Lapkas Tinea Corporis

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Tinea korporis merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai didaerah yang panas,
Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan sekitar 47 %
menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran merupakan dermatofit yang lebih umum
menyebabkan tinea kapitis, dan orang dengan infeksi tinea kapitis antropofilik akan berkembang
menjadi tinea korporis.. Walaupun prevalensi tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan
Tricophyton tonsuran, Microsporum canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 %
menyebabkan tinea korporis.(1)

Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari infeksi manusia atau hewan
melalui autoinokulasi dari reservoir, seperti kolonisasi T.rubrum di kaki. Anak-anak lebih sering
kontak pada zoofilik patogen seperti M.canis pada kucing atau anjing. Pakaian ketat dan cuaca
panas dihubungkan dengan banyaknya frekuensi dan beratnya erupsi. (1)

Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi mereka bisa
berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis prevalensinya sama antara pria dan
wanita. Tinea korporis mengenai semua orang dari semua tingkatan usia tapi prevalensinya lebih
tinggi pada preadolescen. Tinea korporis yang berasal dari binatang umumnya lebih sering
terjadi pada anak-anak. Secara geografi lebih sering pada daerah tropis daripada subtropis.(1,2)

Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik (manusia), zoofilik


(hewan), dan geofilik (tanah).Dermatofit yang antropofilik paling sering sebagai sumber infeksi
tinea, tetapi sumber yang zoofilik di identifikasi (jika mungkin) untuk mencegah reinfeksi
manusia.(1)

Prevalensi infeksi jamur superfisial di seluruh dunia diperkirakan menyerang 20-25%


populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi kulit tersering. Penyakit ini tersebar di
seluruh dunia yang dapat menyerang semua ras dan kelompok umur sehingga infeksi jamur
superfisial ini relatif sering terkena pada negara tropis (iklim panas dan kelembaban yang tinggi)
dan sering terjadi eksaserbasi.(1)
Penyebab tinea korporis berbeda-beda di setiap negara, seperti di Amerika Serikat
penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum Trycophyton mentagrophytes, Microsporum

1
canis dan Trycophyton tonsurans. Di Afrika penyebab tersering tinea korporis adalah
Tricophyton rubrum dan Tricophyton mentagrophytes, sedangkan di Eropa penyebab
terseringnya adalah Tricophyton rubrum, sementara di Asia penyebab terseringnya adalah
Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagropytes dan Tricophyton violaceum.(2)
Dilaporkan penyebab dermatofitosis yang dapat dibiakkan di Jakarta adalah T. rubrum
57,6%, E. floccosum 17,5%, M. canis 9,2%, T.mentagrophytes var. granulare 9,0%, M. gypseum
3,2%, T. concentricum 0,5%.(2)
Di RSU Adam malik/Dokter Pirngadi Medan spesies jamur penyebab adalah dermatofita
yaitu: T.rubrum 43%, E.floccosum 12,1%, T.mentagrophytes 4,4%, dan M.canis 2%,serta
nondermatofita 18,5%, ragi 19,1% (C. albicans 17,3%, Candida lain 1,8%).(2)

2
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pembantu rumah tangga
Pendidikan : SD
Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Tawang Aglik Rt 01/Rw 06, Semarang

B. ANAMNESIS
Anamnesis terhadap pasie dilakukan pada hari senin, tanggal 10Juli 2017 pukul 11.30
WIBdi Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr. Adhyatma Semarang.
Keluhan Utama :Gatal di tubuh bagian tangan, kaki, wajah, dada dan pundak
a. Riwayat Pasien Sekarang
Seorang pasien datang ke poli kulit RS Tugurejo dengan keluhan gatal di tubuh
bagian tangan, kaki, wajah, dada dan pundak yng disertai bercak berwarna kemerahan
yang gatal, gatal dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengeluhkan bercak
kemerahan sebesar uang koinseperti di gigit ulat pada lengannya, namun semakin hari
bercaknya bertambah di tubuh dan semakin gatal.Pasien sering menggaruknya sehingga
jadi mengelupas. Keluhan dirasakan makin memberat bila pasien berkeringat, keluhan ini
dirasa pasien mengganggu aktivitas sehari-hari pasien yang bekerja sebagai pembantu
rumah tangga. Pasien menyangkal adanya keluhan lain selain gatal di seluruh tubuh.
1 minggu yang lalu pasien sudah berobat ke dokter umum, namun keluhan tidak
kunjung membaik, sehingga pasien memutuskan untuk berobat ke Rumah Sakit Umum
Dr. Adhyatma Semarang.

