Anda di halaman 1dari 34

SISTEM REPRODUKSI II

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASALAH REPRODUKSI


MASTITIS

OLEH
A8-D
Kelompok 5

1. Ayu Apsari 14.321.2096


2. I Kadek Adipuspa Wiguna 14.321.2101
3. Ni Made Rai Putri Handayani 14.321.2117

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas
berkat, rahmat, dan karuniaNya-lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Masalah Reproduksi Mastitis tepat pada
waktunya. Adapun makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam mengikuti mata kuliah
Sistem Perkemihan.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan saran, petunjuk, dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung
sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula makalah ini. Demi
kesempurnaan makalah ini kami sangat mengharapkan kritik dan sarannya.
Om Shanti Shanti Shanti Om

Denpasar, Mei 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian Mastitis 3
2. Epidemiologi 3
3. Klasifikasi 4
4. Etiologi 5
5. Faktor Predisposisi 6
6. Patofisiologi 7
7. Pathway 9
8. Tanda Dan Gejala 10
9. Pemeriksaan Penunjang 11
10. Pengobatan 11
11. Pencegahan 14
12. Komplikasi Dan Prognosis 16
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian 18
2. Diagnosa 23
3. Intervensi 24
4. Implementasi 29
5. Evaluasi 29
BAB III PENUTUP
A. Simpulan 30
B. Saran 30
Daftar Pustaka

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan, persalinan dan menyusui merupakan proses fisiologi yang perlu
dipersiapkan oleh wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama
masa kehamilan, ibu dan janin adalah fungsi yang tak terpisahkan. Menyusui merupakan
proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu ibu (ASI) dari
payudara ibu. Bayi menggunakan refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan
susu. Menyusui setiap dua-tiga jam akan menjaga produksi ASI tetap tinggi. Untuk
wanita pada umumnya, menyusui atau memerah ASI delapan kali dalam 24 jam akan
menjaga produksi ASI tetap tinggi pada masa-masa awal menyusui, khususnya empat
bulan pertama.
Apabila pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang kurang
benar merupakan penyebab terjadinya peradangan pada payudara ibu yang disebut
dengan mastitis. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis. Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal
apabila tidak diberi tindakan yang adekuat. Mastitis juga seringkali disebut sebagai abses
payudara, dimana terjadi pengumpulan nanah lokal di dalam payudara. Keadaan ini
menyebabkan beban penyakit yang berat dan memerlukan biaya yang sangat besar untuk
pengobatannya. Penelitian terbaru juga ada yang menyatakan bahwa mastitis dapat
meningkatkan risiko penularan HIV melalui menyusui.
Berdasarkan pemaparan diatas maka dari itu, makalah ini disusun untuk
menyajikan informasi mengenai konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan
mastitis untuk menuntun penatalaksanaan praktik yang tepat sehingga pasien mastitis
masih dapat mempertahankan agar tetap dapat memberikan ASI kepada bayinya secara
eksklusif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian mastitis ?
2. Bagaimana epidemiologi dari mastitis ?
3. Apa saja klasifikasi dari mastitis?

1
4. Bagaimana etiologi dari mastitis ?
5. Apa saja faktor predisposisi dari mastitis?
6. Bagaimana patofisiologi dari mastitis?
7. Bagaimana pathway dari mastitis?
8. Apa saja tanda dan gejala dari mastitis?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang dari mastitis?
10. Bagaimana pengobatan dari mastitis?
11. Bagaimana pencegahan dari mastitis?
12. Apa saja komplikasi dan prognosis dari mastitis?
13. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan mastitis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian mastitis
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari mastitis
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari mastitis
4. Untuk mengetahui etiologi dari mastitis
5. Untuk mengetahui apa saja faktor predisposisi dari mastitis
6. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari mastitis
7. Untuk mengetahui bagaimana pathway dari mastitis
8. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala dari mastitis
9. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari mastitis
10. Untuk mengetahui bagaimana pengobatan dari mastitis
11. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan dari mastitis
12. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dan prognosis dari mastitis
13. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan mastitis

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian Mastitis
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Biasanya
terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya masuk
melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka. Pada infeksi yang berat atau tidak
diobati, dapat terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis
adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai
komplikasi sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2001).
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional
atau mastitis puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal bila tidak
diberikan tindakan yang adekuat.Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam
payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan
beban penyakit bertambah berat
Mastitis adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak,
yang disebabkan oleh kuman terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada puting
susu atau melalui peredaran darah. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga
disebut juga mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Infeksi terjadi melalui luka
pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah. Kadang-kadang keadaan
ini bisa menjadi fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat. Abses payudara,
penggumpalan nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis.
Macam-macam mastitis dibedakan berdasarkan tempatnya serta berdasarkan penyebab
dan kondisinya.

