Anda di halaman 1dari 4

Garis Batas Laut Teritorial dan Batas Landas Kontinen Indonesia dengan Papua Nugini

Batas Laut Teritorial


Perjanjian batas laut antara Indonesia dengan Papua Nugini pada tahun 1971 dan 1973
dilakukan oleh Indonesia dan Austraia. Pada waktu itu Australia bertindak atas nama Papua Nugini
Karena Papua Nugini belum merdeka dan berada dibawah protektoratnya Australia. Perjanjian
tahun 1971 dan 1973 menyepakati batas-batas antara Indonesia-Papua Nugini, yang masing-
masing ditanda tangani Canberra tanggal 18 Mei 1971 dan ditanda tangani di Jakata pada tanggal
12 Februari 1973. Perjanjian 1973 ini merupakan amandemen dari perjanjian tahun 1971.
Tabel 9. Daftar koordinat geografis titik-titik batas dasar laut teretentu (territorial) antara
Indonesia dengan Papua Nugini (Dikutip dari Perjanjian Indonesia-Australia
tahun 1971)
No. Titik Lintang Bujur Keterangan
B1 9 24 30 LS 140 49 30 BT Treaty 1971
B2 9 23 00 LS 140 52 00 BT Treaty 1973
B3 9 08 08 LS 141 01 10 BT Common point
C1 2 35 37 LS 141 00 00 BT Treaty 1971
C2 2 08 30 LS 141 01 30 BT Treaty 1971

Pembahasan aspek geospasial terhadap peta, garis dan koordinat batas laut territorial
Indonesia-Papupa Nugini tahun 1973:
a. Masalah peta; lampiran perjanjian dibuat bersama dengan menggunakan Peta Ikhstisar
skala 1:2.500.000 (atau 1 mm di atas peta = 2,50 Km di lapangan). Proyeksi peta yang
dipergunakan adalah Proyeksi Mercator, dengan 1 interval gratikul koordinat
geografis. Kedetailan peta pada skala ini bersifat tinjau dengan informasi geogafi fisik
bersifat umum, seperti garis pantai, fitur-fitur alamiah di sekitar kawasan delimitasi,
dan nama-nama geografinya dengan tampilan terbatas. Kompilasi peta lampiran
perjanjian dilakukan oleh lembaga kompeten, baik di pihak Indonesia maupun pihak
Australia, sehingga secara teknis tidak ada yang patut diragukan. Dari sudut pandang
boundary surveryors dan boundary engineer peta tersebut tidak memuat informasi
tentang Datum Geodesi yang diapaki, tapi hanya menyebutkan sistem proyeksi petanya
saja, yaitu Mercator. Informasi tentang datum tersebut sangat penting untuk kegiatan
yang terkait dengan implementasi koordinat titik-titik batas perjanjian di lapangan.
b. Masalah garis, garis batas negara yang tertera di peta lampiran hendaknya dipahami
sebagai ilustrasi. Garis hubungn antara titik-titik koordinat batas didefinisikan sebagai
garis geodesics. Jadi perhitungan jarak atau panjang garis antar titik koordinat batas
harus menggunakan parameter elpsoid referensi yang merupakan bagian dari definisi
datum geodesi.
c. Masalah koordinat, yaitu menyangkut tiga hal yang jadi perhatian : (a) ekstraksi nila
koordinat, (b) apa definisi datum geodesi yang dipakainya, dan (c) bagaimana
penerapannya di era sekarang ini. Bahasan tentang masalah koordinat diperdalam
seperti berikut.
1.) Ekstraksi nilai koordinat geografis dapat dicermati dengan membaca angka
koordinat yang tertera di dalam isi perjanjian. Pertama, tentang significant figures
(sf), pada Pasal 3 Perjanjian (lihat Tabel 8) yang menunjukkan nilai-nilai koordinat
Bujur () dan Lintang () dengan sf tidak konsisten, yaitu ada yang pada satuan
detik () busur untuk titik B3 dan titik C1, sedangkan untuk titik B1 dan titik C2
bacaan pada besaran puluhan detik (10), dan untuk titik B2 pada satuan menit ().
Catatan : 1 busur = 1.852 m. Ekstraksi nilai 1 pada peta skala 1:2.500.000 dengan
interval gratikul peta (map graticule interval) tertera 1 bukan hal yang mudah
karena selain dilakukan secara manual dengan penggaris dan pinsil gambr juga
diperlakukan kaca pembesar 10x dan mata pensil 0,1 mm. Faktor sb bisa
minimum dengan kecermatan 0,1 mm dibagi skala peta. Jadi yang cukup rasional
adalah ekstraksi koordinat titik B1 dan C2.
2.) Kedua, tentang ketelitian koordinat hasil ekstraksi, dari kesalahan faktor sf pada
tingkat 1 adalah 1 x 1.852 m/60 = 30,9 m, yang berarti koordinat tersebut bisa
memiliki kesalahan besar 30,9 m. Akan tetapi kesalahan faktor sb yang 0,1 mm
menyebabkan kesalahan besar 0,1 mm/1:2.500.000 = 250 m. Maka ketelitian
koordinat faktor sf sebesar 30,9 m menjadi tidak realistak, terjadi untuk titik B3 dan
titik C1. Untuk koordinat titik B1 dan C2 kesalahan faktor sf pada tingkat 10
adalah 10 x 1.852 m/60 = 309 m merupakan angka yang cukup realistic.
Sedangkan untuk koordinat titik B2 dengan kesalahan faktor sf pada tingkat 1
adalah 1 x 1.852 m / = 1.852 m, ini tidak realistik karena semestinya bisa lebih
presisi.
Batas Landas Kontinen
Berbeda dengan perjanjian 1971 dan 1973, perjanjian batas maritim antara Indonesia
dengan Papua Nugini pada tahun 1980 dilakukan oleh Indonesia dengan Papua Nugini sebgai
negara merdeka. Perjanjian pada tahun 1980 menyepakati batas-batas landas kontinen di Samudera
Pasifik antara Indonesia dengan Papua Nugini, yang ditanda tangani di Jakarta tanggal 13
Desember 1980 tentang Agreement between the Government of the Repblic of Indonesia and The
Government of Papua New Guinea concerning Maritime Boundaries between the Republic of
Indonesia and Papua New Guinea and Cooperation on Related Matters. Perjanjian 1980 ini
merupakan kelanjutan dari perjanjian-perjanjian tahun 1971 dan tahun 1973
Batas Landas Kontinen Tambahan Indonesia di Samudera Hindia

