organik
yang diurainya.
Spesies cacing yang umum digunakan dalam proses ini diantaranya elsenia
foetida, elsenia hortensis, dan peryonix excavatus, namun cacing biasa (Lumbricus
terestris) yang juga dapat digunakan.
2. Kompos Bagase
Kompos yang dibuat dari ampas tebu (bagase) yaitu limbah padat sisa
penggilingan batang tebu. Pabrik gula rata-rata menghasilkan bagase sekitar 32%
bobot tebu yang digiling. Sebagian besar bagase dimanfaatkan sebagai bahan bakar
boiler, namun selalu ada sisa bagase yang tidak termanfaatkan yang dimanfaatkan
oleh stok bagase yang melebihi kebutuhan pembakaran oleh boiler pabrik. Sisa
bagase ini dimasa depan diperkirakan akan bertambah seiring meningkatnya
kemajuan teknologi yang mampu meningkatkan efisiensi pabrik pengolahan tebu,
termasuk boiler pabrik.
Limbah bagase memiliki kadar bahan organik sekitar 90%, kandungan N 0,3%,
P2O5 0,02%, K2O 0,14%, Ca 0,06% dan Mg 0,04%. Pemberian kompos campuran
bagase, blotong, abu boiler pabrik pengolahan tebu dapat meningkatkan
ketersediaan unsur N, P, dan K dalam tanah, kadar bahan organik, pH tanah serta
kapasitas menahan air. Pemberian kompos bagase 4-6 ton/ha dapat mengurangi
penggunaan pupuk NPK hingga 50%.
Bahan pembuatan kompos bagase yaitu bagase dan kotoran sapi yang
dimanfaatkan sebagai bioaktivator dengan perbandingan volume 3:1, penambahan
kotoran sapi selain sebagai bioaktivator juga untuk menurunkan rasio C/N.
Pengomposan dilakukan dengan sistem windrow menggunakan saluran udara yang
terbuat dari bambu yang dipasang secara vertikal dan horizontal. Proses
pengomposan membutuhkan waktu 3 bulan hingga kompos menunjukkan warna
coklat tua hingga hitam.
3. Kompos Bogashi
Kompos bogashi adalah suatu metode pengomposan yang dapat menggunakan
starter aerobik maupun anaerobik untuk mengomposkan bahan organik yang
biasanya berupa campuran molasses, air, starter mikroorganisme dan sekam padi.
Kompos yang sudah jadi dapat digunakan sebagian untuk proses pengomposan
berikutnya, sehingga proses ini dapat diulang dengan cara yang lebih efisien. Strater
yang digunakan amat bervariasi, dapat diinokulasikan dari material sederhana
seperti kotoran hewan, jamur, spora, cacing, ragi, acar, sake, anggur bahkan bir
sepanjang material tersebut mengandung organisme yang mampu melakukan
pengomposan.
2.2 Bahan dan Cara Pembuatan Kompos
2.2.1 Bahan Pembuatan Kompos
Menurut Siti (2008), bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan kompos
yaitu :
1. Limbah organik/sampah dipotong-potong dengan ukuran 5-10 cm sebanyak
100 kg
2. Dedak sebanyak 5 kg
3. Sekam/Arang sekam/serbuk gergaji(kalau ada)sebanyak 10-20 kg
4. Gula pasir( 200 gram dilarutkan dalam 1 liter air) atau (gula merah 25-
gram dilarutkan dalam 1 liter air)atau (cairan molase 400 ml dilarutkan
dalam 1 liter air(40%) sebanyak 5 sendok makan)
5. Cairan EM4(biang),diambil sebanyak 5 sendok makan
6. Air bersih secukupnya (kurang lebih 3 ember)
Menurut Siti (2008), dari beberapa bahan tersebut memiliki fungsi masing-
masing untuk mengurai sampah menjadi pupuk kompos. Fungsi beberapa bahan
tersebut yaitu :
1. Dedak berfungsi untuk sumber makanan yang bergizi(vitamin) untuk
membangunkanEM4 dalam keadaan tidur non aktif di cairan biasa
2. Gula Pasir<gula merah atau tetes tebu:berfungsi untuk memeperoleh energi
bagi perkembangbiakan jumlah EM yang diaktifkan selama proses
pembuatan kompos(proses fermentasi 3-4 hari)
3. Sekam/Arang sekam?serbuk geregaji(bila ada) sangat baik untuk
meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan dari segi teksturnya
4. EM4 berfungsi mengolah atau menguraikan bahan-bahan organik dengan
cepat secara fermentasi menjadi kompos sehingga tidak menimbulkan bau
busuk melainkan menimbulkan aroma yang segar.
2.2.2 Cara Pembuatan Kompos
Menurut Siti (2008), cara pembuatan kompos yaitu sebagai berikut :
1. Campurkan dan aduk secara merata bahan-bahan sampah/limbah,dedak dan
arang sekam
2. Larutkan EM4 dan gula atau tetes tebu ke dalam ember yang telah
disediakan dan aduk secara merata
3. Siramkan larutan EM 4 sambil diaduk-aduk hingga campuran bahan organik
basah secara merata (bila adonan dikepal dengan tangan,air tidak menetes
dan bila kepalan dilepas adonan akan mekar/kadar air 30%)
4. Adonan tadi kita gundukan di atas lantai (kering) kemudian tutup dengan
karung goni atau karung beras selama 3-5 hari
5. Pada hari kedua dan ketiga kompos biasanya mengeluarkan panas yang
cukup tinggi, sehingga setiap harinya harus dibolak balik dan.dibiarkan
sampai 10 menit sampai panasnya berkurang,kemudian gundukan ditutup
kembali seperti semula
6. Pada hari ke-4 kompos telah matang,(fermentasi), sehingga panas tidak
tinggi lagi. Apabila dibuka nampak ditumbuhi jamur berwarna putih dan
bila dipegang terasa hangat. Kompos ini sudah bisa digunakan tetapi belum
hancur sehingga bentuk dan ukuran masih seperti bahan baku. Untuk
menjadikan kompos halus harus menunggu selama 21 hari. Selama Proses