2. Epidemiologi
Organisasi kesehatan dunia/WHO (2008) memperkirakan lebih dari 1,4 juta
orang terdiagnosis menderita mastitis. The American Society memperkirakan 241.240
wanita Amerika Serikat terdiagnosis mastitis. Sedangkan di Kanada jumlah wanita yang
terdiagnosis mastitis adalah 24.600 orang dan di Australia sebanyak 14.791 orang. Di

3
Indonesia diperkirakan wanita yang terdiagnosis mastitis adalah berjumlah 876.665
orang dan di Sumatera Utara berkisar antara 40-60% wanita terdiagnostik mastitis
(Djamudin, 2009).
Berdasarkan hasil survei lapangan, ditemukan jumlah penderita mastitis di Klinik
Bidan Elfrida Fitri Simamora Periode Tahun 2008 (Januari-Desember) adalah sebanyak
30 orang. Hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya pengetahuan ibu post partum
tentang mastitis terutama dalam teknik menyusui yang baik (Fitri, 2009).
Mastitis dan abses payudara terjadi hampir pada semua populasi. Insiden yang
dilaporkan bervariasi sampai 33% wanita menyusui, tetapi biasanya di bawah 10%.
Walaupun demikian, menurut beberapa laporan, terutama dari negara-negara
berkembang, suatu abses dapat terjadi tanpa didahului dengan mastitis yang nyata.
Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran, dengan
sebagian besar laporan menunjukkan bahwa 74% sampai 95% kasus terjadi dalam 12
minggu pertama. Namun, mastitis juga dapat terjadipada setiap tahap laktasi, termasuk
pada tahun kedua. Abses payudara juga paling sering terjadi pada 6 minggu pertama
pascakelahiran tetapi dapat timbul kemudian (Anonim, 2013).

3. Klasifikasi
Mastitis berdasarkan tempatnya dibedakan menjadi 3, yaitu:
a. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae
b. Mastitis di tengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu
c. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan
abses antara mammae dan otot-otot di bawahnya.
Sedangkan pembagian mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi pula menjadi
3, yaitu :
a. Mastitis periductal
Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang
menopause, penyebab utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini dikenal juga
dengan sebutan mammary duct ectasia, yang berarti peleburan saluran karena
adanya penyumbatan pada saluran di payudara.
b. Mastitis puerperalis/lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui.
Penyebab utama mastitis puerperalis yaitu kuman yang menginfeksi payudara ibu,
yang ditransmisi ke puting ibu melalui kontak langsung.

4
c. Mastitis supurativa
Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya bisa dari kuman
Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi kuman TBC
memerlukan penanganan yang ekstra intensif. Bila penanganannya tidak tuntas,
bisa menyebabkan pengangkatan payudara/mastektomi.

4. Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada
kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal dari mulut
bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada
puting susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering
terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui
mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.Soetjiningsih
(1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara (Mastitis) di sebabkan oleh hal-
hal sebagai berikut:
a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara
bengkak.
c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental
engorgement sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah
terkena infeksi.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan
menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu.
Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu
oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih
mudah mengalami infeksi. Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan
infeksi.Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau
berkembang menuju infeksi.Guther pada tahun 1958 menyimpulkan dari pengamatan
klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh stagnasi ASI di dalam payudara, dan bahwa
pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah keadaan tersebut.Ia menyatakan bahwa
bila terjadi infeksi, bukan primer, tetapi diakibatkan oleh stagnasi sebagai media
pertumbuhan bakteri.

5
Thomsen,dkk pada tahun 1984 menghasilkan bukti tambahan tentang pentingnya
stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari payudara dengan
tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut, yaitu:
a. Stasis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari
payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan,
atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada
payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui,
sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui
untuk kembar dua/lebih. Statis ASI dapat membaik hanya dengan terus
menyusui, tentunya dengan teknik yang benar.
b. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa)
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut:
Adanya bercak panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras yang nyeri
tekan, dan tidak terjadi demam dan ibu masih merasa baik-baik saja. Mastitis
non infeksiosa membutuhkan tindakan pemerasan ASI setelah menyusui.
c. Mastitis infeksiosa
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut: lemah,
nyeri kepala seperti gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat celcius, ada luka pada
puting payudara, kulit payudara tampak menjadi kemerahan atau mengkilat,
terasa keras dan tegang, payudara membengkak, mengeras, dan teraba hangat,
dan terjadi peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena
ASI yang terasa asin. Mastitis infeksiosa hanya dapat diobati dengan pemerasan
ASI dan antibiotik sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non
infeksiosa sering berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis
infeksiosa menjadi pembentukan abses.

5. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis, yaitu :
a. Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita
dibawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
b. Paritas
Mastitis lebih banyak diderita oleh primipara.

6
c. Serangan sebelumnya
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik
menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
d. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun penggunaan
oksitosin tidak meningkatkan resiko.
e. Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi
terjadinya mastitis. Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat
mengurangi resiko mastitis.
f. Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam
payudara.
g. Stres dan kelelahan
Wanita yang merasa nyeri dan demam sering merasa lelah dan ingin istirahat,
tetapi tidak jelas apakah kelelahan dapat menyebabkan keadaan ini atau tidak.
h. Pekerjaan di luar rumah
Ini diakibatkan oleh statis ASI karena interval antar menyusui yang panjang dan
kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat.
i. Trauma
Trauma pada payudara karena penyabab apapun dapat merusak jaringan kelenjar
dan saluran susu dan hal ini dapat menyebabkan mastitis.

6. Patofisiologi
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena
proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi.
Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun karena
sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran ASI
atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini membuat ASI terperangkap di dalam
ductus dan tidak dapat keluar dengan lancar.Akibatnya mammae menjadi
tegang.Sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa komponen(terutama protein dan
kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel
memicu respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga mempermudah terjadinya

7
infeksi.Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus menjadi port de entry bakteri,
terutama bakteri Staphylococcus aureus dan Strepcococcus sp.
Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi
akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul fisura/robekan/perlukaan
pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan menjadikanport de entry/tempat
masuknya bakteri. Proses selanjutnya adalah infeksi pada jaringan mammae.

8
7. Pathway

Adanya Bakteri Staphylococcus aureus, lecet Stasis ASI, penyangga payudara yang ketat,
pada puting susu, ibu dengan anemia ibu dengan diet yang jelek, ibu kurang
istirahat

Terbukanya port de entry


Jaringan mammae menjadi tegang

Lubang duktus laktiferus lebih terbuka


Mastitis Non Infeksi

Bakteri masuk Payudara membengkak ASI tidak mengalir dengan mudah

Mastitis Infeksi
Bayi susah mengenyut untuk menghisap ASI

Kulit payudara kemerahan, Payudara membengkak Laktasi terganggu


teraba hangat, demam suhu terasa tegang dan keras
.38,5C Ketidakefektifan
Ukuran mammae membesar Penekanan pemberian ASI Adanya lecet atau
Hipertermi reseptor nyeri luka pada puting
ibu
Kurang
Ansietas Gangguan Nyeri akut Proses infeksi
Pengetahuan
Citra Tubuh bakteri

Resiko infeksi
Reaksi imun

9
8. Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa:
a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa
nyeri.
b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi rata.
c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap
ASI sampai pembengkakan berkurang.
d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa
dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit.
e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan
payudara yang terkena.
Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak karena
sumbatan saluran ASI antara lain :
a. Payudara terasa nyeri
b. Teraba keras
c. Tampak kemerahan
d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti
pecahpecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena
sumbatan tanpa infeksi, biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak demam.
Pada payudara juga tidak teraba bagian keras dan nyeri serta merah.
Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila didapat
sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan permukaan
kulit tidak pecah pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit pada payudara
namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka hal tersebut bukan
mastitis (Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013).
Tanda dan gejala pada mastitis noninfeksi adalah sebagai berikut.
a. Adanya bercak panas
b. Nyeri tekan yang akut
c. Bercak kecil keras yang nyeri tekan
d. Tidak terjadi demam dan ibu masih merasa baik-baik saja.
Tanda dan gejala pada mastitis infeksi adalah sebagai berikut.
a. Lemah
b. Nyeri kepala seperti gejala flu
c. Demam suhu > 38,5 derajat celcius

10
d. Ada luka pada puting payudara
e. Kulit payudara tampak menjadi kemerahan atau mengkilat, terasa keras dan
tegang, payudara membengkak, mengeras, dan teraba hangat, dan terjadi
peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang
terasa asin.

9. Pemeriksaan Penunjang
Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan
pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu nifas dengan
mastitis tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen. Namuan World Health
Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada
beberapa keadaan yaitu bila:
a. pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2
hari
b. terjadi mastitis berulang
c. mastitis terjadi di rumah sakit
d. penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang
langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan
terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk
mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil
positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang
muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.

10. Pengobatan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah
pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotik.
Dengan tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena biasanya infeksi
disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat
diberikan sebagai terapi antibiotik. Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan
pembiakan/kultur air susu, supaya penyebab mastitis benar-benar diketahui. Apabilaada
abses maka nanah dikeluarkan,kemudian dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat
keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar

11
dengan jalannya duktus-duktus tersebut. Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis
adalah:
a. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa sakit dan
membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri,
wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali tentang
nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena
tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih, baik bentuk
maupun fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan
yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan menyusui/memeras
ASI dari payudara yang sakit. Klien akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat
dukungan terus menerus dan bimbingan sampai kondisinya benar-benar pulih.
b. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain:
1) Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
2) Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa
pembatasan
3) Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui dapat
dimulai lagi
c. Terapi antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan pada:
1) Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi
2) Gejala berat sejak awal
3) Terlihat puting pecah-pecah
4) Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus
aureus. Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin paling
tepat. Jika mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan
sensivitas bakteri antibiotik ditentukan.

Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam

12
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per
oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 setiap 6 jam

5) Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain:


a) Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6 jam
selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10
hari.
b) Bantulah ibu agar tetap menyusui
c) Bebat/sangga payudara
d) Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan
nyeriyaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
dan lakukan evaluasi secara rutin.
Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada dokter
antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu bila badan terasa
panas, ibu dapat minum obat turun panas, kemudian untuk bagian payudara yang
terasa keras dan nyeri, dapat dikompres dengan menggunakan air hangat untuk
mengurangi rasa nyeri.
Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit, istirahat yang
cukup amat perlu untuk mengembalikan kondisi tubuh menjadi sehat kembali.
Disamping itu, makan dan minum yang bergizi, minum banyak air putih juga akan
membantu menurunkan demam, biasanya rasa demam dan nyeri itu akan hilang
dalam dua atau tiga hari dan ibu akan mampu beraktivitas seperti semula
d. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan sebagai
obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan nyeri.
Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat penting, karena
tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi menyusui, sehingga dapat
memperbaiki pengeluaran susu. Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan
kompres hangat pada payudara yang akan menghilangkan nyeri dan membantu aliran
ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup minum cairan. Dilakukan pengompresan hangat
pada payudara selama 15-20 menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk

13
mencegah pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu
pada payudara yang terkena.
1) Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)
a) Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan
sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
b) Sangga payudara.
c) Kompres dingin.
d) Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
e) Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
f) Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
2) Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang
kemerahan).
a) Diperlukan anestesi umum.
b) Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak
mendorong saluran ASI.
c) Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.
d) Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
e) Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
f) Sangga payudara.
g) Kompres dingin.
h) Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
i) Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
j) Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari.
Jika terjadi abses, biasanya dilakukan penyayatan dan pembuangan nanah,
serta dianjurkan untuk berhenti menyusui.Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan
obat pereda nyeri (misalnya acetaminophen atau ibuprofen).Kedua obat tersebut
aman untuk ibu menyusui dan bayinya.

11. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan sebagai
berikut.
a. Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan
b. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan
payudara dengan cara memompanya

14
c. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka
pada puting susu
d. Minum banyak cairan
e. Menjaga kebersihan puting susu
f. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.
Tindakan-tindakan berikut ini juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
mastitis, yaitu:
a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
1) Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan
2) Menyusui dengan posisi yang benar
3) Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif
4) Makan dengan gizi yang seimbang
b. Pemberian infotentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui, membatasi,
mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis ASI antara lain:
1) Penggunaan dot
2) Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama
3) Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi siap
untuk menghisap payudara yang lain
4) Beban kerja yang berat atau penuh tekanan
5) Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
6) Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.
c. Pemberian infotentang penatalaksaan yang efektif pada payudara yangpenuh dan
kencang. Adapun hal-hal yang harus dilakukan yaitu:
1) Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya
untuk memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada punting susu.
2) Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi
menghendaki tanpa batas.
3) Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan pemerasan
ASI
d. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis ASIIbu
harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan,
nyeri/panas/kemerahan:
1) Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan menyusui.
2) Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.

15
3) Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu
untuk:beristirahatdi tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada
payudara yang terkena, mengompres panas pada payudara yang terkena,
berendam dengan air hangat/pancuran, memijat dengan lembut setiap daerah
benjolan saat bayi menyusui untuk membantu ASI mengalir dari daerah
tersebut, mencari pertolongan dari nakes bila ibu merasa lebih baik
selanjutnya.
e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat dan ibu mengalami
kesulitan yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti:
1) Nyeri/puting pecah-pecah
2) Ketidaknyaman payudara setelah menyusui
3) Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi
melepaskan payudara)
4) Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
5) Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya tidak
cukup
6) Pengenalan makanan lain secara dini
7) Menggunakan dot
f. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan
sering sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini, diikuti dengan
rawat gabung bayi dengan ibu merupakan jalan penting untuk mengurangi infeksi
rumah sakit.

12. Komplikasi dan Prognosis


a. Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.
1) Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi
karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara
teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus
memikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian
mastitis berlanjut menjadi abses.Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk

16
mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan
dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus
terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial/berlanjut. Pada
abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama
tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan terapi medikasi antibiotik. ASI
dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan
sesuai dengan jenis kumannya.
2) Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat
atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum,
mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada
kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri biasanya diberikan antibiotik
dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui.
3) Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur
seperti candida albicans.Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat
terapi antibiotik.Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa
rasa terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Diantara waktu
menyusui permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak
kelainan. Pada kasus ini, ibu dan bayi perlu mendapatkan pengobatan.
Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krim yang juga mengandung
kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus
diberi nistatin oral pada saat yang sama.
b. Prognosis
Prognosis baik setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan segera. Dan keadaan
akan menjadi fatal bila tidak segera diberikana atau dilakukan tindakan yang adekuat.

17
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien :
1) Nama : jelas dan lengkap, jika perlu tanyakan nama panggilan sehari-
harinya agar tidak salah pasien ketika memberikan perawatan.
2) Umur : wanita yang berumur 21-35 tahun lebih sering mengalami mastitis
daripada wanita yang berumur dibawah 21 tahun dan di atas 35 tahun. Umur
<21 tahun diperkirakan bahwa alat-alat reproduksinya masih belum matang,
mental dan psikisnya juga belum siap. Sedangkan umur >35 tahun akan
rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas. Hal tersebut akan
memicu terjadinya mastitis ini.
3) Suku : berpengaruh pada adat istiadat/kebiasaan sehari-hari, khususnya
dalam hal teknik menyusui dan perawatan payudara.
4) Agama : untuk mengetahui keyakinan pasien sehingga dalam
membimbing dan mengarahkannya lebih mudah.
5) Pendidikan : biasanya wanita yang status pendidikannya rendah akan banyak
yang mengalami penyakit ini dikarenakan mereka tidak mengetahui tentang
penyakit serta pengobatan dan teknik perawatan payudara yang benar untuk
kesehatan. Selain itu aspek pendidikan juga akan mempengaruhi dalam
tindakan keperawatan yang akan diberikan, sehingga perawat dapat memberi
asuhan keperawatan dan konseling yang sesuai dengan kondisi pasien.
6) Pekerjaan : wanita yang bekerja di luar rumah (sebagai wanita karier) saat
mempunyai kewajiban untuk menyusui anaknya adalah termasuk kelompok
yang berisiko tinggi mengalami mastitis. Hal itu disebabkan oleh kesibukan
kerjanya ini akan menjadi penghambat pengeluaran ASI sehingga
menimbulkan terjadinya stasis ASI yang dapat menjadi salah satu pencetus
penyakit mastitis ini.
7) Selain itu juga aspek pekerjaan ini untuk mengetahui dan mengukur tingkat
sosial ekonomi pasien, karena hal itu dimungkinkan dapat mempengaruhi
dalam pemenuhan gizi pasien yang memungkinkan timbulnya penyakit
mastitis ini.
8) Alamat : perlu ditanyakan apabila pasien dirasa memerlukan kunjungan
rumah post perawatan