Sesuai dengan ketentuan pasal 76 UNCLOS 1982, negara pantai mempunyai kesempatan
untuk melakukan submisi guna menentukan batas terluar landas kontinen dengan jarak lebih dari
200nm. Dalam hal ini Indonesia sebagai negara pihak terhadap UNCLOS telah melakukan
submisi pertama dan bertahap ke United Nations Commission on the Limits of the Continental
Shelf (UN-CLCS). Sebagai langkah awal dalam menentukan area potensial utnuk submisi landas
kontinen di luar 200 nm. Pemerintah Indonesia telah melakukan desktop study sejak tahun 2005.
Dari hasil studi awal tersebut, diidentifokasi ada tiga potential area untuk disubmisi sebagai
landas kontinen Indonesia > 200 nm, yaitu area-area di sebelah Barat Pulau Sumatera, di sebalah
Selatan Nusa Tenggara Barat, dan di sebelah Utara Irian (New Guinea).
Dengan adanya 3 potential areas tersebut, kemudian Pemerintah Indonesia membentuk
sebuah tim kajian yang disebut Tim Pengkajian dan Penyusunan Dokumen Teknis Submisi
Landas Kontinen Indonesia di luar 200 mil Laut ( Tim Submisi ) yang terdiri dari perwailan
berbagai institusi yaitu; TNI AL, BPPT, Puslit Geoteknologi LIPI, dan didukung oleh tim dari
perguruan tinggi ( Trisakti, ITB, UGM, UNPAD). Bakosurtanal dipercaya sebagai focal point/
Ketua tim teknnis, dan Kementerian Luar Negeri RI sebagai coordinator Tim submisi. Proses
Pengkajian submisi untuk ketiga area tersebut meliputi pengumpulan data survey, pengkajian
dan penyusunan dokumen.
Ketentuan batas waktu submisi dari CLCS adalah tangga 1 Mei 2009. Mengingat adanya
berbagai keterbatasan, maka Pemerintah RI menyampaikan intensi kepada UN_CLCS bahwa
submisi ECS Indonesia akan dilakukan secara bertahap. SUbmisi pertama adalah untuk areal
sebalah Barat Laut Sumatera. Kronologi perjalan submisi parsial untuk areal sebelah Barat Laut
Sumatera adalah:
Pada tanggal 16 juni 2008 Submisi parsial Indonesia;
Tanggal 24 Maret 2009 Presentasi di hadapan Komisi CLCS
Tanggal 08 September 2009 Pertemuan pertama dengan Sub-komisi CLCS;
Tanggal 20 Januari sampaai dengan 18 Februari 2010 Survey seismic tambahan
dengan kapal survei Baruna Jaya II
Tanggal 25 Maret 2010 meng-update submisi parsial
Tanggal 30 Maret 2010 pertemuan ke -2 dengan sub-komisi CLCS
Tanggal 12 s/d 16 Agustus 2010 Pertemuan ke-3 dengan Sub-komisi CLCS
Tanggal 17 Agustus 2010 Petemuan Pleno Komisi CLCS dan
Setelah melalui proses tersebut, akhirnya UN-CLCS memberikan kepuusan pada
pertemuan Pleno CLCS tanggal 28 Maret 2011 atas dasar rekomendasi sub-komisi.

Anda mungkin juga menyukai