Anda di halaman 1dari 19

Ikterus Fisiologis pada Bayi

Lucia Anastasha Eka Wara

102012209

D6

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Luciawara@rocketmail.com

1. Pendahuluan

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus,
ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka
kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di
Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat
patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian,
karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus
ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5
mg/dl dalam 24 jam.ikterus tapi ada juga ikterus yang fisiologis, ikterus jenis ini dapat hilang
sendiri dalam waktu 14 hari dan tanpa proses pengobatan. Dalam makalah ini akan dibahas
ikterus fisiologis dan ikterus patologis .1

2. Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi
yang dimaksud adalah bagian yang terpenting untuk mengetahui identitas pasien yang lengkap,
riwayat medis, riwayat social lingkungan dan riwayat pemakaian obat.

1
Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan Alloanamnesis atau
Heteroanamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan tehnik autoanamnesis yaitu
anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya. Pasien sendirilah yang menjawab
semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis terbaik
karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang sesungguhnya dia
rasakan. Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat dilakukan. Pada
pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab pertanyaan, atau pada
pasien anak-anak, maka perlu orang lain untuk menceritakan permasalahnnya. Anamnesis yang
didapat dari informasi orag lain ini disebut Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Tidak jarang
dalam praktek sehari-hari anamnesis dilakukan bersama-sama auto dan alloanamnesis. Pada
scenario diketahui pasien adalah bayi jadi anamnesis,kita tanyakan kepada wakil/orang tua dari
bayi tersebut.
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:1
Identitas : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan.
Riwayat penyakit
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan utama tidak
harus sejalan dengan diagnosis utama.
Riwayat perjalanan penyakit
Riwayat perjalanan penyakit mencakup:
- Cerita kronologis, rinci dan jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan
sampai dibawa berobat.
- Pengobatan sebelumnya dan hasilnya.
- Tindakan sebelumnya.
- Perkembangan penyakit gejala sisa atau cacat.
Riwayat penyakit lain yang pernah diderita sebelumnya dan pengobatan apa yang sudah pernah
diterima saat itu.1

2
Gambar 1. Memeriksa Ikterus.1

3. Pemeriksaan Fisik

Pada pasien secara langsung/fisik dapat kita lihat tanda-tanda sebagai berikut :2

- Kuning
- feses Pucat
- Urine pekat
- Letargi
- Penurunan kekuatan otot (hipotonia)
- Penurunan refleks menghisap
- Gatal
- Tremor
- Convulsio (kejang perut)
- Menangis dengan nada tinggi
Efek dari sakit bayi; gelisah, tidak kooperatif/ sulit kooperatif, merasa asing.2

4. Pemeriksaan Penunjang

1. Visual

Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan
apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena
besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan,

3
namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi
dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.

WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut:2

a) Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya
matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa
tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.2

b) Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan
jaringan subkutan.2

c) Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.2

2. Bilirubin Serum

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus


neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan
tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang
diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium
foil). Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20
mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.2

3. Bilirubinometer Transkutan

Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip


memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya
yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.
Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi
pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang
tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining,
bukan untuk diagnosis.2

Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui
akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin

4
serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir
dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi
bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan
TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76,
p<0.0001), Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining.
Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan bahwa pemeriksaan
bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi
dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.2

4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan
mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah.
Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya
dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi
peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan
bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.2

Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO
dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang
dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.2

5.1. Working Diagnosis


a. Pengertian Ikterus
Ikterus adalah perubahan warna kuning pada kulit danan sclera yang terjadi akibat
peningkatan kadar bilirubin didalm darah (Fraser,2012). Ikterus adalah menguningnya sklera,
kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam
darah lebih dari 5 mg/ml dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari
liper, sistem biliary, atau sistem hematologi (Muslihatun, 2010). Ikterus adalah salah satu
keadaan menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir akibat terjadinya
hiperbilirubinemia.Ikterus merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru
lahir,sebanyak 25-50% pada bayi cukup bulan dan 80 % pada bayi berat lahir rendah
(Dewi,2012).3

5
Gambar 2. Bayi dengan Ikterus.3

b. Metabolisme Bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu
diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus.3
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian
besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem
bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses
oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami
reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut
dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui
membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian
bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan,
sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera
setelah ada dalam sel hati, terjadi persnyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan
glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses
konjugasi.Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar
tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini
dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi
urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi
kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.3
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari
pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus.