18
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan wanita yang mengalami mastitis ini karena adanya faktor-faktor
predisposisi seperti faktor kekebalan ASI yang rendah, sehingga dapat dengan
mudah mengalami infeksi utamanya pada payudara (mastitis). Asupan nutrisi
yang tidak adekuat dan lebih banyak mengandung garam dan lemak juga dapat
memicu terjadinya mastitis, adanya riwayat trauma pada payudara juga dapat
menjadi penyebab terjadinya mastitis karena adanya kerusakan pada kelenjar dan
saluran susu. Selain itu juga dengan adanya faktor penyebab yang pasti seperti
stasis ASI karena bayi yang susah menyusu, adanya luka lecet di area puting susu
dan penggunaan bra yang tidak tepat/teralalu ketat juga dapat menjadi penyebab
terjadinya mastitis, dimana hal-hal tersebut kemungkinan besar adalah
merupakan hal yang sering sekali diabaikan oleh wanita. Infeksi mammae pada
kehamilan sebelumnya juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya kelihatan lemah, suhu tubuh meningkat (>38 derajat celcius),
tidak ada nafsu makan, nyeri pada daerah mammae, bengkak dan merah pada
mammae. Jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka dapat timbul
berbagai komplikasi seperti abses payudara, infeksi berulang dan infeksi jamur.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, misalnya
memberikan info tentang perawatan payudara, teknik menyusui yang benar, dsb.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Faktor herediter tidak mempengaruhi kejadian mastitis.
c. Pengkajian Keperawatan
1) Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Persepsi: masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa nyeri yang sering
muncul saat masa menyusui adalah hal yang normal, dimana tidak perlu
mendapatkan perhatian khusus untuk penanganannya. Pasien dengan mastitis
biasanya kebersihan badannya kurang terjaga terutama pada area payudara dan
lingkungan yang kurang bersih.
2) Pola Nutrisi / Metabolik
Asupan garam yang terlalu tinggi juga dapat memicu terjadinya mastitis. Dengan
adanya asupan garam yang terlalu tinggi maka akan menyebabkan terjadinya
peningkatan kadar natrium dalam ASI, sehingga bayi tidak mau menyusu pada

19
ibunya karena ASI yang terasa asin. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
penumpukan ASI dalam payudara (Stasis ASI) yang dapat memicu terjadinya
mastitis.
Wanita yang mengalami anemia juga akan beresiko mengalami mastitis karena
kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh
mengalami infeksi (mastitis). Pemenuhan nutrisi juga seringkali menurun akibat
dari penurunan nafsu makan karena nyeri dan peningkatan suhu tubuh.
3) Pola Eliminasi
Secara umum pada pola eliminasi tidak mengalami gangguan yang spesifik akibat
terjadinya mastitis.
a) Tidak ada nyeri saat berkemih
b) Konsistensi dan warna normal
c) Jumlah dan frekuensi berkemih normal.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Pola aktivitas terganggu akibat peningkatan suhu tubuh (hipertermi : >38 derajat
celcius) dan nyeri. Sehingga biasanya pasien akan mengalami penurunan aktivitas
karena lebih fokus pada gejala yang muncul.
5) Pola Tidur dan Istirahat
Pola tidur terganggu karena kurang nyaman saat tidur, mengeluh nyeri. Pasien
akan lebih fokus pada gejala yang muncul pula.
6) Pola Kognitif dan Perseptual
Kurang mengetahui kondisi yang dialami, anggapan yang ada hanya nyeri
biasa.Pasien merasa biasa dan jika ada orang lain yang mengetahui dapat terjadi
penurunan harga diri.
7) Pola Persepsi Diri
Tidak ada gangguan.
8) Pola Seksual dan Reproduksi
Biasanya seksualitas terganggu akibat adanya penurunan libido dan pasien pasti
akan lebih fokus pada gejala yang muncul sehingga untuk pemenuhan kebutuhan
seksualitas ini sudah tidak lagi menjadi prioritas.
9) Pola Peran dan Hubungan
Ada gangguan, lebih banyak untuk istirahat karena nyeri.
10) Pola Manajemen Koping-Stress
Pasien terlihat tidak banyak bicara, banyak istirahat.