3
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Sakit seperti ini : disangkal
Riwayat Hipertensi : memiliki riwayat kurang lebih sejak 5 tahun yang lalu
Riwayat Diabetes : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Sakit serupa : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
d. Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi
Pasien mandi 2 kali dalam sehari, memakai handuk sendiri, dan air di rumah
menggunakan air sumur. Pasien dalam kesehariaanya adalah melakukan pekerjaan rumah
tangga, pasien bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Tinggal bersama suami dan satu
orang anaknya. Tinggal di lingkungan yang bersih, di dalam rumah cahaya dapat masuk
dan ventilasi udara baik.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada Senin, 10Juli 2017 pukul 11.30 WIB di Poli Kulit
RSUD Tugurejo Semarang.
a. Status Generalis
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital sign
a. Tekanan darah : 189/112 mmHg
b. Nadi : 122kali/menit
c. Respiratory rate : 22 kali/menit
d. Suhu : 36,50 C
4. Status gizi
a. Berat badan : 46 kg
b. Tinggi badan :-

4
c. Kesan : Gizi cukup
5. Status interna
Kepala :
a. Rambut : Hitam, distribusi merata
b. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
c. Hidung : Deformitas (-), secret (-), warna sama dengan sekitarnya
d. Telinga : Secret (-),nyeri tekan tragus (-), nyeri ketok mastoid (-)
e. Mulut : Lesi pada mukosa (-), faring hiperemis(-), tonsil hiperemis (-)
f. Leher : Pembesaran KGB (-), terdapat kelainan kulit berupa bercak
kemerahan, pengelupasan kulit dan lesi yang tidak merata.

g. Thoraks : Inspeksi simetris, vesikuler +/+, terdapat kelainan kulit berupa


bercak kemerahan, pengelupasan kulit dan lesi yang tidak merata.
h. Abdomen : Normal, bising Usus (+), tidak terdapat kelainan kulit.
i. Ekstremitas Atas : Akral hangat, kesemutan (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-),
bengkak (-/-) , terdapat kelainan kulit berupa bercak kemerahan, pengelupasan kulit
dan lesi yang tidak merata.
j. Ekstremitas Bawah : Akral hangat, kesemutan (-/-), ujung jari terasa dingin(-/-),
bengkak (-/-) , terdapat kelainan kulit berupa bercak kemerahan, pengelupasan kulit
dan lesi yang tidak merata.
b. Status Lokalis
Kulit : Status Dermatologikus
Distribusi : Generalisata
Ad Region : region ekstremitas superior dan inferior, region thorax anterior
dan superior, region facialis.
Lesi : Bentuk tidak merata, batas tegas, dan terjadi perubahan warna
Efloresensi : makula, eritematosus, skuama halus berwarna putih.

5
Gambar. Pada Tungkai atas Gambar. Pada lengan bawah

Gambar. Lengan atas Gambar. Pada Wajah

Gambar. Pada Dada Gambar. Pada Punggung

6
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini.
E. RESUME
Seorang perempuan berumur 54 tahun datang ke poli kulit RS Tugurejo dengan
keluhan gatal di tubuh bagian tangan, kaki, wajah, dada dan pundak yng disertai bercak
berwarna kemerahan yang gatal, gatal dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya pasien
mengeluhkan bercak kemerahan sebesar uang koinseperti di gigit ulat pada lengannya,
namun semakin hari bercaknya bertambah di tubuh dan semakin gatal.Pasien sering
menggaruknya sehingga jadi mengelupas. Keluhan dirasakan makin memberat bila
pasien berkeringat, keluhan ini dirasa pasien mengganggu aktivitas sehari-hari pasien
yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Pasien menyangkal adanya keluhan lain
selain gatal di seluruh tubuh.
1 minggu yang lalu pasien sudah berobat ke dokter umum, namun keluhan tidak
kunjung membaik, sehingga pasien memutuskan untuk berobat ke Rumah Sakit Umum
Dr. Adhyatma Semarang.
Pada pemeriksaan fisik status generalis tekanan darah 189/122 mmHg, Nadi 122
kali/menit, Respiratory rate 22 kali/menit, Suhu 36,50 C. pada status dermatologi
didapatkan inspeksi pada region ekstremitas superior dan inferior, region thoraks anterior
dan posterior serta di region facialis. Gambaran UKK adalah makula, eritematus, skuama
halus berwarna putih.

F. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis seboroik
2. Pitiriasis rosea
3. Psoriasis
4. Dermatitis Numular
G. DIAGNOSIS KERJA
Tinea Korporis
H. USULAN PEMERIKSAAN
a. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20%.
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang
mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan, lalu dikerok dengan skalpel steril dan

7
jatuhannya ditampung dalam lempeng-lempeng steril pula atau ditempel pada selotip.
Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 10% yang diberi tinta
Parker biru hitam atau biru laktofenol, dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup
dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka kelihatan
garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan
oleh sekat-sekat yang dikenal dengan hifa.

b. Pemeriksaan dengan sinar wood


Pemeriksaan lampu wood adalah pemeriksaan yang menggunakan sinar ultraviolet
dengan panjang gelombang 365 nm. Sinar ini tidak dapat dilihat. Bila sinar ini diarahkan
ke kulit yang mengalami infeksi oleh jamur dermatofita tertentu, sinar ini akan berubah
menjadi dapat dilihat dengan memberi warna (fluoresensi). Beberapa jamur yang
memberikan fluoresensi yaitu M.canis, M.audouini, M.ferrugineum dan
T.schoenleinii.(9,10)
Dapat memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi sehingga batas lesi
lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna
kuning keemasan sampai orange. Pemeriksaan ini memungkinkan untuk melihat dengan
lebih jelas perubahan pigmentasi yang menyertai kelainan ini.

c. Pemeriksaan Biakan.
Pemeriksaan dengan biakan jamur tidak terlalu bernilai secara diagnostik karena
memerlukan waktu yang lama. Pemeriksaan ini mengunakan media biakan agar malt
atau saborauds agar. Koloni yang tumbuh berbentuk soliter, sedikit meninggi, bulat
mengkilap dan lama kelamaan akan kering dan dibawah mikroskop terlihat yeast cell
bentuk oval dengan hifa pendek.

d. PENATALAKSANAAN
1. Non-medikamentosa
a. Memberikan penjelasan pada pasien tentang penyakit dan pengobatannya.
b. Pemakaian obat yang diberikan harus diberikan rutin sesuai aturan agar mencapai
penyembuhan yang maksimal.

8
c. Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terkena infeksi atau
bagian yang terinfeksi dikeringkan terakhir untuk mencegah penyebaran infeksi ke
bagian tubuh lainnya.
d. Jangan mengunakan handuk, baju, atau benda lainnya secara bergantian dengan orang
yang terinfeksi.
e. Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air panas untuk mencegah
penyebaran jamur tersebut.
f. Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk menghilangkan sisa-sisa
kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh.
g. Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat menyebabkan
kulit selalu basah seperti bahan wool dan bahan sintetis yang dapat menghambat
sirkulasi udara.
h. Sebelum menggunakan sepatu, sebaiknya dilap terlebih dahulu dan bersihkan debu-
debu yang menempel pada sepatu.
i. Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami infeksi jamur. Gunakan
sandal yang terbuat dari bahan kayu dan karet
2. Medikamentosa
a. Sistemik
Antihistamin : Cetirizine 1 x 10 mg per hari selama 7 hari
Griseofulvin 1x 500 mg, Lama pemberian sampai gejala klinis membaik, dan
umumnya 3-4 minggu
b. Topical
Ketokenazole 2% krim dioleskan 2x sehari, selama minimal 2 minggu

e. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad kosmetikam : ad bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Anatomi Kulit