6
Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang
lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini
terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun
kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi
cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan. Pada keadaan ini peninggian
bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut ikterus fisiologik.3
Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati
menurun sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat
menimbulkan kerusakan sel tubuh t3, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala
sisa dihari kemudian.3

Gambar 3. Metabolism Bilirubin.4

C. Ikterus Fisiologik
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum,
namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagaiikterus fisiologis.
Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya
mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun
kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin
sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi <1 2 mg/Dl.4

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain.
Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada
hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina
cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir.4

7
Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi
peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80
hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur
dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.4

Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005)
adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:4

Timbul pada hari kedua ketiga(timbul setelah 24 jam).

Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan
dan 10 mg % per hari pada kurang bulan

Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari

Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg % dan kadar bilirubin < 15 mg/dl.

Ikterus hilang dalam 14 hari

Tidak mempunyai dasar patologis dan hilang tanpa perlu pengobatan.4

5.2 Differential Diagnosis


IKTERUS PATOLOGIS
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi.
Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi pada setiap bayi berbeda-beda.
Dapat juga diartikan sebagai ikterus dengan konsentrasi bilirubin, yang serumnya mungkin
menjurus ke arah terjadinya kerinkterus bila kadar bilirubin tidak dikendalikan.4

Ikterus yang kemungkinan menjadi patologi atau dapat dianggap sebagai hiperbilirubinemia
ialah:4

a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran

b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.

c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonates kurang bulan dan 12,5 mg% pada
neonates cukup bulan,ikterus berlangsung lebih dari 14 hari.

8
d. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan
sepsis).

e. Ikterus yang disertai berat lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu,
asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah. Kernikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada
neonates cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin indirek lebih dari 20 mg% dan disertai
penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kernikterus
secara klinis berbentuk kelainan saraf spastic yang terjadi secara kronik. Warne feses dempul dan
urin kuning tua.4

6.Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain :5

1. Produksi yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah
lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.5

2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi hepar. Gangguan
ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain
yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin
ke sel hepar.5

3. Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat bilirubin. Bilirubin dalam
darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini
dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan
lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel
otak.kurang ligandin untuk mengambil ke hati.5

4. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau kerusakan sel
liver). Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar

9
hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi
atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.5

7. Epidemiologi
Angka kejadian Ikterus pada bayi sangat bervariasi di RSCM persentase ikterus
neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,9%,
sedangkan di Amerika Serikat sekitar 60% bayi menderita ikterus baru lahir menderita ikterus,
lebih dari 50%. Bayi-bayi yang mengalami ikterus itu mencapai kadar bilirubin yang melebihi 10
mg. Ikterus terjadi apabila terdapat bililirubin dalam darah. Pada sebagian besar neonatus, ikterus
akan ditemukan dalam minggu pertama dalam kehidupannya. Dikemukakan bahwa kejadian
ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada bayi 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta
dilaporkan 32,19 % menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi bersifat patologik yang
dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Karena setiap bayi
dengan ikterus harus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubuin
meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.Proses hemolisis darah, infeksi berat ikterus yang
berlangsung lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan kemungkinan adanya ikterus patologi.
Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk
ikterus dapat dihindarkan.5

8. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan
merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis
pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak

10
disebut Kern ikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut
mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.6

Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung
pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat
keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.6

9.Gejala Klinik

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :6

a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah
letargi, tidak mau minum dan hipotoni.

b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus
(bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis,
gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).

Sedangkan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit,
membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai
sekitar 40 mol/l. Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping
itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:

1. Dehidrasi.Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)

2. Pucat. Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO,
rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.

3. Trauma lahir. Bruising, sefalhematom (peradarahan kepala), perdarahan tertutup lainnya.

4. Pletorik (penumpukan darah). Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan


memotong tali pusat.

5. Letargik dan gejala sepsis lainnya.

6. Petekiae (bintik merah di kulit). Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau
eritroblastosis.

11
7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) Sering berkaitan dengan anemia hemolitik,
infeksi kongenital, penyakit hati

8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)

9. Omfalitis (peradangan umbilikus)

10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)

11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)

12. Feses dempul disertai urin warna coklat. Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya
konsultasikan ke bagian hepatologi.6

10. Penatalaksanaan
1.MEDIS

Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan yang khusus, kecuali pemberian minum
sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang cukup. Pemberian minum sedini mungkin
akan meningkatkan molitas khusus dan juga menyebabkan bakteri di introduksi ke usus. Bakteri
dapat merubah bilirubin direct menjadi urobilin yang dapat di absorpsi kembali. Dengan
demikian, kadar bilirubin serum akan turun. Meletakkan bayi di bawah sinar matahari selama 15-
20 menit, ini di lakukan setiap hari antara pukul 6.30 8.00. Selama ikterus masih terlihat,
perawat harus memperhatikan pemberian minum dengan jumlah cairan dan kalori yang cukup
dan pemantauan perkembangan ikterus. Apabila ikterus makin meningkat intensitasnya, harus
segera di catat dan di laporkan karena mungkin di perlukan penanganan yang khusus.7

Tindakan umum

a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) dan lain lain pada waktu hamil

b. Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi

c. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi
baru lahir

12
d. Iluminasi yang cukup baik di tempat bayi di rawat.

e. Pengobatan terhadap faktor penyebab bila di ketahui.7

Tindakan khusus

Setiap bayi yang kuning harus di tangani menurut keadannya masing masing. Bila kadar
bilirubin serum bayi tinggi, sehingga di duga akan terjadi kern ikterus, hiperbilirubenia tersebut
harus di obati dengan tindakan berikut:7

a. Pemberian fenobarbital, agar proses konjugasi bisa di percepat serta mempermudah ekskresi.
Pengobatan ini tidak begitu efektif karena kadar bilirubin bayi dengan hiperbilirubinemia baru
menurun setelah 4-5 hari. Efek pemberianfenobarbital ini tampak jelas bila di berikan kepada ibu
hamil beberapa minggu sebelum persalinan, segera sesudah bayi lahir atau kedua keadaan
tersebut. Pemberian fenobarbital profilaksis tidak di anjurkan karena efek samping obat tersebut,
seperti gangguan metabolik dan pernafasan, baik pada ibu maupun pada bayi.

b. Memberi substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi, misalnya pemberian albumin
untuk memikat bilirubin bebas. Albumin biasanya di berikan sebelum transfusi tukar dikerjakan
oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstra vaskuler ke vaskuler,
sehingga bilirubin yang di ikatnya lebih mudah di keluarkan dengan tranfusi tukar.

c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi.7

Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfusi pengganti untuk
menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan
menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara
memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi
jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam
darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian
bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa
proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin
dapat dikeluarkan melalui urine.7

13
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi
tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia. Secara
umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit
dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5
mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam
pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.7

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar ialah:7

lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk menghindari turunnya
energy yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan.

Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar.

Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk mencegah
kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan kunjungan orang tua untuk
memberikan rangsang visual pada neonates.Pemantauan iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan
membuka penutup mata.

Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk melindungi
daerah kemaluan dari cahaya fototeraphy.

Pada lampu diatur dengan jarak 20-30cm di atas tubuh bayi, untuk mendapatkan energi yang
optimal.

Posisi bayi diubah tiap 8 jam , agar tubuh mendapat penyinaran seluas mungkin.

Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu.

Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses, dan muntah diukur, dicatat dan
dilakukan pemantauan tanda dehidrasi

Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan.

Lamanya terapi sinar dicatat.7

14
Apabila dalam evaluasi kadar bilirubin serum barada dalam batas normal, terapi sinar
dihentikan. Jika kadar bilirubin masih tetap atau tidak banyak berubah, perlu dipikirkan adanya
beberapa kemungkinan, antara lain lampu yang tidak efektif atau bayi menderita dehidrasi,
hipoksia, infeksi, dan gangguan metabolisme.7

Pemberian terapi sinar dapat menimbulkan efek samping. Namun, efek samping tersebut
bersifat sementara, yang dapat di cegah atau dapat ditanggulangi dengan memperhatikan tata
cara penggunaan terapi sinar dan diikuti dengan pemantauan keadaan bayi secara berkelanjutan.7

Kelainan yang mungkin timbul pada neonates yang mendapati terapi sinar adalah :7

Peningkatan kehilangan cairan yang tidak terukur. Energi cahaya fototerapi dapat
meningkatkan suhu lingkungan dan menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit.
Terutama bayi premature atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat di antisipasi dengan
pemberian cairan tambahan.

Frekuensi defekasi meningkat. Meningkatnya bilirubin indirect pada usus akan meningkatkan
pembentukan enzim lactase yang dapat meningkatkan peristaltic usus. Pemberian susu dengan
kadar laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare.

Timbul kelainan kulit di daerah muka badan dan ekstremitas, dan akan segera hilang setelah
terapi berhenti. Di laporkan pada beberapa bayi terjadi bronze baby syndrome, hal ini terjadi
karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit
ini bersifat sementara dan tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi.

Peningkatan suhu.

Beberapa neonates yang mendapat terapi sinar, menunjukkan kenaikan suhu tubuh, ini
disebabkan karena suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi.

Kadang di temukan kelainan, seperti gangguan minum, letargi, dan iritabilitas. Ini bersifat
sementara dan hilang sendirinya.

d. Transfusi Pengganti

Transfuse pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor :

15
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu

2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir

3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama

4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama

5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama

6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl

7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus

Transfusi pengganti digunakan untuk:7

1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah
terhadap antibody maternal

2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)

3. Menghilangkan serum bilirubin

4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubin

Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh
negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. Setiap 4 -
8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

16
Gambar 4. Terapi Sinar dan Transfusi Tukar.7

11. Komplikasi
Kern ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat adanya bilirubin indirect
pada otak.Kern ikterus ditandai dengan kadar bilirubin darah yang tinggi (>20 mg% pada bayi
cukup bulan atau >18 mg% pada bayi berat lahir rendah) disertai dengan gejala kerusakan otak
berupa mata berputar,letargi,kejang,tak mau mengisap,tonus otot meningkat ,leher kaku dan
sianosis,serta dapat juga diikuti dengan gangguan berbicara dan retardasi mental di kemudian
hari. Patologi tdd batang otak, ganglia basalis, serebelum.8

12. Prognosis
Hiperbilirubin baru akan berpengaruh bentuk apabila bilirubin indirek telah melalui
sawar otak, penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris, gejala
ensefalopati pada neonatus mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum,
letargi dan hipotonia, selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan opistotonis. Pada
stadium mungkin didapatkan adanya atitosis didan ditemukan opistotonis. Pada stadium
mungkin didapatkan adanya atitosis ditai gangguan pendengaran atau retardasi mental di hari
kemudian. Jika ada tindakan yang cepat dan tepat pada bayi ikterus maka kemungkinan untuk
menjadi stadium lanjut dapat ditekan.8

13. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :8

1. Pengawasan antenatal yang baik.

2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan
kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan lain-lain.

3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.

5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.

17
6. Pemberian makanan yang dini.

7. Pencegahan infeksi.8

KESIMPULAN
Ikterus adalah perubahan warna kuning pada kulit danan sclera yang terjadi akibat
peningkatan kadar bilirubin didalm darah. Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau
jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah
lebih dari 5 mg/ml dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari liper,
sistem biliary, atau sistem hematologi. Ikterus adalah salah satu keadaan menyerupai penyakit
hati yang terdapat pada bayi baru lahir akibat terjadinya hiperbilirubinemia
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari
pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus.
Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang
lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini
terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun
kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi
cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan. Pada keadaan ini peninggian
bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut ikterus fisiologik.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Azis H. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC. 2008. H.231-5.


2. Alvin B. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Salemba Medika. 2008. H.154-61.
3. Mary P. Dasar-dasar keperawatan Maternitas. Jakarta. EGC. 2005.h.113-37.
4. Underwood J. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta. EGC. 2006.h.112-35.
5. Contance S. Buku Saku Kebidanan. Jakarta. EGC. 2010. h. 24-34.
6. Corwin E. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. EGC.2009.h. 111-15.
7. Surasmi A. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta. EGC.2003. h. 14-21.
8. David H. Dasar-dasar Pediatri Jakarta. EGC. 2008.h.134-51.

19

Anda mungkin juga menyukai