20
11) Sistem Nilai dan Keyakinan
Biasanya akan mengalami gangguan, namun hal itu juga tergantung pada masing-
masing individu, kadangkala ada individu yang lebih rajin ibadah dan
mendekatkan diri kepada Tuhan.namun di lain sisi juga ada individu yang karena
sakit itu, ia malah menyalahkan dan menjauh dari Tuhan.
d. Pengkajian Fisik
1) Keadaan Umum
Keadaan Umum: pada ibu dengan mastitis keadaan umumnya baik.
2) Derajat kesadaran : pada ibu dengan mastitis derajat kesadarannya adalah
compos mentis.
3) Derajat gizi : pada ibu dengan mastitis derajat gizinya cukup.
e. Pemeriksaan Fisik Head to too
1) Tanda-tanda Vital
a. Tekanan darah: pada ibu dengan mastitis TD dalam keadaan normal 120/80
mmHg
b. Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami penaikan 90-110/menit.
Dimna normalnya 60-80/menit.
c. Frekuensi Pernafasan: pada ibu dengan mastitis frekuensi pernafasan
mengalami peningkatan 30x/menit. Dimana normalnya 16-20x/menit.
d. Suhu: suhu tubuh waniti setelah partus dapat terjadi peningkatan suhu badan
yaitu tidak lebih dari 37,2 C dan pada ibu dengan mastitis, suhu mengalami
peningkatan sampai 39,5 C.
2) Kulit
a. Tidak ada gangguan, kecuali pada area panyudara sehingga perlu
pemeriksaan fisik yang terfokus pada panyudara.
3) Kepala
Pada area ini tidak terdapat gangguan. Namun biasanya ibu dengan mastitis
mengeluh nyeri kepala seperti gejala flu.
4) Wajah
Wajah terlihat meringis kesakitan.
5) Mata
Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat anemis. Dimana anemia merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya mastitis, karena seseorang dengan anemis
akan mudah mengalami infeksi.

21
6) Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-). Tidak ada
gangguan pada area ini.
7) Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-). Tidak ada gangguan pad area
ini.
8) Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). Tidak ada gangguan ada area ini.
9) Tenggorokan
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1. Tidak ada
gangguan pada area ini.
10) Leher
Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan atau perubahan fisik.
11) Kelenjar getah bening
Pada kelenjar bening yang terdapat pada area ketiak terjadi pembesaran.
pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara
yang terkena mastitis.
12) Panyudara
Pada daerah panyudara terlihat kemerahan atau mengkilat, gambaran pembuluh
darah terlihat jelas di permukaan kulit, terdapat lesi atau luka pada puting
panyudara, panyudara teraba keras dan tegang, panyudara teraba hangat, terlihat
bengkak, dan pada mastitis infeksi saat di inspeksi akan terlihat adanya pus.
13) Toraks
Bentuk: normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris. Tidak ada
gangguan pada derah toraks.
(a) Cordis:
(1) Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
(2) Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
(3) Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
(4) Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

22
(b) Pulmo:
(1) Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
(2) Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
(3) Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
(4) Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan: (-/-)
(c) Abdomen
(1) Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena post partum
sehingga pembesaran fundus masih terlihat.
(2) Auskultasi: bising usus (+) normal
(3) Perkusi: tympani
(4) Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba
f. Pemeriksaan penunjang
Pada ibu nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen
(Wiknjosastro, 2005). Namun jika dilakukan pemeriksaan laboratorium biasanya
ditemukan jumlah sel darah putih (SDP) meningkat karena adanya reaksi
inflamasi. Selain itu pada pemeriksaan kultur ASI ditemukan beberapa bakteri
penyebab mastitis. Dimana pemeriksaan kultur ASI tersebut juga digunakan
untuk menentukan antibiotik yang tepat bagi klien.

2. Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
b. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan denganterhentinya menyusui
sekunder akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusu
c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
d. Resiko infeksi berhubungan dengankerusakan jaringan
e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik akibat
penyakit
f. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit, kurang pengetahuan
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

23
3. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
a. Nyeri akut Tujuan: 1. Kaji tingkat nyeri (keluhan nyeri, 1. Membantu dalammenentukan
berhubungan Setelah dilakukan tindakan lokasi, lamanya dan intensitas nyeri). identifikasi derajat, ketidaknyamanan
dengan proses keperawatan selama x24 dan dapat diberi tetapi yang tepat.
inflamasi jam nyeri dapat teratasi. 2. Berikan kompres hangat. 2. Kompres hangat dapat menyebabkan
Kriteria Hasil: vasodilatasi sehingga aliran darah
1. Mampu mengontrol 3. Ajarkan dan anjurkan klien untuk lancar.
nyeri (tahu penyebab melakukan perawatan payudara. 3. Dengan perawatan yang benar dan
nyeri, mampu konsisten (tepat) dapat mengurangi rasa
menggunakan teknik nyeri.
4. Anjurkan klien untuk tidak
nonfarmakologi untuk 4. Penyangga yang ketat dapat
menggunakan penyangga yang terlalu
mengurangi nyeri) menimbulkan rasa nyeri.
ketat.
2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Antibiotik untuk mencegah penyebaran
5. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
berkurang dengan infeksi secara berlebih dan analgetik
dan antibiotic.
menggunakan untuk mengurangi nyeri.
manajemen nyeri 6. Mencegah komplikasi sejak awal.
6. Kolaborasi dalam melakukan insisiden
3. Mampu mengenali nyeri
biopsy jika ada abses.
( skala, intensitas,
frekuensi, dan tanda
nyeri)