penghancuran gundukan kompos diaduk setiap satu minggu sekali.
7. Bila kompos yang sudah jadi akan disimpan atau dikemas,sebelum
dimasukan ke dalam kantung plastik/karung, kompos tadi dikeringkan dulu
(bukan di jemur).
2.3 Fungsi dan Kegunaan Kompos
Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah
dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air
tanah. Aktifitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat
dengan penambahan kompos. Aktifitas mikroba ini membantu tanaman untuk
menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang
pertumbuhan tanaman. Aktifitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu
tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos
juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan
pupuk kimia, misalnya hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar,
dan lebih enak (Nyoman, 2010).
Menurut Indriani (2005) , kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari
beberapa aspek yakni sebagai berikut:
1. Aspek Ekonomi
a. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
b. Mengurangi volume/ukuran limbah
c. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
2. Aspek Lingkungan
a. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
b. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
3. Aspek bagi tanah/tanaman
a. Meningkatkan kesuburan tanah
b. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
c. Meningkatkan kapasitas serap air tanah
d. Meningkatkan aktifitas mikroba tanah
e. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
f. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
g. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
h. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia dan fisik tanah
yang selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman hortikultura
(buah-buahan, tanaman hias, dan sayuran) atau tanaman yang
sifatnya perishable ini hampir tidak mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian
juga di bidang perkebunan, penggunaan kompos terbukti dapat meningkatkan
produksi tanaman. Di bidang kehutanan, tanaman akan tumbuh lebih baik dengan
kompos. Sementara itu, pada perikanan, umur pemeliharaan ikan berkurang dan
pada tambak, umur pemeliharaan 7 bulan menjadi 5-6 bulan (Indriani, 2005).
Kompos membuat rasa buah-buahan dan sayuran lebih enak, lebih harum dan
lebih masif. Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman organik, selain
lebih sehat dan aman karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia rasanya
lebih baik, lebih getas, dan harum. Penggunaan kompos sebagai pupuk organik saja
akan menghasilkan produktivitas yang terbatas. Penggunaan pupuk buatan saja
(urea, SP, MOP, NPK) juga akan memberikan pengaruh produktivitas yang
terbatas. Namun, jika keduanya digunakan saling melengkapi, akan terjadi sinergi
positif. Produktivitas jauh lebih tinggi dari pada penggunaan jenis pupuk tersebut
secara masing-masing (Sutedjo, 2002).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum budidaya tanaman pangan dan hortikultura tentang Pengayaan
Kompos dengan Cendawan Trichoderma dilaksanakan pada hari Jumat, 24
Februari 2017 pada pukul 16.00 WITA Selesai. Bertempat di Eksfarm (lahan
percobaan), Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah mesin pencacah rumput, ember, terpal/spanduk,
gembor, dan sekop. Sedangkan bahan yang digunakan adalah 5 karung hijauan
(daun gamal, rumput, dll), 5 karung pupuk kandang ayam, 1 karung sekam padi dan
2 karung kompos.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu :
1. Cincang hijauan menggunakan mesin pencacah rumput/parang
2. Mencampur dan mengaduk rata hijauan yang sudah dicincang, pupuk
kandang ayam, kompos, dan sekam padi
3. Membuat larutan bakteri yaitu melarutkan EM4 250 ml, Trichoderma 250
g, gula merah 250 g dan promi 3 kg dalam 10 liter air
4. Percik-percikkan larutan bakteri tersebut pada gundukan bahan padatan
sambil diaduk menggunakan sekop/cangkul secara merata
5. Membuat larutan pengayaan nutrisi dengan melarutkan urea 500 g dan SP36
500 g dalam air 10 liter
6. Percik-percikkan larutan pengayaan nutrisi pada gundukan bahan padatan
sambil diaduk menggunakan sekop/cangkul secara merata
7. Tutup rapat kompos dengan terpal
8. Melakukan pengadukan dan pembalikan kompos setiap minggu
9. Dilakukan pemanenan kompos setelah 3 minggu
10. Melakukan uji laboratorium kompos (NPK, C/N organik, C-organik, pH).
DAFTAR PUSTAKA

Indriani, Y. H, 2005. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya. 8 : 30-
33

Nyoman P. Aryantha, dkk. 2010. Kompos. Pusat Penelitian Antar Universitas Ilmu
Hayati.LPPM-ITB. Dept. Biologi - FMIPA-ITB.

Siti Umniyatie,dkk. 2008. Pembuatan Pupuk Organik Menggunakan Mikroba


Efektif(Effective Microorganisms 4). Laporan PPM UNY: Karya Alternatif
Mahasiswa.

Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk Dan Cara Penggunaan. Jakarta : Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai