PEMERINTAHAN
a. Aspek Strategis
Bahwa pemilihan lokasi ibukota kabupaten harus dipertimbangkan
efisiensi di dalam spend of control pemerintahan, dan harus
dikaitkan dengan kebijaksanaan pembangunan regional, aspek
kendali pemerintahan ini menyangkut kemudahan hubungan dari
lokasi menuju pusat-pusat kecamatan atau pusat kegiatan,
sedangkan kaitannya dengan kebijaksanaan pembangunan regional
adalah menyangkut pola atau strategi pengembangan kota-kota dan
wilayah di kabupaten yang bersangkutan dalam jangka waktu yang
panjang. Adapun yang termasuk aspek strategis ini adalah sebagai
berikut:
1. Kota atau lokasi yang dipilih sebaiknya mempunyai kemampuan
tumbuh dan berkembang, baik dalam pengertian sekarang maupun
yang akan datang. Faktor yang diperhitungkan dalam hal ini
terdiri dari faktor yang menunjang pertumbuhan ekonomu
potensial yang dimiliki baik potensi sumberdaya maupun
sumberdaya alam yang dimiliki oleh calon lokasi.
2. Kota dan lokasi yang dipilih harus dapat berperan sebagai
pusat pengembangan wilayah, baik untuk menciptakan
pengembangan bagi wilayah Kabupaten Banyuasin maupun
pengertian untuk menciptakan pemerataan perkembangan yaitu
sebagai pusat pengembangan wilayah yang relatif kurang
berkembang. Faktor yang dapat dilihat dalam hal ini adalah
hirarki kota-kota yang ada dengan melihat kepadatan
penduduk, pertumbuhan penduduk, jumlah fasilitas serta
tingkat daya hubungnya.
3. Kota atau lokasi yang dipilih diharapkan tidak bertentangan
dengan strategi pengembangan kota-kota dalam lingkup yang
lebih luas (RSTRP), tapi harus merupakan pengisian dari
konsep tersebut.
b. Aspek teknis
Aspek teknis dalam penentuan lokasi merupakan salah satu faktor
yang cukup penting mengingat lokasi ibukota kabupetan harus
mempunyai kemudahan teknis seperti persediaan air, keadaan daya
dukung tanah, persediaan tanah kosong dan lain-lain bagi
terselenggaranya pembangunan dan pengembangan ibukota kabupaten.
Adapun yang dimaksud dengan aspek teknis ini adalah:
a. Kota atau lokasi yang dipilih adalah kota yang mudah menerima
pembangunan sebagai ibukota kabupaten seperti halnya ketersediaan
lahan, keadaan topografi, dan kemampuan tanah yang dapat
mendukung pembangunan kota.
b. Kota atau lokasi yang dipilih sebagiknya yang memiliki persoalan
terkecil seperti banjir, erosi, dan bencana alam lainnya.
c. Kota atau lokasi yang dipilih harus lebih baik dalam penyediaan
fasilitas dan utilitas kota.
c. Aspek Administratif
Bahwa pemilihan lokasi ibukota, harus mempertimbangkan kemudahan
pengelolaannya, kemampuan pembiayaan, aspek hukum, hankamnas dan
lain-lainnya. Aspek administratif berkaitan dengan aspek hukum,
penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan. Aspek ini
terdiri dari:
a). Kota atau lokasi yang dipilih memiliki total jarak fisik yang
terkecil agar mudah terjangkau dari seluruh wilayah untuk
kelancaran dalam pelayanan pemerintahan.
b). Kota atau lokasi yang dipilih tidak terlalu dekat dengan Ibukota
Musi Ilir agar lokasi tersebut dapat menjalankan fungsinya.
Jadinya sebaiknya kota atau dilokasi yang dipilih mudah dijangkau
sari seluruh wilayah kabupaten untuk pelayanan kepada masyarakat.
Pada dasarnya ibukota kabupaten berfungsi kompleks, artinya
ibukota dapat merupakan pusat administrasi pemerintahan, pusat
kegiatan perdagangan, pusat jasa serta pusat kebudayaan.
Penentuan suatu kota kecamatan sebagai ibukota kabupaten bermula
karena adanya kegiatan-kegiatan ekonomi atau kebudayaan, baru
kemudian fungsinya ditambahkan sebagai pusat administratif
kepemerintahan bagi daerah sekitarnya, dan hal ini merupakan
karakteristik umum dari pertumbuhan ibukota suatu wilayah (Mc.
Gee, 1976:29-30).
Ibukota kabupaten dengan fungsinya sebagai pusat
administrasi pemerintahan terkait erat juga sebagai pusat
pelayanan bagi masyarakat. Sektor pemerintahan disini harus dapat
secara dominan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat tersebut mengikuti hirarki
administrasi pemerintahan sehingga antara pusat pemerintahan
dengan pusat pelayanan masyarakat terkait erat. Lokasi antara
keduanya sangat mempengaruhi hubungan keduanya, semakin dekat
jarak kedua lokasi tersebut maka semakin mudah pula bagi
masyarakat untuk dapat memperoleh apa yang diinginkan terhadap
lokasi tersebut. Pusat pemerintahan tersebut terjadi karena
permintaan masyarakat akan pelayanan-pelayanan pemerintahan yang
tidak dapat mereka hasilkan sendiri; oleh semua golongan
masyarakat yang berharap banyak untuk dapat memperoleh pelayanan
pemerintahan tersebut (Mc.Lean,Mary; 1959:61)
Dengan ditetapkannya Kota Pangkalan Balai sebagai ibukota
Pemerintahan Kabupaten Banyuasin sebagai kabupaten baru maka
diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
efektif dan efisien sehingga hasilnya dapat dirasakan secara
nyata oleh masyarakat. Oleh karena itulah dibutuhkan suatu lokasi
yang diharapkan dapat menjadi pusat pemerintahan di kota
Pangkalan Balai sehingga dapat memberikan fungsi sebagai public
service.
Dalam menentukan lokasi kota pusat pemerintahan kabupaten,
persyaratan utama yang harus dipenuhi adalah persyaratan fisik. 2
(dua) persyaratan yang dianggap paling penting dalam penentuan
lokasi ibukota kabupaten (Vera Sari, 1997 : 8) antara lain :
1. Calon lokasi daerah ibukota sebaiknya relatif datar dan bebas
banjir
2. Dengan fungsi utama sebagai pusat pemerintahan, maka daerah yang
akan dipilih sebagai calon ibukota harus strategis dan aksesible
bagi kepentingan pergerakan kegiatan-kegiatan administratif kota-
kota kecamatan terhadap ibukotanya.
A. Pembagian Wilayah
Kondisi Kependudukan
Jumlah Penduduk Kabupaten Banyuasin pada tahun 2000
berjumlah 654.286 jiwa atau 60,50 % dan jumlah penduduk Kabupaten
Musi Banyuasin, sementara Kabupaten Musi Ilir berjumlah 426.436
jiwa atu 39,50 % dari jumlah penduduk Kabupaten Musi Banyuasin.
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kabupaten Banyuasin maupun Kabupaten
Musi Ilir dibedakan antara lahan basah, lahan kering, dan
penggunaan lain. Pada Kabupaten Banyuasin area pertanian seluas
188.859,47 ha atau 15.,96 % dari luas wilayah, sedangkan
Kabupaten Musi Ilir mempunyai luas area pertanian 208.112 ha atau
14,59 % dari luas wilayah.
3. Ketersediaan Lahan
5. Status Tanah
6. Aksesibilitas
8. Kualitas Lingkungan