24
4. Mengatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
b. Ketidakefektif Tujuan : 1. Anjurkan ibu untuk mengoleskan 1. Mencegah terjadinya iritasi lanjut pada
an pemberian Setelah dilakukan tindakan baby oil pada puting sebelum dan putting.
ASI keperawatan selama x24 sesudah menyusui.
berhubungan jam pemberian ASI pada bayi 2. Ajarkan cara menyusui yang tepat 2. meminimalkan luka pada putting susu
denganterhenti efektif. agar tidak terjadi luka pada putting. ibu.
nya menyusui Kriteria Hasil: 3. Lakukan perawatan payudara dan 3. Dengan perawatan yang tepat, dapat
sekunder 1. Ibu dapat menyusui anjurkan ibu untuk melakukan mengatasi masalah menyusui.
akibat ibu bayinya dengan rileks perawatan payudara secara tepat.
yang sakit, 2. Bayi mau menyusu lagi 4. Anjurkan ibu menyusui dengan 4. Untuk mencegah terjadinya iritasi
bayi tidak mau 3. Tidak ada lagi puting susu menggunakan puting susu secara lanjut pada putting
menyusu. luka atau lecet perlahan-lahan.
4. ASI dapat keluar secara
efektif
c. Hipertermi Tujuan : 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Tanda-tanda vital merupakan acun
berhubungan Setelah dilakukan asuhan untuk mengetahui keadaan umum
dengan proses keperawatan selama ...x24 klien
penyakit jam diharapkan suhu tubuh 2. Berikan kompres dingin/hangat 2. Untuk membantu dalam penurunan
kembali normal dengan KH : suhu tubuh pada pasien

25
1. Suhu tubuh normal (36,5- 3. Berikan penjelasan kepada pasien 3. Agar pasien dan keluarga mengetahui
37,5C) dan keluarga terhadap peningkatan sebab peningkatan suhu tubuh dan
2. Nadi dan RR dalam suhu tubuh pasien dapat mengurangi kecemasan
rentang normal 4. Kolaborasi dalam pemberian terapi 4. Antipiretik bekerja untuk menurunkan
3. Tidak ada perubahan antipiretik adanya kenaikan suhu tubuh
warna kulit
d. Resiko infeksi Tujuan : 1. Kaji TTV dan tanda-tanda adanya 1. Peningkatan tanda vital dapat
berhubungan Setelah dilakukan tindakan infeksi. menunjukkan terjadinya infeksi.
dengan keperawatan selama x24 2. Lakukan perawatan luka/ abses dengan 2. Perawatan luka yang steril dapat
kerusakan jam tidak terdapat tanda dan set yang steril. mengurangi terjadi pus atau resiko
jaringan gejala terjadinya infeksi. infeksi.
3. Kolaborasi pemeriksaan darah 3. Deteksi dini kondisi penyebaran infeksi
Kriteria Hasil : lengkap. pada tubuh ibu.
1. TTV dalam batas normal 4. Kolaborasi dalam melakukan insisi/ 4. Untuk mengurangi abses dan
2. Mamae tidak merah dan biopsy dan pemberian antibiotik. penyebaran infeksi.
regang lagi
3. Tidak ada tanda infeksi 5. Berikan informasi pentingnya menjaga 5. Menjaga personal hygiene dapat
personal hygiene. mencegah penyebaran infeksi atau
bakteri.
e. Gangguan Setelah dilakukan asuhan a. Kaji adanya gangguan citra diri a. Gangguan citra diri akan menyertai
citra tubuh keperawatan selama x24 (menghindari kontak mata,ucapan setiap penyakit/keadaan yang tampak

26
berhubungan jam diharapkan pasien tidak merendahkan diri sendiri). nyata bagi klien, kesan orang terhadap
dengan mengalami gangguan citra dirinya berpengaruh terhadap konsep
perubahan tubuh dengan KH : diri.
b. Identifikasi stadium psikososial
penampilan a. Body image positif b. Terdapat hubungan antara stadium
terhadap perkembangan.
fisik akibat b. Mempertahankan perkembangan, citra diri dan reaksi
penyakit interaksi social serta pemahaman klien terhadap
c. Mampu mendeskripsikan kondisi kulitnya.
c. Berikan kesempatan pengungkapan
secara factual perubahan c. Klien membutuhkan pengalaman
perasaan.
fungsi tubuh didengarkan dan dipahami.
d. Dukung upaya klien untuk
d. Membantu meningkatkan penerimaan
memperbaiki citra diri , spt merias,
diri dan sosialisasi.
merapikan.
e. Mendorong sosialisasi dengan orang
e. Membantu meningkatkan penerimaan
lain.
diri dan sosialisasi.
f. Ansietas Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat kecemasan : ringan, 1. Pengertian terhadap kesalahan serta
berhubungan keperawatan selama ... x 24 sedang, berat, panic depresi yang diperlihatkan dan
dengan proses jam cemas pasien dapat 2. Berikan kenyamanan dan ketentraman penyampaian kesan bahwa perawat
penyakit, teratasi dengan kriteria hasil : hati dapat memahami semua perasaan
kurang 1) Cemas berkurang 3. Beri dorongan pada pasien untuk pasien.
pengetahuan 2) Tidak menunjukan mengungkapkan pikiran dan perasaan 2. Agar pasien merasa nyaman dan tidak
perilaku agresif untuk mengeksternalisasikan terganggu