Kulit bagian paling luar dari tubuh, mempunyai posisi yang strategis,bagi semua
makluk hidup. Membatasi lingkungan luar (milleu exterior) dengan kehidupan didalam
tubuh (milleu interior) kulit mempunyai fungsi utama sebagai pelindung dan pertahanan,
tidak saja yang bersifat fisik mekanis, juga biologis karena komponen sel didalam kulit
dapat mensintesis berbagai struktur biologi seperti sitokin, melanin, growth. factor yang
semuanya bersifat protektif terhadap tubuh. Merupakan organ paling luas yaitu : 1.5-2.0
m2 dengan berat 20 kg, secara sepintas kulit tidak lebih dari selaput penutup badan,
namun didalamnya terjadi proses atau kegiatan yang luar biasa, suatu proses biologik dalam
rangka mempertahankan integritas maupun memelihara fungsi tubuh.1
Kulit memiliki bebrapa lapisan yaitu Epidermis yang merupakan lapisan paling atas
memiliki 4 lapisan yaitu lapisan basal atau stratum germinativum, lapisan Malpighi atau
stratum spinosum, lapisan granular atau stratum granulosum dan lapisan tanduk atau stratum
korneum.1
Epidermis juga mengandung kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus,
rambut dan kuku. Kelenjar keringat ada dua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur
suhu tubuh, menyebabkan panas dilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar ekrin terdapat
di semua daerah di kulit, tetapi tidak terdapat pada selaput lendir. Seluruhnya berjumlah
antara 2 sampai 5 juta, yang terbanyak di telapak tangan. Kelenjar apokrin adalah kelenjar
keringat besar yang bermuara ke folikel rambut. Tardapat di ketiak, daerah anogenital,
puting susu, dan areola. Kelenjar sebaseus terdapat di seluruh tubuh, kecuali di tapak
tangan, tapak kaki, dan punggung kaki. Terdapat banyak kulit kepala, muka, kening, dan
dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol, dan zat lain.1
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh
membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak
jelas hanya kita ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak. Dermis terdiri dari
dua lapisan yaitu bagian atas, pars papilaris (stratum papilar) dan bagian bawah, retikularis
(stratum retikularis). Batas antara pars papilaris dan pars retikularis adalah bagian
bawahnya sampai ke subkutis . baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari

10
jaringan ikat longgar yang tersusun dari serabutserabut yaitu serabut kolagen, serabut
elastis dan serabut retikulus. Serabut ini saling beranyaman dan masingmasing mempunyai
tugas yang berbeda. Serabut kolagen, untuk memberikan kekuatan kepada kulit, dan
retikulus, terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut dan memberikan kekuatan
pada alat tersebut.1
Subkutis merupakan lapisan dibawah dermis yang terdiri dari kumpulankumpulan
selsel lemak dan di antara gerombolan ini berjalan serabutserabut jaringan ikat dermis.
Selsel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir, sehingga membentuk
seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada
tiaptiap tempat dan juga pembagian antar lakilaki dan perempuan tidak sama (berlainan).
Guna penikulus adiposus adalah sebagai shock braker atau pegas bila tekanan trauma
mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan suhu,
penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh. Di bawah subkurtis terdapat
selaput otot kemudian baru terdapat otot.1

Gambar. Bagian kulit

11
III.2 Fungsi Kulit

Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin
kelangsungan hidup secara umum yaitu(4,5,6) :
1. Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis,
misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan iritasi
(lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas misalnya radiasi, sinar ultraviolet,
gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan jamur. Karena adanya bantalan lemak,
tebalnya lapisan kulit dan serabutserabut jaringan penunjang berperan sebagai
pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit
terhadap sinar matahari dengan mengadakan tanning (pengobatan dengan asam asetil).
2. Proteksi rangsangan kimia
Dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable terhadap berbagai
zat kimia dan air.
3. Absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan
yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang larut dalam lemak.
Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil
bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit,
hidrasi, kelembapan dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah di
antara sel, menembus selsel epidermis, atau melalui saluran kelenjar dan yang lebih
banyak melalui selsel epidermis.
4. Pengatur panas
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal ini
karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur panas,
medulla oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu visceral 36-37,5 derajat untuk
suhu kulit lebih rendah. Pengendalian persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada
dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas
dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan

12
tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin,
hilangnya keringat dibatasi, dan panas suhu tubuh tidak dikeluarkan).
5. Ekskresi
Kelenjarkelenjar kulit mengeluarkan zatzat yang tidak berguna lagi atau zat sisa
metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Sebum yang
diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan
berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak
menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada
kulit.
6. Persepsi
Kulit mengandung ujungujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Respons
terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis, terhadap dingin
diperankan oleh dermis, peradaban diperankan oleh papila dermis dan markel renvier,
sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis. Serabut saraf sensorik lebih banyak
jumlahnya di daerah yang erotik.
7. Pembentukan Pigmen
Sel pembentukan pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel ini
berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosum dibentuk
oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan O2 terhadap sinar matahari
memengaruhi melanosum. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangantangan dendrit
sedangkan lapisan di bawahnya dibawa oleh melanofag. Warna kulit tidak selamanya
dipengaruhi oleh pigmen kulit melainkan juga oleh tebal-tipisnya kulit, reduksi Hb dan
karoten.
8. Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel basal yang
lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel spinosum. Makin ke atas sel
ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Semakin lama intinya
menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung
terus menerus seumur hidup. Keratinosit melalui proses sintasis dan degenerasi menjadi
lapisan tanduk yang berlangsung kirakira 14-21 hari dan memberikan perlindungan
kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.

13
9. Pembentukan vitamin D
Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.
Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari proses tersebut. Pemberian
vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
III.3 Tinea Korporis
III.3.1 Definisi
Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superficial yang menyerang kulit halus
(glabrous skin), misalnya kulit kecuali pada kulit kepala, lipatan paha, telapak tangan dan
telapak kaki. yang disebabkan jamur dermatofita spesies Microsporum, Trichophyton,
dan Epidermophyton.Trichophyton rubrum adalah jenis dermatofita tersering yang
menyebabkan tinea korporis.(7)
III.3.2 Epidemiologi
Tinea korporis merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai didaerah yang
panas, Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan
sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran merupakan dermatofit
yang lebih umum menyebabkan tinea kapitis, dan orang dengan infeksi tinea kapitis
antropofilik akan berkembang menjadi tinea korporis.. Walaupun prevalensi tinea
korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton tonsuran, Microsporum canis
merupakan organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan tinea korporis.(1)

Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi mereka


bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis prevalensinya sama antara
pria dan wanita. Tinea korporis mengenai semua orang dari semua tingkatan usia tapi
prevalensinya lebih tinggi pada preadolescen. Tinea korporis yang berasal dari binatang
umumnya lebih sering terjadi pada anak-anak. Secara geografi lebih sering pada daerah
tropis daripada subtropis.(1)

Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik (manusia),


zoofilik (hewan), dan geofilik (tanah).Dermatofit yang antropofilik paling sering sebagai
sumber infeksi tinea, tetapi sumber yang zoofilik di identifikasi (jika mungkin) untuk

14
mencegah reinfeksi manusia.(1,2)

III.3.3 Etiologi
Tinea corporis disebabkan oleh jamur golongan Dermatofita yang mempunyai sifat
mencernakan keratin. Dematofita yang dapat menyebabkan infeksi pada kulit kepala dan
rambut adalah genus Tricophyton, Microsporum dan Epidermophyton.Jamur penyebab
tinea corporis ini ada yang bersifat antropofilik, geofilik, dan zoofilik.(8)
Jamur yang bersifat antropofilik atau hanya mentransmisikan penyakit antar manusia
antara lain adalah Tricophyton violaceum yang banyak ditemukan pada orang Afrika,
Tricophyton schoenleinii, Tricophyton rubrum, Tricophyton megninii, Trichophyton
soudanense, Tricophyton yaoundei, Microsporum audouinii, dan Microsporum
ferrugineum.(8)
Jamur geofilik merupakan jamur yang hidup di tanah dan dapat menyebabkan radang
yang moderat pada manusia. Golongan jamur ini antara lain adalah Microsporum gypseum
dan Microsporum fulvum.(8)
Jamur zoofilik merupakan jamur yang hidup pada hewan, namun dapat
mentransmisikan penyakit pada manusia. Jamur zoofilik penyebab tinea corporis salah
satunya Microsporum canis yang berasal dari kucing.(8)

Tabel: Etiologi infeksi dermatofitosis


Spesis Hos Gambaran klinis Frekuensi

Trichophyton

Trichophyton Manusia. Tinea pedis, tinea manum, Sering.


rubrum tinea korporis,
onikomikosis.

Trichophyton Manusia. Tinea korporis, tinea Sering pada anak-


mentagrophytes fasialis, anak.
var. interdigitale tinea barbae, tinea kapitis.

var. granulosum Tikus, babi guinea.

Trichophyton Landak. Tinea korporis, Jarang.


erinacei tinea manum.

15
Trichophyton Sapi, kuda. Tinea korporis, tinea Sering.

Verrucosum barbae, tinea kapitis

(biasanya kerion).

Trichophyton Manusia. Tinea kapitis, tinea barbae, Umum di

violaceum tinea korporis. Mediterania


wilayah.

Trichophyton Manusia. Tinea kapitis (black dot), Umum di

tonsurans tinea korporis. Amerika Utara


dan Amerika
Tengah.

Trichophyton Manusia Tinea kapitis (favus), Jarang; di daerah

schoenleinii Onikomikosis. endemic.

Epidermophyton

Epidermophyton Manusia. Tinea inguinalis, tinea Jarang.

Floccosum pedis, tinea korporis.

Microsporon

Microsporon canis Anjing, kucing. Tinea kapitis, tinea korporis Sering.

Microsporon Tanah. Tinea kapitis, tinea korporis Sering.

Gypseum

Microsporon Manusia. Tinea kapitis Sering (Jarang di

Audouinii Amerika Utara)

16
Gambar . Jamur Microsporum

Gambar . Jamur Trichophyton

Gambar . Jamur Epidermophyton

III.3.4 Patogenesis
Dermatofita umumnya menyukai menghuni pada lapisan kulit yang mengandung
keratin, rambut, dan kuku dimana merupakan lingkungan yang lembab yang kondusif
untuk jamur berproliferasi.(9)

Infeksi ini disebabkan oleh masuknya artrospora atau konidia. Patogen menginvasi
lapisan kulit yang paling atas, yaitu pada stratum korneum, lalu menghasilkan enzim
keratinase dan menginduksi reaksi inflamasi pada tempat yang terinfeksi. Inflamasi ini dapat
menghilangkan patogen dari tempat infeksi sehingga patogen akan mecari tempat yang baru
di bagian tubuh. Perpindahan organisme inilah yang menyebabkan gambaran klinis yang
khas berupa central healing.(9)

17
Dermatofita dapat bertahan pada stratum korneum kulit manusia karena stratum
korneum merupakan sumber nutrisi untuk pertumbuhan dermatofita dan untuk pertumbuhan
miselia jamur. Jamur melepaskan enzim keratinase untuk menembus stratum korneum, dan
umumnya tidak menembus lebih dalam karena mekanisme pertahanan tubuh nonspesifik
yang melibatkan faktor inhibisi serum, komplemen, dan PMN lekosit.(9)
Masa inkubasi 1-3 minggu, dermatofita menyebar secara sentrifugal. Dalam
merespon infeksi, aktivasi kulit dengan meningkatkan proliferasi sel epidermis. Ini menjadi
pertahan terhadap infeksi kulit.(8,9)
Tricophyton rubrum adalah dermatofita umum karena ada dinding sel sehingga
resisten terhadap eradikasi. Barrier proteksi ini mengandung mannan, yang menghambat
imunitas sel mediated, menghambat proliferasi keratinosit, dan menyebabkan organism ini
tahan terhadap pertahanan kulit normal. (9)

III.3.5 Gejala Klinis


Keluhan gatal terutama bila berkeringat.Oleh karena gatal dan digaruk, lesi semakin
meluas, terutama di daerah kulit yang lembab. Kelainan yang terlihat dalam klinik
merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-
kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang.
Kadang-kadang terihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya
merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat dapat pula
terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi
satu. Khas dari infeksi ini ada central healing (dibagian tepi meradang dan bagian tengah
tenang).(7,9)

III.3.6Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20%.
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang
mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan, lalu dikerok dengan skalpel steril dan
jatuhannya ditampung dalam lempeng-lempeng steril pula atau ditempel pada selotip.
Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 10% yang diberi tinta
Parker biru hitam atau biru laktofenol, dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup

18
dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka kelihatan
garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan
oleh sekat-sekat yang dikenal dengan hifa.(9,10)

b. Pemeriksaan dengan sinar wood


Pemeriksaan lampu wood adalah pemeriksaan yang menggunakan sinar ultraviolet
dengan panjang gelombang 365 nm. Sinar ini tidak dapat dilihat. Bila sinar ini diarahkan
ke kulit yang mengalami infeksi oleh jamur dermatofita tertentu, sinar ini akan berubah
menjadi dapat dilihat dengan memberi warna (fluoresensi). Beberapa jamur yang
memberikan fluoresensi yaitu M.canis, M.audouini, M.ferrugineum dan
T.schoenleinii.(9,10)
Dapat memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi sehingga batas lesi
lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna
kuning keemasan sampai orange. Pemeriksaan ini memungkinkan untuk melihat dengan
lebih jelas perubahan pigmentasi yang menyertai kelainan ini.(9,10)

c. Pemeriksaan Biakan.
Pemeriksaan dengan biakan jamur tidak terlalu bernilai secara diagnostik karena
memerlukan waktu yang lama. Pemeriksaan ini mengunakan media biakan agar malt
atau saborauds agar. Koloni yang tumbuh berbentuk soliter, sedikit meninggi, bulat
mengkilap dan lama kelamaan akan kering dan dibawah mikroskop terlihat yeast cell
bentuk oval dengan hifa pendek.(9,10)

III.3.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari tinea korporis adalah (9,10):
1. Dermatitis seboroik : Kelainan kulit menyerupai tinea korporis, namum berbeda
predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp), dan daerah lipatan-lipatan kulit, misalnya di
belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya.Sebuah dermatosis kronis yang
sangat umum ditandai dengan kemerahan dan bersisik yang terjadi di daerah di mana
kelenjar sebaceous yang paling aktif, seperti sebagai wajah dan kulit kepala, daerah
presternal, dan tubuh lipatan. Namun gambaran klinisnya biasanya simetris dan yang

19
sering ada pada dermatitis seboroik adalah ia berhubungan pada kulit kepala dan
mungkin intertrigo pada bagian lipatan tubuh.
2. Pitiriasis rosea : distribusi kelainan kulit simetris dan terbatas pada tubuh dan bagian
proksimal anggota badan. Yang membedakan dengan tinea korporis adalah herald patch.
Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Penyakit dimulai dengan lesi pertama (herald
patch), umumnya di badan, solitarm berbentuk oval dan anular. Ruam terdiri atas eritema
dan skuama halus di pinggir. Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama,
member gambaran yang khas, sama dengan lesi pertama hanya lebih kecil, susunannya
sejajar dengan kosta, sehingga menyerupai pohon cemara terbalik. Lesi tersebut timbul
serentak atau dalam beberapa hari.
3. Psoriasis : berbeda predileksinya, yaitu daerah ekstensor,misalnya lutut, siku dan
punggung. Kulit kepala berambut juga sering terkena penyakit ini.Lesi tipikalnya adalah
lesi yang kronis, berulang, papula dan plak bersisik. Letusan berjerawat dan eritroderma
bisa terjadi. Ia bisa terjadi pada lutut, siku dan kulit kepala, dan yang mengenai kuku,
terutama jika pitting hadir, sangat membantu membedakan dalam kasus ini
4. Dermatitis Numular : berbeda predileksinya, misalnya daerah ekstensor dan dengan
karakteristik lesinya menyerupai koin, eritema dan berbatas tegas. Bila terdapat vesikel,
lambat laun akan pecah, terjadi eksudasi dan mengering membentuk krusta kekuningan.
Penyembuhan dimulai dari tengah, sehingga menyerupai derrmatomikosis.

III.3.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis ditemukan rasa gatal daerah predileksi tinea korporis, pada
pemeriksaan fisik ditemukan terdapat makula eritema batas tegas, tepi meninggi dan aktif,
dan terdapat penyembuhan di bagian tengah, serta diperkuat dengan pemeriksaan kerokan
kulit dari daerah lesi dengan larutan KOH 10-20%. Dibawah mikroskop terlihat hifa hifa
pendek dengan spora panjang seperti bambu.(9,10)

III.3.9 Penatalaksanaan
Menghilangkan faktor predisposisi penting, misalnya mengusahakan daerah lesi selalu
kering dan memakai baju yang menyerap keringat.

20
A. Terapi topikal

Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya hidup


pada jaringan. Berbagai macam preparat imidazol dan alilamin tersedia dalam berbagai
formulasi. Dan semuanya memberikan keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal
digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal
azol dan allilamin menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi.(11)

Berikut obat yang sering digunakan (11):

1. Topical azol terdiri atas :

a. Econazol 1 %

b. Ketoconazol 2 %

c. Clotrinazol 1%

d. Miconazol 2% dll.

Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfa-dimetilase


pada pembentukan ergosterol membran sel jamur.

2. Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3 epoksidase
sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan ergosterol membran sel
jamur.(10) yaitu aftifine 1 %, butenafin 1% Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti
inflamasi ) yang mampu bertahan hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari
berturut-turut.

3. Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat masuknya


bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah permeabilitas sel jamur
merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal dan fungistatik, antiinflamasi dan
anti bakteri serta berspektrum luas.

4. Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan pada regimen
anti jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi steroid hanya diberikan pada
beberapa hari pertama dari terapi.

21
. B. Terapi sistemik

Pedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology menyatakan


bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada kasus hiperkeratosis
terutama pada telapak tangan dan kaki, lesi yang luas, infeksi kronis, pasien
imunokompromais, atau pasien tidak responsif maupun intoleran terhadap OAJ topikal
(11)

1. Griseofulvin

Obat ini berasal dari penicillium griceofulvum dan masih dianggap baku emas pada
pengobatan infeksi dermatofit genus Trichophyton, Microsporum, Epidermophyton.
Berkerja pada inti sel, menghambat mitosis pada stadium metafase.

2. Ketokonazol

Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik, termasuk


golongan imidazol. Absorbsi optimum bila suasana asam.

3. Flukonazol

Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun absorbsi tidak
dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.

4) Itrakonazol

Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat fungistatik
dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun jamur dematiacea.
Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum bersama dengan makanan.

5. Amfosterin B

Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh Streptomyces nodosus.
Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah akan menghambat pertumbuhan jamur,
protozoa dan alga. Digunakan sebagai obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur
yang membahayakan jiwa dan tidak sembuh dengan preparat azol.

22
III.3.10 Pencegahan

a. Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terkena infeksi atau
bagian yang terinfeksi dikeringkan terakhir untuk mencegah penyebaran infeksi ke
bagian tubuh lainnya.
b. Jangan mengunakan handuk, baju, atau benda lainnya secara bergantian dengan
orang yang terinfeksi.
c. Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air panas untuk
mencegah penyebaran jamur tersebut.
d. Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk menghilangkan sisa-
sisa kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh.
e. Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat menyebabkan
kulit selalu basah seperti bahan wool dan bahan sintetis yang dapat menghambat
sirkulasi udara.
f. Sebelum menggunakan sepatu, sebaiknya dilap terlebih dahulu dan bersihkan
debu-debu yang menempel pada sepatu.
g. Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami infeksi jamur. Gunakan
sandal yang terbuat dari bahan kayu dan karet

III.3.11Prognosis dan Komplikasi


Untuk tinea korporis dengan lesi yang terlokalisir, prognosisnya umumnya baik,
dengan angka kesembuhan mencapai 70-100% setelah pengobatan dengan golongan azol
atau alinamin topikal. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi berulang, apabila
pengobatan tidak berhasil menghilangkan organism secara menyeluruh, seperti misalnya
pada pasien yang menghentikan penggunaan pengobatan topical terlalu cepat ataupun
pada jamur tersebut resisten terhadap pengobatan anti jamur yang diberikan.(10)

23
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superficial yang menyerang kulit halus
(glabrous skin), misalnya kulit kecuali pada kulit kepala, lipatan paha, telapak tangan dan
telapak kaki. yang disebabkan jamur dermatofita spesies Microsporum, Trichophyton,
dan Epidermophyton.Trichophyton rubrum adalah jenis dermatofita tersering yang
menyebabkan tinea korporis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis ditemukan rasa gatal daerah predileksi
tinea korporis, pada pemeriksaan fisik ditemukan terdapat makula eritema batas tegas,
tepi meninggi dan aktif, dan terdapat penyembuhan di bagian tengah, serta diperkuat
dengan pemeriksaan kerokan kulit dari daerah lesi dengan larutan KOH 10-20%.
Dibawah mikroskop terlihat hifa hifa pendek dengan spora panjang seperti bambu,
lampu wood dan biakan. Menghilangkan faktor predisposisi penting dalam
penatalaksanaan, misalnya mengusahakan daerah lesi selalu kering dan memakai baju
yang menyerap keringat dan diberikan obat sistemik serta topical. Untuk tinea korporis
dengan lesi yang terlokalisir, prognosisnya umumnya baik.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Verma S. & Heffernan, M. P. Fungal Disease. New York: Mc.Graw Hill Companies;
2008
2. Adiguna, MS. Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia. Jakarta : FKUI; 2004
3. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005
4. Sylvia, Price. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama; 2008.
5. Guyton, dan Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta; EGC: 2007
6. Alya Amila Fitrie. Histologi Dari Melanosit. Medan: Fakultas Kedokteran Bagian
Histologi Universitas Sumatera Utara; 2004.

7. Adhi Djuanda. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi V. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta : 2010
8. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.
9. Siregar, RS. Penyakit Jamur Jakarta. EGC; 2002
10. Duarsa, Wirya (dkk). 2010. Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin.
Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
11. Kuswaji. Obat Anti Jamur. Jakarta: FKUI. 2004

25

Anda mungkin juga menyukai