27
kecemasan 3. Memberikan penjelasan tentang
4. Anjurkan distraksi seperti nonton tv, informasi dan membantu
dengarkan radio, permainan untuk menjernihkan kesalahpahaman
mengurangi kecemasan. 4. Mengalihkan rasa cemas pada pasien
5. Singkirkan stimulasi yang berlebihan melalui media hiburan
5. Membantu pasien mengatasi
masalahnya, penegakan terapi, dan
follow-up yang berkelanjutan.
g. Kurang Setelah diberikan asuhan 1. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien 1. Berguna dalam mengukur
pengetahuan keperawatan selama x 30 tentang penyakit yang dideritanya ketidakpahaman pasien tentang
berhubungan menit, diharapkan pasien dan 2. Memberikan pengajaran sesuai penyakitnya
dengan kurang keluarga mengetahui tentang dengan tingkat pemahaman pasien 2. Memberikan dasar pengetahuan
terpapar penyakitnya dengan kriteria 3. Memberikan informasi dari sumber- dimana pasien dapat membuat
informasi hasil : sumber yang akurat dan dapat pilihan berdasarkan informasi.
1. Menyatakan pemahaman dipertanggungjawabkan 3. Dukungan jangka panjang dengan
kondisi, prognosis, dan evaluasi ulang kontinu dan
pengobatan. perubahan terapi dibutuhkan untuk
2. Berpartisipasi dalam mencapai penyebuhan optimal.
program pengobatan

28
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.

5. Evaluasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
1) Klien tidak tampak meringis lagi.
2) Skala nyeri berkurang menjadi 2 dari skala nyeri (1-10)
3) TTV :130/80, Nadi 75x/ menit,RR: 24x/ menit, suhu 37oC
b. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan denganterhentinya menyusui
sekunder akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusu
1) Ibu terlihat menyusui bayinya dengan rileks.
2) Ibu dapat menyusui bayinya dengan posisi yang benar.
3) Lecet pada puting susu ibu berkurang atau tidak ada.
c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
1) Suhu tubuh normal (36,5-37,5C)
2) Nadi dan RR dalam rentang normal
3) Tidak ada perubahan warna kulit
d. Resiko infeksi berhubungan dengankerusakan jaringan
1) Tidak ada lecet pada puting susu
2) TTV :120/80, Nadi 75x/ menit,RR: 22x/ menit, suhu 37oC
3) Tidak ada tanda-tanda adanya ifeksi (peradangan, pengeluaran push, dll
pada payudara)
4) Puting susu terlihat bersih.
e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik akibat
penyakit
1) Pasien menyatakan perasaan positif terhadap dirinya sendiri
2) Pasien berpartisipasi dalam program rehabilitasi dan konseling
f. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit, kurang pengetahuan
1) Pasien mengatakan cemas berkurang
2) Pasien tidak menunjukan perilaku agresif
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
1) Pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
2) Pasien mampu berpartisipasi dalam program pengobatan

29
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pemaparan materi diatas dapat disimpulkan bahwa, sebagai berikut.
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara.
Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya
masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka. Pada infeksi yang berat
atau tidak diobati, dapat terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam
payudara). Mastitis adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah
melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan
pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal
dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di
kulit pada puting susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan
paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita
menyusui mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
Berdasarkan patofisiologi serta pathaway dari pemaparan materi diatas didapat
7 diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gangguan mastitis
yaitu nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi, ketidakefektifan pemberian
ASI berhubungan dengan terhentinya menyusui sekunder akibat ibu yang sakit, bayi
tidak mau menyusu, hipertermi berhubungan dengan proses penyakit, resiko infeksi
berhubungan dengankerusakan jaringan, gangguan citra tubuh berhubungan dengan
perubahan penampilan fisik akibat penyakit, ansietas berhubungan dengan proses
penyakit, kurang pengetahuan, serta kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
terpapar informasi

B. Saran
Berdasarkan pemaparan materi diatas diharapkan mahasiswa mampu
memahami tentangkonsep dasar penyakit mastitis serta konsep dasar asuhan
keperawatan, serta mahasiswa mampu menerapkannya dalam praktik keperawatan
maternitas.

30
Daftar Pustaka

Carpenito, Moyet, Lynda Juall. 2006. BukuSakuDiagnosaKeperawatan. Jakarta: EGC.

Herdman, Heather, dkk. 2016. Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2015-2017.
Edisi 10. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mansjoer, A. dkk. 2001. KapitaselektaKedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Soetjiningsih. 1997. Asi: Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.

31

Anda mungkin juga menyukai